Anda di halaman 1dari 13

TERAPI MODALITAS

Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini di berikan dalam upaya
mengubah perilaku pasien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif. Terapi modalitas
mendasarkan potensi yang dimiliki pasien (modal-modality) sebagai titik tolak terapi atau pen
yembuhannya. Tapi terapi ini bisa dipakai untuk terapi keperawatan keluarga.
B.     Jenis-jenis terapi modalitas
Ada beberapa jenis terapi modalitas, antara lain:
1)      Terapi Individual
Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan pendekatan hubungan individual antara
seorang terapi dengan seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan
klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan
tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi
perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan.
Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien mampu menyelesaikan konflik yang
dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan mampu meredakan penderitaan (distress) emosional, serta
mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
Tahapan hubungan dalam terapi individual meliputi:
Ø  Tahapan orientasi
Ø  Tahapan kerja
Ø  Tahapan terminasi
Tahapan orientasi dilaksanakan ketika perawat memulai interaksi dengan klien. Yang pertama harus
dilakukan dalam tahapan ini adalah membina hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan saling
percaya sangat penting untuk mengawali hubungan agar klien bersedia mengekspresikan segala masalah
yang dihadapi dan mau bekerja sama untuk mengatasi masalah tersebut sepanjang berhubungan dengan
perawat. Setelah klien mempercayai perawat, tahapan selanjutnya adalah klien bersama perawat
mendiskusikan apa yang menjadi latar belakang munculnya masalah pada klien, apa konflik yang terjadi,
juga penderitaan yang klien hadapi. Tahapan orientasi diakhiri dengan kesepakatan antara perawat dan
klien untuk menentukan tujuan yang hendak dicapai dalam hubungan perawat-klien dan bagaimana
kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Perawat melakukan intervensi keperawatan setelah klien mempercayai perawat sebagai terapis. Ini
dilakukan di fase kerja, di mana klien melakukan eksplorasi diri. Klien mengungkapkan apa yang
dialaminya. Untuk itu perawat tidak hanya memperhatikan konteks cerita klien akan tetapi harus
memperhatikan juga bagaimana perasaan klien saat menceritakan masalahnya. Dalam fase ini klien
dibantu untuk dapat mengembangkan pemahaman tentang siapa dirinya, apa yang terjadi dengan dirinya,
serta didorong untuk berani mengambil risiko berubah perilaku dari perilaku maladaptive menjadi
perilaku adaptif.
Setelah kedua pihak (klien dan perawat) menyepakati bahwa masalah yang mengawali terjalinnya
hubungan terapeutik telah mereda dan lebih terkendali maka perawat dapat melakukan terminasi dengan
klien. Pertimbangan lain untuk melakukan terminasi adalah apabila klien telah merasa lebih baik, terjadi
peningkatan fungsi diri, social dan pekerjaan, serta yang lebih penting adalah tujuan terapi telah tercapai.
2)      Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi perubahan perilaku
pada klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan
rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan
berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.
Dalam terapi lingkungan perawat harus memberikan kesempatan, dukungan, pengertian agar
klien dapat berkembang menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Klien juga dipaparkan pada peraturan-
peraturan yang harus ditaati, harapan lingkungan, tekanan peer, dan belajar bagaimana berinteraksi
dengan orang lain. Perawat juga mendorong komunikasi dan pembuatan keputusan, meningkatkan harga
diri, belajar keterampilan dan perilaku yang baru.
Bahwa lingkungan rumah sakit adalah lingkungan sementara di mana klien akan kembali ke
rumah, maka tujuan dari terapi lingkungan ini adalah memampukan klien dapat hidup di luar lembaga
yang diciptakan melalui belajar kompetensi yang diperlukan untuk beralih dari lingkungan rumah sakit ke
lingkungan rumah tinggalnya.
3)      Terapi Biologis
Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di mana gangguan
jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda dengan model konsep yang lain yang memandang bahwa
gangguan jiwa murni adalah gangguan pada jiwa semata, tidak mempertimbangkan adanya kelaianan
patofisiologis. Tekanan model medical adalah pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejala dalam
sindroma spesifik. Perilaku abnormal dipercaya akibat adanya perubahan biokimiawi tertentu.
Ada beberapa jenis terapi somatic gangguan jiwa meliputi: pemberian obat (medikasi
psikofarmaka), intervensi nutrisi,electro convulsive therapy (ECT), foto terapi, dan bedah otak. Beberapa
terapi yang sampai sekarang tetap diterapkan dalam pelayanan kesehatan jiwa meliputi medikasi
psikoaktif dan ECT.
4)      Terapi Kognitif
Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perasaan
dan perilaku klien. Proses yang diterapkan adalah membantu mempertimbangkan stressor dan kemudian
dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang tidak akurat tentang stressor
tersebut. Gangguan perilaku terjadi akibat klien mengalami pola keyakinan dan berfikir yang tidak akurat.
Untuk itu salah satu memodifikasi perilaku adalah dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan
tersebut. Fokus auhan adalah membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai yang diyakini, harapan-harapan,
dan kemudian dilanjutkan dengan menyusun perubahan kognitif.
Ada tiga tujuan terapi kognitif meliputi:
Ø  Mengembangkan pola berfikir yang rasional. Mengubah pola berfikir tak rasional yang sering
mengakibatkan gangguan perilaku menjadi pola berfikir rasional berdasarkan fakta dan informasi yang
actual.

Ø  Membiasakan diri selalu menggunakan pengetesan realita dalam menanggapi setiap stimulus sehingga
terhindar dari distorsi pikiran.

Ø  Membentuk perilaku dengan pesan internal. Perilaku dimodifikasi dengan terlebih dahulu mengubah pola
berfikir.

Bentuk intervensi dalam terapi kognitif meliputi mengajarkan untuk mensubstitusi pikiran klien,
belajar penyelesaian masalah dan memodifikasi percakapan diri negatif.
5)      Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai unit
penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan
fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa
melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya.
Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi dan kontribusi dari
masing-masing anggota keluarga terhadap munculnya masalah tersebut digali. Dengan demikian terleih
dahulu masing-masing anggota keluarga mawas diri; apa masalah yang terjadi di keluarga, apa kontribusi
masing-masing terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian mencari solusi untuk mempertahankan
keutuhan keluarga dan meningkatkan atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.
Proses terapi keluarga meliputi tiga tahapan yaitu fase 1 (perjanjian), fase 2 (kerja), fase 3
(terminasi). Di fase pertama perawat dan klien mengembangkan hubungan saling percaya, isu-isu
keluarga diidentifikasi, dan tujuan terapi ditetapkan bersama. Kegiatan di fase kedua atau fase kerja
adalah keluarga dengan dibantu oleh perawat sebagai terapis berusaha mengubah pola interaksi di antara
anggota keluarga, meningkatkan kompetensi masing-masing individual anggota keluarga, eksplorasi
batasan-batasan dalam keluarga, peraturan-peraturan yang selama ini ada. Terapi keluarga diakhiri di fase
terminasi di mana keluarga akan melihat lagi proses yang selama ini dijalani untuk mencapai tujuan
terapi, dan cara-cara mengatasi isu yang timbul. Keluarga juga diharapkan dapat mempertahankan
perawatan yang berkesinambungan.
6)      Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk dalam kelompok, suatu
pendekatan perubahan perilaku melalui media kelompok. Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi
dengan sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran diri klien,
meningkatkan hubungan interpersonal, dan mengubah perilaku maladaptive. Tahapannya meliputi: tahap
permulaan, fase kerja, diakhiri tahap terminasi.
Terapi kelompok dimulai fase permulaan atau sering juga disebut sebagai fase orientasi. Dalam
fase ini klien diorientasikan kepada apa yang diperlukan dalam interaksi, kegiatan yang akan
dilaksanakan, dan untuk apa aktivitas tersebut dilaksanakan. Peran terapis dalam fase ini adalah sebagai
model peran dengan cara mengusulkan struktur kelompok, meredakan ansietas yang biasa terjadi di awal
pembentukan kelompok, dan memfasilitasi interaksi di antara anggota kelompok. Fase permulaan
dilanjutkan dengan fase kerja.
Di fase kerja terapi membantu klien untuk mengeksplorasi isu dengan berfokus pada keadaan
here and now. Dukungan diberikan agar masing-masing anggota kelompok melakukan kegiatan yang
disepakati di fase permulaan untuk mencapai tujuan terapi. Fase kerja adalah inti dari terapi kelompok di
mana klien bersama kelompoknya melakukan kegiatan untuk mencapai target perubahan perilaku dengan
saling mendukung di antara satu sama lain anggota kelompok. Setelah target tercapai sesuai tujuan yang
telah ditetapkan maka diakhiri dengan fase terminasi.
Fase terminasi dilaksanakan jika kelompok telah difasilitasi dan dilibatkan dalam hubungan
interpersonal antar anggota. Peran perawat adalah mendorong anggota kelompok untuk saling memberi
umpan balik, dukungan, serta bertoleransi terhadap setiap perbedaan yang ada. Akhir dari terapi
kelompok adalah mendorong agar anggota kelompok berani dan mampu menyelesaikan masalah yang
mungkin terjadi di masa mendatang.
7)      Terapi Perilaku
Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku timbul akibat proses
pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan disubstitusi dari perilaku yang tidak
sehat. Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini adalah:
Ø  Role model
Ø  Kondisioning operan
Ø  Desensitisasi sistematis
Ø  Pengendalian diri
Ø  Terapi aversi atau releks kondisi
Teknik role model adalah strategi mengubah perilaku dengan memberi contoh perilaku adaptif
untuk ditiru klien. Dengan melihat contoh klien mampelajari melalui praktek dan meniru perilaku
tersebut. Teknik ini biasanya dikombinasikan dengan teknik kondisioning operan dan desensitisasi.
Kondisioning operan disebut juga penguatan positif di mana terapis memberi penghargaan
kepada klien terhadap perilaku yang positif yang telah ditampilkan oleh klien. Dengan penghargaan dan
umpan balik positif yang didapat maka perilaku tersebut akan dipertahankan atau ditingkatkan oleh klien.
Misalnya seorang klien begitu bangun tidur langsung ke kamar mandi untuk mandi, perawat memberikan
pujian terhadap perilaku tersebut. Besok pagi klien akan mengulang perilaku segera mandi setelah bangun
tidur karena mendapat umpan balik berupa pujian dari perawat. Pujian dalam hal ini adalah reward atau
penghargaan bagi perilaku positif klien berupa segera mandi setelah bangun.
Terapi perilaku yang cocok untuk klien fobia adalah teknik desensitisasi sistematis yaitu teknik
mengatasi kecemasan terhadap sesuatu stimulus atau kondisi dengan secara bertahap
memperkenalkan/memaparkan pada stimulus atau situasi yang menimbulkan kecemasan tersebut secara
bertahap dalam keadaan klien sedang relaks. Makin lama intensitas pemaparan stimulus makin meningkat
seiring dengan toleransi klien terhadap stimulus tersebut. Hasil akhirnya adalah klien akan berhasil
mengatasi ketakutan atau kecemasannya akan stimulus tersebut.
Untuk mengatasi perilaku dorongan perilaku maladaptive klien dapat dilatih dengan teknik
pengendalian diri. Bentuk latihannya adalah berlatih mengubah kata-kata negatif menjadi kata-kata
positif. Apabila ini berhasil maka klien sudah memiliki kemampuan untuk mengendalikan perilaku yang
lain sehingga menghasilkan terjadinya penurunan tingkat distress klien tersebut.
Mengubah perilaku dapat juga dilakukan dengan memberi penguatan negatif. Caranya adalah
dengan memberi pengalaman ketidaknyamanan untuk merusak perilaku yang maladaptive. Bentuk
ketidaknyamanan ini dapat berupa menghilangkan stimulus positif sebagai “punishment” terhadap
perilaku maladaptive tersebut. Dengan ini klien akan belajar untuk tidak mengulangi perilaku demi
menghindari konsekuensi negatif yang akan diterima akibat perilaku negatif tersebut.
8)      Terapi Bermain
Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anak-anak akan dapat
berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada dengan ekspresi verbal. Dengan bermain
perawat dapat mengkaji tingkat perkembangan, status emosional anak, hipotesa diagnostiknya, serta
melakukan intervensi untuk mengatasi masalah anak tersebut.
Prinsip terapi bermain meliputi membina hubungan yang hangat dengan anak, merefleksikan
perasaan anak yang terpancar melalui permainan, mempercayai bahwa anak dapat menyelesaikan
masalahnya, dan kemudian menginterpretasikan perilaku anak tersebut.
Terapi bermain diindikasikan untuk anak yang mengalami depresi, anak yang mengalami
ansietas, atau sebagai korban penganiayaan (abuse). Bahkan juga terpai bermain ini dianjurkan untuk
klien dewasa yang mengalami stress pasca trauma, gangguan identitas disosiatif dan klien yang
mengalami penganiayaan.
Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
1) Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh, diantaranya
sistim pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh,
muskuloskeletal, gastro intestinal, genito urinaria, endokrin dan integumen.
2)Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a)                                                 Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
b)                                                 Kesehatan umum
c)                                                 Tingkat pendidikan
d)                                                 Keturunan (hereditas)
e)                                                 Lingkungan
f)                                                   Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan
ketulian.
g)                                                 Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan
jabatan.
h)             Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
famili.
i)               Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep dir.
2)             Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970)
Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970)
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Intoleransi Tujuan/ kriteria:
Aktivitas -    Berpartisipasi -    Kaji respon terhadap 1.        Untuk
sehubungan dalam aktifitas aktifitas. mengidentifikasikan
dengan ketidak yang diinginkan/ -    Perhatikan tekanan aktivitas yang cocok dan
seimbangan diperlukan. darah, nadi selama/ seberapa jauh klien
antara suplai -    Melaporkan sesudah istirahat. dapat melakukannya.
dan kebutuhan peningkatan dalam -    Perhatikan nyeri dada, 2.        Untuk
akan oksigen toleransi aktifitas dyspnea, pusing. mengidentifikasikan
yang dapat diukur. -    Instruksikan tentang perubahan yang terjadi
-    Menunjukkan tehnik menghemat tenaga, 3.        Mencegah terjadinya
penurunan dalam misal: menggunakan kursi kelelahan
tanda-tanda saat mandi, sisir rambut. 4.        Membantu penyesuaian
2. intoleransi fisiologi -    Melakukan aktifitas tubuh terhadap
dengan perlahan-lahan. perubahan aktivitas
-    Mengidentifikasi -    Beri dorongan untuk 5.        Aktivitas mandiri
Resiko tinggi faktor yang melakukan aktifitas/ membantu dalam
cedera meningkatkan perawatan diri secara perubahan kebutuhan
sehubungan resiko terhadap bertahap jika dapat hidup
dengan cedera. ditoleransi.
penurunan -    Memperagakan -    Beri bantuan sesuai 1)     Membantu menurunkan
lapangan tindakan keamanan dengan kebutuhan. cedera.
pandang untuk mencegah 2)     Kerusakan sensori
cedera. 1)     Lakukan tindakan untuk pasca CVA dapat
mengurangi bahaya mempengaruhi persepsi
lingkungan. klien terhadap suhu.
2)     Bila penurunan sensitifitas3)     Penggunaan lat bantu
taktil menjadi masalah yang tidak tepat atau
ajarkan klien untuk tidak pas dapat
melakukan: meyebabkan regangan
-    Kaji suhu air mandi dan atau jatuh.
bantalan pemanas 4)     Klein dengan masalah
sebelum digunakan. mobilitas, memerlukan
-    Kaji ekstremitas setiap [emasangan alat bantu
hari terhadap cedera yang ini dan
tak terdeteksi.
-    Pertahankan kaki tetap
hangat dan kering serta
kulit dilemaskan dengan
lotion emoltion.
3) Lakukan tindakan untuk
mengurangi resiko yang
berkenaan dengan
pengunaan alat bantu.
4) Anjurkan klien dan keluarga
untuk memaksimalkan
keamanan di rumah.

a.      
Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme protein, lemak.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien dapat
terpenuhi.
Dengan Kriteria Hasil :
Tindakan / intervensi Rasional
Mandiri
1.      Timbang berat badan sesuai indikasi. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
2.      Tentukan program diet, pola makan, dan Mengidentifikasikan kekurangan dan
bandingkan dengan makanan yang dapat penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
dihabiskan klien.
3.      Auskultrasi bising usus, catat nyeri Hiperglikemi, gangguan keseimbangan cairan
abdomen atau perut kembung, mual, dan elektrolit menurunkan motilitas atau fungsi
muntah dan pertahankan keadaan puasa lambung (distensi atau ileus paralitik).
sesuai inndikasi.
4.       Berikan makanan cair yang mengandung Pemberian makanan melalui oral lebih baik
nutrisi dan elektrolit. Selanjutnya diberikan pada klien sadar dan fungsi
memberikan makanan yang lebih padat. gastrointestinal baik.
5.      Identifikasi makanan yang disukai. Kerja sama dalam perencanaan makanan.
6.      Libatkan keluarga dalam perencanaan Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberi
makan. informasi pada keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi klien.
7.      Observasi tanda hipoglikemia (perubahan Pada metabolism kaborhidrat (gula darah akan
tingkat kesadaran, kulit lembap atau berkurang dan sementara tetap diberikan tetap
dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka diberikan insulin, maka terjadi hipoglikemia
rangsang, cemas, sakit kepala, pusing). terjadi tanpa memperlihatkan perubahan
tingkat kesadaran.
Kolaborasi
8.      Lakukan pemeriksaan gula darah dengan Analisa di tempat tidur terhadap gula darah
finger stick. lebih akurat daripada memantau gula dalam
urine.
9.      Pantau pemeriksaan laboratorium (glukosa Gula darah menurun perlahan dengan
darah, aseton, pH, HCO3) penggunaan cairan dan terapi insulin terkontrol
sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel
dan digunakan untuk sumber kalori. Saat ini,
kadaar aseton menurun dan asidosis dapat
dikoreksi.
10.  Berikan pengobatan insulin secara teratur Insulin regular memiliki awitan cepat dan
melalui iv dengan cepat pula membantu memindahkan
glukosa ke dalam sel. Pemberian melalui IV
karena absorpsi dari jaringan subkutan sangat
lambat.
11.  Berikan larutan glukosa ( destroksa, Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin
setengah salin normal). dan cairan membawa gula darah sekitar 250
mg /dl. Dengan metabolism karbohidrat
mendekati normal, perawatan diberikan untuk
menghindari hipoglikemia.
12.  Konsultasi dengan ahli gizi. Bermanfaat dalam penghitungan dan
penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi.
  Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
  Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya

b.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan  osmotik diuresis ditandai dengan
tugor kulit menurun dan membran mukosa kering.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan atau hidrasi
pasien terpenuhi
Dengan kriteria Hasil :
  Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer
dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan
kadar elektrolit dalam batas normal.

Tindakan / Intervensi Rasional


Mandiri
1.      Kaji riwayat klien sehubungan dengan Membantu memperkirakan kekurangan
lamanya atau intensitas dari gejala seperti volume total. Adanya proses infeksi
muntah dan pengeluaran urine yang mengakibatkan demam dan keadaan
berlebihan. hipermetabolik yang meningkatkan
kehilangan air.
2.      Pantau tanda – tanda vital, catat adanya Hipovolemi dimanifestasikan oleh hipotensi
perubahan tekanan darah ortostatik. dan takikardia. Perkiraan berat ringannya
hipovolemi saat tekanan darah sistolik turun
≥ 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk
atau berdiri.
3.      Pantau pola napas seperti adanya Perlu mengeluarkan asam karbonat melalui
pernapasan Kussmaul atau pernapasan pernapasan yang menghasilkan kompensasi
yang berbau keton. alkalosis respiratoris terhadap keadaan
ketoasidosis. Napas bau aseton disebabkan
pemecahan asam asetoasetat dan harus
berkurang bila ketosis terkoreksi.
4.      Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan
penggunaan otot bantu napas, adanya pola dan frekuensi pernapasan normal. Akan
periode apnea dan sianosi. tetapi peningkatan kerja pernapasan,
pernapasan dangkal dan cepat serta sianosis
merupakan indikasi dari kelelahan
pernapasan atau kehilangan kemampuan
melalui kompensasi pada asidosis.`
5.      Pantau suhu, warna kulit, atau Demam, menggigil, dan diaphoresis adalah
kelembapannya. hal umum terjadi pada proses infeksi,
demam dengan kulit kemerahan, kering
merupakan tanda dehidrasi.
6.      Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor Merupakan indicator tingkat dehidrasi atau
kulit, dan membrane mukosa. volume sirkulasi yang adekuat.
7.      Pantau masukan dan pengeluaran. Memperkirakan kebutuhan cairan pengganti,
fungsi ginjal, dan keefektifan terapi yang
diberikan.
8.      Ukur berat badan setiap hari. Memberikan hasil pengkajian terbaik dari
status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan
pengganti.
9.      Pertahankan pemberian cairan minimal Mempertahankan hidrasi atau volume
2500 ml/hari. sirkulasi.
10.  Tingkatkan lingkungan yang menimbulkan Menghindari pemanasan yang berlebihan
rasa nyaman. Selimuti klien dengan kain terhadap klien lebih lanjut dapat
yang tipis. menimbulkan kehilangan cairan.
11.  Kaji adanya perubahan mental atau Perubahan mental berhubungan dengan
sensori. hiperglikemi atau hipoglikemi, elektrolit
abnormal, asidosis, penurunan perfusi
serebral, dan hipoksia. Penyebab yang tidak
tertangani, gangguan kesadaran menjadi
predisposisi aspirasi pada klien.
12.  Observasi mual, nyeri abdomen, muntah, Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah
dan distensi lambung. motilitas lambung sehinnga sering
menimbulkan muntah dan secara potensial
menimbulkan kekurangan cairan dan
elektrolit.
13.  Observasi adanya perasaan kelelahan yang Pemberian cairan untuk perbaikan yang
meningkat, edema, peningkatan berat cepat berpotensi menimbulkan kelebihan
badan, nadi tidak teratur, dan distensi cairan dan gagal jantung kronis.
vaskuler.
Kolaborasi
14.  Berikan terapi cairan sesuai indikasi:
11.    Normal salin atau setengah normal salin Tipe dan jumlah cairan tergantung pada
dengan atau tanpa dekstrosa. derajat kekurangan cairan dan respon klien
secara individual.

12.    Albumin, plasma, atau dekstran. Plasma ekspander (pengganti) dibutuhkan


jika mengancam jiwa atau tekanan darah
sudah tidak dapat kembali normal dengan
usaha rehidrasi yang telah dilakukan.
15.  Pasang kateter urine. Memberikan pengukuran yang tepat
terhadap pengeluaran urine terutama jika
neuropati otonom menimbulkan retensi atau
inkontinensia.
Polifarmasi: lansia cenderung mengalami polifarmasi karena penyakitnya yang lebih dari
satu jenis (multipatologi), dan diagnosis tidak jelas. Polifarmasi adalah peresepan 5 jenis atau lebih
obat, baik obat makan, salep, injeksi, yang digunakan untuk jangka waktu yang lama (480 hari atau
lebih dalam 2 tahun).

prinsip umum penggunaan obat pada usia lanjut :

1. Berikan obat hanya yang betul-betul diperlukan artinya hanya bila ada indikasi yang
tepat. Bila diperlukan efek plasebo berikan plasebo yang sesungguhnya

2. Pilihlah obat yang memberikan rasio manfaat yang paling menguntungkandan tidak
berinteraksi dengan obat yang lain atau penyakit lainnya

3. Mulai pengobatan dengan dosis separuh lebih sedikit dari dosis yang biasa diberikan
pada orang dewasa yang masih muda.

4. Sesuaikan dosis obat berdasarkan dosis klinik pasien, dan bila perlu dengan
memonitor kadar plasma pasien. Dosis penuNjang yang tepat umumnya lebih
rendah.
5. Berikan regimen dosis yang sederhana dan sediaan obat yang mudah ditelan untuk
memelihara kepatuhan pasien

6. Periksa secara berkala semua obat yang dimakan pasien, dan hentikan obat yang tidak
diperlukan lagi (Manjoer, 2004)

Efek usia pada ginjal berpengaruh besar pada ekskresi beberapa obat. Umumnya
obat diekskresi melalui filtrasi glomerolus yang sederhana dan kecepatan ekskresinya
berkaitan dengan kecepatan filtrasi glomerolus (oleh karena itu berhubungan juga dengan
bersihan kreatinin). Misalnya digoksin dan antibiotik golongan aminoglikosida. Pada usia
lanjut, fungsi ginjal berkurang, begitu juga dengan aliran darah ke ginjal sehingga
kecepatan filtrasi glomerolus berkurang sekitar 30 % dibandingkan pada orang yang lebih
muda. Akan tetapi, kisarannya cukup lebar dan banyak lansia yang fungsi glomerolusnya
tetap normal. Fungsi tubulus juga memburuk akibat bertambahnya usia dan obat
semacam penicilin dan litium, yang secara aktif disekresi oleh tubulus ginjal, mengalami
penurunan faali glomerolus dan tubulus (Bustami, 2001).

Anda mungkin juga menyukai