Anda di halaman 1dari 7

EFEKTIVITAS TERAPI MINDFULNESS PADA PASIEN WAHAM DI PANTI

REHABILITASI MENTAL BIHARA BIHARI

Hasna Suci Lintang Sari1 (1201040065)

Universitas Islam Negeri Bandung Sunan Gunung Djati


e-mail : hasnasuci05@gmail.com

ABSTRAK
Waham merupakan salah satu gejala utama pada pasien skizofrenia yang ditandai dengan
adanya gangguan pada pola, bentuk, dan isi pikir. Seseorang dengan waham memiliki penilaian
yang buruk terhadap realita dan dipertahankan secara kuat dan terus-menerus. Penelitian ini
menginvestigasi efektifitas terapi mindfulness sebagai pendekatan teurapetik dalam
memahami skizofrenia pada pasien dengan gejala waham. Metode yang digunakan adalah
studi kasus dengan wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Responden yang digunakan
dalam studi kasus ini yaitu 1 pasien yang mengalami gangguan proses pikir waham. Terapi
mindfulness secara khusus dirancang untuk membantu pasien mengembangkan kesadaran
terhadap pikiran dan perasaan mereka tanpa penilaian. Penelitian ini melibatkan serangkaian
sesi terapi mindfulness dengan kelompok pasien skizofrenia yang mengalami waham.
Mindfulness mampu meningkatkan insting pasien melalui kesadaran akan perilaku yang
membuat pasien menderita, mindfulness juga berhasil memberikan kesadaran tentang
pentingnya melakukan proses pengobatan. Terapi ini sangat cocok diterapkan pada pasien
dengan waham karena berlandaskan cinta dan kasih sayang sehingga memberikan efek
ketenangan bagi pasien.

Kata Kunci : Terapi Mindfulness, Skizofrenia, Waham

ABSTRACT
Delusions are one of the main symptoms in schizophrenia patients which are characterized by
disturbances in the pattern, form and content of thought. A person with delusions has a poor
assessment of reality and is strongly and persistently maintained. This study investigates the
effectiveness of mindfulness therapy as a therapeutic approach in understanding schizophrenia
in patients with delusional symptoms. The method used is a case study with interviews,
observation and documentation study. The respondent used in this case study was 1 patient
who experienced delusional thought process disorders. Mindfulness therapy is specifically
designed to help patients develop awareness of their thoughts and feelings without judgment.
This research involved a series of mindfulness therapy sessions with a group of schizophrenia
patients who experienced delusions. Mindfulness is able to increase the patient's instincts
through awareness of the behavior that makes the patient suffer. Mindfulness is also successful
in providing awareness about the importance of carrying out the treatment process. This
therapy is very suitable for patients with delusions because it is based on love and compassion
so it has a calming effect on the patient.
Keywords : Mindfulness Therapy, Schizophrenia, Delusion
PENDAHULUAN
Kesehatan jiwa merujuk pada keadaan kesejahteraan mental seseorang. Ini mencakup
kemampuan individu untuk mengatasi stres, menjalin hubungan yang sehat, membuat
keputusan, serta berkontribusi pada komunitas mereka. Kesehatan jiwa bukan hanya tentang
ketiadaan gangguan mental, tetapi juga tentang adanya keseimbangan emosional, kestabilan
psikologis, dan kemampuan untuk mengatasi tantangan kehidupan sehari-hari. Upaya menjaga
kesehatan jiwa melibatkan pemahaman diri, dukungan sosial, dan adopsi gaya hidup yang
sehat secara fisik dan mental. Nama lain gangguan jiwa berat yaitu psikosis dan salah satu
contoh psikosis adalah skizofrenia.

Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir
serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan
psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi, asosiasi
terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi. Gejala skizofrenia dapat mengalami perubahan
semakin membaik atau semakin memburuk dalam kurun waktu tertentu, hal tersebut
berdampak dengan hubungan pasien dengan dirinya sendiri serta orang yang dekat dengan
penderita.

Skizofrenia juga ditandai dengan gangguan pada proses pikir, dan juga disertai adanya ekspresi
emosi yang tidak wajar. Gejala skizofrenia dibagi menjadi dua kategori, yang pertama yaitu
positif ditandai dengan adanya waham, halusinasi, disorientasi pikiran, bicara dan perilaku
yang tidak teratur. Salah satu jenis gangguan jiwa skizofrenia adalah skizofrenia paranoid.
Secara klasik skizofrenia tipe paranoid ditandai terutama oleh adanya gangguan waham.
Waham merupakan salah satu gangguan orientasi realitas. Gangguan orientasi realitas adalah
ketidakmampuan klien menilai dan berespons pada realitas, klien tidak dapat membedakan
lamunan dan kenyataan sehingga muncul perilaku yang sukar untuk dimengerti dan
menakutkan.

Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan yang tetap dipertahankan
dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien
yang sudah kehilangan kontrol. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan
perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran
orang tua, dan aniaya. Gangguan proses pikir waham ini adalah gejala positif dari skizofrenia
dan biasanya orang yang memiliki gejala tersebut akan melakukan hal-hal yang sesuai dengan
jenis wahamnya, yaitu dengan memiliki rasa curiga yang tinggi terhadap diri sendiri maupun
orang lain, merasa memiliki kekuasaan yang besar, merasa mempunyai kekuatan yang luar
biasa jauh diatas manusia pada umumnya, merasa dirinya mempunyai penyakit yang sangat
parah atau dapat menular ke orang lain, serta menganggap dirinya sudah meninggal.

Gangguan proses berpikir delusi ini merupakan gejala positif dari skizofrenia dan biasanya
orang dengan gejala tersebut melakukan hal-hal sesuai dengan tipe delusinya yaitu, mereka
memiliki ketidakpercayaan yang besar terhadap diri sendiri dan orang lain, mereka merasa
memiliki kekuatan yang besar, mereka merasa, bahwa mereka dia memang memiliki kesaktian
yang luar biasa jauh dari orang pada umumnya, percaya bahwa dirinya mengidap penyakit
yang sangat serius atau bisa menularkannya ke orang lain dan mengira dirinya sudah
meninggal. Waham sendiri terbagi menjadi lima macam, yaitu waham kebesaran, waham
curiga, waham keagamaan, waham somatik, dan waham nihilistik.

Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control),
dipengaruhi (delusion of influence), atau ‘passive’ (delusion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar, adalah yang paling khas. Sedangkan gejala gangguan afektif seperti dorongan
kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata atau tidak
menonjol. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih dan harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku peribadi (personal behavior),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut
dalam diri sendiri.

Waham dapat diatasi dengan keterampilan perawat dalam berkomunikasi sehingga


memberikan stimulus yang baik bagi penderita. Adaptasi yang dibangun tidaklah mudah,
seseorang dengan waham akan terbiasa hidup dengan wahamnya. Oleh karena itu, perawat
harus membangun hubungan saling percaya saat pertama kali ingin berkomunikasi dengan
klien. Salah satu jenis terapi yang diberikan pada pasien waham adalah terapi mindfulness
dengan pendekatan spiritual. Terapi mindfulness merupakan bentuk perhatian secara total
berfokus pada kesadaran dan tidak menghakimi klien karena didasari dengan cinta dan kasih
sayang sehingga menimbulkan hubungan yang erat antara perawat dengan klien. Terapi
dilakukan dengan pendekatan spiritualitas yang menjadi bagian penting dari keperawatan
holistik sehingga kebutuhan aspek bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual klien dapat tercapai.

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan di China, terapi mindfulness ini
terbukti menghasilkan perubahan pada gelombang otak dan meningkatkan integrasi jaringan
otak yang dapat berkontribusi pada penurunan aktivitas otak yang tidak normal. Terapi tersebut
ditujukan pada 5 pasien skizofrenia berat dengan riwayat medis lebih dari 20 tahun. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan adanya penurunan gejala waham dan halusinasi setelah
pemberian intervensi berturut-turut selama 3 minggu (Sheng dkk., 2019).

Beberapa riset sebelumya menunjukan adanya dampak postif yang dapat dari praktik
mindfulness. Mindfulness dapat dipakai untuk mengatasi masalah psikologis dan fisik. Terapi
Mindfulness diterapkan karena memiliki pengaruh yang positif terhadap pasien gangguan jiwa.
Pasien harus disadarkan bahwa ide-ide yang dipikirkan tidak didasarkan pada kenyataan dan
tidak dapat diterima oleh orang lain karena tidak memiliki dukungan atau bukti yang kuat.
Seringkali, pasien akan dihadapkan dengan konfrontasi dari lingkungan sekitar terkait dengan
pemikiran dan keyakinan yang tidak realistis. (Manurung & Pardede, 2022). Gangguan waham
umumnya dianggap sulit untuk diatasi (Skelton et al., 2015). Maka dari itu penulis tertarik
untuk menelahan penelitian mengenai efektivitas terapi mindfulness pada pasien yang
mengalami waham di panti rehabilitasi mental bihara bihari.

METODE
Penelitian yang dilakukan dalam hal ini menggunakan desain studi kasus. Studi kasus
dilakukan di Panti Rehabilitasi Bihara Bihari dengan masalah gangguan proses pikir: waham.
Metode penelitian yang dilakukan dalam karya tulis ilmiah ini menggunakan wawancara,
observasi dan evaluasi. Dalam pengambilan data peneliti memilih 1 pasien dengan diagnosa
Skizofrenia yang mengalami gangguan waham, setelah itu pasien mentelaah data tersebut
melalui Rekam Medis pasien yang sebelumnya telah mendapatkan izin dari pihak Metode
penelitian yang dilakukan dalam karya tulis ilmiah ini menggunakan wawancara, observasi
dan studi dokumentasi. Dalam pengambilan data peneliti memilih 1 pasien dengan diagnosa
Skizofrenia yang mengalami gangguan waham, setelah itu pasien mentelaah data tersebut
melalui Rekam Medis pasien yang sebelumnya telah mendapatkan izin dari pihak Panti
Rehabilitasi Bihara Bihari. Setelah melihat Rekam Medis pasien, peneliti melakukan
pengkajian asuhan keperawatan jiwa kepada pasien dengan wawancara dan studi observasi
untuk mengumpulkan data secara primer. Terapi mindfulness dilakukan 4 kali dalam seminggu
terhadap pasien yang mengalami gangguan proses berpikir :waham.

HASIL
Proses pengkajian yang dilakukan pada Tn. F dengan usia 55 tahun didapatkan data bahwa
pasien yang dibawa ke Panti Rehabilitasi Bihara Bihari Cileunyi dengan alasan mengalami
kecemasan yang berlebih, marah tampa sebab, suka berhalusinasi, mengamuk, dan
mengatakan hal yang tidak realistis seperti mengatakan bahwa ada sosok Ratu Belanda yang
sering mendatangi dan memberikannya mobil mahal. Selain Ratu Belanda Tn. F sering
berhalusinasi tentang Keluarga Cendana yang mengatakan bahwa Mall Tmana Anggrek yang
ada Di Jakarta sebenarnya milik Tn. F.

Dari rekam media yang dimiliki Panti Rehabilitasi Mental Bihara Bihari menyatakan bahwa
dulu semasa kuliah Tn. F sudah mulai terlihat tanda-tanda gangguan mental. Menurut
pernyataan Tn. F ini karna ia menekan dirinya sendiri agar bisa kuliah di Perguruan Tinggi
Negeri yang menjadi favorit seperti ITB, tetapi sayangnya Tn. F tidak lolos di ITB sehingga ia
hanya bisa berkuliah di Perguruan Tinggi Swasta hal itu yang membuat Tn. F merasa kecewa
dengan dirinya sendiri. Adapun faktor pendukungnya seperti Tn. F mendapat tekanan dari
ibunya karena Tn. F tidak sesukses ke lima kakanya yang berhasil bekerja di perusahan-
perusahan besar. Selain itu faktor pendukung lainnya Tn. F merasa iri dan cemburu terhadap
ke lima kaka nya yang berhasil bekerja di perusahan-perusahan besar sedangkan Tn. F masing
susah mendapatkan pekerjaan.

Pasien sebelum berada di Panti Rehabilitasi Mental Bihara Bihara mendapatkan pengobatan
alternatif di daerah Garut tetapi pengobatnya belum berhasil, pasien putus obat sejak 5 bulan
yang lalu. Faktor presipitasi pada pasien yaitu, pasien terus menerus mengatakan hal yang tidak
realistis, seperti mengatakan bahwa ada sosok Ratu Belanda yang memberikannya mobil-
mobil mewah dan mahal, dan Keluarga Cendana yang mengatakan bahwa Mall Taman
Anggrek adalah miliknya.

Data Subjektif : pasien mengatakan bahwa ada sosok Ratu Belanda yang memberikannya
mobil-mobil mewah dan mahal, dan Keluarga Cendana yang mengatakan bahwa Mall Taman
Anggrek adalah miliknya. Data Objektif : penampilan pasien terlihat bersih, rambut dan kuku
pendek dan bersih, dapat merawat dirinya, berpakaian dengan rapi, pengguanaan baju sesuai
yaitu kancing baju tepat. Dari pembicaraan pasien cepat, dapat menjawab pertanyaan dengan
sesuai dan terarah, lebih sering menceritakan tentang kaka-kakanya yang sukses dan sering
menceritakan kekecewaannya karna hanya berkuliah di Perguruan Tinggi Swasta, tidak bisa
mengontrol emosi ketika ia tidak mendapatkan transferan dari keluarganya. Hasil yang
didapatkan berdasarkan metode pengumpulan data:
1. Wawancara Hal yang ditanyakan saat wawancara meliputi: identitas pasien, identitas
penanggung jawab, alasan masuk, faktor predisposisi, faktor presipitasi, persepsi dan harapan
pasien dan keluarga, genogram dan pola pengambilan keputusan, konsep diri, hubungan sosial,
masalah budaya, status mental, serta mekanisme koping.
2. Observasi Data yang diobservasi oleh peneliti antara lain pemeriksaan fisik, aktivitas
motoric, pembicaraan, alam perasaan, interaksi saat wawancara, afek, tingkat kesadaran,
proses pikir, kemampuan penilaian, dan kebutuhan untuk pulang.
3. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dari pengkajian, diagnose, intervensi, dan implementasi.

PEMBAHASAN
Selama pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber, yaitu dari pasien dan
tenaga kesehatan di ruangan, melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya
diri pada klien agar klien lebih terbuka dan lebih percaya dengan menggunakan perasaan. Pada
tahap awal yaitu melakukan observasi kepada pasien dengan wawancara, selanjutnya
pengkajian dengan cara membaca status, melihat rekam medis pasien dan bertanya kepada para
staff atau pegawai yang ada di Panti Rehabilitasi Mental Bihara Bihari.

Tn. F memiliki permsalahan di masa lalu yaitu tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang bagus
sesuai dengan yang diharapkannya dan mendapatkan tekanan dari ibu nya yang selalu
menuntut Tn. F agar bisa sesukses kaka-kakanya yang lain. Selain itu pada saat dilakukan
wawancara dan melihat rekam medis Tn. F, ternyata ia memiliki waham. Tn. F bercerita
pertama kali waham itu muncul ada seorang Ratu Belanda yang bernama Ratu Betrix. Ratu itu
mendatangi Tn. F karena ratu tersebut ingin membertika mobil-mobil mewah untuk Tn. F.
Selanjutnya ia bercerita jika selain Ratu Belanda ada juga sosok Keluarga Cendana yang
mendatangi Tn. F dan mengatakan bahwa Mall Taman Angrek yang ada di Jakarta adalah milik
Tn. F. karena kedua sosok itu sering muncul dan menyatakan pernyataan yang sama pada saat
mereka muncul Tn. F lalu bercerita kepada orang rumah atau keluarga yang berada di rumah.
Semua keluarga menyepelekan perkataan Tn. F dan menganggap remeh hal tersebut. Lambat
laun kondisi Tn. F semakin para dan akhirnya Tn. F baru dibawa ke pengobatan alternatif yang
berada di Garut, namun tidak lama baru seyelahnya melanjutkan pengobatan di Panti
Rehabilitasi Bihara Bihari.

Setelah berada di Panti Rehabilitasi barulah Tn. F di diagnosis memiliki waham. Dari Kasus
tersebut menandakan klien mengalami gejala waham yang bisa merujuk pada gangguan jiwa
berat skizofrenia. Karena skizofrenia merupakan salah satu jenis gangguan mental, maka
pemeriksaan harus dilakukan oleh dokter spesialis kejiwaan atau psikiater. Skizofrenia bisa
diidap siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan. Kisaran usia 15-35 tahun merupakan usia
yang paling rentan terkena kondisi ini. Penyakit skizofrenia diperkirakan diidap oleh satu
persen penduduk dunia (Lally et al., 2016).

Penyakit skizofrenia akan terdeteksi pada diri pasien jika: (1) Mengalami halusinasi, delusi,
bicara meracau, dan terlihat datar secara emosi; (2) Mengalami penurunan secara signifikan
dalam melakukan tugas sehari-hari, termasuk penurunan dalam produktivitas kerja dan prestasi
di sekolah akibat gejala-gejala di atas; (3) Gejala-gejala di atas bukan disebabkan oleh kondisi
lain, seperti gangguan bipolar atau efek samping penyalahgunaan obat-obatan; (4) Dalam
mengobati skizofrenia, dokter biasanya akan mengombinasikan terapi perilaku kognitif (CBT)
dengan obat-obatan antipsikotik. Untuk memperbesar peluang sembuh, pengobatan juga harus
ditunjang oleh dukungan dan perhatian dari orang-orang terdekat (Bademli and Duman, 2016;
Aylaz and Gulsen, 2017).

Selain itu penatalaksanaan atau strategi yang tepat diberikan kepada pasien adalah dengan
membina hubungan saling percaya dengan pasien, menjelaskan dan latih cara mengendalikan
waham dengan cara teratur minum obat, identifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi serta
menjelaskan atau melatih cara memenuhi kebutuhan dasar, latih kemampuan positif yang
dimiliki dan latih kemampuan positif yang dipilih, serta memberikan terapi tambahan
berdasarkan Evidence Based Practice. Penatalaksanaan non-farmakologi tambahan yang akan
diterapkan pada pasien berasal dari Evidence Based Practice yang dipilih berdasarkan jurnal
penelitian terbaru yang sudah banyak dikembangkan oleh peneliti sebelumnya. Terapi ini
bernama mindfulness atau meditasi dengan efektif diterapkan pada pasien dengan skizofrenia.
Tindakan ini berupa terapi dalam bentuk perhatian secara total dan berfokus pada kesadaran
pasien saat ini, teknik yang dilakukan yaitu untuk memberikan ketenangan pada pasien
sehingga menumbuhkan kesadaran dan pola pikir yang positif. Tujuan utama dari terapi
mindfulness atau meditasi ini mampu mengurangi isi waham dan isi pikir non-realistik dari
pasien. Strategi yang diberikan dalam menerapkan terapi mindfulness atau meditasi ini harus
berdasarkan cinta dan kasih sayang terhadap pasien sehingga terjalin hubungan yang erat
antara pasien dengan perawat.

Berdasarkan terapi di atas dapat dijelaskan bahwa beberapa terapi bisa digunakan untuk proses
rehabilitasi pada pasien skizofrenia kronik. Hal ini bisa diterapkan pada kasus yang
menyatakan klien mengalami gangguan jiwa berat yaitu waham.

KESIMPULAN
Proses keperawatan pada pasien psikiatrik terutama skizofrenia kronik harus
berkesinambungan dan terus menerus. Gangguan jiwa berat ini menahun dan akan terjadi
kekambuhan sehingga perlu adanya kerjasama antara perawat dengan keluarga klien untuk
proses penyembuhan klien yang lebih cepat dan persiapan pengembalian klien kepada
masyarakat. Terapi mindfulness harus dilakukan secara intens dan bisa membutuhkan waktu
yang cukup lama jika gejala pada pasien cukup parah. Evaluasi akhir dari seluruh rangkaian
kegiatan menunjukkan adanya respon positif berupa komitmen dari pasien untuk melakukan
upaya-upaya yang sudah diajarkan. Mulai dari terbukanya pikiran, mengurangi obrolan tentang
isi wahamnya, tidak lagi sering tersenyum tanpa alasan, menerima kenyataan dan mengakui
kesalahan yang sudah dilakukan di masa lalu.

DAFTAR PUSTAKA

Aylaz, Rukuye, Gulsen Kilinc. 2017. The Relationship Between Treatment Adherence and
Social Support in Psychiatric Patients in the East of Turkey. Archives of Psychiatric
Nursing 31: 157-163.
Bademli, Kerime, Zekiye Duman. 2016. Emotions, Ideas and Experiences of Caregivers of
Patients With Schizophrenia About "Family to Family Support Program. Archives of
Psychiatric Nursing 30: 329-333.

Lally, J, et al. (2016). Augmentation of clozapine with electroconvulsive therapy in treatment


resistant schizophrenia: a systematic review and meta-analysis.

Manurung, & Pardede. (2022). Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. S Dengan
Masalah Gangguan Proses Pikir : Waham Kebesaran : Studi Kasus. Kebidanan, volume
1(keperawatan jiwa), 1–44.

Sheng, J. L., Y. Yan, X. H. Yang, T. F. Yuan, dan D. H. Cui. 2019. The effects of mindfulness
meditation on hallucination and delusion in severe schizophrenia patients with more than
20 years’ medical history. CNS Neuroscience and Therapeutics. 25(1):147–150.

Skelton, M., Wa, K., & Sp, T. (2015). Treatments for delusional disorder ( Review ). Cochrane
Library, Issue 5. Art. No.: CD009785.
https://doi.org/10.1002/14651858.CD009785.pub2.Copyright

Anda mungkin juga menyukai