Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH SEMINAR

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S


DENGAN MASALAH KEPERAWATAN UTAMA
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI) DENGAN
DIAGNOSA MEDIS SKIZOFRENIA PARANOID

PENDIDIKAN PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
POLTEKKES TANJUNGKARANG
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan yang signifikan di


Indonesia. Sehat menurut World Health Organization (WHO) pada ketetapannya di
tahun 1984 bahwa sehat merupakan kondisi tubuh yang fungsinya tidak terganggu
baik secara mental maupun rohani manusia, dalam lingkup psikologi disebut “bio-
psiko-sosio-spiritual” (Kholil Rochman, 2018).
Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan profesional yang di dasarkan
pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan
dengan proses psiko-sosial dan maladaftif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-
sosial, dengan menggunakan diri dan terapi keperawatan jiwa melalui pendekatan
proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan
memulihkan masalah kesehatan jiwa individu, keluarga, dan masyarakat (Purwanto,
2015).
Menurut data WHO pada tahun 2016, terdapat sekitar 35 juta orang terkena
depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta
terkena dimensia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan,
prevalensi skizofrenia/psikosis di Indonesia sebanyak 6,7 per 1000 rumah tangga.
Artinya, dari 1.000 rumah tangga terdapat 6,7 rumah tangga yang mempunyai anggota
rumah tangga (ART) pengidap skizofrenia/psikosis. Di Lampung menurut Riskesdas
2018 menunjukkan prevalensi skizofrenia sebanyak 6,0 per 1000 rumah tangga,
artinya dari 1000 rumah tangga ada 6 rumah tangga yang memiliki anggota rumah
tangga yang mengidap skizofrenia atau psikosis.
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama
dalam pikiran, emosi dan perilaku pikiran yang terganggu, berbagai pikiran tidak
berhubung secara logis; persepsi dan perhatian yang keliru; afek yang datar atau tidak
sesuai; dan berbagai gangguan aktivitas motorik yang bizarre. Pasien skizofre-nia
menarik diri dari orang lain dan kenyataan, sering sekali masuk ke dalam kehidupan
fantasi yang penuh delusi dan halusinasi (Davison, 2006). Skizofrenia merupakan
suatu gangguan mental berat yang melibatkan proses pikir, emosi, dan tingkah laku
yang ditandai dengan gangguan pikiran. Terdapat lima tipe skizofrenia dianataranya
tipe paranoid, tipe katatonik, tipe hebefrenik (disorganized), tipe tak terinci
(undifferentiated), tipe residual. Sebanyak 50% penderita skizofrenia tidak
memperoleh terapi pengobatan yang sesuai (WHO, 2011).
Skizofrenia paranoid adalah salah satu tipe skizofrenia ketika pengidapnya
mengalami delusi bahwa orang lain ingin melawan dirinya atau anggota keluarganya.
Sementara, paranoid adalah jenis skizofrenia dengan kasus yang paling sering terjadi.
Umumnya, pengidap skizofrenia paranoid akan merasa bahwa dirinya lebih kuat,
lebih hebat, dan bahkan memiliki pengaruh besar dari musuh-musuh khayalan mereka
lewat halusinasi tidak nyata yang mereka alami.
Upaya optimalisasi penatalaksanaan klien dengan skizofrenia dalam
menangani gangguan persepsi sensori (halusinasi) dirumah sakit antara lain
melakukan penerapan standar asuhan keperawatan, terapi aktivitas kelompok dan
melatih keluarga untuk merawat pasien dengan halusinasi. Standar Asuhan
Keperawatan mencakup penerapan strategi pelaksanaan halusinasi. Strategi
pelaksanaan pada pasien halusinasi mencakup kegiatan mengenal halusinasi,
mengajarkan pasien untuk dapat menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain
atau keluarga. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Siti dan Dyah (2016)
menyebutkan bahwa prevalensi psikosis tertinggi di Aceh dan Yogyakarta masing-
masing 2,7% sedangkan terendah di Kalimantan barat sebesar 0,7%. Ditinjau dari
diagnosa atau jenis skizofrenia, jenis skizofrenia paranoid sebanyak 40,8% kemudian
diikuti dengan skizofrenia residual sebanyak 39,4%, skizofrenia hebefrenik sebanyak
12%, skizofrenia katatonik sebanyak 3,5%, skizofrenia tak terenci sebanyak 2,1%,
skizofrenia lainnya 1,4% dan yang paling sedikit adalah skizofrenia simpleks
sebanyak 0,7%. Di ruang nuri RSJD Lampung terdapat pasien dengan kasus
skizofrenia paranoid, oleh karenanya mahasiswa tertarik untuk mendiskusikan tentang
kasus tersebut dengan masalah keperawatan isolasi sosial dan diagnosa medis
skizofrenia hebefrenik.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dirumuskan masalah yaitu
“Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. S Dengan Masalah Utama
Gangguan Persepsi Sensori (Halusinasi) Dengan Diagnosa Medis Skizofrenia
Paranoid Di Ruang Nuri RSJ Daerah Provinsi Lampung.”
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melaksanakan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. S Dengan Masalah Utama
Gangguan Persepsi Sensori (Halusinasi) Di Ruang Nuri RSJ Daerah Provinsi
Lampung.

2. Tujuan Khusus
a. Melakukan Pengkajian Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. S Dengan
Masalah Utama Gangguan Persepsi Sensori (Halusinasi) Di Ruang Nuri
RSJ Daerah Provinsi Lampung.
b. Menetapkan Diagnosis Keperawatan Jiwa Pada Tn. S Dengan Masalah
Utama Gangguan Persepsi Sensori (Halusinasi) Di Ruang Nuri RSJ
Daerah Provinsi Lampung.
c. Menyusun Intervensi Keperawatan Jiwa Pada Tn. S Dengan Masalah
Utama Gangguan Persepsi Sensori (Halusinasi) Di Ruang Nuri RSJ
Daerah Provinsi Lampung.
d. Melaksanakan Tindakan Keperawatan Jiwa Pada Tn. S Dengan Masalah
Utama Gangguan Persepsi Sensori (Halusinasi) Di Ruang Nuri RSJ
Daerah Provinsi Lampung.
e. Melaksanakan Evaluasi Keperawatan Jiwa Pada Tn. S Dengan Masalah
Utama Gangguan Persepsi Sensori (Halusinasi) Di Ruang Nuri RSJ
Daerah Provinsi Lampung.

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis study kasus ini adalah untuk pengembangan ilmu keperawatan
jiwa terkait asuhan keperawatan pada klien yang mengalami skizofrenia
paranoid dengan masalah gangguan persepsi sensori (halusinasi).
2. Manfaat Praktis
Memberikan informasi dan referensi sebagai bahan pertimbangan untuk
meningkatkan asuhan keperawatan jiwa dan meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan oleh tenaga kesehatan pada klien yang mengalami skizofrenia
paranoid dengan masalah gangguan persepsi sensori (halusinasi).
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Skizofrenia paranoid adalah salah satu tipe skizofrenia ketika pengidapnya


mengalami delusi bahwa orang lain ingin melawan dirinya atau anggota keluarganya.
Sementara, paranoid adalah jenis skizofrenia dengan kasus yang paling sering terjadi.
Umumnya, pengidap skizofrenia paranoid akan merasa bahwa dirinya lebih kuat,
lebih hebat, dan bahkan memiliki pengaruh besar dari musuh-musuh khayalan mereka
lewat halusinasi tidak nyata yang mereka alami.
Berdasarkan Depkes (2000 dalam Dermawan & Rusdi, 2013) halusinasi
adalah gerakan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa ada rangsangan dari luar
yang dapat meliputi semua sistem panca indera terjadi pada saat kesadaran individu
penuh atau baik.
Pada tahap pengkajian data didapatkan dari rekam medic pasien dan dari
kondisi pasien. Pasien saat dikaji menunjukkan sikap yang kooperatif dan mampu
menjawab pertanyaan yang diberi. Terkadang pasien pun menyangkal beberapa
persepsi yang diberikan oleh perawat. Perawat juga menggunakan teknik komunikasi
terapeutik, perawat menggunakan kata bahasa yang dapat dimengerti oleh pasien
tersebut.

Pada kasus ini perawat menegakkan tiga diagosa gangguan jiwa yang utama yaitu:
a. Halusinasi
Kondisi pasien saat ini adalah pasien tampak sesekali bicara sendiri dan
sering mendengar suara-suara bisikkan ketika ditanya oleh perawat suara
apa yang di dengar, pasien mengatakan suara itu seperti menyuruhnya
marah sehingga perasaan pasien saat mendengar suara bisikkan itu selalu
ingin marah.
b. Resiko Perilaku Kekerasan
Kondisi pasien saat dikaji adalah pasien tampak tegang, dan terkadang
emosi pasien masih labil. Nada bicara pasien pun terkadang keras dan
tinggi, pasien juga mengatakan saat rasa marah itu muncul yang
dilakukannya adalah merusak-rusak barang dan membuang barang yang
ada dirumah.
c. Defisit Perawatan Diri
Pada saat pertama kali bertemu dengan pasien, pasien tampak tidak rapi,
baju kotor. Pasien juga mengatakan bahwa dia jarang mandi saat di rumah
sakit, saat mandi pun jarang menggunakan shampo dan menyikat gigi.

Tahap evaluasi pada diagnosa keperawatan halusinasi, pada hari ke 5 perawatan


pasien mulai mampu mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik, bercakap-cakap
dan aktivitas terjadwal. Pasien saat ini dibantu oleh perawat dalam meminum obat
Tahap evaluasi pada diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan, pada hari ke 5
perawatan pasien sudah mampu mengontrol rasa marahnya dengan cara tarik nafas dalam,
tetapi pasien dalam spiritual masih belum dilakukan dikarenakan pasien malas untuk
beribadah saat di rumah sakit. Pasien selalu dibantu perawat dalam meminum obat.
Tahap evaluasi pada diagnosa keperawatan defisit perawatan diri, pada hari ke 5
perawatan pasien sudah mampu untuk mandi dengan bersih menggunakan sabun dan
shampo yang ada, pasien juga sudah rajin menyikat gigi saat mandi. Penampilan pasien
saat ini sudah bersih dan cara berpakaian sudah rapih.

B. SARAN
Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, penulis memberi saran bagi:
1. Rumah sakit
Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada klien jiwa dengan
seoptimal mungkin dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
2. Institusi Pendidikan
Memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana dan prasarana yang
merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan ketrampilan melalui praktek klinik dan pembuatan laporan
3. Penulis
Diharapkan penulis dapat menggunakan dan memanfaatkan waktu seefektif
mungkin, sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien
gangguan jiwa dapat tercapai secara optimal

Anda mungkin juga menyukai