Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Menurut WHO (World Health Organization), kesehatan mental adalah
ketika seseorang merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan
hidup, menerima orang lain sebagaimana mestinya, dan memiliki sikap positif
terhadap dirinya sendiri dan terhadap orang lain. Skizofrenia adalah gangguan
mental yang serius di mana orang menafsirkan realita secara tidak normal.
Skizofrenia bisa mengakibatkan berbagai masalah seperti halusinasi, delusi,
dan pemikiran serta perilaku yang sangat tidak teratur yang merusak fungsi
sehari-hari, dan dapat melumpuhkan. Adapun skizofrenia dengan harga diri
rendah merupakan perasaan yang tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri
yang berlangsung dalam jangka panjang akibat penilaian negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri, hal ini biasanya juga disertai dengan kurangnya
perawatan diri, berpakaian yang tidak rapi, tidak nafsu makan, tidak berani
menatap wajah lawan bicara ketika berkomunikasi, kepala selalu tertunduk,
intonasi bicara lambat dan nada suara yang lemah. Oleh karena itu klien
dengan harga diri rendah perlu diberikan asuhan keperawatan terapi okupasi
untuk mengurangi gejala dan meningkatkan harga diri rendah pasien (Kinasih
et al., 2020). Dengan dilakukannya terapi okupasi, pasien dapat mempelajari
mekanisme koping untuk menangani masalah yang berasal dari pengalaman
buruk sebelumnya.
Prevalensi gangguan jiwa di dunia pada tahun 2014 diperkirakan mencapai
516 juta jiwa (WHO, 2015). Sedangkan, hampir 50% orang Indonesia di atas
usia 14 tahun mengalami gangguan jiwa, dan 75% orang di atas usia 24 tahun
pernah mengalami masalah kejiwaan atau penyalahgunaan zat di beberapa
titik dalam hidup mereka. Menurut (Riskesdas, 2018) menunjukkan
prevalensi skizofrenia/psikosis di Indonesia sebanyak 6,7 per 1000 rumah
tangga. Artinya, dari 1.000 rumah tangga terdapat 6,7 rumah tangga yang
mempunyai anggota rumah tangga (ART) pengidap
skizofrenia/psikosis. Prevalensi tertinggi terlihat di Bali dan DI Yogyakarta,
dimana masing-masing terdapat 11,1 dan 10,4 kasus skizofrenia/psikosis per
1.000 keluarga. Menurut (Riskesdas, 2018), terdapat 1.943 orang di wilayah
kota Malang dan 29.228 orang di Jawa Timur yang masing-masing menderita
skizofrenia dan harga diri rendah. Jumlah ini lazim di lokasi perkotaan dan
pedesaan, dengan prevalensi perkotaan 15.222. dan sebanyak 14.006 orang di
daerah terpencil.
Faktor predisposisi dan faktor presipitasi menjadi penyebab rendahnya
harga diri. Faktor predisposisi seperti ideal tentang diri yang menurun,
penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali,
kurangnya tanggung jawab pribadi, dan ketergantungan pada orang lain.
Sedangkan kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan atau bentuk
tubuh, kegagalan atau penurunan produktivitas merupakan faktor presipitasi
yang menyebabkan terjadinya harga diri rendah. Baik faktor predisposisi
maupun faktor presipitasi di atas dapat dikatakan koping individu tidak
efektif jika mempengaruhi seseorang yang sedang berpikir, bertindak, atau
berperilaku pada saat itu. Apabila kondisi pada klien tidak segera dilakukan
intervensi yang tepat dapat mengakibatkan klien tidak mau bergaul dengan
orang lain (isolasi sosial), yang membuat klien kehilangan fokus terhadap
dunia dan pikirannya sendiri sehingga dapat terjadi risiko ide bunuh diri
(Kinasih et al., 2020).
Intervensi penting yang harus dilakukan perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan harga diri rendah pada prinsipnya
adalah meningkatkan kepercayaan diri, mengurangi perasaan tidak aman dan
perasaan tidak berharga, serta mengembangkan kapasitas positif yang dimiliki
klien melalui terapi okupasi (Kinasih et al., 2020). Dengan menawarkan
terapi okupasi, pasien dapat mempelajari mekanisme koping untuk
menangani masalah yang berasal dari pengalaman buruk sebelumnya. Untuk
mengatasi rintangan dalam interaksi sosial, klien diajarkan untuk mengenali
kemampuan yang masih bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan harga diri
(Rokhimmah & Rahayu, 2020). Menurut hasil penelitian (Mamnu’ah , 2014)
terapi okupasi ini bisa menurunkan harga diri dan klien lebih percaya diri.
Respon rata-rata sebelum terapi okupasi adalah 86,7% dan setelah terapi
okupasi 83,3%. Berdasarkan uraian diatas, penulis mengangkat masalah
gangguan jiwa dalam pembuatan proposal yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Jiwa dengan Harga Diri Rendah pada pasien Skizofrenia di
UPT Puskesmas Sekargadung Kota Pasuruan”.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Harga Diri Rendah
di UPT Puskesmas Sekargadung Kota Pasuruan?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menggambarkan asuhan keperawatan dengan harga diri rendah pada
pasien skizofrenia di UPT Puskesmas Sekargadung Kota Pasuruan.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mampu mengontrol pasien dengan tahapan proses asuhan keperawatan
dengan harga diri rendah pada pasien skizofrenia di UPT Puskesmas
Sekargadung Kota Pasuruan, yang meliputi :
1. Menggambarkan pengkajian Skizofrenia dengan Masalah Harga Diri
Rendah di UPT Puskesmas Sekargadung Kota Pasuruan.
2. Menggambarkan masalah keperawatan Skizofrenia dengan Masalah
HargaDiri Rendah di UPT Puskesmas Sekargadung Kota Pasuruan.
3. Menggambarkan perencanaan keperawatan Skizofrenia dengan
Masalah Harga Diri Rendah di UPT Puskesmas Sekargadung Kota
Pasuruan.
4. Menggambarkan tindakan keperawatan Skizofrenia dengan Masalah
Harga Diri Rendah di UPT Puskesmas Sekargadung Kota Pasuruan.
5. Menggambarkan evaluasi keperawatan Skizofrenia dengan Masalah
Harga Diri Rendah di UPT Puskesmas Sekargadung Kota Pasuruan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagia pertimbangan
masukan, menambah wawasan dan pengalaman khususnya di bidang
kesehatan yang berkaitan dengan asuhan keperawatan harga diri rendah pada
skizofrenia.
1.4.2 Manfaat Praktis
1) Bagi Pasien
Dapat digunakan dalam memberikan intervensi yang tepat pada asuhan
keperawatan pasien dengan harga diri rendah pada skizofrenia
2) Bagi Rumah Sakit
Dapat membantu pemulihan pasien dengan memanfaatkan terapi yang
tepat dan sesuai dengan mempertimbangkan penyakit pasien .
3) Bagi Perawat
Dapat dimanfaatkan sebagai bahan konseling pasien dalam inisiatif
promosi kesehatan
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini memakai desain laporan kasus yang ditulis dalam bentuk
naratif untuk mendeskripsikan mengenai pengalaman perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan dengan harga diri rendah pada pasien
skizofrenia di UPT Puskesmas Sekargadung Kota Pasuruan.

3.2 Batasan Istilah


Batasan istilah dalam laporan kasus asuhan keperawatan dengan harga
diri rendah pada pasien skizofreniia di UPT Puskesmas Sekargadung di Kota
Pasuruan meliputi :
3.1.1 Skizofrenia
Skizofrenia adalah bentuk psikologis fungsional yang paling berat dan
menyebabkan disorganiasasi personalitas yang terbesar. Definisi lain dari
skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosis yang sering ditemui sejak zaman
dahulu. Meskipun demikian, pengetahuan mengenai sebab-sebab dan
psikogenesisnya masih sangat kurang. Gejalanya ditandai dengan
menurunnya atau kelemahan berkomunikasi, gangguan realitas (berupa
halusinasi dan waham), gangguan kognitif (tidak mampu berpikir abstrak)
serta mengalami hambatan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
3.1.1 Harga Diri Rendah
Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan
rendah diri yang berkelanjutan karena penilaian negatif terhadap diri sendiri
atau kemampuan diri. Ada rasa kurang percaya diri, rasa gagal karena tidak
mampu mencapai apa yang diinginkan sesuai dengan ideal diri. Harga diri
rendah dihasilkan dari pengalaman seseorang saat masa pertumbuhan, seperti:
kurangnya kasih sayang, tantangan dan dorongan; kurangnya cinta dan
penerimaan, sering menerima kritik, ejekan, sarkasme, dan sinisme,
penganiayaan dan pelecehan fisik, kurangnya pengakuan dan apresiasi atas
prestasi, keunggulan dan keunikan yang secara konsisten diabaikan.

3.3 Partisipan
Partisipan dalam penyusunan laporan kasus ini merupakan pasien yang
memenuhi kriteria sebagai berikut :
3.5.1 Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah ciri-ciri atau pernyataan luas yang diantisipasi
oleh peneliti akan benar sesuai subjek penelitian mereka. Kriteria inklusi pada
penelitian ini adalah :
a. Pasien skizofrenia yang dirawat di lingkup Puskesmas Sekargadung.
b. Pasien yang menderita penyakit skizofrenia dengan masalah keperawatan
harga diri rendah.
c. Pasien kooperatif dan pasien dengan kesadaran penuh.
d. Pasien yang bersedia dan menyetujui untuk menjadi partisipan dengan
menandatangani informed consent selama penelitian laporan kasus
berlangsung.
3.5.2 Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi merupakan suatu karakteristik dan populasi yang dapat
mengakibatkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi namun tidak dapat
diikutkan menjadi subjek penelitian. Kriteria eksklusi pada penelitian ini
adalah :
a. Pasien skizofrenia yang tidak dirawat di Puskesmas Sekargadung.
b. Pasien yang tidak kooperatif dan mengalami penurunan kesadaran.
c. Pasien yang menderita penyakit skizofrenia namun tidak dengan masalah
keperawatan harga diri rendah.
d. Pasien yang tidak bersedia dan tidak menyetuji untuk menjadi partisipan
serta tidak bersedia menandatangani informed consent selama penelitian
laporan kasus berlangsung.
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.4.1 Lokasi pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Sekargadung Kota Pasuruan.
3.4.2 Waktu pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 2023 sampai dengan 8
Mei 2023.

3.5 Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data adalah metode atau cara yang bisa digunakan
oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Dalam penelitian ini, peneliti
bertugas sebagai pengumpul data. Aturan yang dipakai dalam pengumpulan
data yaitu : W (wawancara), O (observasi), D (dokumentasi), yakni sebagai
berikut :
3.5.1 Wawancara
Pengumpulan data melalui wawancara melibatkan mengajukan
pertanyaan pada partisipan secara langsung (komunikasi langsung). Terjadi
proses interaksi antara partisipan wawancara dengan pewawancara. Ada
beberapa faktor dalam wawancara yang mempengaruhi antara lain :
a. Pewawancara
Meskipun alat ukur (kuesioner) sangat dapat diandalkan, data yang
diperoleh akan tidak akurat jika pewawancara tidak berpengalaman dan
antusias. Pewawancara harus mengurangi kemungkinan terjadinya
kesalahan dengan menyadari bahwa setiap pengumpulan data selalu
mengandung kesalahan. Untuk mengurangi terjadinya kesalahan dapat
dilakukan beberapa hal, antara lain :
1) Pewawancara tidak boleh bersikap egoistik
Pewawancara tidak boleh mementingkan kepentingannya sendiri
tanpa memedulikan situasi partisipan. Ia harus sadar bahwa
partisipan yang juga memiliki kebebasan untuk menjawab atau tidak,
partisipan bisa saja tersinggung oleh sikap dan kata-kata kita.
2) Hubungan yang baik
Artinya pada waktu melaksanakan wawancara, harus dijiwai dengan
suasana kerjasama saling menghargai dan saling percaya.
b. Partisipan
Semakin tinggi pendidikan partisipan, semakin sukar kita
mengendalikannya. Pewawancara harus pandai mewawancarai dan
memiliki teknik wawancara yang tepat untuk menghasilkan hasil
wawancara yang maksimal. Namun, partisipan dengan pendidikan yang
rendah akan mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan, jadi
pewawancara harus bisa menjabarkan pertanyaan yang bisa dimengerti
oleh partisipan.
c. Teknik wawancara
Beberapa teknik yang harus diperhatikan saat melakukan wawancara,
seperti berikut :
1) Penampilan
Ciptakan kesan pertama yang baik dengan bersikap tegas dan sopan,
berpakaian rapi, memperkenalkan diri, dan duduk saat diminta.
2) Cara bertanya
Ajukan pertanyaan sesuai dengan survei, dorong partisipasi dengan
menggunakan komunikasi nonverbal, berikan kesempatan kepada
peserta untuk menjelaskan jawaban mereka secara lebih rinci, dan
ulangi tanggapan peserta sembari dicatat.
3.5.2 Observasi
Observasi adalah serangkaian pengamatan yang merupakan
kemampuan manusia dalam menggunakan seluruh panca indera dan
memperoleh hasil dari fungsi panca indera dengan panca indera utamanya
adalah mata. Teknik observasi ini digunakan untuk mengetahui dan
mempelajari perilaku laku non-verbal. Kunci keberhasilan dari teknik ini
sangat besar, karena observer dapat melihat, mendengar, mencium atau
merasakan partisipan dan dicatat serta disimpulkan. Menulis hasil observasi
harus memperhatikan beberapa hal, antara lain :
a. Waktu pencatatan : Waktu optimal untuk mencatat adalah saat subjek
observasi benar-benar terjadi; ini dikenal sebagai pencatatan langsung.
b. Cara pencatatan : Jika pencatatan langsung tidak memungkinkan,
pencatatan berbasis kata kunci bisa menjadi pilihan. Hal ini menunjukkan
bahwa selama aksi berlangsung, pengamat masih mencatat.
c. Mencatat disela pengamatan : cara ini merupakan pilihan lain yang dapat
dilakukan, dimana observer mencatat hasil amatannya di sela-sela objek
pengamatan tidak dapat direkam kegiatannya.
3.5.3 Dokumentasi
Dalam penelitian ini, dokumentasi digunakan untuk melengkapi temuan
dari wawancara dan observasi yang telah dilakukan. Pendokumentasian suatu
objek yang diteliti dapat berupa tulisan, sketsa, atau karya besar.

3.6 Keabsahan Data


Pengukuran kebenaran temuan penelitian yang disebut keabsahan data
dan menambah bobot tambahan pada data atau informasi. Perlu digunakan
teknik pemeriksaan dengan 4 kriteria untuk menentukan kebenaran data,
yakni :
a. Derajat kepercayaan (credibility)
Memperluas pengamatan, mengintensifkan ketekunan dalam penelitian,
triangulasi, percakapan dengan rekan, analisis kasus negatif, dan member
check digunakan untuk menguji kebenaran data atau keyakinan terhadap
data yang dihasilkan dari penelitian ini.
b. Keteralihan (transferability)
Transferability berkenaan dengan pernyataan, dimana penelitian dapat
menerapkan dan menggunakannya dalam situasi lain. Untuk menghasilkan
laporan yang dapat dipercaya, peneliti harus memberikan penjelasan yang
detail, mudah dipahami, dan sistematik. Dengan demikian, pembaca
mendapat informasi dan dapat menilai apakah temuan penelitian dapat
diterapkan di tempat lain.
c. Kebergantungan (dependability)
Pemeriksaan proses penelitian lengkap dilakukan sebagai bagian dari uji
kebergantunga. Sering terjadi bahwa seorang peneliti dapat memberikan
data bahkan ketika mereka tidak melakukan penelitian yang sebenarnya.
Dependabilitas penelitian dipertanyakan jika peneliti kurang atau tidak
dapat memberikan bukti dari penelitian lapangannya. Peneliti harus dapat
menunjukkan bahwa setiap langkah dalam proses penelitian—mulai dari
memilih subjek atau masalah hingga memasuki lapangan hingga
mengumpulkan dan mengevaluasi data hingga menarik kesimpulan—
benar-benar dilakukan.
d. Kepastian (confirmability)
Uji ini merupakan pemeriksaan terhadap hasil penelitian. Jika hasilnya
mencerminkan tujuan dari metode yang digunakan, penelitian tersebut
telah memenuhi persyaratan untuk konfirmabilitas.

3.7 Analisa Data


1. Pengumpulan data
Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi,
dokumentasi). Temuan dicatat sebagai catatan lapangan dan kemudian
digandakan sebagai transkrip (catatan terstruktur).
2. Mereduksi data
Transkrip catatan lapangan yang dikumpulkan dari wawancara disusun
menjadi kelompok data subyektif dan obyektif, diperiksa berdasarkan
temuan tes diagnostik, dan kemudian dibandingkan dengan nilai normal.
3. Penyajian data
Data dapat disajikan dengan menggunakan tabel, gambar, bagan, atau
teks naratif. Dengan menyembunyikan identitas klien, maka kerahasiaan
klien terjamin.
4. Kesimpulan
Data tersebut kemudian diperiksa dan dibandingkan dengan hasil
penelitian sebelumnya dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan
berdasarkan data yang diperoleh. Penarikan kesimpulan dilakukan
menggunakan metode induksi. Data yang dikumpulkan berkaitan dengan
data pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan, dan evaluasi.

3.8 Etika Penelitian


Prinsip-prinsip etika yang memandu pembuatan studi kasus, yang terdiri
dari:
1. Informed consent (persetujuan menjadi klien)
Memberikan penjelasan sebelum meminta persetujuan. Tujuan dari
formulir persetujuan ini adalah untuk memastikan bahwa semua objek
penelitian mengetahui tujuan dan ruang lingkup penelitian. Objek
penelitian diminta untuk menandatangani formulir persetujuan jika
bersedia berpartisipasi sebagai responden, namun jika tidak,
keinginannya akan tetap dihormati.
2. Anomity (tanpa nama)
Reponden bisa tidak mencantumkan identitasnya. Pada setiap instrumen
pengumpul data, responden diberi kode dan tidak boleh menuliskan
namanya di lembar pengumpul data.
3. Confidientality (kerahasiaan)
Hanya pengelompokan data tertentu yang akan ditampilkan dalam hasil,
dan informasi responden akan diperlakukan secara rahasia.
DAFTAR PUSTAKA

Abdulah, A. Z., & Suerni, T. (2022). Pengaruh Terapi Bercocok Tanam terhadap
Tingkat Kemandirian ADL Pasien Skizofrenia di RSJD Dr. Amino
Gondhohutomo Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 5(9),
513–519.
Kinasih, L. P., Rohmi, F., & Agustiningsih, N. (2020). Literature Review:
Efektivitas Terapi Okupasi Pada Pasien Harga Diri Rendah. Caring : Jurnal
Keperawatan, 9(2), 110–117.
Mariani. (2019). Faktor yang Berhubungan dengan Kekambuhan Penyakit
Penderita Skizofrenia di Poli Jiwa Rumah Sakit Khusus Dadi Provinsi
Sulawesi Selatan. In Yayasan Perawat Sulawesi Selatan.
Mashudi, S. (2021). Asuhan Keperawatan Skizofrenia. In Global Aksara Pres.
Nursaly, E. (2018). Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada Tn. E Resiko
perilau Kekerasan dengan Intervensi Inovasi Terapi Berkebun dengan
Polybag terhadap Tanda-tanda Gejala Resiko Perilaku Kekerasan di RSJD
Atma Husada Mahakam Samarinda. In Universitas Muhammadiyah
Kalimantan Timur.
http://journals.sagepub.com/doi/10.1177/1120700020921110
https://doi.org/10.1016/j.reuma.2018.06.001
https://doi.org/10.1016/j.arth.2018.03.044
https://reader.elsevier.com/reader/sd/pii/S1063458420300078?
token=C039B8B13922A2079230DC9AF11A333E295FCD8
Ramadhani, A. S., Rahmawati, A. N., & Apriliyani, I. (2021). Studi Kasus Harga
Diri Rendah Kronis pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Keperawatan
Notokusumo, 9(2), 13–23.
https://jurnal.stikes-notokusumo.ac.id/index.php/jkn/article/download/117/91
Rifah, P. A. (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa pada Tn. A Masalah Utama
Harga Diri Rendah Kronik (HDRK) dengan Diagnosa Medis Skizofrenia di
Desa Trosobo Kecamatan Krian.
Rini, P. S., Romadoni, S., & Dekawaty, A. (2019). Plant Therapy untuk
Meningkatkan Harga Diri Rendah pada Klien Harga Diri Rendah di Panti
Rehabilitasi Pengemis, Gelandangan dan Orang Terlantar (PR-PGOT).
2(1), 39–46.
Rokhimmah, Y., & Rahayu, D. A. (2020). Penurunan Harga Diri Rendah dengan
menggunakan Penerapan Terapi Okupasi (Berkebun). Ners Muda, 1(1), 18.
https://doi.org/10.26714/nm.v1i1.5493
Sari, D. D., Mayasari, D., & Graharti, R. (2019). Skizofrenia Paranoid pada Laki-
laki Usia 45 Tahun dengan Penatalaksanaan Holistik Kedokteran Keluarga.
Majority, 8(2), 7–13.
Syafitri, F. (2019). Studi Kasus : Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn . A Dengan
Masalah Harga Diri Rendah.
Wahyuningsih, E. (2018). Asuhan Keperawatan Skizofrenia pada Ny. T dan Ny.
Y dengan Fokus Studi Harga Diri Rendah di RSJ prof. Dr. Soerojo
Magelang. In Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.
http://repository.poltekkes-smg.ac.id/repository/073_ETIKA
WAHYUNINGSIH].pdf

Anda mungkin juga menyukai