L DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN UTAMA HALUSINASI DI RUANG INDRAGIRI
RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN PROVINSI RIAU
Oleh kelompok :
Makalah seminar ini telah disetujui untuk diseminarkan di hadapan tim penguji
Program Studi Keperawatan
Fakultas Keperawatan
Universitas Riau
Ns. Tesha Hestyana Sari, M.Kep., Sp. Kep. J Ns. Sukma Dewi, S.Kep., M.Kes
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan
yang signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016),
terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar,
21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia,
dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan
keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus
bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan
produktivitas manusia untuk jangka panjang. Data Riskesdas (2013),
menunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan
dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas
mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia.
Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai
sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.
Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di daerah
khusus Pasien dengan halusinasi jika tidak segera ditangani akan memberikan
dampak yang buruk bagi penderita, orang lain, ataupun lingkungan
disekitarnya, karena pasien dengan halusinasi akan kehilangan kontrol
dirinya. Pasien akan mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh
halusinasinya, pada situasi ini pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide),
membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak lingkungan.
Untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan dibutuhkan peran
perawat yang optimal dan cermat untuk melakukan pendekatan dan membantu
klien memecahkan masalah yang dihadapinya dengan memberikan
penatalaksanaan untuk mengatasi halusinasi. Penatalaksanaan yang diberikan
antara lain meliputi farmakologis dan non-farmakologis. Penatalaksanaan
farmakologis antara lain dengan memberikan obat-obatan antipsikotik.
Adapun penatalaksanaan non-farmakologis dari halusinasi dapat meliputi
pemberian terapi-terapi modalitas (Direja, 2011).
Gangguan kejiwaan merupakan masalah klinis dan sosial yang harus
diatasi karena sangat meresahkan masyarakat baik dalam bentuk dampak
penyimpangan prilaku maupun semakin tinginya jumlah penderitahan
gangguan jiwa. Penyakit mental ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi
penderita dan keluarganya. Semakin tinggi nya persaingan dan tuntutan dalam
memenuhi kebutuhan dapat menyebabkan seseorang mengalami stress merasa
tertekan. Kebutuhan dapat menyebabkan seseorang mengalami stress maka ia
akan 3 cenderung mengalami atau menujukan gejala gangguan kejiwaan
sehingga ia menjadi maladaptif terhadap lingkungan.
Gangguan atau masalah kesehatan jiwa yang berupa proses pikir
maupun ganguan senori persepsi yang sering adalah halusinasi. Halusinasi
merupakan persepsi tanpa adanya rangsangan apapun panca indera seseorang
yag terjadi pada keadaan sadar. Halusinasi satu gejala skizofrenia. Skizofrenia
merupakan kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan kehilangan kontak
pada kenyataan (Erlinafsiah, 2010). Peran perawat dalam menangani
halusinasi di Rumah Sakit salah satunya melakukan penerapan standar asuhan
keperawatan yang mencakup penerapan strategi pelaksanaan halusinasi.
Strategi pelaksanaan adalah penerapan standar asuhan keperawatan terjadwal
yang diterapkan pada pasien yang bertujuan untuk mengurangi masalah
keperawatan jiwa yang ditangani. Strategi pelaksanaan pada pasien halusinasi
mencakup kegiatan mengenal halusinasi, mengajarkan pasien menghardik
halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi muncul,
melakukan aktivitas terjadwal untuk mencegah halusinasi, serta minum obat
dengan teratur (Akemat dan Keliat, 2010). Menurut Suliswati, dkk 2005
dalam Abdul, dkk 2013, keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan
profesional di dasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada
manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respons psiko-sosial yang mal
adaptif yang disebabkan oleh gangguan biopsiko-sosial, dengan menggunakan
diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa melalui pendekatan proses
keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan, dan
memulihkan masalah kesehatan jiwa klien. Keperawatan jiwa adalah proses 4
interpersonal yang berusaha untuk meningkatkan dan mempertahankan
perilaku sehingga klien dapat berfungsi utuh sebagai manusia. Fungsi perawat
jiwa adalah memberikan asuhan keperawatan secara langsung dan asuhan
keperawatan tidak langsung yang berkualitas untuk membantu pasien
beradaptasi terhadap stress yang dialami dan bersifat terapeutik (Dalami,
2010). Perawat jiwa dalam menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan
keperawatan memerlukan suatu perangkat instruksi atau langkah-langkah
kegiatan yang dibakukan. Hal ini bertujuan agar penyelenggaraan pelayanan
keperawatan memenuhi standar pelayanan. Langkah-langkah kegiatan
tersebut berupa Standar Operasional Prosedur (SOP). Tujuan umum SOP
adalah untuk mengarahkan kegiatan asuhan keperawatan dalam mencapai
tujuan yang lebih efisien dan efektif sehingga konsisten dan aman dalam
rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang
berlaku (Depkes RI, 2010).
Berdasarkan hasil data rekam medik yang diperoleh maka dapat
disimpulkan bahwa persentase gangguan jiwa yang memiliki persentase
tertinggi adalah halusinasi. Jumlah pasien di rumah sakit jiwa tampan provinsi
Riau didapatkan pasien dengan gangguan jiwa di 5 Ruangan diantaranya
Ruang Siak sebanyak 14 orang, Ruang Indragiri 12 orang, Ruang Kuantan 64
orang, Ruang Sebayang 55 orang, dan Ruang Mandau 55 orang . Gejala yang
ada paling sering terjadi pada klien dengan skizofrenia adalah halusinasi,
dimana pada ruangan Sebayang didapatkan data sebanyak sekitar 80 % klien
dengan skizofrenia mengalami gejala halusinasi. Maka skizofrenia yang
paling banyak dialami oleh pasien sakit jiwa adalah halusinasi. Hasil
penelitian Elita,dkk di Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekan Baru tahun 2010,
mencatat bahwa ada sebanyak 1.310 pasien dengan alasan dirawat di rumah
sakit jiwa adalah dengan masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi
sebesar 49,77%, gangguan proses pikir: waham sebesar 4,66%, perilaku
kekerasan sebesar 20,92%, isolasi sosial sebesar 8,70%, gangguan konsep
diri: harga diri rendah sebesar 7,02%, defisit perawatan diri sebesar 3,66%,
dan risiko bunuh diri sebesar 5,27%.
Skizofrenia merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan
menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku aneh
yang terganggu (Keliat dkk, 2012). Salah satu gejala umum skizofrenia
adanya gangguan persepsi sensori (halusinasi dengar). Halusinasi merupakan
salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi
sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penglihatan. Klien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada. Selain itu, perubahan persepsi sensori tentang suatu
objek, gambaran, dan pikiran, yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan
dari luar meliputi semua sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan, atau pengecapan) (Keliat dkk, 2012).
Hasil wawancara dengan Tn. R dengan halusinasi yang dilakukan di
ruang Sebayang tanggal 30 November 20022, klien mengatakan bahwa klien
merasa mendengar suara suara (suara perempuan dan laki laki) yang
memerintahkan menikah dengan pohon pisang, memukul orang lain dan ada
perperangan, merasakan ada yang mencubit pipinya terus menerus serta dapat
melihat wujud ibu dan neneknya yang sudah meninggal. Dapat disimpulkan
Tn. R mengalami halusinasi pendengaran, perabaan dan pengelihatan yang
harus segera diatasi satu persatu, dan beresiko tinggi menjadi perilaku
kekerasan, resiko bunuh diri dan menyakiti diri sendiri. Klien mengatakan
baru pertama kali dirawat di rumah sakit dan tidak pernah mengkonsumsi obat
obatan serta belum pernah mendapatkan tindakan keperawatan professional di
ruangan.
Penatalaksanaan halusinasi yaitu membantu mengenali halusinasi
dengan cara melakukan berdiskusi dengan klien tentang halusinasinya (apa
yang didengar/ dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi halusinasi, situasi
yang 4 menyebabkan halusinasi muncul dan respons klien saat halusinasi
muncul, untuk dapat mengontrol halusinasi klien dapat mengendalikan
halusinasinya ketika halusinasi kambuh, penerapan ini dapat menjadi jadwal
kegiatan sehari-hari yang dapat diterapkan klien yang bertujuan untuk
mengurangi masalah halusinasi yang dialami klien dengan gangguan persepsi
sensori (halusinasi dengar) (Keliat dkk, 2012). Upaya optimalisasi
penatalaksanaan klien dengan skizofrenia dalam menangani gangguan
persepsi sensori (halusinasi dengar) dirumah sakit antara lain melakukan
penerapan standar asuhan keperawatan, terapi aktivitas kelompok dan melatih
keluarga untuk merawat pasien dengan halusinasi dan terapi non farmakologis
salah satunya dengan cara terapi musik. Standar Asuhan Keperawatan
mencakup penerapan strategi pelaksanaan halusinasi. Strategi pelaksanaan
pada pasien halusinasi mencakup kegiatan mengenal halusinasi, mengajarkan
pasien menolak halusinasinya, minum obat dengan teratur, bercakap-cakap
dengan orang lain saat halusinasi muncul, serta melakukan aktivitas terjadwal
untuk mencegah halusinasi (Wahyu P, 2010). Penerapan SPTK (Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan) terjadwal yang diterapkan pada klien
yaitu bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani
pada gangguan persepsi sensori (halusinasi dengar). Jika pasien sudah pulang
maka anjurkan pasien untuk membuat jadwal kegiatan harian dirumah sesuai
dengan kegiatan pasien sehari – hari untuk mengurangi terjadinya halusinasi,
anjurkan pasien untuk minum obat tepat waktu, dan anjurkan pasien untuk
konsultasi kepada dokter sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas maka penulis
tertarik dan ingin memberikan asuhan keperawatan jiwa khususnya pada
pasien Tn. R dengan masalah halusinasi dengan pelayanan kesehatan secara
holistic dan komunikasi terapeutik dalam meningkatkan kesejahteraan serta
mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu penulis tertarik
mengangkat judul yaitu Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. R Dengan
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi di Ruang Sebayang Rumah Sakit Jiwa
Tampan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan pada Tn. R dengan masalah
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi di Ruang Sebayang RSJ Tampan
Provinsi Riau.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan Pengkajian pada pada Tn. R dengan masalah Gangguan
Persepsi Sensori Halusinasi di Ruang Sebayang RSJ Tampan Provinsi
Riau.
b. Merumuskan Diagnosa keperawatan pada pada Tn. R dengan masalah
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi di Ruang Sebayang RSJ
Tampan Provinsi Riau.
c. Menyusun Rencana Keperawatan pada Tn. R dengan masalah
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi di Ruang Sebayang RSJ
Tampan Provinsi Riau.
d. Melakukan Implementasikan pada pada Tn. R dengan masalah
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi di Ruang Sebayang RSJ
Tampan Provinsi Riau.
e. Melakukan Evaluasi tindakan keperawatan pada Tn. R dengan
masalah Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi di Ruang Sebayang
RSJ Tampan Provinsi Riau.
C. Manfaat
1. Akademis
Studi kasus ini dapat digunakan sebagai tambahan dan referensi untuk
meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan pada klien dengan
gangguan jiwa dan dapat memberikan gambaran dan wawasan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dalam asuhan pada klien dengan
halusinasi.
2. Praktis
a. Bagi Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit
Studi kasus ini dapat menjadi masukan bagi pelayanan di rumah sakit
agar dapat melakukan asuhan keperawatan terhadap klien halusinasi
b. Bagi Penulis
Bagi Penulis Studi kasus ini dapat menggambarkan dan menambah
wawasan ilmu pengetahuan serta kemampuan penulis, disamping itu
dapat memberikan pengalaman dalam asuhan keperawatan pada klien
dengan halusinasi.
c. Bagi Profesi Kesehatan Sebagai tambahan ilmu bagi profesi
keperawatan dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang
asuhan keperawatan jiwa pada pasien halusinasi pendengaran dan
dapat memberikan gambaran, wawasan serta informasi bagi perawat
dalam menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi
serta dapat dijadikan dasar informasi dan pertimbangan untuk
menambah pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam meningkatkan
pelayanan perawatan pada Klien Gangguan Persepsi Sensori
Halusinasi .
d. Bagi Klien dan Keluarga Mendapatkan pengalaman serta dapat
menerapkan apa yang telah dipelajari dalam penanganan kasus jiwa
yang dialami dengan kasus nyata dalam pelaksanaan keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Halusinasi
1. Pengertian
Ketidakteraturan
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi
sehingga akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya
pada lingkungannya
3) Faktor Biokimia
Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang bersifat halusiogenik neurokimia.
Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak,misalnya terjadi ketidakseimbangan
acetylchoin dan dopamine.
4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien mengambil keputusan tegas, klien
lebih suka memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam hayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian Menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orangtua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia . Hasil
studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangatberpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Rawlins dan Heacock dalam Yosep (2014) dalam
hakekatnya seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas
dasar unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat
dari lima dimensi,yaitu:
1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium dan kesulitan tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi. Halusinasi dapat berupa perintah memasa dan
menakutkan. Klien tida sanggup menentang sehingga klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan
fungsi ego. Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri
untuk melawan impuls yang menekan,namun menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan
tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4) Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosialdi dalam fase awal dan
comforting menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat
membahayakan. Klien halusinasi lebih asyik dengan halusinasinya
seolah-olah itu tempat untuk bersosialisasi.
5) Dimensi Spiritual
Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, dan hilangnya aktivitas beribadah. Klien
halusinasi dalam setiap bangun merasa hampa dan tidak jelas
tujuan hidupnya.
4. Jenis Halusinasi
Menurut Yosep dalam Prabowo, 2014 halusinasi terdiri dari
beberapa jenis dengan karakteristik tertentu, diantaranya
a. Halusinasi pendengaran (audotorik)
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama
suara orang. Biasanya mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi pengelihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pancaran
cahaya,gambaran geometric, gambar kartun, panorama yang luas dan
bayangan yang menakutkan.
a. Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian,
dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pkiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas disini pasien tersenyum
atau tertawa yang tidak sesuai, gerakan mata cepat,dan asyik
sendiri.
b. Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai
lepas kendali dan mencoba jaga jarak dengan sumber yang
dipersepsikan sehingga timbul peningkatan tanda-tanda vital.
c. Fase III
Pasien menghentikan perlawanan halusinasi dan menyerah pada
halusinasi. Disini pasien sukar berhubungan dengan orang lain,
tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain, dan kondisi
sangat menegangkan terutama berhubungan dengan orang lain.
d. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti
perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi,
menarik diri dan tidak mampu berespon terhadap perintah yang
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang.
7. Terapi Psikofarmakologi
Klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi salah satu
penatalaksanaanya yaitu dengan pemberian terapi psikofarmakologi.
Obat-obatan antipsikotik yang digunakan yaitu:
Piperidine
Thioridazine 200-700
Mesoridazine 75-300
Thioxanthenes
Chlorprothixene 50-400
Thiothixene 6-30
Loxapine 60-100
Molindone 50-100
Butyrophenones
Haloperidole 6-20
Diphenylbutylpiperidine
Pimozide 1-10
Diphenylbutylpiperidine
Pimozide 1-10
B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara observasi dan
wawancara pada klien dan keluarga pasien. Pengkajian awal mencakup :
a. Keluhan atau masalah utama
b. Status kesehatan fisik, mental, dan emosional
c. Riwayat pribadi dan keluarga
d. Sistem dukungan dalam keluarga, kelompok sosial, atau komunitas
e. Kegiatan sehari-hari
f. Kebiasaan dan keyakinan kesehatan
a. Jenis Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan
untuk mengetahui jenis dari halusinasi yang diderita oleh klien.
b. Isi Halusinasi
Data yang didapatkan dari wawacara ditujukan untuk mengetahui
halusinasi yang dialami klien.
c. Waktu Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan
untuk mengetahui kapan saja halusinasi itu mncul
d. Frekuensi Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan
untuk mengetahui berapasering halusinasi itu muncul pada klien.
e. Situasi Munculnya Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan
untuk mengetahui klien ketika munculnya halusinasi itu.
f. Respon terhadap Halusinasi
Data yang didapatan melalui wawancara ini ditujukan untuk
mengetahui respon halusinasi dari klien dan dampa dari halusinasi
itu.
2. Diagnosa Keperawatan
Dalam proses keperawatan tindakan selanjutnya yaitu menentukan
diagnosa keperawatan. Adapun pohon masalah untk mengetahui penyebab,
masalah utama dan dampak yang ditimbulkan. Menurut (Yosep, 2014)
yaitu:
Resiko perilaku kekerasan Core problem
a. Observasi
1) Monitor perilaku yang mengindikasi halusinasi
2) Monitor sesuai aktivitas sehari-hari
3) Monitor isi, frekuensi, waktu halusinasi
b. Teraupetik
1) Ciptakan lingkungan yang aman
2) Diskusikan respons terhadap munculnya halusinasi
3) Hindarkan perdebatan tentang halusinasi
4) Bantu klien membuat jadwal aktivitas
c. Edukasi
1) Berikan informasi tentang halusinasi
2) Anjurkan memonitor sendiri terjadinya halusinasi
3) Anjurkan bercakap-cakap dengan orang lain yang dipercaya
4) Ajarkan klien mengontrol halusinasi
5) Jelaskan tentang aktivitas terjadwal
V. Psikososial
Genogram :
1. Konsep diri
a. Citra Tubuh: klien mengatakan menyukai semua anggota tubuhnya
terutama bagian bibir.
b. Identitas: klien mengetahui bahwa dirinya seorang perempuan dan belum
menikah
c. Peran: klien mengatakan tugas nya sebagai anak dirumah yaitu memasak
dan membersihkan rumah. Klien mengatakan suka memasak
d. Ideal diri: klien mengatakan bahwa dirinya tidak sakit jiwa, klien
mengatakan dirinya ingin sekolah ke yang lebih tinggi.
e. Harga diri: klien mengatakan bangga dengan dirinya dan senang dengan
dirinya, klien mengatakan namun abangnya selalu berkata jika ia bodoh
2. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti : Ibu
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat : klien mengatakan
tidak pernah ikut apapun
c. Hambatan dalam hubungan dengan orang lain : klien mengatakan tidak
ingin berteman dengan orang lain
3. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : klien beragama islam
b. Kegiatan ibadah : klien mengatakan dirinya tidak sholat
3. Aktifitas motorik
Lesu Tik
Tegang Grimasem
Gelisah Tremor
Agitasi Kompulsif
Jelaskan : klien tampak gelisah dan lesu, Gerakan motorik seperti tangan yang
di kibas kibaskan dan tampak gelisah, klien sering mondar-mandir dari kamar
ke keluar ruangan berulang kali.
4. Alarm perasaan
Sedih
Ketakutan
Putus asa
Khawatir
Gembira berlebihan
Jelaskan : Pasien tampak suka menangis tanpa sebab, tampak ketakutan dengan
menutup wajah dan sesekali terlihat gembira ketawa-ketawa.
5. Afek
Datar
Tumpul
Labil
Tidak sesuai
Jelaskan : Afek labil karna pasien tampak tiba-tiba marah dan tiba-tiba senang.
Jelaskan : pasien tidak kooperatif, terkadang tidak ingin menjawab saat dikaji
dan langsung meninggalkan perawat, sesekali mudah tersinggung. Ketika
ditanya dan kontak mata kurang
7. Persepsi
Halusinasi/Ilusi
Pendengaran
Penglihatan
Perabaan
Pengecapan
Penghidu
Jelaskan : klien mengatakan bisa mendengarkan suara laki-laki dan perempuan
berbicara dan terdengar berisik. Suara tersebut ada yang mengatakan dirinya
gila, dan ada suara laki-laki yang mengatakan dirinya cantik. Klien mengatakan
sering melihat hantu yang menakuti dirinya.
8. Isi Pikir
Obsesi Depersonalisasi
Phobia Ide yang terkait
Hipokondria Pikiran magis
Waham :
Agama Nihilistik
Somatik Sisip pikir
Kebesaran Siar pikir
Curiga Kontrol pikir
Jelaskan : klien mengatakan selalu ada pikiran yang membuat dirinya kacau dan
bingung
9. Proses pikir
Sirkumstansial Flight of idea
Tangensial Blocking
Kehilangan Pengulangan pembicaraan/
asosiasi preservasi
Jelaskan : Dalam berbicara suka berpindah topik dan tidak sampai tujuan, dan
klien tiba-tiba terdiam namun sesekali melanjutkan jawaban.
Jelaskan: klien dapat mengambil keputusan jika diberikan pilihan oleh ners
muda
b. Nutrisi
Apakah anda puas dengan pola
makan anda?
Ya
Tidak
Frekuensi sehari :3X1
Frekuensi kedepan sehari : 2 X 1
Nafsu makan
Meningkat
Menurun
Berlebihan
Sedikit-sedikit
Lain-lain: pasien mengatakan makanan tidak enak dan tampak makanan
tidak habis saat pasien makan.
Berat badan :
Meningkat
Menurun
BB terendah : - BB tertinggi : - Kg
c. Tidur
Apakah ada masalah tidur ? Ya / Tidak
Apakah merasa segar setelah bangun tidur ? Ya / Tidak
Apakah ada kebiasaan tidur siang ? Ya / Tidak
Lama tidur siang : 1 jam
Apa yang menolong tidur ? Meminum obat
Tidur malam jam : jam: 9.00
Apakah ada gangguan tidur ?
Sulit untuk tidur
Bangun terlalu pagi
Somnambulisme
Terbangun saat tidur
Gelisah saat tidur
Berbicara saat tidur
Jelaskan: Pasien mengatakan terbangun – bangun saat malam hari dan
sulit tidur. Pasien mengatakan jika malam ada hantu yang datang.
3. Penggunaan Obat
Bantuan Minimal Bantuan Total
4. Pemeliharaan Kesehatan
Ya Tidak
Perawatan lanjutan
Sistem pendukung
abangnya
sekolah
rumahnya
pernah berobat
Masalah dengan lainnya, uraikan : tidak ada
X. Analisa Data
No Data Masalah Keperawatan
.
DO:
2. DS:
Risiko perilaku kekerasan
- Klien mengatakan ia pernah mengamuk di rumah dan
menghancurkan barang
- Klien mengatakan dirinya sering marah-marah karena ada
suara yang mengejeknya gila
Do:
Kelompok
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, L.M. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta:
Indomedia Pustaka.
Keliat, B. A., Wahyuni, S. E., Yusron, Y., & Susanti, H. (2011). Penurunan
halusinasi pada klien jiwa melalui cognitive behavior theraphy. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 14(3), 185-192.
Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Stuart, G.W. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed 5. Jakarta: EGC
Sutejo. (2017). Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa:
Ganguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2019), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia
Yosep, I. (2014). Buku ajar keperawatan jiwa. Bandung: Refika Aditama