KEPERAWATAN ANAK
Disusun oleh:
Kelompok 4
Koordinator
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan makalah seminar dengan judul “Asuhan
Keperawatan Anak Dengan Efusi Pleura Di Rsud Arifin Achmad Provinsi Riau
Ruangan Picu”. Sebagai salah satu syarat praktik Profesi Keperawatan di Fakultas
Keperawatan Universitas Riau.
ii
Pekanbaru, Oktober 2023
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Tujuan Penulisan...................................................................................3
C. Manfaat Penulisan.................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................5
A. Definisi..................................................................................................5
B. Etiologi..................................................................................................5
C. Anatomi Fisiologi.................................................................................7
D. Klasifikasi..............................................................................................9
E. Patofisiologi........................................................................................11
F. Pathway...............................................................................................14
G. Manifestasi Klinis...............................................................................16
H. Penatalaksaan Medis...........................................................................16
I. Pemeriksaan Penunjang......................................................................17
J. Komplikasi..........................................................................................18
K. Konsep Asuhan Keperawatan.............................................................19
BAB III PEMBAHASAN KASUS..........................................................28
A. Gambaran Kasus.................................................................................28
B. Pengkajian...........................................................................................28
C. Diagnosa Keperawatan.......................................................................34
D. Rencana Keperawatan.........................................................................35
E. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan...........................................37
F. Evidance Best Practice ......................................................................53
BAB IV PEMBAHASAN.........................................................................55
A. Pengkajian...........................................................................................55
B. Diagnosa Keperawatan.......................................................................55
C. Perencanaan........................................................................................56
iv
D. Implementasi.......................................................................................56
E. Evaluasi...............................................................................................56
BAB V PENUTUP....................................................................................58
A. Kesimpulan.........................................................................................58
B. Saran....................................................................................................58
DATAR PUSTAKA..................................................................................59
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling utama, manusia
mempunyai beberapa kebutuhan dasar yang harus terpenuhi jika ingin dalam
keadaan sehat dan seimbang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-
unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan
fisiologis maupun psikologis yang bertujuan untuk mempertahankan
kehidupan dan kesehatan. Salah satu keseimbangan fisiologis yang perlu
dipertahankan, yaitu saluran pernafasan yang berfungsi menghantarkan udara
(oksigen) dari atmosfer yang kita hirup dari hidung dan berakhir prosesnya di
paru-paru untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Rosmalawati &
Kasiati, 2016).
Gangguan sistem pernapasan merupakan penyebab utama banyaknya
ukuran dan jumlah individu yang terkena penyakit di bagian organ
pernapasan. Salah satu penyakit gangguan sistem pernapasan pada manusia
yaitu efusi pleura. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat
penumpukan cairan dalam rongga paru. Efusi dapat berupa cairan jernih yang
mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus
(Widyastika & Kadek, 2021).
Menurut WHO (2018), efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit
yang dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini
terdapat di seluruh dunia, bahkan menjadi problem utama di negara-negara
yang sedang berkembang termasuk Indonesia. WHO memperkirakan 20%
penduduk kota dunia pernah menghirup udara kotor akibat emisi kendaraan
bermotor, sehingga banyak penduduk yang berisiko tinggi terkena penyakit
paru dan saluran pernapasan seperti efusi pleura.
Menurut World Health Organization (WHO) 2017, mengemukakan di
dunia sebanyak 320 kasus per 100.000 penduduk di negara industri
mengalami efusi pleuradiperkirakan 3.000 orang perjuta penduduk dunia
mengalami efusi pleura. Angka kejadian efusi pleura di Amerika Serikat
sekitar 1,5 juta kasus per tahun dengan penyebab terbanyak gagal jantung
1
2
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk menerapkan asuhan keperawatan yang holistik kepada An.E
dengan efusi pleura di ruang PICU RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan secara holistik dan menyeluruh,
b. Melakukan analisa masalah keperawatan yang dialami oleh pasien,
c. Menentukan diagnosa keperawatan yang sesuai dengan masalah
yang ditemukan,
d. Menyusun intervensi keperawatan yang sesuai dengan diagnosa
yang diangkat,
e. Melakukan implementasi keperawatan yang sesuai dengan
intervensi, dan
f. Melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan.
C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat bagi Ilmu Keperawatan
Makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam ilmu
keperawatan dalam penyusunan asuhan keperawatan yang holistik dan
berkesinambungan.
2. Manfaat bagi Institusi Rumah Sakit
Makalah ini dapat menjadi masukan bagi institusi yang menjadi
tempat praktik dalam pemberian asuhan keperawatan bagi klien dengan
efusi pleura.
3. Manfaat bagi Pasien
Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien diharapkan dapat
membantu memenuhi kebutuhan keperawatan bagi pasien sesuai dengan
kondisi dan masalah keperawatan yang pasien alami.
4
A. Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit
lain (Nurarif et al, 2015). Efusi pleura adalah kondisi paru bila terdapat
kehadiran dan peningkatan cairan yang luar biasa di antara ruang pleura.
Pleura adalah selaput tipis yang melapisi permukaan paru-paru dan bagian
dalam dinding dada di luar paru-paru. Di pleura, cairan terakumulasi di ruang
antara lapisan pleura. Biasanya, jumlah cairan yang tidak terdeteksi hadir
dalam ruang pleura yang memungkinkan paru-paru untuk bergerak dengan
lancar dalam rongga dada selama pernapasan (Philip, 2017).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit
lain (Nurarif & Kusuma, 2015). Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau
cairan berkumpul dirongga pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps
sebagian atau seluruhnya (Nair & Peate, 2015). Cairan pleura diproduksi
utama oleh pleura parietal dan direabsorbsi melalui limfatik pleura melalui
stomata yang ada di pleura parietal. Pada manusia sehat, kavitas pleural
umumnya berisi kira-kira 0.3 mL/kg cairan atau 10-20 mL dengan konsentrasi
protein yang rendah (D’Agostino, H. and Edens, 2020)
B. Etiologi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan
kecepatan produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau
keduanya, ini disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut (Morton
2012):
a. Peningkatan tekanan pada kapiler sub pleura atau limfatik
b. Peningkatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
5
6
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi lagi menjadi
transudat, eksudat dan hemoragi.
a. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongesif (gagal jantung
kiri), sindrom nefrotik, asites (karena sirosishati), sindrom vena kava
superior, tumor dan sindrom meigs.
b. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi
dan penyakit kolagen.
c. Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru
dan tuberculosis.
7
C. Anatomi Fisiologi
1. Trakea
Trakea juga dikenal sebagai tenggorokan. Trakea adalah tulang
tabung yang menghubungkan hidung dan mulut ke paru-paru. Ini adalah
tabung berotot kaku terletak di depan kerongkongan yang sekitar 4,5 inci
panjang dan lebar 1 inci.
2. Bronkus
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian
kirakira veterbrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan
trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Trakea bercabang menjadi
bronkus utama (primer) kiri dan kanan. Bronkus kanan lebih pendek lebih
lebar dan lebih vertikal dari pada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri
pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri
disebut lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari
yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum dibelah
menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah.
3. Bronkioli
Bronkioli membentuk percabangan menjadi bronkioli terminalis
yang tidak mempunyai kelenjar lender dan silia. Bronkioli terminalis ini
kemudian menjadi bronkioli respiratori, yang dianggap menjadi saluran
8
transisional antara udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai
titik ini, jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml udara 11 dalam
percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam pertukaran gas.
4. Pleura
Parietal dan Pleura Visceral Pleura yang bagiannya menempel
dengan dinding dalam rongga dada disebut pleura parietalis dan bagian
yang melekat dengan paru-paru disebut pleura visceralis. Sebetulnya
pleura ini merupakan kantung yang dindingnya berisi cairan serosa yang
berguna sebagai pelumas sehingga tidak menimbulkan sakit bila antara
dinding rongga dada dan paru-paru terjadi gesekan pada waktu respirasi.
5. Lobus
Lobus merupakan jalur dari paru-paru yang terdiri dari beberapa
bagian yaitu paru kiri terdiri dari dua lobus (lobus superior dan lobus
inferior) dan paru kanan terdiri dari tiga lobus yaitu (lobus superior, lobus
medius dan lobus inferior).
D. Klasifikasi
Efusi pleura di bagi menjadi 2 yaitu:
a. Efusi pleura transudat Merupakan ultra filtrat plasma, yang menandakan
bahwa membran pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan di
sebabkan oleh faktor sistemik yang mempengaruhi produksi dan absorbsi
cairan pleura.
Keadaan transudat terjadi dalam kasus, sebagai berikut:
1) Gagal jantung
Penyebab tersering efusi pleura adalah gagal ventrikel kiri, efusi
pleura meningkatnya jumlah cairan ruang interstisium paru dan
sebagian menembus pleura viseralis, menyebabkan kelebihan
enyerapan jumlah kapasitas di pembuluh limfe pleura parietalis.
Pasien gagal jantung, torakosentesis dilakukan diagnosis jika tidak
terjadi efusi bilateral dan setara ukurannya. Pasien mengalami demam
10
atau nyeri dada pleuritic dengan tujuan untuk memastikan ada atau
tidaknya efusi transudat (Loscalzo, 2015).
2) Hidrotoraks hati
Efusi terjdi pada sekitar 5% pasien dengan sirosis dan asites.
Mekanisme utama dengan perpindahan lagsung cairan peritoneum
melalui lubang-lubang kecil di diafragma ke dalam rongga pleura.
Efusi ini terjadi di sisi kanan dan sering cukup banyak menimbulkan
dispneu berat (Loscalzo, 2015).
3) Empiema
Empyema merupakan transisi dari efusi para pneumoni ke
empiema melibatkan timbulnya organisme dalam cairan, peningkatan
polimorf dan penurunan pH dan glukosa (Millard dan Pepper, 2013)
b. Efusi pleura eksudat Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan
melewati pembuluh kapiler yang rusak dan masuk kedalam paru terdekat
(Morton, 2012).
Keadaan eksudat terjadi dalam kasus, sebagai berikut:
1) Efusi parapneumonia
Efusi ini berkaitan dengan pneumonia bakteri, abses paru, atau
bronkiektasis, pasien pneumonia bakteri aerob dan efusi pleura
memperlihatkan gejala demam akut, nyeri dada, produksi sputum, dan
leukositosis. Pasien dengan infeksi anaerob mengalami sub akut
dengan penurunan berat badan, leukositosis aktif, anemia ringan, dan
riwayat pedisposisi aspirasi. Cairan bebas yang akan memisahkan
paru dari dinding dada sebesar > 10 mm (Loscalzo, 2015).
2) Efusi embolisasi paru
Cairan pleura hampir semua eksudat, diagnosis di tegakkan
dengan CT scan atau ateriografi paru. Efusi ini terjadi secara
unilateral. Beberapa indikasi tidak ada efusi yang disebabkan oleh
emboli paru yang berhubungan dengan area infark (Millard dan
Pepper, 2013; Kasper et al, 2005). Albumin pada infark paru akan
meningkat, dengan masuknya 30 albumin kedalam ruang pleura, tetapi
11
E. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis
dan pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 10
cc-20 cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.
Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga
12
pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di
produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat
terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan
osmotic koloid pada pleura viceralis.
Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian
kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan
penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak
mikrovili disekitar sel-sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap
karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadaan ini bisa
terjadi karena adanya tekanan hidrostatik dan tekanan osmotic 15 koloid.
Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya
adalah infeksi tuberkulosa paru.
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium
tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi
primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening
menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar
getah bening hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah
bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran
akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam
rongga pleura.
Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberkulosa paru
melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab
lain dapat juga dari robekkan kearah saluran getah bening yang menuju rongga
pleura, iga atau columna vetebralis. Adapun bentuk cairan efusi akibat
tuberkolusa paru adalah merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat
pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah bening.
Cairan ini biasanya serous, kadang-kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap
ml cairan pleura bias mengandung leukosit antara 500-2000.
Mula-mula yang dominan adalah sel-sel polimorfonuklear, tapi
kemudian sel limfosit, Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman
tubukolusa. Timbulnya cairan efusi bukanlah karena adanya bakteri
tubukolosis, tapi karena akibat adanya efusi pleura dapat menimbulkan
13
14
15
G. Manifestasi Klinis
Menurut (Saferi, 2013) tanda dan gejala yang ditimbulkan dari efusi
pleura berdasarkan penyebabnya adalah:
a. Batuk
b. Sesak napas
c. Nyeri pleuritis
d. Rasa berat pada dada
e. Berat badan menurun
f. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, mengigil, dam
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkolosis) banyak keringat, batuk.
g. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
h. Pada pemeriksaan fisik:
1. Inflamasi dapat terjadi friction rub
2. Atelektaksis kompresif (kolaps paru parsial ) dapat menyebabkan
bunyi napas bronkus.
3. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan
berlainan karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit
akan kurang bergerak dalam pernapasan.
4. Focal fremitus melemah pada perkusi didapati pekak, dalam keadaan
duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis ellis
damoiseu).
H. Penatalaksaan Medis
Penatalaksanaan pada efusi pleura yaitu: (Nurarif et al, 2015):
a. Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen
karena peningkatan aktifitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen
sehingga dispneu akan semakin meningkat pula.
b. Thoraksentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif
seperti nyeri,dispneu, dan lain lain. Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter
17
I. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada, biasanya dilakukan untuk memastikan adanya efusi
pleura, dimana hasil pemeriksaan akan menunjukkan adanya cairan.
b. CT scan dada. CT scan bisa memperlihatkan paru-paru dan cairanefusi
dengan lebih jelas, serta bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses
paru atau tumor.
c. USG dada, bisa membantu mengidentifikasi adanya akumulasi cairan
dalam jumlah kecil.
d. Torakosentesis, yaitu tindakan untuk mengambil contoh cairan untuk
diperiksa menggunakan jarum. Pemeriksaan analisa cairan pleura bisa
membantu untuk menentukan penyebabnya.
e. Biopsi. Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya,
maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar
diambil untuk dianalisa.
f. Bronkoskopi, pemeriksaan untuk melihat jalan nafas secara langsung
untuk membantu menemukan penyebab efusi pleura. Torakotomi,
biasanya dilakukan untuk membantu menemukan penyebab efusi pleura,
18
J. Komplikasi
a. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan
drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis
dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika
fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat
pada jaringan - jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membran-
membran pleura tersebut.
b. Atalektasis
Atlektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
c. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat
jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat
cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru
yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang 19
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang
terserang dengan jaringan fibrosis.
d. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh
tekanan ektrinsik pada sebagian/semua bagian paru akan mendorong
udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
e. Empiema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran
yang mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi
yang menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah dalam
rongga pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai satu gelas bir atau
19
lebih, yang menyebabkan tekanan pada paru-paru, sesak napas dan rasa
sakit (Morton, 2012).
f. Psikososial
h. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan
mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS.
Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih
banyak bedrest sehingga akan menimbulkan konstipasi,
selain akibat pencernaan pada struktur abdomen
menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus
digestivus.
i. Pola aktivitas dan latihan
1) Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang
terpenuhi.
2) Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas
minimal.
3) Disamping itu pasien juga akan mengurangi
21
keluarganya.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai
seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang aktual ataupun potensial.
Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana
tindakan asuhan keperawatan (Dinarti & Mulyanti, 2017).
Adapun dignosa yang diangkat dari masalah sebelum dilakukan
tindakan infasif adalah:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambata upaya nafas
(kelemahan otot nafas) (D.0005)
b. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas
(D.0001)
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(inflamasi, iskemia, neoplasma) (D.0077)
d. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif (D.0142)
e. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
(PPNI, 2017)
3. Perencanaan
Perencanaan adalah proses kegiatan mental yang memberi
pedoman atau pengarahan secara tertulis kepada perawat atau anggota
tim kesehatan lainnya tentang intervensi/tindakan keperawatan yang
akan dilakukan kepada pasien. Rencana keperawatan merupakan
rencana tindakan keperawatan tertulis yang menggambarkan masalah
kesehatan pasien, hasil yang akan diharapkan, tindakan-tindakan
keperawatan dan kemajuan pasien secara spesifik.
Intervensi keperawatan merupakan bagian dari fase
pengorganisasian dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk
mengarahkan tindakan keperawatan dalam usaha membantu,
25
lanjutkan, pasang.
4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan
atau melaksanakan rencana asuhan keperawatan kedalam bentuk
intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang
telah ditetapkan (Nursalam, 2015).
Pada tahap pelaksanaan ini kita benar-benar siap untuk
melaksanakan intervensi keperawatan dan aktivitas-aktivitas
keperawatan yang telah dituliskan dalam rencana keperawatan pasien.
Dalam kata lain dapat disebut bahwa pelaksanaan adalah peletakan
suatu rencana menjadi tindakan yang mencakup :
1) Penulisan dan pengumpulan data lanjutan
2) Pelaksanaan intervensi keperawatan
3) Pendokumentasian tindakan keperawatan
4) Pemberian laporan/mengkomunikasikan status kesehatan pasien
dan respon pasien terhadap intervensi keperawatan Pada kegiatan
implementasi diperlukan kemampuan perawat terhadap penguasaan
teknis keperawatan, kemampuan hubungan interpersonal, dan
kemampuan intelektual untuk menerapkan teori-teori keperawatan
kedalam praktek.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana
rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan
rencana keperawatan (Nursalam, 2015).
Dalam evaluasi pencapaian tujuan ini terdapat 3 (tiga) alternatif
yang dapat digunakan perawat untuk memutuskan/menilai sejauh mana
tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana keperawatan tercapai,
yaitu :
1) Tujuan tercapai.
2) Tujuan sebagian tercapai.
3) Tujuan tidak tercapai.
27
Pengkajian Pasien
A. Gambaran Kasus
An. E ( 3 bulan) bersama dengan orang tuanya datang ke IGD RSUD
Arifin Achmad pada tanggal 4/6/2023 rujukan dari rumah sakit Eka Hospital.
An. E sebelumnya sudah dirawat di RS Eka Hospital selama 11 hari dengan
diagnosa efusi pleura. Ibu An. E mengatakan sehari sebelum An. E dibawa ke
RS Eka Hospital, An. E menangis, tidak bisa tidur, dan tidak mau minum
susu selama 24 jam. Ibu An. E mengatakan ia mengira itu tidak apa-apa
selayaknya anak kecil sedang rewel karena An. E tidak demam. Namun, pagi
harinya An. E terlihat pucat, lemas dan suaranya mengecil. Orang tua An. E
cemas dan langsung membawa ke klinik, di klinik dokter menyarankan untuk
di awa ke RS dan orang tua An. E membawa An. E ke RS Eka Hospital
karena paling dekat. Karena keterbatasan alat yang ada di RS Eka Hospital,
An. E di rujuk ke RSUD Arifin Achmad. An. E dirawat di ruangan PICU
RSUD Arifin Achmad sampai sekarang ( ± 4 bulan). An. E terlihat gelisah,
suara nafas ronchi, post trakeostomy dan terpasang selat NGT.
B. Pengkajian
1. Data Umum Klien
a) Inisial : An. E
b) Umur : 6 bulan 26 hari
c) Jenis Kelamin : Laki-Laki
2. Tanda Vital:
a) BB/TB : 5 kg/ 60 cm
b) Lingkar Kepala : 40 cm
c) Suhu : 36,4 °C
d) Nadi : 133 x/m
e) Frekuensi Napas : 63 x/m
f) Tekanan Darah : 106/68 mmHg
g) Alergi Makanan : tidak ada
28
29
3. Diagnosa medis:
Efusi Pleura
4. Riwayat Keluarga
Ibu pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit
yang sama seperti pasien. Ayah pasien tidak perokok aktif dan lingkungan
di sekitar rumah pasien juga tidak ada yang merokok.
5. Pola tidur
a) Sebelum dirawat/sakit
Ibu An. E mengatakan anaknya rutin tidur siang selama ± 2 jam, tidur
siang tidak tentu pada jam berapa karena tergantung dari An. E yang
kelelahan setelah main dan minum susu. Saat malam hari An. E mulai
tidur pada jam 21.00 WIB dan terbangun saat subuh sekitar jam 05.00
WIB. Saat terbangun An. E selalu ceria.
b) Setelah dirawat/sakit
An. E mengalami perubahan pola tidur dimana ia sulit memulai tidur,
sering terbangun di malam hari, gelisah dan tampak tidak nyenyak
karena sering batuk dan sesak.
6. Pola makan
a) Sebelum dirawat/sakit
Ibu An. E mengatakan anaknya sangat kuat minum sampai harus dibantu
dengan susu formula karena ASI yang kurang.
b) Setelah dirawat/sakit
An. E minum susu formula sebanyak 150 cc/3 jam melalui selang NGT
7. Pola eliminasi
a) Sebelum dirawat/sakit
Ibu An. E mengatakan dalam sehari anaknya BAK 6 kali sehari, tidak
ada keluhan pada saat BAK, urin berwarna kuning jernih dan
beraroma khas An.E BAB dan BAK menggunakan pempers.
30
c) Mata: simetris kanan dan kiri, konjungtiva tidak anemis, alat bantu
penglihatan (-), sklera normal, reflek cahaya (+),
d) Telinga: telinga simetris, kemampuan pendengaran baik, edema (-),
lesi (-), serumen (-), penggunaan alat bantu dengar (-)
e) Hidung: secret (+), pernapasan cuping hidung (+), edema (-), lesi (-)
f) Mulut: bibir kering, mukosa lembab, warna pink pucat, secret (+), gigi
tidak ada,
g) Leher: edema (-), pembengkakan kelenjar getah bening (-),
pembengkakan kelenjar tiroid (-), terpasang trakeostomi dan oksigen
1 L/m
h) Dada : simetris, edema (-), ictus cordis tidak tampak, suara napas
ronkhi, penggunaan otot bantu napas (+).
i) Perut: distensi abdomen (-), lesi (-), edema (-), perkusi timpani,
j) Punggung: simetris, pembengkakan (-), lesi (-), nyeri tekan (-)
k) Ekstremitas: lengkap kanan dan kiri, jari-jari tangan lengkap, dapat
menggerakkan tapi sangat lemah dan jarang
l) Kulit dan kuku: kulit putih, kuku sedikit panjang dan bersih
m) Ginekologi: skrotum mengalami pembengkakan,
n) Anorectal: normal, tidak ada masalah
o) Neurology: normal, tidak ada masalah
11. Terapi
13. Intervensi
a. Pemeriksaan tanda-tanda vital
1) Tekanan Darah : 106/68 mmHg
2) RR : 63 x/m
3) Nadi : 133 x/m
4) Suhu : 36,4 °C
b. Identifikasi antropometri
1) BB : 5 Kg
2) TB : 60 cm
3) IMT: 13,89 (Kurang)
4) LLA: 7 cm
5) LK : 40 cm
6) LP: 41 cm
c. Melakukan suction, melakukan nebulizer, ganti verban trakeostomi,
memberikan nutrisi (ASI) melalui selang NGT dengan syring pump.
14. Analisa Data
di observasi
- TTV:
- TD: 106/68 mmHg Secret tertahan di
- RR: 63 x/m saluran pernapasan
- HR: 133 x/m
- S: 36,4 °C Bersihan jalan napas
- SPO2: 97% tidak efektif
DS: -
DO:
- Dispnea (+)
- Penggunaan otot
bantu napas (+)
- Pola napas takipnea
Pola napas tidak
2. - Pernapasan cuping
efektif
hidung (+)
- TTV:
- TD: 106/68 mmHg
- RR: 63 x/m
- HR: 133 x/m
- S: 36,4 °C
- SPO2: 97%
3. Ds: - Penatalaksanaan Risiko infeksi
Do: prosedur invasif
- Terpasang
trakeostomy sejak Tindakan trakeostomy
tanggal 13/09/2023-
sekarang Perawatan trakeostomy,
- Suction trakeostomy, Tindakan suction
oral, dan hidung
34
C. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
jalan napas
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
(sputum)
3) Resiko infeksi b.d efek prosedur invasif
35
D. Rencana Keperawatan
membaik
- Produksi sputum Terapeutik
(L.01001) fowler/fowler
3.Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
4.Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik
5.Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi
Kolaborasi
1.Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
36
04/10/2023 Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi (I.1014)
efektif keperawatan diharapkan
Edukasi
Kolaborasi
jika perlu
Pola napas tidak Pemantauan respirasi S:-
efektif (I.1014)
berhubungan O:
- Memonitor frekuensi, - Dispnea (+)
dengan hambatan
irama, kedalamam, - Penggunaan otot bantu
upaya napas
dan upaya nafas napas (+)
(D.0005)
- Memonitor - Kemampuan batuk
kemampuan batuk
efektif (-)
DS: - Efektif
- Pola napas takipnea
- Memonitor pola nafas
- Sputum (+), berwarna
DO: - Memonitor adanya
putih kental, bau (-)
sputum
- Dispnea (+) - Pernapasan cuping
- Memonitor adanya
- Penggunaan hidung (+)
sumbatan jalan nafas
otot bantu - TTV:
- Auskultasi suara
napas (+) - TD: 95/56 mmHg
nafas
- Pola napas - RR: 54 x/m
- Memonitor saturasi
takipnea - HR: 124 x/m
oksigen
- Pernapasan - S: 36,4 °C
cuping hidung - SPO2: 100%
(+)
- TTV: A: Masalah belum teratasi
- TD: 106/68
mmHg P; Lanjutkan Intervensi
- RR: 63 x/m - Memonitor frekuensi,
- HR: 133 irama, kedalamam, dan
x/m upaya nafas
- S: 36,4 °C - Memonitor kemampuan
P: Intervensi dilanjutkan
1. Memonitor tanda
gejala infeksi lokal
dan sistemik
2. Membatasi jumlah
pengunjung
3. Mencuci tangan
41
sebelum dan
sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
4. Mempertahankan
teknik aseptik pada
pasien berisiko
tinggi
5. Menjelaskan tanda
dan gejala infeksi
6. Menganjurkan
meningkatkan
asupan caira
7. Mengkolaborasikan
pemberian
imunisasi, Jika
perlu
cuping hidung
(+) P; Lanjutkan Intervensi
P: Intervensi dilanjutkan
1. Memonitor tanda
gejala infeksi lokal
dan sistemik
2. Membatasi jumlah
pengunjung
3. Mencuci tangan
sebelum dan
sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
4. Mempertahankan
45
- Pernapasan
cuping hidung A: Masalah belum teratasi
(+)
- TTV: P; Lanjutkan Intervensi
- bunyi napas
ronkhi P: Intervensi dilanjutkan
1. Memonitor tanda
- frekuensi napas
gejala infeksi lokal
berubah-ubah dan sistemik
setiap di 2. Membatasi jumlah
pengunjung
observasi 3. Mencuci tangan
- TTV: sebelum dan
sesudah kontak
- TD: 106/68 dengan pasien dan
mmHg lingkungan pasien
4. Mempertahankan
teknik aseptik pada
49
7. Mengkolaborasikan
pemberian
imunisasi, Jika
perlu
TAHUN 2023
PENULIS Lia Ustami1, Furkon Nurhakim
HASIL Hasil studi kasus menunjukan perbaikan dengan signifikan dilihat dari status
PENELITIAN pernapasan 19x/menit, saturasi oksigen 100%, tidak dispnea, tidak ada
penggunaan otot bantu pernapasan, tidak ada ronchi, pasien mengeluh sesak
berkurang dan belum mampu batuk. Analisa masalah keperawatan pada studi
kasus ini teratasi sebagian. Planning selanjutnya adalah latihan batuk efektif
serta manajemen jalan napas lainnya sesuai dengan indikasi
H. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Adapun
pengkajian kasus pada An. E didapatkan data TD: 106/68 mmHg, RR: 63
x/m, HR: 133 x/m, T: 36,4 °C, BB: 5 Kg, TB :60 cm, IMT:, LLA: 7 cm,
LK: 40 cm, LP: 41 cm
Dari pengkajian yang penulis lakukan An. E mengalami masalah
kesehatan berupa dispnea, pasien tampak gelisah, batuk,, terdapat sputum
berlebih, bunyi napas ronkhi. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Khairani dkk,
(2012) Efusi menunjukkan tanda dan gejala yaitu sesak nafas, bunyi pekak
atau datar saat perkusi di area yang berisi cairan, bunyi nafas minimal atau
tidak terdengar dan pergeseran trachea menjauhi tempat yang sakit. Umunya
pasien datang dengan gejala sesak nafas, nyeri dada, batuk dan demam. Pada
pemeriksaan fisik dapat di temukan abnormalitas dengan bunyi redup pada
perkusi, penurunan fremitus pada palpasi, dan penurunan bunyi napas pada
auskultasi paru bila cairan efusi sudah melebihi 300 ml. Foto toraks dapat di
gunakan untuk mengkonfirmasi terjadinya efusi pleura.
I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang,
keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang aktual atau potensial (Hidayat, 2001). Adapun diagnosa
keperawatan yang ditemukan pada tinjauan kasus pada pasien anak dengan
dengan efusi pleura adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan (D.0001)
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
(sputum) (D.0005)
55
56
K. Implementasi
Pelaksanaan/implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik (iyer et al, 1996 dalam buku Hidayat, 2001).
Adapun implementasi yang diberikan adalah sebagai berikut: Pada diagnosa
bersihan jalan napas tidak efektif yaitu memonitor pola napas, mengidentifikasi
bunyi napas tambahan, memonitor sputum, mempertahankan kepatenan jalan napas,
memposisikan pasien semi fowler/fowler, melakukan fisioterapi dada, melakukan
penghisapan lender kurang dari 15 detik, memberikan oksigen, memberikan asupan
cairan sesuai kebutuhandan engkolaborasikan pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
L. Evaluasi
57
58
DATAR PUSTAKA
Arif Muttaqin. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Brunner & Suddarth.(2016).Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8.jakarta:EGC
Dugdale, D.C. (2014). Pleural efussion: US international Library of Medicine
National Institute of Health.
E Doenges Marilynn dkk, 1999.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Buku
kedoktteran EGC
Haugen, N & Galura, S.J. (2012).Ulrich & Canale's Nursing Care Planning Guides
(7th Ed).
Irianto, K. (2014). Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Alfabeta.
Juall Lynda, 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Buku kedokteran
EGC
Kasiati, & Ni Wayan Dwi Rosmalawati. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia
I.Pusdik SDM Kesehatan.
Morton dkk. (2012). Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.
Morton. (2012). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 dan 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
Nair, M., & Peate, I. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan Edisi 2. Jakarta:
Bumi Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi refisi jilid 1 2015.
Jakarta: Media Action Publishing.
PHILIP ENG Respiratori medical clinic. (2017).
Millard, J., & Pepper, M. S. (2021). A covid-19 vaccine: Big strides come with big
challenges. Vaccines, 9(1), 1–14. https://doi.org/10.3390/vaccines9010039
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
59
60