Anda di halaman 1dari 66

MAKALAH SEMINAR PROFESI NERS KEPERAWATAN

KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN EFUSI PLEURA DI RSUD


ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU RUANGAN PICU

Disusun oleh:
Kelompok 4

Dian Tiara, S.Kep


Riska Noviani, S.Kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan pada kasus ini telah disetujui untuk


diseminarkan dihadapan tim preseptor akademik dan klinik
Program Studi NERS Fakultas Keperawatan Universitas Riau

Pekanbaru, Oktober 2023

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

Ns. Yufitriana Amir, S.Kep., PhD., FisQua Ns. Meifera, S. Kep

Koordinator

Ns. Syeptri Agiani Putri, M.Kep

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan makalah seminar dengan judul “Asuhan
Keperawatan Anak Dengan Efusi Pleura Di Rsud Arifin Achmad Provinsi Riau
Ruangan Picu”. Sebagai salah satu syarat praktik Profesi Keperawatan di Fakultas
Keperawatan Universitas Riau.

Penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak


dalam penyusunan makalah seminar ini. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Ir. Usman M. Tang, MS selaku Dekan Fakultas Keperawatan


Universitas Riau.
2. Dr. Reni Zulfitri, M. Kep, Sp. Kom selaku Koordinator Praktik Klinik Profesi
Keperawatan Universitas Riau.
3. Ns. Syeptri Agiani Putri, M.Kep selaku Koordinator Profesi Ners
Keperawatan Anak Fakultas Keperawatan Universitas Riau.
4. Ns. Yufitriana Amir, S.Kep., PhD., FisQua selaku Pembimbing Akademik
Profesi Ners Keperawatan Anak Fakultas Keperawatan Universitas Riau yang
telah bersedia memberikan masukan, bimbingan, serta dukungan bagi
penulis.
5. Ns. Meifera, S. Kep selaku Pembimbing Klinik Profesi Ners Keperawatan
Anak RSUD Arifin Achmad yang telah bersedia memberikan masukan,
bimbingan, serta dukungan bagi penulis.
6. Pasien anak dan keluarga yang telah bersedia menjadi pasien kelolaan
kelompok kami selama melaksanakan praktik di RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau.

Penulis sadar bahwa makalah seminar ini masih terdapat kekurangan.


Oleh karena itu, kritik dan saran pembaca sangat diharapkan peneliti demi
kebaikan makalah seminar ini. Penulis berharap semoga makalah seminar ini
bermanfaat bagi dunia keperawatan.

ii
Pekanbaru, Oktober 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Tujuan Penulisan...................................................................................3
C. Manfaat Penulisan.................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................5
A. Definisi..................................................................................................5
B. Etiologi..................................................................................................5
C. Anatomi Fisiologi.................................................................................7
D. Klasifikasi..............................................................................................9
E. Patofisiologi........................................................................................11
F. Pathway...............................................................................................14
G. Manifestasi Klinis...............................................................................16
H. Penatalaksaan Medis...........................................................................16
I. Pemeriksaan Penunjang......................................................................17
J. Komplikasi..........................................................................................18
K. Konsep Asuhan Keperawatan.............................................................19
BAB III PEMBAHASAN KASUS..........................................................28
A. Gambaran Kasus.................................................................................28
B. Pengkajian...........................................................................................28
C. Diagnosa Keperawatan.......................................................................34
D. Rencana Keperawatan.........................................................................35
E. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan...........................................37
F. Evidance Best Practice ......................................................................53
BAB IV PEMBAHASAN.........................................................................55
A. Pengkajian...........................................................................................55
B. Diagnosa Keperawatan.......................................................................55
C. Perencanaan........................................................................................56

iv
D. Implementasi.......................................................................................56
E. Evaluasi...............................................................................................56
BAB V PENUTUP....................................................................................58
A. Kesimpulan.........................................................................................58
B. Saran....................................................................................................58
DATAR PUSTAKA..................................................................................59

v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling utama, manusia
mempunyai beberapa kebutuhan dasar yang harus terpenuhi jika ingin dalam
keadaan sehat dan seimbang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-
unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan
fisiologis maupun psikologis yang bertujuan untuk mempertahankan
kehidupan dan kesehatan. Salah satu keseimbangan fisiologis yang perlu
dipertahankan, yaitu saluran pernafasan yang berfungsi menghantarkan udara
(oksigen) dari atmosfer yang kita hirup dari hidung dan berakhir prosesnya di
paru-paru untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Rosmalawati &
Kasiati, 2016).
Gangguan sistem pernapasan merupakan penyebab utama banyaknya
ukuran dan jumlah individu yang terkena penyakit di bagian organ
pernapasan. Salah satu penyakit gangguan sistem pernapasan pada manusia
yaitu efusi pleura. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat
penumpukan cairan dalam rongga paru. Efusi dapat berupa cairan jernih yang
mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus
(Widyastika & Kadek, 2021).
Menurut WHO (2018), efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit
yang dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini
terdapat di seluruh dunia, bahkan menjadi problem utama di negara-negara
yang sedang berkembang termasuk Indonesia. WHO memperkirakan 20%
penduduk kota dunia pernah menghirup udara kotor akibat emisi kendaraan
bermotor, sehingga banyak penduduk yang berisiko tinggi terkena penyakit
paru dan saluran pernapasan seperti efusi pleura.
Menurut World Health Organization (WHO) 2017, mengemukakan di
dunia sebanyak 320 kasus per 100.000 penduduk di negara industri
mengalami efusi pleuradiperkirakan 3.000 orang perjuta penduduk dunia
mengalami efusi pleura. Angka kejadian efusi pleura di Amerika Serikat
sekitar 1,5 juta kasus per tahun dengan penyebab terbanyak gagal jantung

1
2

kongesif, pneumonia bakteri, dan emboli paru. Menurut World Health


Organization (WHO) efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit yang
dapat mengancam jiwa. Secara geografis penyakit ini terdapat di seluruh
dunia, bahkan menjadi problem di negara – negara yang sedang berkembang
termasuk Indonesia. Di Amerika Serikat, setiap tahunnya terjadi 1,5 juta
kasus efusi pleura. Sementara pada populasi umum secara internasional
diperkirakan setiap 1 juta orang, 3000 orang terdiagnosis efusi pleura. Di
negara – negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri. Di negara sedang
berkembang seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. Di
Indonesia kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit. (WHO, 2017).
Di indonesia mencapai 2,7% dari penyakit infeksi saluran napas,
dengan jenis kelamin laki-laki sekitar 57,42% dan untuk jenis kelamin wanita
sekitar 42,75%. Pemicu terjadinya efusi pleura 0,4% dari tubercolosis (TBC),
2,7% dari pneumonia, 0,13% dari penyakit tidak menular seperti gagal
jantung dan 0,2% dari gagal ginjal kronik (Depkes RI, 2017).
Efusi menunjukkan tanda dan gejala yaitu sesak nafas, bunyi pekak
atau datar saat perkusi di area yang berisi cairan, bunyi nafas minimal atau
tidak terdengar dan pergeseran trachea menjauhi tempat yang sakit. Umunya
pasien datang dengan gejala sesak nafas, nyeri dada, batuk dan demam. Pada
pemeriksaan fisik dapat di temukan abnormalitas dengan bunyi redup pada
perkusi, penurunan fremitus pada palpasi, dan penurunan bunyi napas pada
auskultasi paru bila cairan efusi sudah melebihi 300 ml. Foto toraks dapat di
gunakan untuk mengkonfirmasi terjadinya efusi pleura (Khairani dkk, 2012).
Asuhan keperawatan merupakan suatu tindakan atau proses dalam
praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien untuk
memenuhi kebutuhan pasien, sehingga dapat mengatasi masalah yang sedang
dihadapinya dan asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarakan kaidah-
kaidah ilmu keperawatan (Brunner & Suddarth, 2016). Peran perawat sebagai
pemberi asuhan keperawatan (perawat berperan sebagai pemberi asuhan yang
meliputi tindakan pendampingan serta membantu klien dalam meningkatkan
dan memperbaiki mutu kesehatan diri melalui proses keperawatan serta
3

memberian asuhan keperawatan yang mencakup aspek biopsikososial hingga


spiritual pasien) (Ningsih, 2021).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk menerapkan asuhan keperawatan yang holistik kepada An.E
dengan efusi pleura di ruang PICU RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan secara holistik dan menyeluruh,
b. Melakukan analisa masalah keperawatan yang dialami oleh pasien,
c. Menentukan diagnosa keperawatan yang sesuai dengan masalah
yang ditemukan,
d. Menyusun intervensi keperawatan yang sesuai dengan diagnosa
yang diangkat,
e. Melakukan implementasi keperawatan yang sesuai dengan
intervensi, dan
f. Melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan.

C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat bagi Ilmu Keperawatan
Makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam ilmu
keperawatan dalam penyusunan asuhan keperawatan yang holistik dan
berkesinambungan.
2. Manfaat bagi Institusi Rumah Sakit
Makalah ini dapat menjadi masukan bagi institusi yang menjadi
tempat praktik dalam pemberian asuhan keperawatan bagi klien dengan
efusi pleura.
3. Manfaat bagi Pasien
Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien diharapkan dapat
membantu memenuhi kebutuhan keperawatan bagi pasien sesuai dengan
kondisi dan masalah keperawatan yang pasien alami.
4

4. Manfaat bagi Mahasiswa Profesi


Asuhan keperawatan yang telah dirumuskan diharapkan dapat
menambah ilmu dan pengalaman mahasiswa dalam melakukan asuhan
keperawatan pada pasien terutama efusi pleura.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit
lain (Nurarif et al, 2015). Efusi pleura adalah kondisi paru bila terdapat
kehadiran dan peningkatan cairan yang luar biasa di antara ruang pleura.
Pleura adalah selaput tipis yang melapisi permukaan paru-paru dan bagian
dalam dinding dada di luar paru-paru. Di pleura, cairan terakumulasi di ruang
antara lapisan pleura. Biasanya, jumlah cairan yang tidak terdeteksi hadir
dalam ruang pleura yang memungkinkan paru-paru untuk bergerak dengan
lancar dalam rongga dada selama pernapasan (Philip, 2017).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit
lain (Nurarif & Kusuma, 2015). Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau
cairan berkumpul dirongga pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps
sebagian atau seluruhnya (Nair & Peate, 2015). Cairan pleura diproduksi
utama oleh pleura parietal dan direabsorbsi melalui limfatik pleura melalui
stomata yang ada di pleura parietal. Pada manusia sehat, kavitas pleural
umumnya berisi kira-kira 0.3 mL/kg cairan atau 10-20 mL dengan konsentrasi
protein yang rendah (D’Agostino, H. and Edens, 2020)

B. Etiologi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan
kecepatan produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau
keduanya, ini disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut (Morton
2012):
a. Peningkatan tekanan pada kapiler sub pleura atau limfatik
b. Peningkatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah

5
6

d. Peningkatan tekakanan negative intrapleura


e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura

1. Penyebab efusi pleura:


a. Infeksi
1) Tuberkulosis
2) Pneumonitis
3) Abses paru
4) Perforasi esophagus
5) Abses sufrenik
b. Non infeksi
1) Karsinoma paru
2) Karsinoma pleura: primer, sekunder
3) Karsinoma mediastinum
4) Tumor ovarium
5) Bendungan jantung: gagal jantung, perikarditiskonstriktiva
6) Gagal hati
7) Gagal ginjal
8) Hipotiroidisme
9) Kilotoraks
10) Emboli paru

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi lagi menjadi
transudat, eksudat dan hemoragi.
a. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongesif (gagal jantung
kiri), sindrom nefrotik, asites (karena sirosishati), sindrom vena kava
superior, tumor dan sindrom meigs.
b. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi
dan penyakit kolagen.
c. Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru
dan tuberculosis.
7

C. Anatomi Fisiologi

Gambar 1.2 Anatomi Paru dan Pleura (Adita, 2015)

1. Trakea
Trakea juga dikenal sebagai tenggorokan. Trakea adalah tulang
tabung yang menghubungkan hidung dan mulut ke paru-paru. Ini adalah
tabung berotot kaku terletak di depan kerongkongan yang sekitar 4,5 inci
panjang dan lebar 1 inci.
2. Bronkus
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian
kirakira veterbrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan
trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Trakea bercabang menjadi
bronkus utama (primer) kiri dan kanan. Bronkus kanan lebih pendek lebih
lebar dan lebih vertikal dari pada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri
pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri
disebut lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari
yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum dibelah
menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah.
3. Bronkioli
Bronkioli membentuk percabangan menjadi bronkioli terminalis
yang tidak mempunyai kelenjar lender dan silia. Bronkioli terminalis ini
kemudian menjadi bronkioli respiratori, yang dianggap menjadi saluran
8

transisional antara udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai
titik ini, jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml udara 11 dalam
percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam pertukaran gas.
4. Pleura
Parietal dan Pleura Visceral Pleura yang bagiannya menempel
dengan dinding dalam rongga dada disebut pleura parietalis dan bagian
yang melekat dengan paru-paru disebut pleura visceralis. Sebetulnya
pleura ini merupakan kantung yang dindingnya berisi cairan serosa yang
berguna sebagai pelumas sehingga tidak menimbulkan sakit bila antara
dinding rongga dada dan paru-paru terjadi gesekan pada waktu respirasi.
5. Lobus
Lobus merupakan jalur dari paru-paru yang terdiri dari beberapa
bagian yaitu paru kiri terdiri dari dua lobus (lobus superior dan lobus
inferior) dan paru kanan terdiri dari tiga lobus yaitu (lobus superior, lobus
medius dan lobus inferior).

Pleura merupakan lapisan pembungkus paru. Di mana antara pleura


yang membungkus pulmo dekstra et sinistra dipisahkan oleh adanya
mediastinum. Pleura dari interna ke eksterna terbagi atas 2 bagian:
a. Pleura Viscelaris/Pulmonis yaitu pleura yang langsung melekat pada
permukaan pulmo.
b. Pleura Parietalis yaitu bagian pleura yang berbatasan dengan dinding
thoraks.
Kedua lapisan pleura ini saling berhubungan pada hilus pulmonis
ligamen Pulmonal (pleura penghubung). Di antara kedua lapisan 12 pleura
ini terdapat sebuah rongga yang disebut dengan cairan pleura. Dimana di
dalam cairan pleura ini terdapat sedikit cairan pleura yang berfungsi agar
tidak terjadi gesekan antara pleura ketika proses pernapasan. (Wijaya &
Putri, 2013).
Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru kanan yang terdiri tiga
lobus terdiri dari bagian atas, tengah dan bawah sedangkan paru-paru kiri
terdiri dari 2 lobus yaitu lobus atas dan bawah. Bagian atas puncak paru
disebut apeks yang menjorok ke atas arah leher pada bagian bawah disebut
9

basal. Paru-paru dilapisi oleh selaput pleura. Dari segi anatomisnya,


permukaan rongga pleura berbatasan dengan paru sehingga cairan pleura
mudah bergerak dari satu rongga ke rongga yang lainnya.
Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara
kedua pleura, karena biasanya sekitar 10-20 cc cairan yang merupakan
lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur. Cairan ini
berfungsi untuk pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut
mudah bergeser satu sama lain. Setiap saat, jumlah cairan dalam rongga
pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura. Jika
terjadi, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh
limfatik dari rongga pleura ke mediastinum.
Permukaan superior diafragma dan permukaan lateral pleura
parietalis, memerlukan adanya keseimbangan antara produksi cairan
pleura oleh pleura parietalis dan absorbs oleh cairan viseralis. Oleh karena
itu, rongga pleura disebut sebagai ruang potensial, karena ruang ini
normalnya 13 begitu sempit, sehingga bukan merupakan ruang fisik yang
jelas (Muttaqin, 2011).

D. Klasifikasi
Efusi pleura di bagi menjadi 2 yaitu:
a. Efusi pleura transudat Merupakan ultra filtrat plasma, yang menandakan
bahwa membran pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan di
sebabkan oleh faktor sistemik yang mempengaruhi produksi dan absorbsi
cairan pleura.
Keadaan transudat terjadi dalam kasus, sebagai berikut:
1) Gagal jantung
Penyebab tersering efusi pleura adalah gagal ventrikel kiri, efusi
pleura meningkatnya jumlah cairan ruang interstisium paru dan
sebagian menembus pleura viseralis, menyebabkan kelebihan
enyerapan jumlah kapasitas di pembuluh limfe pleura parietalis.
Pasien gagal jantung, torakosentesis dilakukan diagnosis jika tidak
terjadi efusi bilateral dan setara ukurannya. Pasien mengalami demam
10

atau nyeri dada pleuritic dengan tujuan untuk memastikan ada atau
tidaknya efusi transudat (Loscalzo, 2015).
2) Hidrotoraks hati
Efusi terjdi pada sekitar 5% pasien dengan sirosis dan asites.
Mekanisme utama dengan perpindahan lagsung cairan peritoneum
melalui lubang-lubang kecil di diafragma ke dalam rongga pleura.
Efusi ini terjadi di sisi kanan dan sering cukup banyak menimbulkan
dispneu berat (Loscalzo, 2015).
3) Empiema
Empyema merupakan transisi dari efusi para pneumoni ke
empiema melibatkan timbulnya organisme dalam cairan, peningkatan
polimorf dan penurunan pH dan glukosa (Millard dan Pepper, 2013)

b. Efusi pleura eksudat Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan
melewati pembuluh kapiler yang rusak dan masuk kedalam paru terdekat
(Morton, 2012).
Keadaan eksudat terjadi dalam kasus, sebagai berikut:
1) Efusi parapneumonia
Efusi ini berkaitan dengan pneumonia bakteri, abses paru, atau
bronkiektasis, pasien pneumonia bakteri aerob dan efusi pleura
memperlihatkan gejala demam akut, nyeri dada, produksi sputum, dan
leukositosis. Pasien dengan infeksi anaerob mengalami sub akut
dengan penurunan berat badan, leukositosis aktif, anemia ringan, dan
riwayat pedisposisi aspirasi. Cairan bebas yang akan memisahkan
paru dari dinding dada sebesar > 10 mm (Loscalzo, 2015).
2) Efusi embolisasi paru
Cairan pleura hampir semua eksudat, diagnosis di tegakkan
dengan CT scan atau ateriografi paru. Efusi ini terjadi secara
unilateral. Beberapa indikasi tidak ada efusi yang disebabkan oleh
emboli paru yang berhubungan dengan area infark (Millard dan
Pepper, 2013; Kasper et al, 2005). Albumin pada infark paru akan
meningkat, dengan masuknya 30 albumin kedalam ruang pleura, tetapi
11

tidak ada gangguan dari reabsorbsi limfatik (Millard dan Pepper,


2013).
3) Efusi tuberculosis
Efusi ini berkaitan dengan TB primer diduga penyebab utama
adalah rekasi hipersensitivitas terhadap protein TB di rongga pleura.
Gejala dari efusi ini adanya demam, penurunan berat badan, dispneu,
nyeri dada pleuritik. Cairan efusi eksudat disertai dominasi sel limfosit
kecil, basil pada hapusan ini sulit ditemukan. Diagnosis dapat
ditegakkan jika ada penanda peningkatan adenosin deaminase (ADA)
>40 IU/L atau interferon γ > 140 pg/mL, biopsy jarum, biakan cairan
positif (Kasper et al, 2005; Loscalzo, 2015).
4) Metastases
Keganasan paru primer sebagian besar efusi pleura yang
eksudatif (90%) yang dsiebabkan oleh invasi langsung atau obstruksi
drainase limfatik parietal. Penanda metastasis dengan LDH yang
sangat tinggi, pH rendah, glukosa rendah (Ward et al, 2007).
Metastase ini sering dijumpai pada ca mama dan tumor primer pleura,
yaitu mesothelioma yang sebagian besar karena abses (Alsagaff dan
Mukty, 2008).
5) Penyakit Pembuluh Darah
Kolagen Penyakit kolagen ini terjadi pada komplikasi pleur dari
penyakit Systemic lupus erythematosus (SLE) dengan Rheumatoid
arthritis (RA) sebagian mengalami efusi. Penderita SLE mengalami
riwayat nyeri 31 pleuritik pada waktu yang lama bilateral dengan
gejala radang selaput dada, sesak napas dan demam (Millard dan
Pepper, 2013).

E. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis
dan pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 10
cc-20 cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.
Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga
12

pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di
produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat
terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan
osmotic koloid pada pleura viceralis.
Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian
kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan
penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak
mikrovili disekitar sel-sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap
karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadaan ini bisa
terjadi karena adanya tekanan hidrostatik dan tekanan osmotic 15 koloid.
Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya
adalah infeksi tuberkulosa paru.
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium
tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi
primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening
menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar
getah bening hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah
bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran
akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam
rongga pleura.
Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberkulosa paru
melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab
lain dapat juga dari robekkan kearah saluran getah bening yang menuju rongga
pleura, iga atau columna vetebralis. Adapun bentuk cairan efusi akibat
tuberkolusa paru adalah merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat
pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah bening.
Cairan ini biasanya serous, kadang-kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap
ml cairan pleura bias mengandung leukosit antara 500-2000.
Mula-mula yang dominan adalah sel-sel polimorfonuklear, tapi
kemudian sel limfosit, Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman
tubukolusa. Timbulnya cairan efusi bukanlah karena adanya bakteri
tubukolosis, tapi karena akibat adanya efusi pleura dapat menimbulkan
13

beberapa perubahan fisik antara lain: Irama 16 pernapasan tidak teratur,


frekuensi pernapasan meningkat, pergerakan dada asimetris, dada yang lebih
cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal - hal diatas ada
perubahan lain yang ditimbulkan oleh efusi pleura yang diakibatkan infeksi
tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun (Nair
& Peate, 2015)
F. Pathway

14
15

Gambar 2.2 Perjalanan Efusi Pleura


Sumber: (Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2015), (PPNI, 2017).
16

G. Manifestasi Klinis
Menurut (Saferi, 2013) tanda dan gejala yang ditimbulkan dari efusi
pleura berdasarkan penyebabnya adalah:
a. Batuk
b. Sesak napas
c. Nyeri pleuritis
d. Rasa berat pada dada
e. Berat badan menurun
f. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, mengigil, dam
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkolosis) banyak keringat, batuk.
g. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
h. Pada pemeriksaan fisik:
1. Inflamasi dapat terjadi friction rub
2. Atelektaksis kompresif (kolaps paru parsial ) dapat menyebabkan
bunyi napas bronkus.
3. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan
berlainan karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit
akan kurang bergerak dalam pernapasan.
4. Focal fremitus melemah pada perkusi didapati pekak, dalam keadaan
duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis ellis
damoiseu).

H. Penatalaksaan Medis
Penatalaksanaan pada efusi pleura yaitu: (Nurarif et al, 2015):
a. Tirah baring
Tirah baring bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen
karena peningkatan aktifitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen
sehingga dispneu akan semakin meningkat pula.
b. Thoraksentesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif
seperti nyeri,dispneu, dan lain lain. Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter
17

perlu dikeluarkan untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika


jumlah cairan efusi pleura lebih banyak maka pengeluaran cairan
berikutnya baru dapat dikalkukan 1 jam kemudian.
c. Antibiotic
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terbukti terdapat adanya
infeksi. Antibiotik diberi sesuai hasil kultur kuman.
d. Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberi obat
melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura dan
mencegah cairan terakumulasi kembali.
e. Water seal drainage (WSD)
Water seal drainage (WSD) adalah suatu system drainase yang
menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari
cavum pleura atau rongga pleura.

I. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada, biasanya dilakukan untuk memastikan adanya efusi
pleura, dimana hasil pemeriksaan akan menunjukkan adanya cairan.
b. CT scan dada. CT scan bisa memperlihatkan paru-paru dan cairanefusi
dengan lebih jelas, serta bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses
paru atau tumor.
c. USG dada, bisa membantu mengidentifikasi adanya akumulasi cairan
dalam jumlah kecil.
d. Torakosentesis, yaitu tindakan untuk mengambil contoh cairan untuk
diperiksa menggunakan jarum. Pemeriksaan analisa cairan pleura bisa
membantu untuk menentukan penyebabnya.
e. Biopsi. Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya,
maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar
diambil untuk dianalisa.
f. Bronkoskopi, pemeriksaan untuk melihat jalan nafas secara langsung
untuk membantu menemukan penyebab efusi pleura. Torakotomi,
biasanya dilakukan untuk membantu menemukan penyebab efusi pleura,
18

yaitu dengan pembedahan untuk membuka rongga dada. Namun, pada


sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.

J. Komplikasi
a. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan
drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis
dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika
fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat
pada jaringan - jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membran-
membran pleura tersebut.
b. Atalektasis
Atlektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
c. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat
jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat
cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru
yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang 19
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang
terserang dengan jaringan fibrosis.
d. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh
tekanan ektrinsik pada sebagian/semua bagian paru akan mendorong
udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
e. Empiema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran
yang mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi
yang menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah dalam
rongga pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai satu gelas bir atau
19

lebih, yang menyebabkan tekanan pada paru-paru, sesak napas dan rasa
sakit (Morton, 2012).

K. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai,
status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan
berupa : sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat
batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan
adanya tanda- tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa
berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit
seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan
sebagainya.Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit- penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura
seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.

f. Psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana


cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap
tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola Fungsi
20

1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat


2) Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan,
tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah
terhadap pemeliharaan kesehatan.
3) Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok,
minum alcohol dan penggunaan obat-obatan bias
menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
4) Pola nutrisi dan metabolisme
5) Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita
perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat
badan untuk mengetahui status nutrisi pasien.
6) Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum
sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura
akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari
sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
7) Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses
penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan
umumnya lemah.

h. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan
mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS.
Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih
banyak bedrest sehingga akan menimbulkan konstipasi,
selain akibat pencernaan pada struktur abdomen
menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus
digestivus.
i. Pola aktivitas dan latihan
1) Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang
terpenuhi.
2) Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas
minimal.
3) Disamping itu pasien juga akan mengurangi
21

aktivitasnya akibat adanya nyeri dada.


4) Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian

kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan

keluarganya.

j. Pola tidur dan istirahat


1) Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu

tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan

kebutuhan tidur dan istirahat.

2) Selain itu, akibat perubahan kondisi lingkungan dari


lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah
sakit, dimana banyak orang yang mondar - mandir,
berisik dan lain sebagainya.
k. Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana
penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama
dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap
petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien.
2) Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax
yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar,
pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke
arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea
dan ictus kordis. Pernapasan cenderung meningkat dan pasien
biasanya dyspneu.
a) Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang
jumlah cairannya 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga
ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada
dada yang sakit.
b) Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah
22

cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga


pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis
lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita
dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-
Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada,
kurang jelas di punggung.
c) Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada
posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan
dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru,
mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari
atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
3) Sistem Cardiovasculer

a) Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal


berada pada ICS-5 pada linea medio klavikula kiri selebar
1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya pembesaran jantung.
b) Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate)
harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut
jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran
ictuscordis.
c) Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah
jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk
menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel
kiri.
d) Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II
tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang
merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur
yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi
darah.
4) Sistem Pencernaan
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen
membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak,
23

umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di


inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
b) Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus
dimana nilai normalnya 5-35 kali per menit.

c) Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri


tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor
kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien,
apakah hepar teraba.
d) Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa
padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak
(hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
e) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji
Disamping itu juga diperlukan pemeriksaan GCS, apakah
composmentis atau somnolen atau comma. Pemeriksaan
refleks patologis dan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-
fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
f) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema
peritibial. Selain itu, palpasi pada kedua ekstremetas untuk
mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refiltime. Dengan inspeksi dan
palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian
dibandingkan antara kiri dan kanan.
g) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene,
warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi
biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan
sistem transport oksigen. Pada palpasi perlu diperiksa
mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam).
Kemudian tekstur kulit (halus-lunak- kasar) serta turgor
24

kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai
seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang aktual ataupun potensial.
Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana
tindakan asuhan keperawatan (Dinarti & Mulyanti, 2017).
Adapun dignosa yang diangkat dari masalah sebelum dilakukan
tindakan infasif adalah:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambata upaya nafas
(kelemahan otot nafas) (D.0005)
b. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas
(D.0001)
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(inflamasi, iskemia, neoplasma) (D.0077)
d. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif (D.0142)
e. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
(PPNI, 2017)
3. Perencanaan
Perencanaan adalah proses kegiatan mental yang memberi
pedoman atau pengarahan secara tertulis kepada perawat atau anggota
tim kesehatan lainnya tentang intervensi/tindakan keperawatan yang
akan dilakukan kepada pasien. Rencana keperawatan merupakan
rencana tindakan keperawatan tertulis yang menggambarkan masalah
kesehatan pasien, hasil yang akan diharapkan, tindakan-tindakan
keperawatan dan kemajuan pasien secara spesifik.
Intervensi keperawatan merupakan bagian dari fase
pengorganisasian dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk
mengarahkan tindakan keperawatan dalam usaha membantu,
25

meringankan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan


klien (Nursalam, 2015). Rencana keperawatan merupakan serangkai
kegiatan atau intervensi untuk mencapai tujuan pelaksanaan asuhan
keperawatan. Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku
spesifik yang diharapkan oleh pasien dan atau tindakan yang harus
dilakukan oleh perawat. (Wong, 2016).
Tujuan yang direncanakan harus spesifik dan tidak
menimbulkan arti ganda, tujuan keperawatan harus dapat diukur,
khususnya tentang perilaku klien, dapat diukur, didengar, diraba,
dirasakan, dicium. Tujuan keperawatan harus dapat dicapai serta
dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan harus mempunyai waktu
yang jelas. Pedoman penulisan kriteria hasil berdasarkan “SMART”
S : Spesifik, tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda
M : Measureble, tujuan keperawatan harus dapat diukur, khusunya
tentang prilaku klien, dapat dilihat, didengar, diraba, dan dirasakan
A : Achievable, tujuan harus dapat dicapai
R : Reasonable, tujuan harus dapat dipertanggung jawabkan
T : Time, harus memiliki batas waktu yang sesuai
1) Kegiatan dalam tahap perencanaan, meliputi :
a) Menentukan prioritas masalah keperawatan.
b) Menetapkan tujuan dan kriteria hasil.
c) Merumuskan rencana tindakan keperawatan.
d) Menetapkan rasional rencana tindakan keperawatan.
2) Tipe rencana tindakan keperawatan, meliputi :
a) Observasi keperawatan, diawali kata kerja: kaji, monitor,
pantau, observasi, periksa, ukur, catat, amati.
b) Terapi keperawatan, diawali kata kerja: lakukan, berikan, atur,
bantu, ubah, pertahankn, latih.
c) Pendidikan kesehatan, diawali kata kerja: ajarkan, anjurkan,
jelaskan, sarankan, informasikan.
d) Kolaborasi/pemberian obat/pengaturan nutrisi, diawali kata
kerja: rujuk, instrusikan, laporkan, delegasikan, berikan,
26

lanjutkan, pasang.
4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan
atau melaksanakan rencana asuhan keperawatan kedalam bentuk
intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang
telah ditetapkan (Nursalam, 2015).
Pada tahap pelaksanaan ini kita benar-benar siap untuk
melaksanakan intervensi keperawatan dan aktivitas-aktivitas
keperawatan yang telah dituliskan dalam rencana keperawatan pasien.
Dalam kata lain dapat disebut bahwa pelaksanaan adalah peletakan
suatu rencana menjadi tindakan yang mencakup :
1) Penulisan dan pengumpulan data lanjutan
2) Pelaksanaan intervensi keperawatan
3) Pendokumentasian tindakan keperawatan
4) Pemberian laporan/mengkomunikasikan status kesehatan pasien
dan respon pasien terhadap intervensi keperawatan Pada kegiatan
implementasi diperlukan kemampuan perawat terhadap penguasaan
teknis keperawatan, kemampuan hubungan interpersonal, dan
kemampuan intelektual untuk menerapkan teori-teori keperawatan
kedalam praktek.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana
rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan
rencana keperawatan (Nursalam, 2015).
Dalam evaluasi pencapaian tujuan ini terdapat 3 (tiga) alternatif
yang dapat digunakan perawat untuk memutuskan/menilai sejauh mana
tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana keperawatan tercapai,
yaitu :
1) Tujuan tercapai.
2) Tujuan sebagian tercapai.
3) Tujuan tidak tercapai.
27

Evaluasi dibagi menjadi 2 (dua) tipe, yaitu :


1) Evaluasi Proses (Formatif) ini menggambarkan hasil observasi dan
analisis perawat terhadap respon klien segera stelah tindakan.
Evaluasi formatif dilakukan secara terus menerus sampai tujuan
yang telah ditentukan tercapai.
2) Evaluasi Hasil (sumatif)
Evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses
keperawatan selesai dilakukan. Menggambarkan rekapitulasi dan
kesimpulan dari observasi dan analisis status kesehatan klien sesuai
dengan kerangka waktu yang ditetapkan. Evaluasi sumatif
bertujuan menjelaskan perkembangan kondisi klien dengan menilai
dan memonitor apakah tujuan telah tercapai.
Evaluasi pencapaian tujuan memberikan umpan balik yang
penting bagi perawat untuk mendokumentasikan kemajuan
pencapaian tujuan atau evaluasi dapat menggunakan kartu/format
bagan SOAP (Subyektif, Objektif, Analisis dan Perencanaan).
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Pengkajian Pasien

A. Gambaran Kasus
An. E ( 3 bulan) bersama dengan orang tuanya datang ke IGD RSUD
Arifin Achmad pada tanggal 4/6/2023 rujukan dari rumah sakit Eka Hospital.
An. E sebelumnya sudah dirawat di RS Eka Hospital selama 11 hari dengan
diagnosa efusi pleura. Ibu An. E mengatakan sehari sebelum An. E dibawa ke
RS Eka Hospital, An. E menangis, tidak bisa tidur, dan tidak mau minum
susu selama 24 jam. Ibu An. E mengatakan ia mengira itu tidak apa-apa
selayaknya anak kecil sedang rewel karena An. E tidak demam. Namun, pagi
harinya An. E terlihat pucat, lemas dan suaranya mengecil. Orang tua An. E
cemas dan langsung membawa ke klinik, di klinik dokter menyarankan untuk
di awa ke RS dan orang tua An. E membawa An. E ke RS Eka Hospital
karena paling dekat. Karena keterbatasan alat yang ada di RS Eka Hospital,
An. E di rujuk ke RSUD Arifin Achmad. An. E dirawat di ruangan PICU
RSUD Arifin Achmad sampai sekarang ( ± 4 bulan). An. E terlihat gelisah,
suara nafas ronchi, post trakeostomy dan terpasang selat NGT.
B. Pengkajian
1. Data Umum Klien
a) Inisial : An. E
b) Umur : 6 bulan 26 hari
c) Jenis Kelamin : Laki-Laki
2. Tanda Vital:
a) BB/TB : 5 kg/ 60 cm
b) Lingkar Kepala : 40 cm
c) Suhu : 36,4 °C
d) Nadi : 133 x/m
e) Frekuensi Napas : 63 x/m
f) Tekanan Darah : 106/68 mmHg
g) Alergi Makanan : tidak ada

28
29

h) Alergi obat : tidak ada


i) Riwayat Penyakit : tidak ada

3. Diagnosa medis:
Efusi Pleura
4. Riwayat Keluarga
Ibu pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit
yang sama seperti pasien. Ayah pasien tidak perokok aktif dan lingkungan
di sekitar rumah pasien juga tidak ada yang merokok.
5. Pola tidur
a) Sebelum dirawat/sakit
Ibu An. E mengatakan anaknya rutin tidur siang selama ± 2 jam, tidur
siang tidak tentu pada jam berapa karena tergantung dari An. E yang
kelelahan setelah main dan minum susu. Saat malam hari An. E mulai
tidur pada jam 21.00 WIB dan terbangun saat subuh sekitar jam 05.00
WIB. Saat terbangun An. E selalu ceria.
b) Setelah dirawat/sakit
An. E mengalami perubahan pola tidur dimana ia sulit memulai tidur,
sering terbangun di malam hari, gelisah dan tampak tidak nyenyak
karena sering batuk dan sesak.
6. Pola makan
a) Sebelum dirawat/sakit
Ibu An. E mengatakan anaknya sangat kuat minum sampai harus dibantu
dengan susu formula karena ASI yang kurang.
b) Setelah dirawat/sakit
An. E minum susu formula sebanyak 150 cc/3 jam melalui selang NGT
7. Pola eliminasi
a) Sebelum dirawat/sakit
Ibu An. E mengatakan dalam sehari anaknya BAK  6 kali sehari, tidak
ada keluhan pada saat BAK, urin berwarna kuning jernih dan
beraroma khas An.E BAB dan BAK menggunakan pempers.
30

Ibu An. E mengatakan bahwa anaknya BAB teratur 1 - 3 kali dalam


sehari, tidak ada keluhan saat BAB. Tekstur feses lunak, berwarna
kuning tua.
b) Setelah dirawat/sakit
An. E BAB dan BAK menggunakan Pempers. Pempers diganti setiap
pergantian shift atau saat pempers sudah terlihat penuh,
8. Perilaku
a) Sebelum dirawat/sakit
Ibu An. E mengatakan anaknya selalu ceria dan sangat aktif. Setiap diajak
berbicara An. E seperti ingin ikut berbicara. Ibu An. E mengatakan
anaknya bahkan sudah berusaha untuk memiringkan badannya seperti
mau tengkurap.
b) Setelah dirawat/sakit
An. E melihat orang-orang yang akan menghampirinya. Saat kita
memberikan jari tangan, An. E mengangkat tangannya dan
menggenggam jari tangan kita. Jika sedang sendiri An. E biasa
memainkan selang- selang oksigen, selang infus, selang NGT dan
selang-selang lain yang ada di dekatnya. An. E sering menggelengkan
kepala dan menangis jika ada perawat yang mendekatinya.
9. Pengkajian perkembangan
a) Sosial : Ibu An. E mengatakan anaknya dapat berinteraksi
dengan baik dan tidak rewelsaat bertemu orang baru
b) Bahasa : Ibu An. E mengatakan anaknya sering mengatakan
“mmmmm” saat diajak berbicara.
c) Motorik Kasar : Ibu An. E mengatakan anaknya suka
menggerakkan tangan dan kaki
d) Motorik Halus : Ibu An. E mengatakan anaknya suka
menggenggam mainan dan jari apabila disodorkan
10. Hasil pemeriksaan fisik
a) LLA & LP :
b) Kepala : bentuk simetris, kepala bersih, rambut pendek, berwarna
hitam, edema (-), lesi (-)
31

c) Mata: simetris kanan dan kiri, konjungtiva tidak anemis, alat bantu
penglihatan (-), sklera normal, reflek cahaya (+),
d) Telinga: telinga simetris, kemampuan pendengaran baik, edema (-),
lesi (-), serumen (-), penggunaan alat bantu dengar (-)
e) Hidung: secret (+), pernapasan cuping hidung (+), edema (-), lesi (-)
f) Mulut: bibir kering, mukosa lembab, warna pink pucat, secret (+), gigi
tidak ada,
g) Leher: edema (-), pembengkakan kelenjar getah bening (-),
pembengkakan kelenjar tiroid (-), terpasang trakeostomi dan oksigen
1 L/m
h) Dada : simetris, edema (-), ictus cordis tidak tampak, suara napas
ronkhi, penggunaan otot bantu napas (+).
i) Perut: distensi abdomen (-), lesi (-), edema (-), perkusi timpani,
j) Punggung: simetris, pembengkakan (-), lesi (-), nyeri tekan (-)
k) Ekstremitas: lengkap kanan dan kiri, jari-jari tangan lengkap, dapat
menggerakkan tapi sangat lemah dan jarang
l) Kulit dan kuku: kulit putih, kuku sedikit panjang dan bersih
m) Ginekologi: skrotum mengalami pembengkakan,
n) Anorectal: normal, tidak ada masalah
o) Neurology: normal, tidak ada masalah
11. Terapi

Terapi Dosis Rute Pemberian Tanggal

Dexametason 3x1 mg Injeksi 4-7/10/2013

N. Acetylcistein 1 ampul/ 4 jam Nebu 4-7/10/2013

Vip Albumin 3 x 500 mg Oral 4-7/10/2013

Finobibrate 4 x 15 mg Oral 4-7/10/2013

Atorvastatin 3 x 4 mg Oral 4-7/10/2013

Apyalis 2 x 1 cc Oral 4-7/10/2013

Cotrimoxazole 2 x ½ tab Oral 4-7/10/2013


32

12. Masalah Keperawatan


a. Bersihan jalan napas tidak efektif

13. Intervensi
a. Pemeriksaan tanda-tanda vital
1) Tekanan Darah : 106/68 mmHg
2) RR : 63 x/m
3) Nadi : 133 x/m
4) Suhu : 36,4 °C
b. Identifikasi antropometri
1) BB : 5 Kg
2) TB : 60 cm
3) IMT: 13,89 (Kurang)
4) LLA: 7 cm
5) LK : 40 cm
6) LP: 41 cm
c. Melakukan suction, melakukan nebulizer, ganti verban trakeostomi,
memberikan nutrisi (ASI) melalui selang NGT dengan syring pump.
14. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1. Ds: Efusi pleura Bersihan jalan
 napas tidak
Do: Proses peradangan pada efektif
- Dispnea (+) rongga pleura
- pasien tampak gelisah 
- batuk (+) Merangsang sel goblet
- terdapat sputum 
berlebih menghasilkan secret
- bunyi napas ronkhi 
- frekuensi napas Produksi secret berlebih
berubah-ubah setiap 
33

di observasi
- TTV:
- TD: 106/68 mmHg Secret tertahan di
- RR: 63 x/m saluran pernapasan
- HR: 133 x/m 
- S: 36,4 °C Bersihan jalan napas
- SPO2: 97% tidak efektif

DS: -

DO:
- Dispnea (+)
- Penggunaan otot
bantu napas (+)
- Pola napas takipnea
Pola napas tidak
2. - Pernapasan cuping
efektif
hidung (+)
- TTV:
- TD: 106/68 mmHg
- RR: 63 x/m
- HR: 133 x/m
- S: 36,4 °C
- SPO2: 97%
3. Ds: - Penatalaksanaan Risiko infeksi
Do: prosedur invasif
- Terpasang 
trakeostomy sejak Tindakan trakeostomy
tanggal 13/09/2023- 
sekarang Perawatan trakeostomy,
- Suction trakeostomy, Tindakan suction
oral, dan hidung
34

sesuai indikasi trakeostomy


- Terpasang selang 
NGT sejak tanggal Jalan masuk kuman
04/06/2023- sekarang 
- Dispnea (+) Risiko infeksi
- pasien tampak gelisah
- batuk (+)
- terdapat sputum
berlebih
- bunyi napas ronkhi
- frekuensi napas
berubah-ubah setiap
di observasi
- TTV:
- TD: 106/68 mmHg
- RR: 63 x/m
- HR: 133 x/m
- S: 36,4 °C
- SPO2: 97%

C. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
jalan napas
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
(sputum)
3) Resiko infeksi b.d efek prosedur invasif
35

D. Rencana Keperawatan

Tanggal Diagnosa KeperawatanTujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan


4/10/2023 Bersihan jalan napas Setelah diberikan intervensiManajemen Jalan Napas
tidak efektif keperawatan diharapkan (I.010111)
berhubungan dengan bersihan jalan napas
sekresi yang meningkat dengan Observasi :
tertahan (D.0001) kriteria hasil : 1.Monitor pola napas
- Dypsnea menurun 2.Identifikasi bunyi napas
- Gelisah menurun tambahan
- Frekuensi napas 3.Monitor Sputum

membaik
- Produksi sputum Terapeutik

menurun 1.Pertahankan kepatenan

- Pola napas jalan napas

membaik 2.Posisikan pasien semi

(L.01001) fowler/fowler
3.Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
4.Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik
5.Berikan oksigen, jika
perlu

Edukasi
1. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi

Kolaborasi
1.Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
36

04/10/2023 Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi (I.1014)
efektif keperawatan diharapkan

berhubungan pola nafas membaik Observasi:


dengan kriteria hasil : 1. Monitor frekuensi,
dengan hambatan
(pola nafas L.01004) irama, kedalamam, dan
upaya napas
1. Frekuensi nafas upaya nafas
(D.0005)
dalam rentang 2. Monitor kemampuan
normal baruk Efektif
2. Tidak ada 3. Monitor pola nafas
pengguanaan otot 4. Monitor adanya sputum
bantu pernafasan 5. Monitor adanya
3. Pasien tidak sumbatan jalan nafas
menunjukkan tanda 6. Auskultasi suara nafas
dipsnea Monitor saturasi oksigen
7. Monitor AGD
Terapeutik:
1. Atur interval
pemantauan dan
prosedur pemantauan
2. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan
04/10/2023 Resiko infeksi b.dSetelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi
efek prosedur keperawatan 2x8 jam Observasi:
invasif glukosa derajat infeksi
4. Monitor tanda gejala
menurun dengan kriteria infeksi lokal dan
hasil: sistemik
1. Demem menurun
Terapeutik
2. Kemerahan menurun 1. Batasi jumlah
3. Nyeri menurun pengunjung
2. Cuci tangan sebelum
4. Bengkak menurun dan sesudah kontak
37

5. Kadar sel darah putih dengan pasien dan


lingkungan pasien
membaik
3. Pertahankan teknik
aseptik pada pasien
berisiko tinggi

Edukasi

1. Jelaskan tanda dan


gejala infeksi
2. Ajarkan cara
memeriksa luka
3. Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian imunisasi,


Jika perlu

E. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Tanggal/ Diagnosa keperawatanImplementasi keperawatan Evaluasi keperawatan


jam
4/10/2023 Bersihan jalan napas Manajemen Jalan Napas S:-
tidak efektif (I.010111) O:
berhubungan dengan - Memonitor pola - Slem (+) trakeostomy,
sekresi yang napas nasal dan oral
tertahan (D.0001) - Mengidentifikasi - Slem berwarna putih
Ds: bunyi napas kental dan suction sesuai
tambahan indikasi
Do: - Memonitor Sputum - Auskultasi bunyi napas
- Dispnea (+) - Mempertahankan ronki
- pasien tampak kepatenan jalan - Retraksi dinding dada
gelisah napas minimal
- batuk (+) - Memposisikan - Pasien tidur dengan semi
- terdapat sputum pasien semi fowler
berlebih fowler/fowler - Dispnea (+)
- bunyi napas - Melakukan - Pernafasan takipnea
38

ronkhi fisioterapi dada - Tanda-tanda vital :


- frekuensi napas - Melakukan TD : 116/58 mmHg
berubah-ubah penghisapan lender HR : 120 ˣ/menit
setiap di kurang dari 15 detik T : 36,0 °C
observasi - Memberikan RR : 58 ˣ/menit
- TTV: oksigen
- TD: 106/68 - Memberikan asupan A:
mmHg cairan sesuai - Masalah belum teratasi
- RR: 63 x/m kebutuhan (bersihan jalan napas tidak
- HR: 133 x/m - Mengkolaborasikan efektif)
- S: 36,4 °C pemberian
- SPO2: 97% bronkodilator, P:
ekspektoran, Intervensi dilanjutkan
mukolitik, jika perlu dengan :
- Memonitor pola napas
- Mengidentifikasi bunyi
napas tambahan
- Memonitor Sputum
- Mempertahankan
kepatenan jalan napas
- Memposisikan pasien
semi fowler/fowler
- Melakukan fisioterapi
dada
- Melakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik
- Memberikan oksigen
- Memberikan asupan
cairan sesuai kebutuhan
- Mengkolaborasikan
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
39

jika perlu
Pola napas tidak Pemantauan respirasi S:-
efektif (I.1014)

berhubungan O:
- Memonitor frekuensi, - Dispnea (+)
dengan hambatan
irama, kedalamam, - Penggunaan otot bantu
upaya napas
dan upaya nafas napas (+)
(D.0005)
- Memonitor - Kemampuan batuk
kemampuan batuk
efektif (-)
DS: - Efektif
- Pola napas takipnea
- Memonitor pola nafas
- Sputum (+), berwarna
DO: - Memonitor adanya
putih kental, bau (-)
sputum
- Dispnea (+) - Pernapasan cuping
- Memonitor adanya
- Penggunaan hidung (+)
sumbatan jalan nafas
otot bantu - TTV:
- Auskultasi suara
napas (+) - TD: 95/56 mmHg
nafas
- Pola napas - RR: 54 x/m
- Memonitor saturasi
takipnea - HR: 124 x/m
oksigen
- Pernapasan - S: 36,4 °C
cuping hidung - SPO2: 100%
(+)
- TTV: A: Masalah belum teratasi
- TD: 106/68
mmHg P; Lanjutkan Intervensi
- RR: 63 x/m - Memonitor frekuensi,
- HR: 133 irama, kedalamam, dan
x/m upaya nafas
- S: 36,4 °C - Memonitor kemampuan

- SPO2: 97% batuk Efektif


- Memonitor pola nafas
- Memonitor adanya
sputum
- Memonitor adanya
40

sumbatan jalan nafas


- Memonitor saturasi
oksigen
Resiko infeksi b.d Pencegahan infeksi S:-
efek prosedur 1. Memonitor O:
invasive tanda gejala - Terpasang trakeostomy
infeksi lokal dan
sistemik - Ps. Dilakukan perawatan
2. Membatasi trakeostomy
jumlah
- Ps. Dilakukan Tindakan
pengunjung
3. Mencuci tangan Suction trakeostomy,
sebelum dan oral, dan hidung sesuai
sesudah kontak
dengan pasien indikasi
dan lingkungan - Terpasang selang NGT
pasien
4. Mempertahanka - Dispnea (+)
n teknik aseptik - pasien tampak gelisah
pada pasien
berisiko tinggi - batuk (+)
5. Menjelaskan - terdapat sputum berlebih
tanda dan gejala
infeksi - bunyi napas ronkhi
6. Menganjurkan - frekuensi napas berubah-
meningkatkan
asupan caira ubah setiap di observasi
7. Mengkolaborasi - Tanda-tanda vital :
kan pemberian
imunisasi, Jika TD : 116/58 mmHg
perlu HR : 120 ˣ/menit
T : 36,0 °C
RR : 58 ˣ/menit

A: Masalah belum teratasi


(resiko infeksi)

P: Intervensi dilanjutkan
1. Memonitor tanda
gejala infeksi lokal
dan sistemik
2. Membatasi jumlah
pengunjung
3. Mencuci tangan
41

sebelum dan
sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
4. Mempertahankan
teknik aseptik pada
pasien berisiko
tinggi
5. Menjelaskan tanda
dan gejala infeksi
6. Menganjurkan
meningkatkan
asupan caira
7. Mengkolaborasikan
pemberian
imunisasi, Jika
perlu

5/4/2023 Bersihan jalan napas Manajemen jalan napas S:-


tidak efektif (I.010111) O:
berhubungan dengan - Memonitor pola - Pasien terlihat gelisah
sekresi yang napas - Slem (+) trakeostomy,
tertahan (D.0001) - Mengidentifikasi nasal dan oral
DS: bunyi napas - Slem berwarna putih
DO: tambahan kental dan suction sesuai
- Dispnea (+) - Memonitor Sputum indikasi
- pasien tampak - Mempertahankan - Auskultasi bunyi napas
gelisah kepatenan jalan ronki
- batuk (+) napas - Retraksi dinding dada
- terdapat sputum - Memposisikan minimal
berlebih pasien semi - Pasien tidur dengan semi
- bunyi napas fowler/fowler fowler
ronkhi - Melakukan - Dispnea (+)
- frekuensi napas fisioterapi dada - Pernafasan takipnea
berubah-ubah - Melakukan - Tanda-tanda vital :
setiap di penghisapan lender TD : 110/58 mmHg
observasi kurang dari 15 detik HR : 123 ˣ/menit
- TTV: - Memberikan T : 36,3 °C
- TD: 106/68 oksigen RR : 54 ˣ/menit
- Memberikan asupan
42

mmHg cairan sesuai


- RR: 63 x/m kebutuhan A:
- HR: 133 x/m - Mengkolaborasikan - Masalah belum teratasi
- S: 36,4 °C pemberian (bersihan jalan napas tidak
- SPO2: 97% bronkodilator, efektif)
ekspektoran,
mukolitik, jika perluP :
Intervensi dilanjutkan
dengan :
- Memonitor pola napas
- Mengidentifikasi bunyi
napas tambahan
- Memonitor Sputum
- Mempertahankan
kepatenan jalan napas
- Memposisikan pasien
semi fowler/fowler
- Melakukan fisioterapi
dada
- Melakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik
- Memberikan oksigen
- Memberikan asupan
cairan sesuai kebutuhan
- Mengkolaborasikan
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
Pola napas tidak - Memonitor pola nafas
S:-
efektif - Memonitor frekuensi,
berhubungan irama, kedalamam, O:

dengan hambatan dan upaya nafas - Dispnea (+)


- Memonitor adanya - Penggunaan otot bantu
43

upaya napas sumbatan jalan nafas napas (+)


(D.0005) - Memonitor - Kemampuan batuk
kemampuan batuk efektif (-)
DS: -
Efektif - Pola napas takipnea
DO:
- Memonitor adanya
- Sputum (+), berwarna
- Dispnea (+)
sputum
putih kental, bau (-)
- Penggunaan - Memonitor saturasi
- Pernapasan cuping
otot bantu oksigen
hidung (+)
napas (+)
- TTV:
- Kemampuan
- TD: 108/65 mmHg
batuk efektif (-)
- RR: 48 x/m
- Pola napas
- HR: 136 x/m
takipnea
- S: 36,6 °C
- Sputum (+),
- SPO2: 98%
berwarna putih
kental, bau (-)
- Pernapasan A: Masalah belum teratasi

cuping hidung
(+) P; Lanjutkan Intervensi

- TTV: - Memonitor frekuensi,


irama, kedalamam, dan
- TD: 95/56
upaya nafas
mmHg
- Memonitor kemampuan
- RR: 54 x/m
batuk Efektif
- HR: 124
- Memonitor pola nafas
x/m
- Memonitor adanya
- S: 36,4 °C
sputum
- SPO2: - Memonitor adanya
100% sumbatan jalan nafas
- Memonitor saturasi
oksigen
Resiko infeksi b.d Pencegahan infeksi S:-
efek prosedur 1. Memonitor O:
tanda gejala - Terpasang trakeostomy
infeksi lokal dan
44

invasive sistemik - Ps. Dilakukan perawatan


2. Membatasi
trakeostomy
jumlah
pengunjung - Ps. Dilakukan Tindakan
3. Mencuci tangan Suction trakeostomy,
sebelum dan
sesudah kontak oral, dan hidung sesuai
dengan pasien indikasi
dan lingkungan
pasien - Terpasang selang NGT
4. Mempertahanka - Dispnea (+)
n teknik aseptik
pada pasien - pasien tampak gelisah
berisiko tinggi - batuk (+)
5. Menjelaskan
tanda dan gejala - terdapat sputum berlebih
infeksi - bunyi napas ronkhi
6. Menganjurkan
meningkatkan - frekuensi napas berubah-
asupan caira ubah setiap di observasi
7. Mengkolaborasi
- Tanda-tanda vital :
kan pemberian
imunisasi, Jika TD : 110/58 mmHg
perlu
HR : 123 ˣ/menit
T : 36,3 °C
RR : 54 ˣ/menit

A: Masalah belum teratasi


(resiko infeksi)

P: Intervensi dilanjutkan
1. Memonitor tanda
gejala infeksi lokal
dan sistemik
2. Membatasi jumlah
pengunjung
3. Mencuci tangan
sebelum dan
sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
4. Mempertahankan
45

teknik aseptik pada


pasien berisiko
tinggi
5. Menjelaskan tanda
dan gejala infeksi
6. Menganjurkan
meningkatkan
asupan caira
7. Mengkolaborasikan
pemberian
imunisasi, Jika
perlu

06/10/2022 Bersihan jalan napas Manajemen jalan napas S:-


tidak efektif (I.010111) O:
berhubungan dengan - Memonitor pola - Pasien terlihat gelisah,
sekresi yang napas menangis
tertahan (D.0001) - Mengidentifikasi - Slem (+) trakeostomy,
DS: bunyi napas nasal dan oral
DO: tambahan - Slem berwarna putih
- Dispnea (+) - Memonitor Sputum kental dan suction sesuai
- pasien tampak - Mempertahankan indikasi
gelisah kepatenan jalan - Auskultasi bunyi napas
- batuk (+) napas ronki
- terdapat sputum - Memposisikan - Retraksi dinding dada
berlebih pasien semi minimal
- bunyi napas fowler/fowler - Pasien tidur dengan semi
ronkhi - Melakukan fowler
- frekuensi napas fisioterapi dada - Dispnea (+)
berubah-ubah - Melakukan - Pernafasan takipnea
setiap di penghisapan lender - Tanda-tanda vital :
observasi kurang dari 15 detik TD : 112/62 mmHg
- TTV: - Memberikan HR : 125 ˣ/menit
- TD: 106/68 oksigen T : 36,1 °C
- Memberikan asupan
46

mmHg cairan sesuai RR : 57 ˣ/menit


- RR: 63 x/m kebutuhan
- HR: 133 x/m - Mengkolaborasikan A:
- S: 36,4 °C pemberian - Masalah belum teratasi
- SPO2: 97% bronkodilator, (bersihan jalan napas tidak
ekspektoran, efektif)
mukolitik, jika perlu
P:
Intervensi dilanjutkan
dengan :
- Memonitor pola napas
- Mengidentifikasi bunyi
napas tambahan
- Memonitor Sputum
- Mempertahankan
kepatenan jalan napas
- Memposisikan pasien
semi fowler/fowler
- Melakukan fisioterapi
dada
- Melakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik
- Memberikan oksigen
- Memberikan asupan
cairan sesuai kebutuhan
- Mengkolaborasikan
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
Pola napas tidak - Memonitor pola nafas
S:-
efektif - Memonitor frekuensi,
berhubungan irama, kedalamam, O:
dan upaya nafas
47

dengan hambatan - Memonitor saturasi - Dispnea (+)


upaya napas oksigen - Penggunaan otot bantu
(D.0005) - Memonitor adanya napas (+)
sumbatan jalan nafas - Kemampuan batuk
DS: -
- Memonitor
efektif (-)
DO:
kemampuan batuk
- Pola napas takipnea
- Dispnea (+) Efektif
- Sputum (+), berwarna
- Penggunaan - Memonitor adanya
putih kental, bau (-)
otot bantu sputum
- Pernapasan cuping
napas (+)
hidung (+)
- Kemampuan
- TTV:
batuk efektif (-)
- TD: 93/42 mmHg
- Pola napas
- RR: 47 x/m
takipnea
- HR: 143 x/m
- Sputum (+),
- S: 36,6 °C
berwarna putih
kental, bau (-) - SPO2: 94%

- Pernapasan
cuping hidung A: Masalah belum teratasi

(+)
- TTV: P; Lanjutkan Intervensi

- TD: 108/65 - Memonitor frekuensi,


irama, kedalamam, dan
mmHg
upaya nafas
- RR: 48 x/m
- Memonitor kemampuan
- HR: 136
batuk Efektif
x/m
- Memonitor pola nafas
- S: 36,6 °C
- Memonitor adanya
- SPO2: 98%
sputum
- Memonitor adanya
sumbatan jalan nafas
- Memonitor saturasi
oksigen
Resiko infeksi b.d Pencegahan infeksi S:-
48

efek prosedur 1. Memonitor O:


tanda gejala
invasive - Terpasang trakeostomy
infeksi lokal dan
sistemik - Ps. Dilakukan perawatan
Ds: -
2. Membatasi trakeostomy
Do: jumlah
pengunjung - Ps. Dilakukan Tindakan
- Terpasang
3. Mencuci tangan Suction trakeostomy,
trakeostomy sebelum dan
sesudah kontak oral, dan hidung sesuai
sejak tanggal
dengan pasien indikasi
13/09/2023- dan lingkungan
- Terpasang selang NGT
sekarang pasien
4. Mempertahanka - Dispnea (+)
- Suction
n teknik aseptik
- pasien tampak gelisah
trakeostomy, pada pasien
berisiko tinggi - batuk (+)
oral, dan hidung
5. Menjelaskan
sesuai indikasi - terdapat sputum berlebih
tanda dan gejala
- Terpasang infeksi - bunyi napas ronkhi
6. Menganjurkan
selang NGT - frekuensi napas berubah-
meningkatkan
sejak tanggal asupan caira ubah setiap di observasi
7. Mengkolaborasi
04/06/2023- - Tanda-tanda vital :
kan pemberian
sekarang imunisasi, Jika TD : 112/62 mmHg
perlu HR : 125 ˣ/menit
- Dispnea (+)
-
- pasien tampak T : 36,1 °C
gelisah RR : 57 ˣ/menit
- batuk (+)
- terdapat sputum A: Masalah belum teratasi

berlebih (resiko infeksi)

- bunyi napas
ronkhi P: Intervensi dilanjutkan
1. Memonitor tanda
- frekuensi napas
gejala infeksi lokal
berubah-ubah dan sistemik
setiap di 2. Membatasi jumlah
pengunjung
observasi 3. Mencuci tangan
- TTV: sebelum dan
sesudah kontak
- TD: 106/68 dengan pasien dan
mmHg lingkungan pasien
4. Mempertahankan
teknik aseptik pada
49

- RR: 63 x/m pasien berisiko


tinggi
- HR: 133 x/m
5. Menjelaskan tanda
- S: 36,4 °C dan gejala infeksi
- SPO2: 97% 6. Menganjurkan
meningkatkan
asupan caira
7. Mengkolaborasikan
pemberian
imunisasi, Jika
perlu

07/10/2023 Bersihan jalan napas Manajemen jalan napas S:-


tidak efektif (I.010111) O:
berhubungan dengan - Memonitor pola - Pasien terlihat gelisah,
sekresi yang napas menangis
tertahan (D.0001) - Mengidentifikasi - Slem (+) trakeostomy,
Ds: bunyi napas nasal dan oral
tambahan - Slem berwarna putih
Do: - Memonitor Sputum kental dan suction sesuai
- Dispnea (+) - Mempertahankan indikasi
- pasien tampak kepatenan jalan - Auskultasi bunyi napas
gelisah napas ronki
- batuk (+) - Memposisikan - Retraksi dinding dada
- terdapat sputum pasien semi minimal
berlebih fowler/fowler - Pasien tidur dengan semi
- bunyi napas - Melakukan fowler
ronkhi fisioterapi dada - Dispnea (+)
- frekuensi napas - Melakukan - Pernafasan takipnea
berubah-ubah penghisapan lender - Tanda-tanda vital :
setiap di kurang dari 15 detik TD : 125/62 mmHg
observasi - Memberikan HR : 130 ˣ/menit
- TTV: oksigen T : 36,3 °C
- TD: 106/68 - Memberikan asupan RR : 62 ˣ/menit
mmHg cairan sesuai
- RR: 63 x/m kebutuhan A:
- HR: 133 x/m - Mengkolaborasikan - Masalah belum teratasi
- S: 36,4 °C pemberian (bersihan jalan napas tidak
50

- SPO2: 97% bronkodilator, efektif)


ekspektoran,
mukolitik, jika perluP :
Intervensi dilanjutkan
dengan :
- Memonitor pola napas
- Mengidentifikasi bunyi
napas tambahan
- Memonitor Sputum
- Mempertahankan
kepatenan jalan napas
- Memposisikan pasien
semi fowler/fowler
- Melakukan fisioterapi
dada
- Melakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik
- Memberikan oksigen
- Memberikan asupan
cairan sesuai kebutuhan
- Mengkolaborasikan
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu

Pola napas tidak - Memonitor pola nafas


S:-
efektif - Memonitor frekuensi,
berhubungan irama, kedalamam, O:

dengan hambatan dan upaya nafas - Dispnea (+)


- Memonitor saturasi - Penggunaan otot bantu
upaya napas
oksigen napas (+)
(D.0005)
- Memonitor adanya - Kemampuan batuk
51

DS: - sumbatan jalan nafas efektif (-)


DO: - Memonitor - Pola napas takipnea
- Dispnea (+) kemampuan batuk - Sputum (+), berwarna
- Penggunaan efektif putih kental, bau (-)
otot bantu - Memonitor adanya - Pernapasan cuping
napas (+) sputum
hidung (+)
- Kemampuan - TTV:
batuk efektif (-) - TD: 111/62 mmHg
- Pola napas - RR: 68 x/m
takipnea - HR: 140 x/m
- Sputum (+), - S: 36,6 °C
berwarna putih - SPO2: 92%
kental, bau (-)
- Pernapasan
A: Masalah belum teratasi
cuping hidung
(+)
P; Lanjutkan Intervensi
- TTV: - Memonitor frekuensi,
- TD: 93/42 irama, kedalamam, dan
mmHg upaya nafas
- RR: 47 x/m - Memonitor kemampuan
- HR: 143 batuk Efektif
x/m - Memonitor pola nafas

- S: 36,6 °C - Memonitor adanya

- SPO2: 94% sputum


- Memonitor adanya
sumbatan jalan nafas
- Memonitor saturasi
oksigen
Resiko infeksi b.d Pencegahan infeksi S:-
efek prosedur 1. Memonitor O:
invasive tanda gejala - Terpasang trakeostomy
infeksi lokal dan
sistemik - Ps. Dilakukan perawatan
Ds: -
2. Membatasi trakeostomy
Do: jumlah
52

- Terpasang pengunjung - Ps. Dilakukan Tindakan


3. Mencuci tangan
trakeostomy Suction trakeostomy,
sebelum dan
sejak tanggal sesudah kontak oral, dan hidung sesuai
13/09/2023- dengan pasien indikasi
dan lingkungan
sekarang pasien - Terpasang selang NGT
- Suction 4. Mempertahanka - Dispnea (+)
n teknik aseptik
trakeostomy, pada pasien - pasien tampak gelisah
oral, dan hidung berisiko tinggi - batuk (+)
5. Menjelaskan
sesuai indikasi
tanda dan gejala - terdapat sputum berlebih
- Terpasang infeksi - bunyi napas ronkhi
selang NGT 6. Menganjurkan
meningkatkan - frekuensi napas berubah-
sejak tanggal asupan caira ubah setiap di observasi
04/06/2023- 7. Mengkolaborasi
kan pemberian - Tanda-tanda vital :
sekarang
imunisasi, Jika TD : 125/62 mmHg
- Dispnea (+) perlu
HR : 130 ˣ/menit
- pasien tampak
T : 36,3 °C
gelisah
RR : 62 ˣ/menit
- batuk (+)
- terdapat sputum A: Masalah belum teratasi
berlebih (resiko infeksi)
- bunyi napas P: Intervensi dilanjutkan
ronkhi 1. Memonitor tanda
- frekuensi napas gejala infeksi lokal
dan sistemik
berubah-ubah 2. Membatasi jumlah
setiap di pengunjung
3. Mencuci tangan
observasi
sebelum dan
- TTV: sesudah kontak
dengan pasien dan
- TD: 106/68
lingkungan pasien
mmHg 4. Mempertahankan
- RR: 63 x/m teknik aseptik pada
pasien berisiko
- HR: 133 x/m tinggi
- S: 36,4 °C 5. Menjelaskan tanda
dan gejala infeksi
- SPO2: 97%
6. Menganjurkan
meningkatkan
asupan caira
53

7. Mengkolaborasikan
pemberian
imunisasi, Jika
perlu

G. Evidance Best Practice

JUDUL INTERVENSI MANAJEMEN JALAN NAPAS PADA PASIEN DENGAN


BERSIHAN JALAN NAPAS TIDAK EFEKTIF : STUDI KASUS

VOLUME Vol.2, No.7 Juli 2023 ejournal.nusantaraglobal.ac.id/index.php/sentri

TAHUN 2023
PENULIS Lia Ustami1, Furkon Nurhakim

RIVIEWER Dian Tiara, S.Kep, Riska noviani, S.Kep


TANGGAL 4 Oktober 2023
TUJUAN Untuk mengetahui tindakan keperawatan yang dapat dilakukan untuk
PENELITIAN mengatasi gejala efusi pleura yaitu dengan intervensi manajemen jalan
napas.
METODE Desain penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan
PENELITIAN proses keperawatan yang terdiri dari tahapan pengkajian keperawatan, analisis
perumusan masalah & diagnosis keperawatan, intervensi, implementasi,
evaluasi serta dokumentasi keperawatan. Pengumpulan data dilakukan melalui
observasi dan wawancara kepada pasien dan keluarga, kemudian dilengkapi
dengan melakukan pemeriksaan fisik kepada pasien. Instrumen pengkajian
menggunakan kuesioner pengkajian pasien medikal bedah dari Fakultas
Keperawatan Universitas Padjadjaran. Impelementasi keperawatan dilakukan
selama 5 jam pada setiap harinya selama 3 hari perawatan
SAMPEL Pasien bernama Ny.U, kelamin perempuan, usia pasien 57 tahun. Pasien di
diagnosa medis mengalami efusi pleura. Pasien mengeluh sesak napas. Sesak
yang dirasakan seperti ditimpa beban berat, sesak memburuk saat sedang
melakukan aktivitas dan berkurang ketika posisi setengah duduk.

HASIL Hasil studi kasus menunjukan perbaikan dengan signifikan dilihat dari status
PENELITIAN pernapasan 19x/menit, saturasi oksigen 100%, tidak dispnea, tidak ada
penggunaan otot bantu pernapasan, tidak ada ronchi, pasien mengeluh sesak
berkurang dan belum mampu batuk. Analisa masalah keperawatan pada studi
kasus ini teratasi sebagian. Planning selanjutnya adalah latihan batuk efektif
serta manajemen jalan napas lainnya sesuai dengan indikasi

Link jurnal https://ejournal.nusantaraglobal.ac.id/index.php/sentri/article/view/1176


54
BAB IV
PEMBAHASAN

H. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Adapun
pengkajian kasus pada An. E didapatkan data TD: 106/68 mmHg, RR: 63
x/m, HR: 133 x/m, T: 36,4 °C, BB: 5 Kg, TB :60 cm, IMT:, LLA: 7 cm,
LK: 40 cm, LP: 41 cm
Dari pengkajian yang penulis lakukan An. E mengalami masalah
kesehatan berupa dispnea, pasien tampak gelisah, batuk,, terdapat sputum
berlebih, bunyi napas ronkhi. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Khairani dkk,
(2012) Efusi menunjukkan tanda dan gejala yaitu sesak nafas, bunyi pekak
atau datar saat perkusi di area yang berisi cairan, bunyi nafas minimal atau
tidak terdengar dan pergeseran trachea menjauhi tempat yang sakit. Umunya
pasien datang dengan gejala sesak nafas, nyeri dada, batuk dan demam. Pada
pemeriksaan fisik dapat di temukan abnormalitas dengan bunyi redup pada
perkusi, penurunan fremitus pada palpasi, dan penurunan bunyi napas pada
auskultasi paru bila cairan efusi sudah melebihi 300 ml. Foto toraks dapat di
gunakan untuk mengkonfirmasi terjadinya efusi pleura.

I. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang,
keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang aktual atau potensial (Hidayat, 2001). Adapun diagnosa
keperawatan yang ditemukan pada tinjauan kasus pada pasien anak dengan
dengan efusi pleura adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan (D.0001)
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
(sputum) (D.0005)

55
56

3. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive (D.0142)


Diagnosa keperawatan yang penulis dapatkan pada tinjauan teoritis
dan tinjauan kasus yaitu diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif, pola
napas tidak efektif dan resiko infeksi
J. Perencanaan
Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, menetapkan pemecahan
masalah, dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengatasi masalah
pasien (Hidayat, 2001). Setelah penulis menemukan diagnosa keperawatan
yang muncul pada kasus, maka penulis menemukan rencana asuhan
keperawatan sesuai prioritas masalah yang dialami pasien. Pada diagnosa
bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan,
bertujuan agar dypsnea menurun, gelisah menurun, frekuensi napas membaik,
produksi sputum menurun dan pola napas membaik.
Rencana keperawatan yang mungkin dapat dilaksanakan adalah monitor
pola napas, identifikasi bunyi napas tambahan, monitor sputum pertahankan
kepatenan jalan napas, posisikan pasien semi fowler/fowler , lakukan fisioterapi
dada, jika perlu, akukan penghisapan lender kurang dari 15 detik, berikan oksigen,
jika perlu, anjurkan asupan cairan sesuai kebutuhan dan kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

K. Implementasi
Pelaksanaan/implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik (iyer et al, 1996 dalam buku Hidayat, 2001).
Adapun implementasi yang diberikan adalah sebagai berikut: Pada diagnosa
bersihan jalan napas tidak efektif yaitu memonitor pola napas, mengidentifikasi
bunyi napas tambahan, memonitor sputum, mempertahankan kepatenan jalan napas,
memposisikan pasien semi fowler/fowler, melakukan fisioterapi dada, melakukan
penghisapan lender kurang dari 15 detik, memberikan oksigen, memberikan asupan
cairan sesuai kebutuhandan engkolaborasikan pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

L. Evaluasi
57

Evaluasi adalah tahapan terakhir akhir dari proses keperawatan.


Evaluasi menvediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi vang
telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hail yang telah dibuat
pada tahap perencanaan (Hidayat, 2001).
Setelah penulis melakukan tindakan keperawatan maka langkah terakhir
dari proses keperawatan adalah mengevaluasi sejauhmana tindakan-tindakan
yang telah diberikan pada pasien berhasil atau tidak. Hal ini ditunjang oleh
adanya kerjasama yang efektif antara tenaga kesehatan dan keluarga dalam
fasilitas dan sarana kesehatan. Adanya keberhasilan tersebut dapat dilihat dari
evaluasi yang telah dicapai antara lain hasil evaluasi pada kedua masalah
keperawatan tersebut yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif.
Pada evaluasi, masalah pada bersihan jalan napas keperawatan belum
teratasi sehingga diperlukannya intervensi lanjutan. Pada diagnosa bersihan
jalan nafas rencana selanjutnya adalah dengan tetap mempertahankan
implementasi yaitu memonitor pola napas, mengidentifikasi bunyi napas
tambahan, memonitor sputum, mempertahankan kepatenan jalan napas,
memposisikan pasien semi fowler/fowler, melakukan fisioterapi dada, melakukan
penghisapan lender kurang dari 15 detik, memberikan oksigen, memberikan asupan
cairan sesuai kebutuhandan engkolaborasikan pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada An. E
di RSUD Arifin Achmad ruangan PICU pada tanggal 4-7 Oktober 2023 dapat
disimpulkan:
1. Pengkajian asuhan keperawatan pada pasien anak dengan diagnosa Efusi
Pleura di RSUD Arifin Achmad ruangan PICU dapat dilakukan dengan
baik dan tidak mengalami kesulitan dalam mengumpulkan data.
2. Pada diagnosa asuhan keperawatan pada pasien anak dengan diagnosa
ISPA di RSUD Arifin Achmad ruangan PICU dengan 1 diagnosa pada
tinjauan kasus.
3. Pada perencanaan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan diagnosa
Efusi Pleura di RSUD Arifin Achmad ruangan PICU semua perencanaan
dapat diterapkan pada tinjauan kasus.
4. Evaluasi pada pasien anak dengan diagnosa Efusi Pleura masalah belum
teratasi dan intervensi dilanjutkan.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan bagi mahasiswa agar dapat mencari informasi dan
memperluas wawasan mengenai anak dengan diagnosa penyakit Efusi
Pleura karena dengan adanya pengetahuan dan wawasan yang luas
mahasiswa akan mampu mengembangkan diri dalam masyarakat dan
memberikan pendidikan kesehatan bagi masyarakat mengenai masalah
kesehatan yang mungkin terjadi pada anak dengan diagnosa penyakit Efusi
Pleura.
2. Bagi Puskesmas
Bagi institusi pelayanan kesehatan, memberikan pelayanan dan
mempertahankan hubungan kerja yang baik antara tim kesehatan dan
pasien yang ditujukan untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan yang
optimal.

58
DATAR PUSTAKA

Arif Muttaqin. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Brunner & Suddarth.(2016).Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8.jakarta:EGC
Dugdale, D.C. (2014). Pleural efussion: US international Library of Medicine
National Institute of Health.
E Doenges Marilynn dkk, 1999.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Buku
kedoktteran EGC
Haugen, N & Galura, S.J. (2012).Ulrich & Canale's Nursing Care Planning Guides
(7th Ed).
Irianto, K. (2014). Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Alfabeta.
Juall Lynda, 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Buku kedokteran
EGC
Kasiati, & Ni Wayan Dwi Rosmalawati. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia
I.Pusdik SDM Kesehatan.
Morton dkk. (2012). Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.
Morton. (2012). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 dan 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
Nair, M., & Peate, I. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan Edisi 2. Jakarta:
Bumi Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi refisi jilid 1 2015.
Jakarta: Media Action Publishing.
PHILIP ENG Respiratori medical clinic. (2017).

Millard, J., & Pepper, M. S. (2021). A covid-19 vaccine: Big strides come with big
challenges. Vaccines, 9(1), 1–14. https://doi.org/10.3390/vaccines9010039
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Wartonah, 2006. Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan. Jakarta


salemba medika

59
60

Widyastika, & Kadek, F. (2021). Asuhan Keperawatan Kedaruratan Pola Nafas


Pada Pasien Dengan Efusi Pleura Masif Di IGD RSUP Sanglah.

Anda mungkin juga menyukai