Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
Disusun Oleh :
NIM
: P11 066
Program Studi
: DIII Keperawatan
Judul
: PEMBERIAN
PENURUNAN
POSISI
SEMI
SESAK
FOWLER
NAFAS
PADA
TERHADAP
ASUHAN
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
NIM
: P11 066
Program Studi
: DIII Keperawatan
Judul
: PEMBERIAN
POSISI
PENURUNAN
SEMI
SESAK
FOWLER
NAFAS
TERHADAP
PADA
ASUHAN
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di :
Hari/Tanggal :
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama
: Anastasia Indah Febraska
NIM
: P11 066
Program Studi
: DIII Keperawatan
Judul
: PEMBERIAN
POSISI
PENURUNAN
SEMI
SESAK
FOWLER
NAFAS
TERHADAP
PADA
ASUHAN
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di :
Hari/Tanggal :
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep
NIK. 200680021
Penguji 1
: Meri Oktariani, S.Kep.,Ns., M.Kep
NIK. 200981037
Penguji 2
: Joko Kismanto, S.Kep., Ns.
NIK. 200670020
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan
STIKES Kusuma Husada Surakarta
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan Judul PEMBERIAN POSISI SEMI FOWLER TERHADAP
PENURUNAN SESAK NAFAS PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. A
DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI BANGSAL
MAWAR 1 RSUD KARANGANYAR.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1. Ibu Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi
DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat
menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta dan selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing dengan cermat, memberikan
masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta
memfasilitasi demi sempurnanya laporan karya tulis ilmiah.
2. Ibu Meri Oktariani, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program
Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat
menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta dan selaku dosen
penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukanmasukan, inspirasi, perasaan nyaman dan bimbingan serta menfasilitasi
demi sempurnanya laporan karya tulis ilmiah.
3. Bapak Joko Kismanto, S.Kep.,Ns., selaku dosen penguji yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dan bimbingan serta menfasilitasi demi sempurnanya
laporan karya tulis ilmiah.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................
iii
iv
vii
ix
xi
BAB 1
BAB II
BAB III
BAB IV
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................
TINJAUAN TEORI
A. Sistem Pernafasan ..................................................................
17
19
LAPORAN KASUS
A. Pengkajian ..............................................................................
22
29
30
30
33
36
PEMBAHASAN
A. Pengkajian .............................................................................
vii
37
BAB V
44
48
51
54
58
B. Saran .......................................................................................
61
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
10
Gambar 2.2
19
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
16
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Pendelegasian pasien
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lembar konsul
Lampiran 4.
Asuhan keperawatan
Lampiran 5.
Jurnal
xi
BAB I
PENDAHULUAN
akut
mengi,
yaitu
bertambahnya
bertambahnya
batuk
sesak
disertai
nafas,
kadang-kandang
peningkatan
sputum
disebabkan
oleh
infeksi
mukosa
trakheobronkial,
terutama
kondisinya sedang sesak nafas, dengan yang sudah posisi semi fowler 1 orang
dan yang belum posisi semi fowler 2 orang. Dari hasil wawancara, 2 dari 5
perawat belum mengetahui patofisiologi posisi
menurunkan sesak nafas pada pasien PPOK tetapi perawat sudah melakukan
tindakan pemberian posisi semi fowler tersebut pada setiap penderita dengan
sesak nafas.
Salah satu pasien yang sesak nafas tersebut adalah Tn. A dengan
diagnosa PPOK, serta saat penulis mengkaji data didapatkan hasil bahwa Tn.
A sesak nafas dengan terpasang oksigen dua liter per menit tanpa diberikan
posisi semi fowler, dan setelah ditanya pasien mengatakan masih merasa
sesak nafas.
Sehubung dengan adanya masalah diatas, penulis tertarik untuk
menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan aplikasi riset yang berjudul Pemberian
Posisi Semi Fowler Terhadap Penurunan Sesak Nafas pada Asuhan
Keperawatan Tn. A dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di
Bangsal Mawar 1 RSUD Karanganyar.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melaporkan hasil pemberian posisi semi fowler terhadap penurunan sesak
nafas pada Tn. A dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di
Bangsal Mawar 1 RSUD Karanganyar.
2. Tujuan Khusus
a.
b.
c.
d.
e.
f.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Profesi Keperawatan
a. Agar dapat mengaplikasikan teori keperawatan tentang pemberian
posisi semi fowler pada pasien sesak nafas ke dalam praktik
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
b. Sebagai bahan kepustakaan dan perbandingan pada penanganan
kasus sesak nafas pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Sistem Pernafasan
Peran sistem pernafasan adalah untuk mengelola pertukaran oksigen
dan karbon dioksida antara udara dan darah. Oksigen diperlukan oleh semua
sel untuk menghasilkan sumber energi, adenosine trifosfat (ATP).
Karbondioksida dihasilkan oleh sel-sel yang secara metabolis aktif dan
membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh. Untuk melakukan
pertukaran gas, sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi harus bekerja
sama. Sistem kardiovaskuler bertanggung jawab untuk perfusi darah melalui
paru. Sistem pernafasan melakukan dua fungsi terpisah yaitu, ventilasi dan
respirasi (Corwin, 2002: 394).
Ventilasi mengacu kepada pertukaran udara dari atmosfer masuk dan
keluar paru. Ventilasi berlangsung secara bulk flow. Bulk flow adalah
perpindahan atau pergerakan gas atau cairan dari tekanan tinggi ke rendah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi yaitu tekanan, resistensi bronkus,
persarafan bronkus, kontrol saraf atas respirasi, neuron motorik yang
menjalankan respirasi, kemoreseptor sentral dan kemoreseptor perifer
(Corwin, 2002: 395).
Respirasi mengacu kepada difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler
yang
memperfusinya.
Respirasi
berlangsung
melalui
difusi,
yaitu
Definisi
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit yang
ditandai dengan adanya perlambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel, perlambatan aliran darah umumnya bersifat progesif dan
berkaitan dengan respons inflamasi yang abnormal terhadap partikel atau
gas iritan (Aziz dan Soegondo, 2006:105).
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah suatu sindroma
yang ditandai dengan abnormalitas uji aliran udara ekspirasi yang tidak
menunjukkan perubahan bermakna selama periode beberapa bulan
obesrvasi (Brashers, 2000: 85).
Penyakit paru obstruktif kronik (chronic obstructive pulmonary
diseases-COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan
resistensi
terhadap
aliran
udara
sebagai
gambaran
mengi,
bertambahnya
batuk
disertai
peningkatan
sputum dan sputum menjadi lebih purulen dan berubah warna. Ekserbasi
dapat disebabkan oleh infeksi mukosa trakheobronkial, terutama
Streptococcus
Pneumonie,
Haemophilus
infulenzae,
Moraxella
b.
c.
d.
10
Gambar 2.1
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
2.
Etiologi
Patrick (2006: 181) menyebutkan ada beberapa penyebab dari
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) , yaitu :
a.
b.
11
Manifestasi Klinis
Menurut Aziz dan Soegondo (2006: 105) manifestasi klinis
PPOK yaitu :
a.
b.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi : Pernafasan Pursed Lips, takipnea, dada
emfisematous atau barrel chest, dengan tampilan fisik pink puffer
atau blue bloater, bunyi nafas vesikuler melemah, ekspirasi
memanjang, ronki kering atau wheezing, bunyi jantung jauh,
menggunakan otot bantu nafas.
c.
4.
Komplikasi
Komplikasi dari PPOK menurut Irman (2007: 56) , yaitu :
a.
Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PO2 < 55 mmHg
dengan nilai saturasi O2 < 85 %. Pada awalnya pasien akan
12
Asidosis Respiratori
Asidosis respiratori timbul akibat dari peningkatan nilai PCO2
(hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain nyeri kepala, fatigue,
letargi, dizziness, dan takipnea.
c.
d.
Gagal Jantung
Terutama cor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paruparu) harus diobservasi, terutama pada pasien dipsnea berat.
Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis,
namun beberapa pasien enfisema berat juga mengalami masalah ini.
e.
Disritmia jantung
Disritmia jantung timbul akibat dari hipoksemia, penyakit jantung
lain, dan efek obat atau terjadinya asidosis respiratori.
5. Penatalaksanaan
Menurut Patrick (2006: 183) ada beberapa penatalaksanaan
dari PPOK :
a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas
13
Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan merupakan bentuk layanan keperawatan
profesional kepada klien dengan menggunakan metodologi proses
keperawatan, asuhan keperawatan diberikan untuk memenuhi kebutuhan
hidup dasar klien pada semua tingkatan usia dan tingkatan focus
(Asmadi, 2005: l 4).
a. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan
dan keperawatan klien, baik fisik, mental, social dan lingkungan
14
diagfragma
berkurang
bilateral,
perkusi
fungsi
paru,
dilakukan
untuk
menentukan
15
kultur,
untuk
menentukan
adanya
infeksi,
mengidentifikasi patogen.
9) Kimia darah
b. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai
respon individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah
kesehatan/ proses kehidupan yang aktual/ potensial yang merupakan
dasar untuk memilih intervensi keperawatan untuk mencapai hasil
yang merupakan tanggung jawab perawat. (Dermawan, 2012: 58).
Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan
masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang
akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang
melakukan dari semua tindakan keperawatan. (Dermawan, 2012:
84).
16
Menurut
Soemantri
(2007:
78)
rencana
Asuhan
2.
Diagnosa Keperawatan
(NANDA)
Bersihan jalan nafas tidak
efektif
Yang berhubungan dengan :
a. Bronkospasme
b. Peningkatan produksi
secret (secret yang
tertahan, kental)
c. Meurunnya
energi/fatigue
Data-data :
a. Pasien mengeluh sulit
untuk bernafas
b. Perubahan
kedalaman/jumlah
napas,dan penggunaan
otot bantu pernafasan
c. Suara nafas abnormal
seperti
wheezing,
ronkhi, dan crackles
d. Batuk
(persisten)
dengan
atau
tanpa
produksi sputum.
Perencanaan
Tujuan (NOC)
Satus Respirasi :
a.
Kepatenan jalan nafas
dengan skala
b.
(1-5) setelah diberikan
c.
perawatan selama
d.
a. Tidak ada demam
e.
b. Tidak ada cemas
c. RR (respiratory rate)
f.
dalam batas normal
d. Irama nafas dalam g.
batas normal
e. Pergerakan
sputum h.
i.
keluar dari jalan nafas
f. Bebas dari suara nafas
j.
tambahan
Satus Respirasi :
Pertukaran gas dengan
setelah
skala(1-5)
diberikan
perawatan
selamahari
dengan
kriteria :
a. Status mental dalam
batas normal
b. Bernafas
dengan
mudah
c. Tidak ada sianosis
d. PO2 dan PCO2 dalam
batas normal
e. Saturasi O2 dalam
rentang normal
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Intervensi (NIC)
Manajemen jalan
nafas
Penurunan
kecemasan
Pencegahan aspirasi
Fisioterapi dada
Latihan
batuk
efektif
Terapi oksigen
Pemberian
posisi
semi fowler
Memonitor respirasi
Memonitor keadaan
umum
Memonitor tandatanda vital.
Managemen asam
basa tubuh
Managemen jalan
nafas
Latihan batuk
Peningkatan
aktivitas
Terapi oksigen
Memonitor respirasi
Memonitor
tanda
vital
17
3.
(hipoksia
dan
hiperkapnia)
g. Perubahan TTV
h. Menurunnya toleransi
aktivitas
Ketidak seimbangan nutrisi :
nutrisi kurang ari kebutuhan
yang berhubungan dengan :
a. Dipsnea, fatigue
b. Efek
samping
pengobatan
c. Produksi sputum
d. Anoreksia,
nausea/vomiting
Data :
a. Penurunan berat badan
b. Kehilangan masa otot,
tunos otot jelek
c. Dilaporkan
adanya
perubahan senasi rasa
d. Tidak bernafsu untuk
makan dan tidak tertarik
makan
Status nutrisi :
Intake cairan dan makanan
gas dengan skala(1-5)
setelah diberikan perawatan
selamahari
dengan
kriteria :
a. Intake makanan adekuat
b. Intake cairan adekuat
c. Intake cairan per oral
adekuat
Status Nutrisi :
Intake nutrient gas dengan
skala setelah diberikan
perawatan selama hari
dengan kriteria :
a. Intake kalori adekuat
b. Intake
protein,
karbohidrat, dan lemak
a. Managemen
cairan
b. Monitor cairan
c. Status diet
d. Managemen
gangguan
makanan
e. Managemen
nutrisi
f. Konseling
nutrisi
g. Pengaturan
nutrisi
h. Monitor tanda
vital
i. Managemen
berat badan
C. Sesak Nafas
1.
Definisi
Sesak nafas adalah suatu yang dirasakan oleh klien secara
patofisiologis dapat terjadi karena menurunnya oksigenasi jaringan,
meningkatknya kebutuhan oksigen, meningkatnya kerja pernafasan,
18
Klasifikasi
Menurut Muttaqin (2006: 41) ada 5 klasifikasi sesak nafas yaitu :
a.
b.
c.
d.
19
e.
saat terjadi sesak nafas biasanya klien tidak dapat tidur dalam posisi
berbaring, melainkan harus dalam posisi duduk atau setengah duduk
untuk meredakan penyempitan jalan nafas dan memenuhi O2 dalam
darah. Posisi yang paling efektif bagi klien dengan penyakit
kardiopulmonari adalah posisi semi fowler dimana kepala dan tubuh
dinaikan dengan derajat kemiringan 450 , yaitu dengan menggunakan
gaya grafitasi untuk membantu pengembangan paru dan mengurangi
tekanan dari abdomen ke diagfragma (Perry dan Potter, 2005).
Definisi
Posisi semi fowler adalah posisi setengah duduk dimana bagian
kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikan. Posisi ini untuk
memepertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernafasan
pasien (Aziz, 2008: 74).
Posisi semi fowler adalah posisi yang bertujuan untuk
meningkatkan curah jantung dan ventilasi serta mempermudah eliminasi
fekal dan berkemih, dalam posisi ini tempat tidur ditinggikan 45-600 dan
20
lutut klien agak diangkat agar tidak ada hambatan sirkulasi pada
ekstermitas (Perry dan Grifin, 2005: 78)
Penelitian Supadi, Nurachmah dan Mamnuah (2008), menyatakan
bahwa posisi semi fowler membuat oksigen di dalam paru-paru semakin
meningkat sehingga memperingan kesukaran nafas. Posisi ini akan
mengurangi kerusakan membrane alveolus akibat tertimbunnya cairan.
Hal tersebut dipengaruhi oleh gaya grafitasi sehingga O2 delivery menjadi
optimal. Sesak nafas akan berkurang, dan akhirnya proses perbaikan
kondisi klien lebih cepat.
2.
Prosedur
Menurut (Cozier, 2009: 222) prosedur pemberian posisi semi
fowler, yaitu :
a.
b.
c.
Letakkan kepala klien di atas Kasur atau di atas bantal yang sangat
kecil
d.
Gunakan bantal untuk menyokong lengan dan tangan klien jika klien
tidak dapat mengontrol secara sadar atau menggunakan lengan dan
tangannya
e.
f.
g.
21
h.
Gambar 2.3
Posisi Semi Fowler
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Pengkajian
Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi. Pengkajian ini dilakukan dengan
metode Allo anamnese dan Auto anamnese, pengamatan, observasi langsung,
pemeriksaan fisik menelaah catatan medis, dan catatan perawat.
1. Identitas Klien
Klien bernama Tn. A, umur 80 tahun, berjenis kelamin laki-laki,
agama Islam, tidak sekolah, mantan pekerja pabrik gula, alamat
Karangrejo, Karanganyar. Klien dirawat di Bangsal Mawar 1 RSUD
Karanganyar. Penanggung jawab klien adalah Ny. S umur 60 tahun,
pekerjaan petani, alamat Karangrejo, Karanganyar, hubungan dengan
klien adalah istri klien.
2.
22
23
24
25
jam, tidak ada keluhan saat tidur, dan saat bangun terasa nyaman. Selama
sakit, klien mengatakan tidak bisa tidur di malam hari, karena sesak nafas
yang dirasakannya, dan karena suasana yang ramai. Klien tidur hanya 2-3
jam setiap malam dan di siang hari tidur 2 jam dan sering terbangun.
Pola kognitif dan perseptual, sebelum sakit klien mengatakan
sudah mengalami penurunan penglihatan dan sudah memakai alat bantu
penglihatan. Namun pada pendengaran klien normal. Dan selama sakit
fungsi indera penglihatan dan pendengaran klien sama seperti waktu
sebelum sakit.
Pola persepsi konsep diri, pada body image/gambaran diri klien
mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya yang dimiliki, karena
semua harus disyukuri. Identitas diri, klien adalah seorang laki-laki dan
mantan pekerja pabrik gula. Peran klien saat ini adalah sebagai seorang
kepala keluarga. Ideal diri, klien mengatakan ingin cepat sembuh dan
supaya bisa melakukan aktivitas seperti biasa. Harga diri, klien adalah
seorang suami, ayah, dan kakek yang disayangi oleh istri, anak dan
cucunya.
Pada pola hubungan dan peran, sebelum sakit klien mengatakan
memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan tetangga. Selama
sakit hubungan itu masih terjalin baik, dapat dilihat dari banyaknya
keluarga dan tetangga yang menjenguk.
26
Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan, keadaan umum pasien baik. Tingkat
kesadaran pasien sadar penuh (composmentis) dengan nilai GCS
(Glasgow Coma Scale) = 15 (E= 4, M=5, V=6), hasil pemeriksaan tandatanda vital didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, pernafasan
38x/menit irama tidak teratur, nadi 84x/menit dengan irama teratur teraba
kuat dan suhu 37, 20 C.
Bentuk kepala mecocepal tidak ada cidera, rambut beruban.
Bentuk telingan kanan dan kiri simetris, tidak ada serumen, pendengaran
baik. Bentuk mata simetris kanan dan kiri,palpebra terlihat sedikit hitam,
konjungtiva tidak enemis, sclera tidak ikterik dan pupil isokor, sudah
terdapat penurunan penglihatan. Lubang hidung simetris dan tidak
terdapat polip. Mulut simetris, mukosa kering dan tidak ada stomatitis.
27
Leher tidak ada kaku kuduk, tidak ada jejas, tidak ada peningkatan vena
jugularis.
Pada pemeriksaan, paru-paru : inspeksi bentuk dada barel chest,
terdapat retraksi dada, pengembangan paru kanan dan kiri sama, palpasi:
vocal fremitus kanan dan kiri tidak sama, perkusi: sonor di seluruh
lapang paru, auskultasi: terdengar suara vesikuler menurun, suara ronkhi
kasar, dan wheezing di seluruh lapang paru. Jantung : Inspeksi bentuk
dada kanan dan kiri sama, palpasi ictus cordis tidak tampak, perkusi
suara pekak batas kanan atas SIC 2 linea paru dextra, batas kanan bawah
SIC 4 linea paru scernalis dextra, batas kiri SIC 4 linea media clavicula
sinistra, auskultasi, tidak ada suara tambahan regular. Abdomen :
inspeksi, perut datar, umbilicus bersih, auskultasi, suara peristaltik usus
15x/ menit, perkusi suara pekak pada quadran I (hati), suara tympani
pada quadran II (lambung), suara tympani pada quadran III (usus besar),
suara tympani pada quadra IV (usus buntu), palpasi tidak ada nyeri
tekan.
Genetalia dan rektum bersih tidak ada kelainan. Pada ektremitas
kekuatas otot kanan dan kiri 5, capillary refill < 3 detik, tidak ada
perubahan tulang.
5.
Data Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium
yang dilakukan pada tanggal 8 April 2014 didapatkan hasil sebagai
berikut : Hemoglobin sebesar 13, 6 g/dL (nilai normal 12,00-16,00),
28
Terapi
Pada tanggal 8 April 2014 terapi yang diberikan adalah infus
Ringer Lakta 20 tetes per menit fungsinya untuk mengembalikan
keseimbangan elektrolit, injeksi ranitidine 50mg/12 jam fungsinya untuk
pengobatan jangka pendek tukak lambung , Captropil 3x1 (12,5 mg)
fungsinya untuk menurunkan tekanan darah, OBH 3x1 fungsinya untuk
mengencerkan dahak/secret. Terapi pada tanggal 10-11 April 2014 yaitu
infus Ringer Laktat 20 tetes per menit, ceftriaxone 1mg/12 jam fungsinya
untuk mencegah infeksi pada saluran nafas, dexamethasone 10mg/8 jam
fungsinya untuk mencegah inflamasi, pragesol 1000mg/8 jam fungsinya
untuk mengurangi nyeri, aminophilin per drip 48 mg/ 8 jam fungsinya
untuk obat saluran nafas, dan ambraxol tab 3x1 (30 mg) fungsinya untuk
mengencerkan dahak (ISO, 2011).
29
30
Diagnosa
yang
ketiga
penulis
merumuskan
masalah
resiko
31
E. Perencanaan Keperawatan
Penulis melakukan intervensi keperawatan berdasarkan ONEC, O
(observation), N (Nursing), E (Education), C (Colaboration). Pada diagnosa
pertama, rencana keperawatan yaitu observasi status pernafasan, rasional
untuk memantau perkembangan pernafasan. Observasi tanda-tanda vital,
rasional untuk menentukan status pernafasan dan kesadaran. Kaji kemampuan
klien untuk mengeluarkan secret, ajarkan batuk efektif, fisioterapi dada, dan
suction,
rasionalnya
memantau
tingkat
kepatenan
jalan
nafas
dan
32
F. Implementasi Keperawatan
Tanggal 10 April 2014, tindakan keperawatan yang dilakukan
berdasarkan diagnosa yang pertama yaitu, pada jam 08.30 mengobservasi
33
keadaan umum
34
35
36
G. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi pada tanggal
10 April 2014 dengan metode SOAP , diagnosa pertama hasilnya adalah
subyektif klien mengatakan masih merasa sesak nafas dengan batuk dan
dahak sulit keluar. Obyektif, auskultasi terdengar suara ronkhi dan wheezing
di seluruh lapang paru, pasien tampak lemah, tekanan darah 120/80mmHg,
nada 84x/menit, suhu 37,20 C RR (Respiratory Rate) 34x/menit. Analisis
masalah keperawatan belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dan
intervensi yang dilanjutkan meliputi observsi tanda-tanda vital, observasi
status pernafasan, berikan posisi semi fowler, kolaborasi pemberian obat
sesuai advis dokter.
Diagnosa kedua hasilnya, subyektif klien mengatakan tidak bisa tidur
karena suasana ramai dan sesak nafas yang dirasakannya. Obyektif klien
masih tampak lemah, palbebra kehitaman. Analisis masalah keperawatan
belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dan intervensi yang dilanjutkan
meliputi kaji pola tidur dan istirahat tidur, ciptakan lingkungan yang tenang,
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi oksigen di malam hari.
37
38
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
Pada bab ini penulis akan membahas tentang Pemberian Posisi Semi
Fowler terhadap penurunan sesak nafas pada asuhan keperawatan Tn. A
dengan penyakit paru obrtruktif kronik (PPOK) di Bangsal Mawar 1 RSUD
Karanganyar. Disamping itu bab ini penulis juga akan membahas tentang
faktor pendukung dan kesenjangan-kesenjangan yang terjadi antara teori dan
kenyataan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi, dan evaluasi. Prinsip dari pembahasan ini memfokuskan pada
kegawat daruratan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia di dalam
asuhan keperawatan. Penulis akan membahas semua diagnosa yang khususnya
diagnosa keperawatan utama, alasannya karena yang paling aktual dan harus
terlebih dahulu ditangani.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik merupakan penyakit yang ditandai
dengan adanya perlambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel,
perlambatan aliran darah umumnya bersifat progesif dan berkaitan dengan
respons inflamasi yang abnormal terhadap partikel atau gas iritan (Aziz dan ,
Soegondo, 2006: 105).
39
40
1. Pengkajian
Pengkajian adalah
mengumpulkan
informasi
data
tentang
klien,
agar
dapat
41
epitel
bronkus dan
42
43
akan
didapat
hasil
nafsu
makan
buruk/
anoreksia,
44
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon
individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan/ proses
kehidupan yang aktual/ potensial yang merupakan dasar untuk memilih
intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung
jawab
perawat.
Tujuannya
adalah
mengarahkan
rencana
asuhan
45
didapat data klien kebingungan, klien tidak mengalami sakit kepala, tidak
ada sianosis, klien juga masih dalam keadaan sadar. Sedangkan pengertian
dari gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau kekurangan pada
oksigenasi dan atau eliminasi pada membran alveolar kapiler (Herdman,
2010: 128).
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 10 April 2014 didapat
hasil untuk diagnosa pertama, yaitu data subyektif klien mengatakan sesak
nafas dengan batuk berdahak tetapi dahak sulit untuk dikeluarkan. Dengan
data obyektif yang didapat adalah Tn. A tampak lemah, pada pemeriksaan
paru-paru : inspeksi bentuk dada barel chest (dada tong), terdapat retraksi
dada, pengembangan paru kanan dan kiri sama, palpasi: vocal fremitus
kanan dan kiri tidak sama, perkusi: sonor di seluruh lapang paru,
auskultasi; terdengar suara vesikuler menurun, suara ronkhi kasar, dan
wheezing di seluruh lapang paru. Tekanan darah 120/80 mmHg, suhu
37,20 C, Nadi 84x/menit dan RR 36x/menit. Maka muncul masalah
keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan produksi mucus dan peningkatan sekresi lendir (Soemantri
2007: 78). Bersihan jalan nafas tidak efektif merupakan ketidakmampuan
untuk membersihkan sekresi atau obtruksi dari saluran nafas untuk
mempertahankan bersihan jalan nafas. Batasan karakteristik dari bersihan
jalan nafas tidak efektif yaitu ada suara nafas tambahan, perubahan
frekuensi nafas, perubahan irama nafas, dipsnea, sputum dalam jumlah
yang berlebih, batuk yang tidak efektif, gelisah (Herdman, 2010: 356).
46
Pada batasan karakteristik gelisah, sudah terkaji oleh penulis akan tetapi
belum didokumentasikan oleh penulis karena kekurang telitian penulis dan
keterbatasan waktu.
Pada diagnosa yang kedua penulis memunculkan masalah
gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik dan
lingkungan. Karena saat pengkajian didapat data subyektif klien
mengatakan tidur hanya 3-4 jam per hari sering terbangun karena suasana
yang ramai dan karena sesak nafas yang dialaminya. Dan data obyektif
klien tampak lemas dan tidak segar. Gangguan pola tidur merupakan
gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur. Batasan karakteristik
gangguan pola tidur yaitu perubahan pola tidur abnormal, keluhan verbal
kurang istirahat dan kurang puas saat tidur, penurunan kemampuan fungsi,
melaporkan sering terjaga, melaporkan tidak mengalami kesulitan jatuh
tidur (Herdman, 2009: 134). Pasien dengan sesak nafas juga akan
mengalami gangguan pola tidur karena mengalami distress pernafasan
(Doengoes, 2000: 152). Data klien melaporkan sering terjaga di malam
hari sudah terkaji oleh penulis namun karena kekurangtelitian maka tidak
terdokumentasi di asuhan keperawatan Tn. A.
Diagnosa ketiga penulis menegakkan masalah keperawatan resiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakadekuatan intake nutrisi sekunder terhadap peningkatan
kerja pernafasan. Penulis mengacu pada data subyektif klien mengatakan
hanya makan 3-4 sendok karena jika makan terasa lebih sesak. Dan data
47
48
berpakaian dan berpindah dibantu orang lain. Itu disebabkan Tn. A sudah
merasa sesak jika melakukan banyak aktivitas. Intoleransi aktivitas adalah
ketidakcukupan energi psikologis dan fisiologis untuk melanjutkan atau
menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang
diinginkan. Batasan karakteristik intoleransi aktivitas yaitu respon tekanan
darah abnormal tehadap aktivitas, respon frekuensi jantung abnormal
terhadap aktivitas, perubahan EKG yang mencerminkan aritmia dan
iskemia, dan ketidaknyamanan setelah beraktivitas. (Herdman, 2010 :
157). Namun karena keterbatasan waktu dan kekurang telitian penulis
maka diagnosa ini tidak dapat terangkat.
Untuk
menentukan
prioritas
masalah
keperawatan
penulis
49
3. Intervensi
Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah
yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yan akan dilakukan,
bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua
tindakan keperawatan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi fokus
keperawatan kepada klien atau kelompok, untuk membedakan tanggung
jawab perawat dengan profesi kesehatan lain, untuk menyediakan suatu
kriteria guna pengulangan dan evaluasi keperawatan, untuk menyediakan
kriteria dan klasifikasi pasien (Dermawan, 2012 : 84).
Pedoman penulisan kriteria hasil berdasarkan SMART (Spesific,
Measurable, Achieveble, Reasonable, dan Time). Spesific adalah berfokus
pada klien, measurable dapat diukur, dilihat, diraba, dirasakan, dan dibau.
Achieveble adalah tujuan yang harus dicapai, sedangkan Reasonable
50
51
diahrapakan pola tidur klien terpenuhi dengan kriteria hasil : klien tidur 78 jam per hari, klien tampak segar, klien melaporkan tidak ada gangguan
tidur (NOC, 2011). Rencana keperawatannya yaitu, kaji pola tidur dan
istirahat klien rasionalnya mengetahui gangguan istirahat/tidur klien untuk
menentukan intervensi selanjutnya. Ciptakan lingkungan yang tenang
rasionalnya lingkungan yang tenang dapat memberikan ketenangan untuk
tidur dan istirahat. Anjurkan klien untuk banyak istirahat dan tidur yang
cukup rasionalnya tidur yang cukup dapat memeberi rasa segar pada klien
dan mempercepat proses penyembuhan. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian terapi oksigen di malam hari rasionalnya untuk melegakan jalan
nafas dan menyamankan saa tidur (Doegoes, 2000: 930).
Pada diagosa ketiga, tujuan kriteria hasil yang ingin dicapai adalah
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapakan
klien akan menunjukkan kemajuan status nutrisi dengan kriteria hasil :
klien tidak mengalami penurunan berat badan dan masukan makanan
meningkat (NOC, 2011). Rencana keperawatan yaitu kaji masukan
makanan rasionalnya psien distrees pernafasan serig anoreksia sehingga
cenderung berat badan menurun. Berikan perawatan oral rasionalnya
kebersihan oral meningkatkan nafsu makan. Anjurkan makan sedikit tapi
sering
rasionalnya
membantu
mencegah
distensi
gaster
dan
52
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang lebih
baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Darmawan,
2012 : 118). Penulis melakukan tindakan keperawatan berdasarkan
diagnosa keperawatan
53
dengan semi fowler pada pasien sesak nafas dilakukan sebagai salah satu
cara untuk membantu mengurangi sesak nafas, dengan memberikan posisi
semi fowler diharapkan pasien merasa nyaman dan dapat mengurangi rasa
sesak nafas (Safitri, 2011: 3).
Pada asuhan keperawatan Tn. A dengan PPOK penulis sudah
mengaplikasikan pemberian posisi semi fowler. Menurut Angela dalam
Refi Safitri dan Annisa Andriyani (2008), saat terjadi sesak nafas biasanya
klien tidak dapat tidur dalam posisi berbaring, melainkan harus dalam
posisi duduk atau setengah duduk untuk meredakan penyempitan jalan
nafas dan memenuhi O2 dalam darah. Posisi yang paling efektif bagi klien
dengan penyakit kardiopulmonari adalah posisi semi fowler dimana kepala
dan tubuh dinaikan dengan derajat kemiringan 450 , yaitu dengan
menggunakan gaya grafitasi untuk membantu pengembangan paru dan
mengurangi tekanan dari abdomen ke diagfragma. Sesak nafas akan
berkurang, dan akhirnya proses perbaikan kondisi klien lebih cepat.
Dalam penelitian Refi Safitri dan Annisa Andriyani (2008),
pemberian posisi semi fowler pada pasien dengan keluhan sesak nafas
dilakukan selama 4 hari lalu dilakukan pengukuran tingkat sesak nafas,
dan pasien dengan sesak nafas berat sudah berubah menjadi sesak nafas
ringan. Akan tetapi karena keterbatasan waktu penulis hanya dapat
melakukan pemberian semi fowler selama 2 hari dan saat dikaji ulang
pasien dengan keluhan sesak nafas masih merasakan sesak nafasnya,
54
55
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan
keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan
dengan respon perilaku klien yang tampil. Tujuan dari evaluasi antara lain
untuk menentukan perkembangan kesehatan klien, menilai efektifitas dan
efisiensi tindakan keperawatan, mendapatkan umpan balik dari respon
klien, dan sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan (Dermawan, 2012:128).
Evaluasi hari pertama pada diagnosa pertama hasilnya adalah klien
mengatakan masih merasa sesak nafas dengan batuk dan dahak sulit
keluar, auskultasi terdengar suara ronkhi dan wheezing di seluruh lapang
paru, pasien tampak lemah, tekanan darah 120/80mmHg, nada 84x/menit,
suhu 37,20 C RR (Respiratory Rate) 36x/menit, masalah keperawatan
belum teratasi, lanjutkan intervensi observsi tanda-tanda vital, observasi
status pernafasan, berikan posisi semi fowler, kolaborasi pemberian obat
sesuai advis dokter. Hasil evaluasi pada hari kedua adalah klien
mengatakan semalam tidak bisa tidur karena sesak nafas yang
56
57
perilaku
pola
hidup
untuk
meningkatkan
atau
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah
penulis
melakukan
pengkajian,
penentuan
diagnosa,
58
59
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan yang dibuat oleh penulis memiliki tujuan
kriteria hasil yaitu setelah diakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam, diharapkan bersihan jalan nafas efektif dengan kriteria hasil : klien
mampu mendemonstrasikan batuk terkontrol, klien dapat mengeluarkan
sekret, RR (Respiratory Rate) dalam batas normal (16-24x/menit), tidak
ada bunyi nafas tambahan. Dengan berdasarkan ONEC, O (observation),
N (Nursing), E (Education), C (Colaboration). Pada diagnosa pertama,
rencana keperawatan yaitu observasi status pernafasan, rasional untuk
memantau perkembangan pernafasan. Observasi tanda-tanda vital, rasional
untuk menentukan status pernafasan dan kesadaran. Kaji kemampuan klien
untuk mengeluarkan secret, ajarkan batuk efektif, fisioterapi dada, dan
suction, rasionalnya memantau tingkat kepatenan jalan nafas dan
meningkatkan kemampuan klien membebaskan jalan nafas. Berikan posisi
semi fowler, rasionalnya menurunkan kerja otor pernafasan dengan
pengaruh grafitasi. Berikan terapi oksigen, rasionalnya memenuhi
kebutuhan oksigen. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat mukolitik,
rasionalnya, untuk mengencerkan secret agar mudah keluar.
4. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada Tn. A selama tanggal 10-11
April 2014 yaitu mengobservasi status pernafasan, mengobservasi tandatanda vital, mengkaji kemampuan klien untuk mengeluarkan secret,
60
61
B. Saran
Setelah penulis melakukan aplikasi pemberian posisi semi fowler
terhadap penurunan sesak nafas pada asuhan keperawatan pada klien dengan
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), penulis akan memberi usulan dan
masukan positif khususnya di bidang kesehatan antara lain :
1. Bagi Istansi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan Rumah Sakit Umum khususnya RSUD Karanganyar dapat
memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerja
sama baik antara tim kesehatan maupun klien sehingga dapat
meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada
umumnya dan dapat mengaplikasikan pemberian posisi semi fowler
terhadap pasien sesak nafas, khususnya pasien dengan penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK).
2. Bagi tenaga kesehatan khususnya Perawat
Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya dalam
memberikan asuhan keperawatan agar lebih maksimal, khususnya pada
klien gangguan pemenuhan dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas
dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Perawat diharapkan
dapat mengaplikasikan pemberian posisi semi fowler terhadap pasien
dengan keluhan sesak nafas.
62
DAFTAR PUSTAKA
Melanie, R. 2012. Analisis Pengaruh Sudut Tidur terhadap Kualitas Tidur dan
Tanda Vital pada Pasien Gagal jantung di Ruang Rawat Intensif
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Stikes Jenderal A. Yani
Cimahi
Safitri, Refi & Annisa A. 2011. Keefektifan Pemberian Posisi Semi Fowler
Terhadap Penurunan Sesak Nafas pada pasien Asma di Ruang
Rawat Inap Kelas III RSUD Dr. Moewardi Surakarta, Gaster,
Vol.8. Prodi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Aisyiyah Surakarta.
Soemantri, I. 2007. Gangguan Sistem Pernafasan, Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika
Supadi, E. Nurachmah, dan Mamnuah. 2008. Hubungan Analisa Posisi Tidur
Semi Fowler dengan Kualitas Tidur pada Klien Gagal Jantung di
RSU Banyumas Jawa Tengah.Jurnal Kebidanan dan Keperawatan
Volume IV no 2