R DENGAN
DIAGNOSA MEDIS TYPUS ABDOMINALIS DI RUANG DIPONEGORO
RUMAH SAKIT UMUM ARJAWINANGUN KABUPATEN CIREBON
Disusun Oleh :
KELOMPOK I
Frida Fairuzziyah Riki Iwan Maulana
Gita Fristiany Dedeh Rosita
Ika Erika Regina
Imam Maulana Yusuf Siti Khonisa
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Halaman
A. Pengertian ................................................................................................. 3
B. Etiologi ..................................................................................................... 3
C. Patofisiologi ............................................................................................. 4
D. Pathway .................................................................................................... 6
E. Manifestasi ............................................................................................... 7
F. Komplikasi ............................................................................................... 8
G. Penatalaksanaan ....................................................................................... 8
H. Pengkajian ................................................................................................ 9
I. Analisa data .............................................................................................. 12
J. Diagnose keperawatan ............................................................................. 16
K. Intervensi keperawatan ............................................................................. 17
I. Biodata ............................................................................................... 24
II. Riwayat kesehatan klien ..................................................................... 25
III. Riwayat kesehatan keluarga ............................................................... 25
ii
IV. Struktur keluarga ................................................................................ 25
V. Riwayat imunisasi .............................................................................. 26
VI. Riwayat sosial .................................................................................... 26
VII. Data biologis ...................................................................................... 26
VIII. Pola psikologis .................................................................................... 30
IX. Pemeriksaan fisik ............................................................................... 31
X. Data penunjang ................................................................................... 33
XI. Pengobatan ......................................................................................... 35
XII. Analisa data ........................................................................................ 36
XIII. Diagnosa keperawatan menurut prioritas ........................................... 37
XIV. Intervensi keperawatan ....................................................................... 38
XV. Implementasi dan evaluasi keperawatan ............................................ 41
XVI. Catatan perkembangan ...................................................................... 46
A. Pengkajian ................................................................................................ 54
B. Diagnose keperawatan ............................................................................. 54
C. Implementasi keperawatan ....................................................................... 56
D. Evaluasi keperawatan ............................................................................... 58
A. Simpulan .................................................................................................. 60
B. Saran ......................................................................................................... 60
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit demam thypoid sudah lama “menemani” kehidupan kita yang
bermukim di Indonesia. Bukan jenis penyakit baru, tapi tak kunjung berhasil
diberantas. Bahkan karena kebandelannya, kuman ini bisa bangkit lagi menyerang
bila pengobatan tak tuntas.
Setelah beberapa hari demamnya tak kunjung turun, Tina dinyatakan
terdeteksi menderita tifus abdominalis atau lebih dikenal demam tifoid.
Syukurlah, cukup diobati selama dua minggu kondisinya sudah terlihat membaik.
Sayang begitu obat dihentikan, demam dan sakit perutnya mulai terasa kembali.
1
berikutnya, kondisinya pun pulih. Ia tidak lagi diganggu sakit perut ataupun
demam. Buang airnya juga sudah kembali normal. Pemeriksaan darah di
laboratorium klinik terhadap salmonela memberi hasil negatif.
Di saat musim hujan, penyakit tifus mulai banyak menyerang karena bakteri
dengan mudah berkembangbiak. Tifus sering terlambat terdiagnosis karena
gejalanya mirip penyakit lain. Kenali gejala khas tifus. Ciri-ciri umunya adalah
pusing seperti mau flu, demam disertai nyeri, mual dan lemas, panas, badan terasa
tidak enak dan lemas. Tifus disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi yang
berasal dari makanan atau minuman yang sudah terkontaminasi bakteri tersebut
dari kotoran orang yang sebelumnya terkena tifus. Karenanya penyakit ini bisa
menular, untuk itu bagi orang yang terkena tifus kalau habis BAB harus mencuci
tangan hingga bersih.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep asuhan keperawatan teori pada pasien typus
abdominalis?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien typus abdominalis di ruang
Diponegoro?
3. Bagaimana konsep analisis data pada pasien dengan typus Diponegoro?
4. Bagaimana cara pengaplikasian intervensi dan implementasi pada kasus
typus abdominalis?
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien typus abdominalis..
2. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien typus Abdominalis di ruang
Diponegoro.
3. Menganalisa konsep asuhan keperawatan pada pasien typus abdominalis .
4. Memahami dan mengaplikasian intervensi dan implementasi pada kasus
typus abdominalis.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
Salmonella Thypi Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
Salmonella (Smeltzer, 2014).
Typhus abdominalis atau demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari,
gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang
pada anak usia 12-13 tahun (70% - 80%), pada usia 30 - 40 tahun (10%-20%) dan
diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak (5%-10%) (Arief, 2010). Demam
typhoid atau Typhus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut
yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih
dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Price A.
Sylvia, 2006).
Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram
negatif Salmonella typhi Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi
dalam sel fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran
darah. (Darmowandowo, 2006).
B. Etiologi
Demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan
salmonella parathypi (S. Parathypi A dan B serta C). Bakteri ini berbentuk
batang, gram negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan
debu. Namun bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 600 selama 15-20
menit. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, pasien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
3
1. Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O
(berasal dari tubuh kuman).
2. Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H
(berasal dari flagel kuman).
3. Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena rangsangan
antigen Vi (berasal dari simpai kuman) Dari ketiga aglutinin tersebut hanya
aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi
titernya makin besar pasien menderita tifoid.
C. Patofisiologi
4
mesenterikal dan limpa membesar. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin
sedangkan gejala saluran cerna karena kelainan pada usus halus
5
6
D. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer, 2010 pada demam typoid memiliki masa tunas 7-14
(rata-rata 3-30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala awal
tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) :
a. Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi
kemerahan, jarang disertai tremor
b. Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan
c. Terdapat konstipasi atau diare
2. Gangguan kesadaran
b. Gejala lain “Roseola” (bintik -bintik kemerahan karena emboli hasil dalam
kapiler kulit)
7
E. Komplikasi
Menurut Sudoyo, 2010 komplikasi dari typoid dapat dibagi dalam:
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstra intestinal
a. Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis)
miokarditis, trombosis, dan tromboflebitie
b. Darah : anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitik
c. Paru : pneumonia, empyema, pleuritis
d. Hepar dan kandung empedu : hipertitis dan kolesistitis
e. Ginjal : glomerulonephritis, pielonefritis dan perinefritis
f. Tulang : oeteomielitis, periostitis, epondilitis dan arthritis
g. Neuropsikiatrik : delirium, sindrom Guillan Barre, psikosis dan
sindrom katatonia
Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi.
Komplikasi sering terjadi pada keadaan Tokremia berat dan kelemahan umum,
terutama bila perawatan pasien kurang sempurna.
F. Penatalaksanaan
8
c. Kotrimoksasol : 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg
sulfametosazol-80 mg trimetropim), diberikan selama dua minggu.
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Diet
1) Cukup kalori dan tinggi protein
2) Pada keadaan akut klien diberikan bubur saring, setelah bebas
panas dapat diberikan bubur kasar, dan akhirnya diberikan nasi
sesuai tingkat kesembuhan. Namun beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi
dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat
kasar) dapat diberikan secara aman.
3) Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan
perawatan intensif dengan nutrisi parenteral total.
b. Istirahat Bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat
penyembuhan. Klien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari
bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan
bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan kondisi. Klien dengan
kondisi kesadaran menurun perlu diubah posisinya setiap 2 jam untuk
mencegah dekubitus dan pneumonia hipostatik. Defekasi dan buang
air kecil perlu perhatian karena kadang – kadang terjadi obstipasi dan
retensi urine.
c. Perawatan sehari
d. hari Dalam perawatan selalu dijaga personal hygiene, kebersihan
tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang digunakan oleh klien
G. Pengkajian
a. Biodata
1) Usia ( sering terjadi pada anak-anak tetapi bisa juga pada semua usia )
2) Jenis kelamin ( tidak ada pebedaan yang nyata antara insidensi demam
tifoid pada pria dan wanita )
3) Pendidikan ( kebersihan makanan atau minuman )
9
b. Keluhan utama
Minggu pertama : demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia,
mual, muntah, obstipasi/diare peraaan tidak enak di perut, batuk dan
epitaksis. Minggu kedua : pasien terus berada dalam keadaan demam,
yang turun secara berangsur-angsur pada minggu ketiga
c. Riwayat penyakit sekarang.
Gejala yang timbul pada penyakit types/ tifoid : Panas (suhu380C pada
hari pertama ), Pasien mengigil. Pada hari ketiga panas meningkat , pucat
nyeri pada abdomen, tekanan darah menurun , pemeriksaan laboratorium
positif.
10
4) Pola aktivitas Pasien tidak dapat melaksanakan aktivitas seperti biasa
karena tirah baring (bedrest) selama fase pertama. Mobilisasi
dilakukan secara bertahap karena keadaan pasien lemah.
5) Pola eliminasi Pasien thypes ini biasanya mengalami dua macam
penyakit yaitu konstipasi dan diare. Retensi urine juga bisa terjadi pada
pasien thypes.Intake dan output cairan dan nutrisi dalam tubuh harus
seimbang.
6) Pola hubungan dan peran Pasien tidak bisa bersosialisasi dengan
keadaan sekitar sehubungan dengan penyakitnya. Keluarga juga ikut
aktif dalam upaya penyembuhan pasien.
g. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum Klien merasa lemah, panas, perut tidak enak,
anorexia.
b. Kepala dan leher Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak
mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema,
pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi
pendengran normal, leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid.
c. sistem respirasi Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan
dalam dengan gambaran seperti bronchitis.
d. Sistem kardiovaskuler Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi
relatif, hemoglobin rendah.
e. sistem integumen Kulit kering, turgor kulit menurun, pucat,
berkeringat banyak, akral hangat.
f. Sistem gastrointestinal Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut
kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia. Di daerah
abdomen ditemukan nyeri tekan. Saat palpasi didapatkan limpa dan
hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada
abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada
auskultasi peristaltik usus meningkat.
11
g. Sistem eliminasi Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau
konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang
dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
h. Sistem muskuloskolesal Klien lemah, terasa lelah tapi tidak
didapatkan adanya kelainan.
i. Sistem endokrin Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran
kelenjar toroid dan tonsil.
j. Sistem persyarafan Kesadaran klien penuh.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
I. Informasi tambahan
J. Analisa Data
- Kejang
12
pusat termogulasi
tubuh meningkat
hipertemia
- Tampak meringis
Limfoid plaque
- Bersikap profektif
penyeri di ileum
(waspada,
terminalis
menghindari nyeri)
- Gelisah
- Frekuensi nadi
meningkat Peradangan dan
Nyeri Akut
13
sering BAB dan terkontaminasi
cair
DO :
bakteri salmonela
- BAB > 3x24 jam typhi masuk
- Feses lembek melalui mulut
- Frekuensi
peristaltik >
12x/menit iritasi lambung
- Nyeri tekan di
bagian abdomen
usus halus
merangsang
peningkatan
peristaltic usus
diare
14
- Turgor kulit makanan, cairan
menurun dan elektrolit
- Hematocrit terganggu
meningkat
- Suhu tubuh
meningkat > 37,5 Output cairan dan
elektrolit berlebih
Dehidrasi
Hipovolemia
- Tidak mampu
mempertahankan metabolisme
- Tampak lesu
- Kebutuhan istirahat
meningkat energi yang
dihasilkan menurun
15
keletihan
16
L. Intervensi Keperawatan
No
Tujuan Intervensi Rasional Paraf
Dx
1 Setelah di lakukan tindakan ...x24 jam 1. Pantau suhu pasien 1. Untuk mengetahui suhu Kelompok 1
klien dapat menurunkan suhu tubuh (derajat dan tubuh pasien. Bila suhu
pasien (hipertermi) dengan kriteria pola); perhatikan 38,5°C – 40°C
hasil: menggigil. menunjukkan proses
Indikator IR ER 2. Berikan kompres penyakit infeksius akut.
Ttv dalam 2 4 mandi hangat Pola demam dapat
batas normal padalipatan paha dan membantu dalam
Kulit merah 3 5 aksila. diagnosis; mis, kurva
Kejang 2 4 3. Tingkatkan intake demam lanjut berakhir
Pucat 2 4 cairan dan nutrisi. lebih dari 24 jam
Takikardi 2 4 4. Kolaborasi dengan pe menunjukkan demam
17
mengurangi demam.
3. Adanya peningkatan met
abolisme
menyebabkan kehilangan
banyak energy
untuk itu diperlukan peni
ngkatan intake cairan dan
nutrisi.
4. Untuk mengurangi
demam.
2 Setelah di lakukan tindakan...x24 jam 1. Kaji dan observasi 1. Membantu membedakan Kelompok 1
diare dapat normal kembali dengan pola BAB (frekuensi, penyakit individu dan
kriteria hasil: warna, konsistensi, mengkaji beratnya tiap
jumlah feses) defekasi
Indikator IR ER 2. Anjurkan pasien 2. Menghindari diare
Kontrol 2 4 untuk menghindari berlanjut
pengeluaran susu, kopi, makanan 3. Menghindari iritasi,
feses pedas, dan makanan meningkatkan istirahat
Keluhan 2 4 yang mengiritasi usus
defekasi lama saluran cerna 4. Untuk menjaga asupan
18
dan sulit 3. Anjurkan pasien makanan yang
Konsistensi 2 4 untuk makan dalam dibutuhkan tubuh
feses porsi kecil, tetapi 5. Menurunkan motilitas
Frekuensi 2 4 sering dan tingkatkan atau peristaltik usus dan
defekasi kepadatannya secara menunjukkan sekresi
Peristaltic 2 4 bertahap degestif untuk
usus 4. Berikan diet cair menghilangkan kram dan
untuk diare
mengistirahatkan usus
5. Kolaborasi pemberian
obat sesuai indikasi
3 Setelah di lakukan tindakan 1. Kaji nyeri, 1. Untuk mengetahui Kelompok 1
keperawatan selama ...x24 jam klien karakteristik, lokasi, tingkat nyeri
dapat nyeri dapat teratasi dengan awitan dan durasi, 2. . Meringankan atau
kriteria hasil: frekuensi, kualitas,dan mengurangi nyeri sampai
faktor presipitasinya pada tingkat yang dapat
Indikator IR ER 2. Ajarkan penggunaan diterima pasien
Keluhan nyeri 2 4 teknik 3. Memberikan
Tidak ada 2 4 nonfarmakologis pengetahuan mengenai
ketegangan (relaksasi, terapi penyebab nyeri pasien
19
abdomen musik, hipnosis) 4. Pemberian analgetik
Meringis 2 4 3. Berikan informasi untuk mengendalikan
Sikap 2 4 pada pasien dan nyeri
protektif keluarga tentang
Gelisah 2 4 nyeri, seperti
Kesulitan 2 4 penyebab nyeri dan
tidur berapa lama
Frekuensi 2 4 berlangsung
nadi 4. Colaborasi pemberian
analgetik yang sesuai
program
4 Setelah di lakukan tindakan 1. Pantau TTV pasien 1. Untuk mengetahui TTV Kelompok 1
keperawatan selama ...x24 jam klien 2. Kaji adanya tanda- pasien
hipovelemia apat adekuat dengan tanda syok 2. mengidentifikasi
kriteria hasil: hipovelomik perubahan-perubahan
3. Monitor intake dan yang terjadi pada
Indikator IR ER output keadaan umum pasien
TTV dalam 2 4 4. Anjurkan klien untuk terutama untuk
batas normal meningkatkan intake mengetahui adakah
Intake dan 2 4 cairan sedikitnya 8 tanda-tanda syok
20
output cairan gelas sehari hipovolemik
seimbang 5. Kolaborasi pemberian 3. membantu dalam
Turgor kulit 2 4 cairan intravena jika menganalisa
Berat badan 2 4 diinstruksikan keseimbangan cairan dan
Perasaan 2 4 derajat kekurangan
lemah cairan
Keluhan haus 2 4 4. mengganti kehilangan
Konsentrasi 2 4 cairan karena kelahiran
urine dan diaphoresis
Setelah di lakukan tindakan 1. Pantau TTV pasien 1. untuk mengetahui tanda Kelompok 1
keperawatan selama ....x24 jam klien 2. Identifikasi gangguan tanda vital pasien
keletihan dapat kembali normal fungsi tubuh yang 2. untuk mengetahui yang
dengan kriteria hasil: mengakibatkan mengakibatkan
Indikator IR ER kelelahan kelelahan
Verbalisasi 2 4 3. Monitor pola dan jam 3. untuk mengatur jam
kepulihan tidur tidur pasien
energy 4. Sediakan lingkungan 4. agar pasien nyaman
21
tenaga 2 4 nyaman dan rendah 5. untuk mengistirahatkan
Kemampuan 2 4 stimulus (suara, pasien agar tidak
melakukan kunjungan, cahaya) kelelahan
aktifitas rutin 5. Anjurkan tirah baring
Verbalilasi 2 4
lelah
lesu 2 4
Gangguan 2 4
konsentrasi
gelisah 2 4
Pola istirahat 2 4
Frekuensi 2 4
nafas
22
M. Daftar Pustaka
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Cetakan II
Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Cetakan II
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Edisi 1
https://www.google.com/search?client=firefox-b-d&q=latar+belakang+typus
https://www.academia.edu/34885295/LAPORAN_PENDAHULUAN_TYPHOI
D
23
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. R DENGAN GANGGUAN
SISTEM PENCERNAAN DI RUANG DIPONEGORO RSUD BAYU ASIH
PURWAKARTA
I. BIODATA
1. Identitas
a. Identitas klien
Nama : Tn. R
No. RM : 1023543
Usia : 36 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku Bangsa : Jawa-Indonesia
Alamat : Desa jungjang Kec.Arjawinangun
Tanggal Masuk RS : 13 Juli 2019
Tanggal Pengkajian : 16 Juli 2019
Diagnosa Medis : Thypus Abdominalis
b. Identitas Penanggungjawab
Nama : Ny.R
Usia : 46 tahun
Hubungan dengan Pasien : Kakak
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Pendidikan : SD
24
Alamat : Desa Bangodua
Keterangan :
: Laki-laki
25
: Perempuan
: Klien
: Garis hubungan
: Meninggal
: Abortus
: Cerai
V. RIWAYAT IMUNISASI
Tidak Terkaji
26
5. Pantangan - Tidak ada - Tidak ada
6. Keluhan - Tidak ada - Nafsu
makan :
menurun,
kesulitan
menelan
b. Minum
- Air putih, air teh - Air putih
1. Jenis
- >7 x/hari - >10 x/hari
2. Frekuensi
- 4000 ml/hari - 4500
3. Porsi
ml/hari
Pola eliminasi
2.
a. Urin (BAAK)
1. Frekuensi - >4 x/hari - >4 x/hari
2. Jumlah - 2000 cc - 2200 cc
3. Warna - Kuning jernih - Kuning
pekat
4. Bau - Amoniak - Amoniak
5. Perasaan - Lega dan puas - Lega dan
setelah BAK puas
6. Total produksi - Tidak terkaji - Tidak
urin terkaji
7. Keluhan - Tidak ada - Tidak ada,
pasien tidak
terpasang
Kateter
b. BAB
27
1. Frekuensi - 2x/hari - 5x/hari
2. Warna - Kuning coklat - Kuning
coklat
3. Konsistensi - Lembek - Cair tanpa
ampas
4. Bau - Khas - Busuk
5. Keluhan - Tidak ada - Sering
BAB
(Mencret)
Pola istirahat dan tidur
3.
a. Tidur siang
1. Lamanya - Tidak tidur siang - <1 jam
b. Tidur malam
1. Lamanya
- 9 jam - 5-6 jam
2. Kualitas
- Nyenyak - Tidak
3. Kebiasaan
- Tidak ada nyenyak
sebelum tidur
- Tidak ada
28
4. Perasaan waktu - Lega dan puas - Kurang
bangun puas
5. Keluhan - Tidak ada - Sakit
kepala dan
nyeri saat
bangun
tidur
Pola aktivitas dan
4.
kebersihan diri
a. Personal hygiene
1. Mandi
a. Frekuensi - 2 x/hari - Belum
b. Sarana mandi - Air bersih, sabun mandi
2. Gosok gigi
a. Frekuensi - 2x/hari
b. Sarana - Memulai sikat - Belum sikat
gigi dan pasta gigi
gigi
3. Keramas
a. Frekuensi - 2x/hari - Belum
b. Sarana - Memakai sampo keramas
4. Kuku
- Pendek,
a. Keadaan kuku
- Pendek, bersih sedikit
kotor
b. Frekuensi
- 1x/minggu - 1 x/minggu
5. Berhias
- Tidak ada - Tidak ada
6. Keluhan
- Tidak ada - Tidak ada
a)
29
VIII. POLA PSIKOLOGIS
30
Keluarga pasien mengatakan hubungan pasien dengan keluarga baik.
Pasien sering berkonsultasi dengan kakak dan adiknya, pasien juga
kooperatif dengan tenaga kesehatan lainnya.
4. Pola seksual dan seksualitas
Pasien belum menika, tetapi memiliki hasrat yang normal
5. Pola mekanisme koping
Keluarga Pasien mengatakan pasien selalu berkonsultasi dengan keluarga
jika menghadapi masalah, dalam mengambil keputusan juga pasien sering
meminta saran sama kakaknya.
6. Pola nilai kepercayaan
Pasien mengatakan beragama islam dan penyakit yang dideritanya
merupakan hukuman dari tuhan yang maha esa untuk menghapus dosa –
dosanya. Saat sehat pasien sering lalai dalam menjalankan ibadah, dan saat
pasien kesulitan dalan melakukan ibadah. Motivasi untuk kesehatan baik.
1. Keadaan umum
a. Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 15, E4, M6, V5
b. Orientasi : baik
c. Tanda-tanda Vital :
TD = 110/60 mmHg S = 36, 5oC
Nadi = 50 x/menit RR = 22 x/menit
d. BB sebelum sakit : 50 kg
BB saat sakit : 46 kg
2. Sistem pernapasan
Inspeksi : tipe pernapasan hidung, bentuk dada normal, bentuk tulang
belakang normal, warna kulit kuning langsat, pergerakan dada simetris,
31
tidak terdapat pernapasan cuping hidung, RR: 25x/menit, irama napas
regular, taktil premitus simestris, kedalaman napas: dangkal.
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan pada dada dan tidak terdapat
pembengkakan dada
Perkusi : menetukan suara dada dengan mengetuk intercosta setiap lobus
menentukan suara sonor, redup dan pekak
Auskultasi : suara napas normal tidak ada wheezing dan rokhi saturasi
oksigen 99%
3. Sistem kardiovaskuler
Inspeksi : Konjungtiva anemis , sclera mata anikterik, bibir lembab, tidak
terdapat sianosis.
Palpasi : bentuk dada simetris tidak lebih dari 5 cm, akral teraba hangat,
dan kekuatan nadi normal : 50x/menit
Perkusi : menentukan suara dengan mengetuk interkosta setiap lobus
Aukultasi : irama jatung regular dan tidak ada suara tambahan
4. Sistem persyarafan
Inspeksi : bentuk hidung normal, reflek pupil cepat, bola mata normal,
wajah simestris, reflek menguyah baik, lidah simestris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan baik di temporalis, maksilaris dan
mandibular, kaku kuduk baik dan reflek patella baik.
5. Sistem penglihatan
Inspeksi : bola mata simetris, sclera mata anikterik, tidak terdapat
pembengkakan pada mata, tidak terdapat edema palpebral.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada frontalis, ethmoid, spenoid, dan
maksilaris.
6. Sistem pendengaran
Inspeksi : bentuk telinga kanan simetris, tidak ada pembengkakan pada
telinga, telinga bersih
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada mastoid
7. Sistem perkemihan dan genitalia
Inspeksi : tidak terpasang kateter
32
8. Sistem pencernaan
Inspeksi : mulut bersih, tidak sikat gigi, bentuk bibir simetris , mukosa
bibir lembab, lidah simetris dan bersih tidak terdapat karies gigi, reflek
menguyah baik, reflek menelan kurang baik dan tidak ada nyeri telan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dikuadran 1 sampai 4, turgor kulit baik dan
tidak ada pembesaran hepar
9. Sistem muskuloskeletal
Ekstremitas atas : warna kuning langsat, tidak terdapat sianosis,
kemerahan dan terdapat pucat, tidak ada fraktur, dan terpasang infus di
tangan kanan jenis cairan NaCl , dan kekuatan otot 5 jari kaki dan tangan
lengkap.
Ekstremitas bawah : warna kuning sawo matang, tidak terdapat sianosis,
kemerahan da terdapat pucat, tidak ada fraktur, dan kekuatan otot 5 jari
kaki dan tangan lengkap.
10. Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembengkakan kelenjar
getah bening, tidka ada tremor, tidak terdapat berlebih di tepak tangan.
11. Sistem integumen
Warna kulit kinung langsat, turgor kulit baik, tidak ada kelainan kulit,
keadaan bersih , rambut bersih.
X. DATA PENUNJANG
No Jenis Tanggal Hasil Nilai Interpretasi
pemeriksaan normal
Laboratorium 15 juli
1.
2019
Hemoglobin 15 juli 10,8 13,2 – menurun
2019 g/dL 17,3 g/dL
Leukosit 15 juli 12,0 3,8 10,6
2019 103/ul 103/ul Meningkat
33
15 juli 317 150 - 440 Normal
Trombosit
2019 103/ul 103/ul
15 juli 32,6 % 40 – 52 % Menurun
Hematocrit
2019
15 juli 4,09 4,4 – 5,9 Normal
Eritrosit
2019 103/ul 103/ul
15 juli 79,6 fL 80 – 100 Normal
MCV
2019 Fl
15 juli 26,4 pg 26 - 34 pg Normal
MCH
2019
15 juli 33,2 32 – 36 Normal
MCHC
2019 g/dL g/dL
15 juli 12,3 % 11,5 – Normal
RWD
2019 14,5 %
15 juli 8,5 fL 7,0 -11,0 Normal
MPV
2019 Fl
2. Hitung jenis
(Diff)
15 juli 80,8 % 28,0 – Meningkat
Segmen
2019 78,0 %
15 juli 9,0 % 25 – 40 % Menurun
Limfosit
2019
15 juli 8,4 % 2–8% Meningkat
Monosit
2019
15 juli 0,3 % 2–4% Menurun
Eosinofil
2019
15 juli 1,5 % 0–1 % Meningkat
Basofil
2019
15 juli 0,0 % 3–6% Menurun
Luc
2019
34
15 juli
3. Imunologi
2019
15 juli (+) 6 (0 – 2) Normal
Tubex tgjt
2019 (4 – 10)
15 juli
4. Elektrolit
2019
15 juli 127 135 – 147 Normal
Natrium
2019 mmol/L mmol/L
15 juli 4,3 3,5 – 5,0 Normal
Kalium
2019 mmol/L mmol/L
15 juli 96 95 – 105 Normal
Chloride
2019 mmol/L mmol/L
XI. PENGOBATAN
No Nama obat Dosis Waktu Cara Ket
20 tpm - IV
1. Infus RL
makro
2x50 mg 08,16,24 IV
2. Ranitidin
3x 4 mg 08,16,24 IV
3. Ondansentron
2x1000 Saat Oral
4. PCT drip
mg demam
lebih dari
37,8
35
Ds: Pasien Typus Hipertemia
16 juli 2019
mengatakan abdominalis (D. 0130)
09.00
demam
mengiglterutama peradangan
dimalam hari.
Do: suhu: 39,5 pelepasan zat
°C pyrogen
Pasien tampak
menggunakan pusat termogulasi
selimut tubuh
Tugor kulit
menurun hipertermia
36
(0-10), palpasi Nyeri akut
nyeri tekan di
kuadran
37
XV. INTERVENSI KEPERAWATAN
Untuk mencegah
hipovelemia
38
16 D.0020 Setelah dilakukan tindakan O: Monitor warna, volume, frekuensi, dan Untuk mengamati
juli
keperawatan selama 3x24 jam di konsistensi tinja kualitas feses dan
2019
harapkan diare pasien teratasi , dengan BAB pasien
N: Berikan cairan intervena
kriteria hasil:
08.00 Untuk mencegah
Indikator IR ER E: Anjurkan makanan porsi kecil dan sering
WIB hipovelemi
Kontrol 3 5 secara bertahap
pengeluaran feses Untuk mnjaga
K: Kolaborasi pemberian obat antimotilitas
Nyeri abdomen 4 5 asupan nutrisi
Konsistensi feses 2 5 pasien
Peristaltic usus 2 5
Untuk
memperlambat
pergerakan usus
39
16 D.0 Setelah dilakukan tindakan O: Identifikasi skala nyeri Untuk mengetahui
juli
keperawatan selama 3 x 24 jam Nyeri tingkat keparahan
2019 N: Kompres hangat/dingin.
akut pasien teratasi dengan kriteria nyeri.
hasil : E: Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
08.00 Untuk
Indikator IR ER
WIB K: Kolaborasi pemberian analgetik obat mengurangi rasa
Keluhan nyeri 3 5
PCT drip 1000 mg nyeri
Muntah 4 5
frekuensi nadi 3 5 Agar pasien dapat
Tekanan darah 3 5 mengenal nyeri
yang dialaminya
Untuk
menghilangkan
rasa nyeri
40
XV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN DAN EVALUASI
41
Respon : - Pasien belum
sepenuhnya melakukan
Pasien mengatakan sering membasahi
tirah baring karena
rambutnya dan menggunakan kipas
09.40 masih bolak-balik
angin
WIB kamar mandi
Respon :
42
D.0020 09.00 Tindakan Kelompok 17 juli S : Pasien mengatakan makan
WIB 1 2019 kurang dari 1 porsi dan pasien
1. Memonitor warna, volume,
mengatakan sulit menelan
frekuensi dan konsistensi tinja 14.00
WIB O:
Respon :
- Tinja pasien berwarna
Tinja pasien berwarna kuning
kuning kecoklatan
kecoklatan dengan frekuensi 5x sehari
dengan frekuensi 5x
dan konsistensi tinja cair
sehari dan konsistensi
09.20 tinja cair
2. Memberikan cairan RL 20 TPM
WIB - Pasien terpasang
Respon : infusan RL 20 tpm
ditangan kiri
Pasien terpasang infusan RL 20 tpm
- Pasien tidak diberikan
ditangan kiri
obat antimotilitas
09.40
3. Menganjurkan pasien makan porsi
WIB A : Diare belum teratasi
kecil tetapi sering dan bertahap
P : Lanjutkan Intervensi 1,
43
2, dan 3
Respon :
Respon :
44
Pasien mengatakan skala nyeri yang O:
di rasakan 6
- Pasien memberikan
2. memberikan kompres hangat kompres hangat di
09.20
daerah axila dextra
WIB Respon :
dengan menggunakan
P : Lanjutkan Intervensi 1, 3,
10.00 4. Kolaborasi pemberian paracetamol
dan 4
WIB drip 2x1000 mg
45
Respon :
D.0130 18 juli S:
2019
- Pasien mengatakan tidak mengetahui penyebab pasien demam Kelompok 1
09.00 - Pasien mengatakan sering membasahi rambutnya dan menggunakan
WIB kipas angin
O:
46
bolak-balik kamar mandi
- Pasien terpasang infusan RL 20 tpm di tangan kiri
I:
Respon :
Suhu : 37,4 ºC
Respon :
47
aktivitasnya di tempat tidur seperti: BAK dan BAB
Respon :
E: S:
O:
A : Hipertermia teratasi
P : Hentikan intervensi
48
R: -
D.0020 18 juli S : Pasien mengatakan makan kurang dari 1 porsi dan pasien mengatakan Kelompok 1
2019 sulit menelan
09.20 O:
WIB
- Tinja pasien berwarna kuning kecoklatan dengan frekuensi 5x sehari
dan konsistensi tinja cair
- Pasien terpasang infusan RL 20 tpm ditangan kiri
- Pasien tidak diberikan obat antimotiitas
I:
Respon :
49
Tinja pasien berwarna kuning dengan frekuensi 2x sehari dan
konsistensi tinja Lembek dan sudah ada ampasnya
Respon :
Respon :
O:
50
A : Diare teratasi
P : Hentikan intervensi
R:-
I:
51
Respon :
Respon :
Respon :
O:
52
dan pasien mencoba saat nyeri datang
- Pasien sudah tidak diberikan paracetamol drip 2x 1000 mg
P : Hentikan intervensi
R:-
53
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini merupakan pembahasan dari asuhan keperawatan pada pasien
dengan typus di ruang diponegoro Rumah Sakit Arjawinangun Cirebon. Dalam
bab ini, penyusun akan membahas meliputi segi pengkajian, diagnosa,
implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan mengenai kasus yang
penyusun angkat.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian yang
akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam
merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan
keperawatan sesuai dengan respon individu sebagaimana yang telah ditentukan
dalam standa praktik keperawatan.
Menurut SDKI tanda gejala yang dapat muncul pada pasien typus yaitu
hipertermia suhu badan pasien meningkat, diare dengan frekuensi > 3x/menit,
konsistensi cair tanpa ampas, nyeri akut karena skala 6 (0-10). Berdasarkan hal
tersebut penulis melakukan pengkajian tidak berbeda jauh jika dibandingkan
dengan tinjauan teori yang ada. Hanya saja saat dilakukan pengkajian penurunan
volume cairan intravaskuler, interstisial atau intraseluler.
B. Diagnosa Keperawatan
54
dalam kasus asuhan keperawatan pada pasien dengan typus menegakkan sebanyak
3 diagnosa.
55
C. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan suatu perwujudan dari perencanaan yang sudah
disusun pada tahap perencanaan sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut penyusun
dalam mengelola pasien dalam implementasi dengan masing-masing diagnosa.
4. Hipertemia berhubungan dengan (typus abdominalis) Pada diagnosa ini
penyusun selama 3 x 24 jam melakukan pengkajian terkait hipertemia, dan
respon pasien secara subyektif yaitu: Pasien mengatakan demam
mengiglterutama dimalam hari respon pasien secara objektif yaitu: suhu:
39,5°C, Pasien tampak menggunakan selimut, tugor kulit menurun
Tujuan dilakukannya pengkajian hipertermia yaitu untuk mengetahui
tindakan perawatan selanjutnya untuk pasien, dan untuk mengatasi hipertemia
dilakukan tindakan kolaborasi pemberian paracetamol drip 2x1000 mg pada
pasien. Tindakan pemberian paracetamol drip ini diberikan karena memiliki
peranan dalam menstabilkan suhu badan pasien dalam hal ini adalah untuk
optimalisasi kapasitas suhu tubuh pasien sama dengan suhu dalam ruangan/
lingkungan. Paracetamol drip bertujuan mempertahankan kesehatan,
memelihara dan mempertahankan suhu tubuh yang normal pada metabolism
tubuh (stabilitas suhu tubuh).
Selanjutnya dilakukan tindakan mengetahui penyebab hipertermia untuk
menegakan diagnosa dan mempertimbangan tindakan apa yang akan
dilakukan, membasahi dan kipasi permukaan tubuh bertujuan untuk
menyamana antar lingkungan dan suhu tubuh pasien biasanya pada seseorang
yang terkena hipertermia meski suhu lingkungan dingin, suhu dalam
tubuhnya masih ngerasa panas, tujuan dilakukan ini untuk membantu pasien
dalam keadaan suhu tubuh tidak panas dan tidak kedinginan. Menganjurkan
pasien untuk tirah baring bertujuan untuk mengistirahatkan tubuh pasien agar
dalam keadaan stabil dan agar membantu menyembuhan dari naik dan
turunnya suhu tubuh. Memberikan cairan RL 20 tpm membantu pasien agar
tidak terkena dehidrasi ringan muapun berat.
Suhu tubuh merupakan keseimbangan antara panas yang diperoleh dan
panas yang hilang, pemeriksaan suhu tubuh digunakan untuk menilai kondisi
metabolism dalam tubuh, dimana tubuh menghasilkan panas secara kimiawi
56
melalui metabolisme darah, suhu tubuh yang diperoleh pada pasien yaitu 39,0
°C.
5. Diare berhubungan dengan proses infeksi. Pada diagnosa ini penyusun
selama 3 kali 24 jam melakukan pengkajian terkait diare, dan respon pasien
secara subyektif yaitu pasien: Pasien mengatakan makan kurang dari 1
porsi dan pasien mengatakan sulit menelan. Respon pasien secara objektif
yaitu Tinja pasien berwarna kuning kecoklatan dengan frekuensi 5x sehari
dan konsistensi tinja cair, pasien terpasang infusan RL 20 tpm ditangan kiri,
pasien tidak diberikan obat antimotilitas
Tujuan dilakukannya pengkajian diare yaitu untuk mengetahui tindakan
perawatan selanjutnya untuk pasien, dan untuk mengatasi masalah diare
dilakukan tindakan memonitor warna,volume,frekuensi,dan konsistensi
tinja. Tindakan memonitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi
bertujuan untuk mengamati kemungkinan komplikasi yang terjadi seperti
defisit nutrisi dan hipovolemia.
Selanjutnya dilakukan tindakan memberikan cairan infus RL melalui
intravena dengan kecepatan 20 TPM. Pemberian cairan RL melalui
intravena bertujuan untuk menstabilkan asupan cairan dan elektrolit pasien
yang mungkin terganggu karena diare. Komposisi dari setiap 500ml Cairan
inus RL yaitu, sodium chloride 3g, potassium chloride 0,15 g, calcium
chloride dehydrate 0,10 g, sodium lactate 1,55 g. Manfaat cairan infus RL
pada pasien yaitu untuk mengganti cairan dan elektrolit dari makanan yang
belum terserap oleh tubuh.
Selanjutnya dilakukan edukasi agar pasien makan dengan porsi sedikit tapi
sering, intervensi ini bertujuan untuk mencegah rasa mual setelah makan.
Dengan pemberian makan porsi kecil mencegah produksi asam lambung
yang tinggi, sehingga rasa mual tidak muncul.
57
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisologis pada diagnosa ini
penyusun selama 3x24 jam melakukan pengkajian nyeri akut dan respon
pasien secara subyektif yaitu: pasien mengatakan skala nyeri berkurang
menjadi 5 (0-10). Respon pasien secara obyektif: RR 25x/menit, pasien
tampak tidak mringis, Nadi 85 x/menit.
Identifikasi skala nyeri Tujuan dilakukan Mengidentifikasi karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri yang berujuan untuk mengetahui
karakteristik nyeri pasien dan untuk mengetahui tindakan selanjutnya yang
akan dilakukan.
Selanjutnya, dilakukan tindakan kompres hangat/dingin yang bertujuan
untuk mengurangi rasa nyeri dan mengurangi ketegangan pada otot
walaupun dapat juga dipergunakan untuk mengatasi berbagai jeis nyeri
lainnya.
Selanjutnya dilakukan tindakan Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
agar pasien mampu dan bisa mengetahui bagaimana cara untuk melakukan
tindakan yang tepat dan untuk meradakan nyeri yang sedang dirasakan.
Selanjutnya dilakukan tindakan Kolaborasi pemberian analgetik obat PCT
drip 1000 mg yang bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri pada lambung.
Obat PCT ini adalah salah satu obat yang masuk kedalam golongan
analgesic (Pereda Nyeri) dan anti piretik (penurun demam).
D. Evaluasi Keperawatan
58
1. Hipertermia
A : Hipertermia teratasi
P : Hentikan intervensi
2. Diare
A : Diare teratasi
P : Hentikan intervensi
3. Nyeri Akut
O : Perawat memberikan edukasi ketika nyeri pasien tarik nafas dalam dan
pasien mencoba saat nyeri dating, Pasien sudah tidak diberikan paracetamol
drip 2x 1000 mg
P : Hentikan intervensi
59
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
60
DAFTAR PUSTAKA
61