Anda di halaman 1dari 32

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA TN. P


DENGAN POST OPERASI HERNIA INGUINALIS
LATERALIS DI RUANG KANTHIL
RSUD KARANGANYAR









DI SUSUN OLEH :
DENI SETIOWATI
NIM. P.09011






PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2012

STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA TN. P
DENGAN POST OPERASI HERNIA INGUINALIS
LATERALIS DI RUANG KANTHIL
RSUD KARANGANYAR


Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan







DI SUSUN OLEH :
DENI SETIOWATI
NIM. P.09011



PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2012
vii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
DAFTAR ISI .............................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan .................................................................................. 4
C. Manfaat Penulisan ................................................................................ 4
BAB II LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien ...................................................................................... 6
B. Pengkajian ............................................................................................ 7
C. Perumusan Masalah Keperawatan ....................................................... 10
D. Perencanaan Keperawatan ................................................................... 11
E. Implementasi Keperawatan................................................................... 11
F. Evaluasi Keperawatan .......................................................................... 13

viii
BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan .......................................................................................... 15
B. Simpulan ............................................................................................... 25
Daftar Pustaka
Lampiran
Daftar Riwayat Hidup
















1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pada bab ini penulis menjelaskan tentang latar belakang masalah
penyakit Hernia Inguinalis Lateralis meliputi pengertian, jenis, penyebab,
gejala yang dirasakan pasien, angka kejadian penyakit pada anak dan orang
dewasa, masalah keperawatan yang timbul pasca operasi, penanganan pada
nyeri dan tingkat nyeri pasca pembedahan. Adapun penjelasannya adalah
sebagai berikut : Hernia Inguinalis Lateralis adalah suatu penonjolan dinding
perut yang terjadi di daerah inguinal disebelah lateral pembuluh epigastrika
inferior (R. Sjamsuhidajat). Penyebab terjadinya Hernia Inguinalis Lateralis
yaitu karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat. Pada Hernia
Inguinalis Lateralis keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha
yang timbul pada waktu mengejan, batuk, atau mengangkat beban berat, dan
menghilang waktu istirahat baring (Sudoyo, 2009).
Angka kejadian Hernia Inguinalis Lateralis pada orang dewasa yaitu 12
kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan pada perempuan dengan angka
70 per 10.000 pada umur 45-64 tahun dan meningkat menjadi 150 pada umur
di atas 75 tahun. Angka kejadian hernia inguinalis pada bayi dan anak antara 1
sampai 2 %. Kemungkinan terjadi pada sisi kanan 60%, sisi kiri 20-25 % dan
bilateral 15 %.2. Pada Hernia Inguinalis Lateralis sendiri dapat terjadi pada
semua umur, namun paling banyak terjadi pada usia antara 45 sampai 75 tahun.
2
Berdasarkan data didapatkan hasil bahwa insidensi hernia inguinalis
diperkirakan diderita oleh 15% populasi dewasa, 5-8 % pada rentang usia 25-
40 tahun, dan mencapai 45 % pada usia 75 tahun (Albiner Simarmata, 2003).
Pada penderita Hernia Inguinalis Lateralis akan dilakukan tindakan
pembedahan yaitu herniotomi. Herniotomi adalah operasi untuk menutup
rongga hernia. Pada pembedahan tersebut akan memunculkan masalah
keperawatan yaitu nyeri. Nyeri merupakan pengalaman sensorik multidimensi
yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan (Ahmad, 2003). Nyeri
adalah suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif (Arif Muttaqin, 2009).
Nyeri pasca bedah disebabkan luka operasi, tetapi mungkin ada sebab
yang lain harus dipertimbangkan. Pencegahan nyeri harus dipersiapkan
sebelum operasi agar penderita tidak terganggu oleh nyeri setelah pembedahan
dengan memberikan analgetik. Pengendalian nyeri adalah suatu aspek penting
untuk perawatan optimal penderita yang menjalani pembedahan. Oleh karena
itu, ilmu mengenai patofisiologi nyeri, farmakologi obat-obat analgetik, dan
tehnik efektif dalam pengendalian nyeri sepantasnya mendapat perhatian
kusus. Pada timbulnya keluhan nyeri berlangsung dalam empat tingkat.
Tingkat I yaitu keluhan nyeri terdapat suatu nosisepsi di suatu tempat pada
tubuh disebabkan oleh noksa. Tingkat II yaitu penderita menyadari adanya
noksa. Tingkat III yaitu penderita mengalami sensasi nyeri. Tingkat 4 yaitu
timbul reaksi terhadap sensasi nyeri dalam bentuk sikap dan perilaku verbal
3
maupun nonverbal untuk mengemukakan apa yang dirasakan (R.
Sjamsuhidajat, 2005).
Pada nyeri akut memerlukan pendekatan terapi yang berbeda. Pada
penderita nyeri akut, diperlukan obat yang dapat menghilangkan nyeri dengan
cepat. Pasien lebih dapat mentolerir efek samping obat daripada nyerinya.
Prinsip pengobatan nyeri akut dan berat pemberian obat yang efek
analgetiknya kuat dan cepat dengan dosis optimal. Nyeri akut sesudah
dilakukannya tindakan pembedahan atau operasi digambarkan sebagai
persepsi yang disadari terhadap noksius stimuli, dan merupakan fenomena
subjektif yang digambarkan berdasarkan lokasi, intensitas, durasi, dan
pengaruhnya terhadap penderita (Suwarman, 2007). Nyeri akut biasanya
awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri
akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah benar-benar terjadi.
Pada umumnya nyeri akut terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang
dari satu bulan (Brunner and Suddarth, 2002).
Penulis mengambil kasus nyeri pada penyakit Hernia Inguinalis
Lateralis karena penulis ingin lebih memahami kasus ini. Penyakit Hernia
Inguinalis Lateralis sendiri banyak diderita oleh anak-anak, dan orang dewasa
serta oleh para pekerja berat. Kondisi ini diperparah dengan krisis ekonomi
Indonesia, yang berakibat pada tingginya jumlah penduduk miskin Indonesia
hingga mencapai 35,7%, dimana sebagian besar merupakan pekerja berat. Hal
ini memperbesar kerentanan penduduk miskin menderita hernia. (BPS dan
Depsos, 2002).
4
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melaporkan kasus nyeri pada Tn. P post operasi Hernia Inguinalis
Lateralis di RSUD Karanganyar .
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn. P dengan nyeri post
operasi Hernia Inguinalis Lateralis.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. P dengan
nyeri post operasi Hernia Inguinalis Lateralis.
c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada Tn. P
dengan nyeri post operasi Hernia Inguinalis Lateralis.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Tn. P dengan nyeri post
operasi Hernia Inguinalis Lateralis
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Tn. P dengan nyeri post
operasi Hernia Inguinalis Lateralis.
f. Penulis mampu menganalisa kondisi nyeri yang terjadi pada Tn. P
dengan nyeri post operasi Hernia Inguinalis Lateralis.

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan peneliti tentang masalah keperawatan nyeri post
operasi Hernia Inguinalis Lateralis dan merupakan suatu pengalaman baru
bagi penulis atas informasi yang diperoleh selama penelitian
5
2. Bagi Institusi
Sebagai tambahan informasi dan bahan kepustakaan dalam pemberian
asuhan keperawatan medikal bedah pada post operasi Hernia Inguinalis
Lateralis.
3. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan masukan khususnya untuk perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien yang mengalami
penyakit Hernia Inguinalis Lateralis dan sebagai pertimbangan perawat
dalam mendiagnosa kasus sehingga perawat mampu memberikan tindakan
yang tepat kepada pasien.

6
BAB II
LAPORAN KASUS

Pada bab ini penulis menjelaskan laporan kasus tentang gangguan rasa
nyaman nyeri yang sudah dilakukan pengkajian selama 3 hari di RSUD
Karanganyar. Tujuan dari laporan kasus ini adalah penulis mampu melaporkan
kasus nyeri pada Hernia Inguinalis Lateralis yang diderita Tn. P post operasi
Hernia Inguinalis Lateralis di RSUD Karanganyar meliputi : mengkaji identitas
pasien, mengkaji riwayat kesehatan pasien, mengkaji pola kesehatan fungsional,
memantau hasil pemeriksaan fisik dan penilaian, melakukan pemeriksaan
penunjang, merumuskan daftar perumusan masalah, memberikan perencanaan
pada pasien , memberikan tindakan keperawatan pada pasien, dan mengevaluasi
hasil dari tindakan yang dilakukan. Adapun pengkajiannya adalah sebagai
berikut :

A. Identitas Klien
Pasien berinisial Tn. P umur 40 tahun, jenis kelamin laki-laki, beragama
islam, pendidikan terakhir STM, bekerja sebagai buruh, tinggal di Jaten Rt 08/
Rw 14 Jaten Karanganyar. Pasien masuk RSUD Karanganyar pada hari Senin,
02 April 2012 pukul 15.30 WIB. Pasien mengeluh nyeri kemudian langsung di
bawa ke RSUD Karanganyar. Diagnosa medis Tn. P adalah Hernia Inguinalis
Lateralis Dextra, nomer rekam medis 237300, Dr. H. Penanggung jawab
pasien berinisial Ny. S, umur 39 tahun, pendidikan terakhir SMP, bekerja
7
sebagai buruh, tinggal di Jaten Rt 08/ Rw 14 Jaten Karanganyar dan juga
sebagai istri Tn. P.

B. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada hari Senin, 02-03 April 2012 di Bangsal
Kanthil RSUD Karanganyar. Data diperoleh dari pasien, keluarga dan status
kesehatan. Data-data diperoleh dengan cara wawancara, observasi langsung
dan pemeriksaan fisik.
Pada riwayat kesehatan klien, keluhan utama yang dirasakan pasien adalah
nyeri. Dalam riwayat kesehatan sekarang pasien mengatakan sudah merasakan
sakitnya sejak 1 minggu yang lalu, nyeri yang dirasakan hilang timbul.
Sebelum masuk rumah sakit pasien mengatakan sering gelisah, perut terasa
kembung dan jarang kentut. Pada tanggal 02 April 2012, pasien masuk RSUD
Karanganyar, didapatkan hasil pasien mengatakan nyeri karena penyakit yang
diderita, nyerinya seperti melilit-lilit di perut kanan bawah (kuadran IV)
dengan skala nyeri 6, nyeri dirasakan saat bergerak dan mengangkat benda
berat. Hasil tanda-tanda vital antara lain tekanan darah : 120/80 mmHg,
pernafasan : 18 kali per menit, suhu : 36,2C, nadi : 80 kali per menit,
terpasang infus Ringer Laktat 20 tetes per menit. Pada tanggal 03 April 2012
pukul 10.00-11.45 WIB pasien menjalani operasi. Pada pukul 13.00 pasien
mengatakan nyeri karena post operasi, nyerinya seperti melilit-lilit dan
terbakar di perut kanan bawah (kuadran IV) dengan skala nyeri 7, nyeri
dirasakan saat bergerak. Didapatkan hasil dari tanda-tanda vital, antara lain
8
tekanan darah : 110/70 mmHg, pernafasan : 20 kali per menit, suhu : 36,6C,
nadi : 86 kali per menit, pasien tampak kesakitan, gelisah, dan pasien tampak
tidak rileks.
Riwayat kesehatan dahulu pasien mengatakan belum pernah mengalami
sakit seperti yang dirasakan saat ini, pasien baru pertama menjalani rawat inap
di rumah sakit, juga pasien tidak mempunyai riwayat penyakit seperti
hipertensi, diabetes melitus atau yang lainnya. Riwayat kesehatan keluarga
pasien mengatakan anak ke-7 dari 7 bersaudara. Pasien mempunyai seorang
istri yang merupakan anak ke-3 dari 4 bersaudara. Pasien juga mempunyai 2
orang anak yaitu anak pertama laki-laki, dan anak ke-2 perempuan. Pasien
tinggal serumah bersama istri dan anak-anaknya. Dikeluarga pasien tidak ada
yang menderita penyakit seperti yang diderita pasien. Riwayat kesehatan
lingkungan pasien mengatakan lingkungan tempat tinggalnya bersih, di
rumahnya terdapat 4 pintu, ventilasi cukup, jendela, kemudian dilengkapi
kamar tidur, dapur, dan kamar mandi yang bersih.
Pengkajian pola kesehatan fungsional pada pola aktifitas dan latihan,
pasien mengatakan dalam melakukan aktifitas seperti makan dan minum
dibantu oleh orang lain. Pasien dalam memakai baju dibantu oleh orang lain.
Pasien dalam mobilitas di tempat tidur dibantu oleh orang lain. Pasien dalam
melakukan toileting dibantu oleh orang lain dan menggunakan alat bantu
seperti pispot. Pasien dalam berpindah dan ambulasi tergantung total. Pola
istirahat tidur, sebelum sakit pasien mengatakan tidur 7-8 jam/hari. Selama
sakit pasien mengatakan tidur 6-8 jam/hari. Pola kognitif perceptual, sebelum
9
sakit pasien mengatakan sadar penuh pendengaran dan penglihatan. Selama
sakit pasien mengatakan sadar penuh pendengaran dan penglihatan.
Hasil pemeriksaan umum Post Operasi yang dilakukan pada Tn. P pada
tanggal 03 April 2012, diperoleh hasil yaitu kesadaran composmentis, keadaan
umum lemah, tanda-tanda vital antara lain tekanan darah : 110/70 mmHg,
pernafasan : 20 kali per menit, suhu : 36,6C, nadi :86 kali per menit.
Hasil pemeriksaan fisik yaitu bentuk kepala mesocephal, rambut pendek
dan bergelombang. Mata simetris kanan dan kiri, pupil normal, konjungtiva
tidak anemis, tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Hidung berbentuk
simetris kanan kiri, tidak ada polip dan tidak ada sekret. Mulut pada bibir
simetris kanan kiri, mukosa bibir lembab, tidak sianosis. Telinga simetris
kanan kiri, terdapat sedikit serumen. Leher tidak ada pembesaran thyroid.
Jantung untuk inspeksi ictus cordis tidak tampak, saat dipalpasi ictus cordis
tidak teraba, saat diperkusi berbunyi pekak, saat diauskultasi bunyi jantung I-
II terdengar murni reguler. Pada paru-paru untuk inspeksi pengembangan paru
kanan dan kiri simetris, saat dipalpasi gerakan fokal fremitus antara kanan dan
kiri sama, saat diperkusi bunyi paru-paru sonor, saat diauskultasi bunyi paru-
paru terdengar suara normal dan tidak ada wheezing. Pada abdomen untuk
inspeksi terdapat luka jahitan, saat diauskultasi terdengar bising usus 10 kali
per menit, saat dipalpasi terdapat nyeri tekan pada kuadran IV, saat diperkusi
terdengar bunyi tympani. Pada genetalia terpasang kateter, untuk ekstermitas
pada tangan kiri terpasang infus Ringer Laktat 20 tetes per menit, kedua kaki
tampak baik. Pada kulit Tn. P berwarna sawo matang.
10
Pada pemeriksaan penunjang, terapi yang diberikan pada Tn. P sesuai
dengan advis dokter antara lain yaitu bedrest, terapi obat meliputi : cairan IV
dengan diberikan infus Ringer Laktat 20 tetes per menit, obat oral
Ciprofloxocin (12,5 mg) 2x1, obat Pronalges Suppositorial 3x1 supp.
Pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada
tanggal 02 April 2012 didapatkan hasil sebagai berikut: Hemoglobin sebesar
14,1 g/dl (dengan harga normal untuk laki-laki = 14-17,5, dan wanita = 12,3-
15,3), Eritrosit sebesar 4,9 10
6
/ UL (dengan harga normal untuk laki-laki =
4,5-5,9 dan wanita = 4,1-5,1), Hematokrit sebesar 41,7% (dengan harga
normal untuk laki-laki = 40-52, dan wanita = 35-47), dan Leukosit sebesar
9,8
3
/ UL (dengan harga normal untuk anak-anak = 4,5-14,5, dan dewasa = 4,0-
11,3), Trombosit sebesar 259 10
3
/ UL (dengan harga normal = 100-300),
Ureum sebesar 35,7mg/dL (dengan harga normal = 10-50), Creatinin sebesar
0,96mg/dL (dengan harga normal laki-laki = 0,8-1,3, wanita = 0,6-1,2),
HbsAg negative, golongan darah B.

C. Daftar Perumusan Masalah
Pengkajian post operasi dilakukan pada tanggal 03 April 2012 pukul
13.00 WIB di Bangsal Kanthil di RSUD Karanganyar. Pada pengkajian
tersebut ditemukan analisa data sebagai berikut : data subyektif yaitu pasien
mengatakan nyeri karena post operasi, nyerinya seperti melilit-lilit dan
terbakar di perut kanan bawah (kuadran IV) dengan skala nyeri 7, nyeri
dirasakan saat bergerak. Data obyektif yaitu pasien tampak kesakitan, gelisah,
11
pasien tampak tidak rileks, tanda-tanda vital : tekanan darah : 110/70 mmHg,
pernafasan : 20 kali per menit, suhu : 36,6C, nadi : 86 kali per menit. Dari
data tersebut masalah yang ditemukan yaitu nyeri akut dengan penyebab yaitu
agen cedera fisik (insisi pembedahan). Sehingga didapatkan prioritas diagnosa
nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (insisi pembedahan).

D. Perencanaan
Intervensi disusun pada tanggal 03 April 2012 dengan pasien di Bangsal
Kanthil di RSUD Karanganyar. Diagnosa keperawatan post operasi yaitu nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera fisik (insisi pembedahan), dengan
tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 kali 24 jam pasien
tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil : tanda-tanda vital dalam batas
normal (tekanan darah : 120/90 mmHg, suhu 36C, nadi : 80 kali per menit,
pernafasan : 20 kali per menit), pasien dapat mengontrol nyeri, skala nyeri 3-5.
Intervensi keperawatan untuk diagnosa nyeri akut yaitu pantau tingkat skala
nyeri, rasional untuk mengidentifikasi skala nyeri. Monitor tanda-tanda vital,
rasional untuk mengetahui perkembangan dan ketidaknyamanan pasien.
Ajarkan tehnik relaksasi, rasional untuk melepaskan tegangan emosional dan
otot. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik (Pronalges Suppositoria),
rasional untuk mengurangi rasa nyeri. Berikan teknik distraksi, rasional untuk
memfokuskan pasien ke hal lain dalam mengurangi rasa nyeri.


12
E. Implementasi
Implementasi dilakukan pada tanggal 03 April 2012 oleh penulis dimulai
pukul 13.00 WIB dengan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera fisik (insisi pembedahan). Dilakukan tindakan keperawatan pada pukul
13.00 WIB adalah memantau tingkat skala nyeri, dengan respon subjektif
adalah pasien mengatakan nyeri karena post operasi, nyerinya seperti melilit-
lilit dan terbakar di perut kanan bawah (kuadran IV) dengan skala nyeri 7,
nyeri dirasakan saat bergerak, untuk respon objektifnya adalah pasien tampak
kesakitan, gelisah. Pada pukul 13.10 WIB dilakukan tindakan keperawatannya
adalah memonitor tanda-tanda vital, dengan respon subjektif adalah pasien
mengatakan badannya terasa lemah, respon objektif adalah tanda-tanda vital :
tekanan darah : 110/70 mmHg, pernafasan : 20 kali per menit, suhu : 36,6C,
nadi : 86 kali per menit. Pada pukul 13.00 WIB dilakukan tindakan
keperawatannya adalah memberikan terapi analgetik (Pronalges Suppositoria
3x1), respon subjektif adalah pasien mengatakan mau diberikan obat lewat
anus, respon objektif adalah obat Pronalges Suppositoria masuk melalui anus.
Pada pukul 14.00 WIB dilakukan tindakan keperawatannya adalah
mengajarkan tehnik relaksasi, respon subjektif adalah pasien mengatakan lebih
rileks, respon objektif adalah pasien memperagakan teknik relaksasi.
Dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 04 April 2012 pukul
08.00 WIB adalah memantau tingkat skala nyeri, dengan respon subjektif
adalah pasien mengatakan nyeri karena post operasi, nyerinya seperti melilit-
lilit dan terbakar di perut kanan bawah (kuadran IV) dengan skala nyeri 6,
13
nyeri dirasakan saat bergerak, untuk respon objektifnya adalah pasien tampak
kesakitan. Pada pukul 09.00 WIB dilakukan tindakan keperawatannya adalah
memberikan terapi analgetik (Pronalges Suppositoria), respon subjektif
adalah pasien mengatakan mau diberikan obat lewat anus, respon objektif
adalah obat Pronalges Suppositoria masuk melalui anus. Pada pukul 12.00
WIB dilakukan tindakan keperawatannya adalah memonitor tanda-tanda vital,
dengan respon subjektif adalah pasien mengatakan badannya terasa lemah,
respon objektif adalah tanda-tanda vital : tekanan darah : 120/90 mmHg,
pernafasan : 18 kali per menit, suhu : 36,1C, nadi : 90 kali per menit. Pada
pukul 12.15 WIB dilakukan tindakan keperawatannya adalah mengajarkan
tehnik relaksasi, respon subjektif adalah pasien mengatakan lebih rileks,
respon objektif adalah pasien memperagakan teknik relaksasi. Pada pukul
13.00 WIB dilakukan tindakan keperawatannya adalah memberikan teknik
distraksi, respon subjektif adalah pasien mengatakan lebih rileks , respon
objektif adalah pasien mempraktekkan teknik distraksi.

F. Evaluasi
Pada tanggal 03 April 2012 pukul 13.00 WIB catatan perkembangan
pada Tn. P pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
(insisi pembedahan) adalah sebagai berikut data subyektif pasien mengatakan
nyeri karena post operasi, nyerinya seperti melilit-lilit dan terbakar, di perut
kanan bawah, dengan skala nyeri 7, nyeri dirasakan saat bergerak. Data
obyektif pasien tampak kesakitan, gelisah, pasien tampak tidak rileks. Analisa
14
yaitu masalah nyeri akut belum teratasi. Perencanaan yaitu intervensi
dilanjutkan antara lain pantau tingkat skala nyeri, monitor tanda-tanda vital,
ajarkan tehnik relaksasi, kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik
(Pronalges Suppositoria), berikan teknik distraksi.
Pada tanggal 04 April 2012 pukul 09.00 WIB catatan perkembangan
pada Tn. P pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
(insisi pembedahan) adalah sebagai berikut data subyektif pasien mengatakan
nyeri karena post operasi, nyerinya seperti melilit-lilit dan terbakar, di perut
kanan bawah, skala nyeri 6, nyeri dirasakan saat bergerak. Data obyektif
pasien tampak kesakitan, pasien tampak tidak rileks. Analisa yaitu masalah
nyeri akut belum teratasi. Perencanaan yaitu intervensi dilanjutkan antara lain
pantau tingkat skala nyeri, monitor tanda-tanda vital, ajarkan tehnik relaksasi,
kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik (Pronalges Suppositoria),
berikan teknik distraksi.

15
BAB III
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

Bab ini merupakan pembahasan tentang kesenjangan antara kasus dengan
teori yang ada dan juga melihat kekurangan penulis dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien. Pembahasan ini meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Adapun penjelasannya
sebagai berikut :

A. Pembahasan
Tahap pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu
( Nursalam, 2009).
Pengkajian terhadap Tn. P penulis menggunakan metode wawancara,
observasi, dan pemeriksaan fisik. Pada metode pertama yaitu wawancara
merupakan metode komunikasi yang direncanakan dan meliputi tanya jawab
antara perawat dengan pasien (Nursalam, 2009). Hal ini penulis tidak
menemukan kesulitan, karena Tn. P dapat menjawab semua pertanyaan
dengan baik, selain itu Tn. P dapat bekerja sama dengan baik dalam
memberikan keterangan.
16
Metode yang kedua digunakan dalam mengumpulkan data adalah
observasi yaitu kegiatan mengamati perilaku dan keadaan klien untuk
memperoleh data tentang masalah kesehatan klien (Nursalam, 2009). Dalam
metode ini penulis mengalami kesulitan karena tidak dapat melakukan
observasi secara langsung selama 3 kali 24 jam karena penulis hanya
berdinas pada satu shift saja 3 kali 7 jam. Berikutnya penulis hanya dapat
mendelegasikan kepada tim perawat lain yang berdinas di ruang Kanthil
RSUD Karanganyar.
Metode yang ketiga yaitu pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik
dipergunakan untuk memperoleh data objektif dari pasien dan untuk
menentukan status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah kesehatan,
serta dalam penyusunan rencana asuhan keperawatan ( Nursalam, 2009).
Data fokus yang ditemukan penulis dalam pengkajian kasus Tn. P
tidak jauh berbeda dengan data fokus yang disebutkan dalam teori sehingga
terdapat kesinambungan antara tinjauan teori dengan kasus nyata. Hasil
pengkajian pada tanggal 02-03 April 2012 data fokus yang terdapat pada
kasus adalah pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit pasien merasa
sering gelisah, perut terasa kembung dan jarang kentut. Pasien mengatakan
nyeri di perut kanan bawah dan nyeri ketika mengangkat benda berat. Dari
data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada persamaan antara data yang ada
di kasus dan teori yaitu persamaan data dengan penyakit Hernia Inguinalis
Lateralis.
17
Hernia Inguinalis Lateralis adalah suatu penonjolan dinding perut
yang terjadi di daerah inguinal disebelah lateral pembuluh epigastrika
inferior (R. Sjamsuhidajat). Penyebab terjadinya Hernia Inguinalis Lateralis
yaitu karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat. Pada
Hernia Inguinalis Lateralis keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di
lipat paha yang timbul pada waktu mengejan, batuk, atau mengangkat beban
berat, dan menghilang waktu istirahat baring (Sudoyo, 2009). Tanda-tanda
dan gejala Hernia Inguinalis Lateralis yaitu gelisah, kembung, nyeri, tidak
ada flatus, muntah, distensi abdomen, konstipasi (Arif Muttaqin, 2009).
Dalam pemeriksaan penunjang penulis tidak mendokumentasikan hasil
pemeriksaan diameter anulus inguinalis, dan penulis tidak
mendokumentasikan hasil pemeriksaan dengan sinar X abdomen yang
menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas dalam usus atau obstruksi usus
(Sandra M. Netina, 2002). Hal ini merupakan keterbatasan informasi yang
diperoleh penulis.
Pengkajian untuk menggambarkan nyeri dapat dilihat dari beberapa hal.
Pertama, intensitas nyeri yaitu dengan membuat tingkatan nyeri dimana pada
skala intensitas nyeri angka 0 digambarkan tidak ada nyeri, angka 1-3
digambarkan nyeri ringan, angka 4-6 digambarkan nyeri sedang, angka 7-9
digambarkan nyeri berat, dan angka 10 digambarkan nyeri paling hebat.
Kedua, karakteristik nyeri yaitu termasuk letak, irama, dan kualitas. Ketiga,
faktor-faktor yang meredakan nyeri yaitu istirahat, obat-obat bebas, dan apa
yang dipercaya pasien untuk membantu mengatasi nyeri. Keempat, efek
18
nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari yaitu tidur, nafsu makan,
konsentrasi dan interaksi dengan orang lain. Kelima, kekhawatiran individu
tentang nyeri yaitu beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran, dan
perubahan citra diri (Brunner and Suddarth, 2002).
Pada hasil pengkajian pola kesehatan fungsional ditemukan masalah
pada pola aktifitas dan latihan yaitu setelah post operasi Tn. P mengatakan
makan atau minum, berpakaian, mobilitas di tempat tidur dibantu oleh orang
lain, untuk toileting dibantu orang lain dan menggunakan alat, untuk
berpindah dan ambulasi tergantung total. Menurut teori yang ada, nyeri
pasca operasi yang akut dapat menyebabkan ketidakmampuan dan
imobilisasi pada individu, sehingga kondisi ini akan merusak kemampuan
individu untuk melakukan aktivitas perawatan diri. Pasien yang mengalami
nyeri kurang mampu berpartisipasi dalam aktivitas hal ini disebabkan karena
rasa ketidaknyamanan pasca operasi sehingga menyulitkan pasien seperti
saat makan, mandi, berpakaian dan yang lainnya (Patricia A. Potter, 2006).
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan respons
manusia dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas
dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan
mengubah (Nursalam, 2009). Berdasarkan data-data yang didapatkan
penulis dari hasil pengkajian tanggal 02-03 April 2010, pada Tn. P di ruang
Kanthil RSUD Karanganyar. Dari data pengkajian dapat disimpulkan bahwa
pasien mempunyai masalah keperawatan nyeri. Etiologi dari diagnosa ini
19
adalah agen cedera fisik dari insisi pembedahan (Nanda, 2009). Secara
otomatis etiologi diatas akan mengakibatkan hambatan syaraf-syaraf yang
mensyarafi sensasi nyeri pada organ yang bersangkutan, sehingga rasa nyeri
akan sangat dirasakan oleh pasien.
Berdasarkan dari masalah keperawatan dan etiologi dapat dimunculkan
diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (insisi
pembedahan). Penulis merumuskan diagnosa nyeri akut karena didukung
data subjektif pasien mengatakan nyeri karena post operasi, nyerinya seperti
melilit-lilit dan terbakar di perut kanan bawah (kuadran IV) dengan skala
nyeri 7, nyeri dirasakan saat bergerak. Data obyektif yaitu pasien tampak
kesakitan, gelisah, pasien tampak tidak rileks, tanda-tanda vital : tekanan
darah : 110/70 mmHg, pernafasan : 20 kali per menit, suhu : 36,6C, nadi :
86 kali per menit. Penulis memprioritaskan masalah nyeri akut sebagai
prioritas pertama, karena nyeri pasca operasi merupakan nyeri akut secara
serius yang mengancam proses penyembuhan klien, yang harus menjadi
prioritas perawatan. Nyeri pasca operasi yang akut menghambat kemampuan
klien untuk terlibat aktif dan meningkatkan risiko komplikasi akibat
imobilisasi. Rehabilitasi dapat tertunda dan hospitalisasi menjadi lama jika
nyeri akut tidak terkontrol. Kemajuan fisik atau psikologis tidak dapat
terjadi selama nyeri akut masih dirasakan karena klien memfokuskan semua
perhatiannya pada upaya untuk mengatasi nyeri. Setelah nyeri teratasi, maka
klien dan tim perawat kesehatan dapat memberikan perhatian penuh pada
upaya penyembuhan klien (Patricia A. Potter, 2006).
20
Intervensi keperawatan adalah desain spesifik dari intervensi yang
disusun untuk membantu klien dan mencapai kriteria hasil. Rencana
intervensi disusun berdasarkan komponen penyebab dari diagnosis
keperawatan (Nursalam, 2009). Intervensi dilakukan selama 2 kali 24 jam
untuk mengetahui keadaan pasien secara maksimal. Intervensi disesuaikan
dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan
dapat dilaksanakan dengan specific (jelas atau khusus), measurable (dapat
diukur), achieveble (dapat diterima), rasional and time (ada kriteria waktu),
selanjutnya akan dibahas intervensi dari masing-masing diagnosa yang
ditegakkan (A Aziz Alimul Hidayat, 2002).
Pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (insisi
pembedahan). Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam,
diharapkan pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil : tanda-tanda
vital dalam batas normal (tekanan darah : 120/90 mmHg, suhu 36C, nadi :
80 kali per menit, pernafasan : 20 kali per menit), pasien dapat mengontrol
nyeri, skala nyeri 3-5. Penulis mengambil waktu selama 2 x 24jam karena
penulis melaksanakan praktek selama 3hari dan sudah termasuk pengkajian
dan memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Namun, menurut teori
yang ada masalah nyeri tidak dapat diatasi dalam waktu singkat dan perlu
penanganan terlebih dahulu karena nyeri berhubungan dengan kebutuhan
fisiologis, rasa nyaman dan harus dipenuhi (Patricia A. Potter, 2006).
Pada pasien yang menjalani post operasi nyeri berkurang dalam waktu
3-5 hari. Secara klinik nyeri ini diklasifikasikan sebagai nyeri nosisepsi yaitu
21
terjadi akibat kerusakan atau cedera jaringan pada pasca bedah sehingga
menyebabkan iritasi pada ujung saraf sensorik di perifer, dimana lokasi
nyeri yang jelas terjadi. Pembedahan merupakan suatu kekerasan dan trauma
bagi penderita, sedangkan anestesi dapat menyebabkan kelainan yang dapat
menimbulkan berbagai keluhan dan gejala seperti nyeri (R. Sjamsuhidajat,
2005).
Rencana keperawatan yang diberikan dalam menangani masalah nyeri
akut yang berhubungan dengan agen cedera fisik (insisi pembedahan) yaitu
pertama pantau tingkat skala nyeri dengan standart PQRST, P : mengacu
pada penyebab nyeri, Q : menjelaskan lokasi nyeri, R : mengacu pada daerah
nyeri, S : menjelaskan tingkat keparahan nyeri yaitu dengan melihat
intensitas skala nyeri, skala nyeri 0 = tidak ada nyeri, 1-3 = nyeri ringan, 4-6
= nyeri sedang, 7-9 = nyeri berat, 10= nyeri paling hebat, T : menjelaskan
waktu terjadinya nyeri (Brunner and Suddarth, 2002).
Kedua, monitor tanda-tanda vital yaitu untuk menentukan status
kesehatan atau untuk menilai respons pasien terhadap stres trehadap proses
post pembedahan yang meliputi pengukuran suhu, pengukuran nadi,
pengukuran tekanan darah, pengukuran frekuensi pernafasan (Arif Muttaqin,
2009). Ketiga, ajarkan tehnik relaksasi yaitu untuk mengurangi ketegangan
otot rangka yang dapat mengurangi intensitas nyeri dan tujuan dari teknik ini
akan melancarkan peredaran darah sehingga kebutuhan oksigen pada
jaringan terpenuhi dan nyeri berkurang (Brunner and Suddarth, 2002).
22
Keempat, kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik yang
berfungsi untuk memblokir lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang
(Brunner and Suddarth, 2002). Kelima, berikan teknik distraksi berfungsi
untuk menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol
desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang
ditransmisikan ke otak (Brunner and Suddarth, 2002).
Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Implementasi membantu klien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi
koping (Nursalam, 2009). Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah
nyeri yaitu pertama memantau tingkat skala nyeri, adanya persamaan
tindakan yang dilakukan penulis dengan teori. Pasien diminta untuk
menunjuk titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi di rentang
garis horisontal sepanjang 10cm, dimana terdapat 10 angka yang
mempunyai masing-masing kriteria skala nyeri, meliputi nyeri ringan, nyeri
sedang, nyeri berat, dan nyeri paling hebat (Brunner and Suddarth, 2002).
Dari tindakan keperawatan didapatkan hasil pada tanggal 03 April 2012
skala nyeri 7, pada tanggal 04 April 2012 skala nyeri 6.
Kedua, memonitor tanda-tanda vital, adanya persamaan tindakan yang
dilakukan penulis dengan teori. Mengukur suhu tubuh pasien, mengukur
nadi, mengukur tekanan darah, dan frekuensi pernafasan. Hal ini sebagai
indikator status kesehatan, ukuran-ukuran yang menandakan keefektifan
23
sirkulasi, respirasi, serta neurologis dan endokrin tubuh (Arif Muttaqin,
2009). Dari tindakan keperawatan didapatkan hasil tanda-tanda vital : pada
tanggal 03 April 2012, tekanan darah : 110/70 mmHg, pernafasan : 20 kali
per menit, suhu : 36,6C, nadi : 86 kali per menit. Pada tanggal 04 April
2012, tekanan darah : 120/90 mmHg, pernafasan : 18 kali per menit, suhu :
36,1C, nadi : 90 kali per menit. Ketiga, memberikan terapi analgetik
(Pronalges Suppositoria), rute pemberian analgetik diberikan lewat rute
rektal. Saat dilakukan pemberian analgetik Pronalges Suppositoria penulis
menggunakan kassa yang disediakan oleh rumah sakit.
Keempat, mengajarkan tehnik relaksasi, adanya persamaan tindakan
yang dilakukan penulis dengan teori. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri
atas napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien diminta
melakukannya dengan memejamkan mata dan bernapas dengan perlahan dan
nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam
hati dan lambat bersama setiap inhalasi menghirup satu, dua, tiga, dan
ekshalasi dengan menghembuskan satu, dua, tiga (Brunner and Suddarth,
2002). Sehingga dari hasil tindakan keperawatan teknik relaksasi yang
diberikan pasien tampak rileks. Kelima, memberikan teknik distraksi,
penulis menganjurkan pasien untuk mendengarkan lagu kesukaannya dari
handphone yang dimiliki pasien. Adanya persamaan tindakan yang
dilakukan penulis dengan teori. Memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu
selain nyeri, yang menjadi strategi yang sangat berhasil dan mungkin
merupakan mekanisme yang bertanggungjawab terhadap teknik kognitif
24
efektif (Brunner and Suddarth, 2002). Dari hasil tindakan keperawatan
dalam mengajarkan teknik distraksi pasien merasa lebih rileks.
Evaluasi adalah sebagian yang direncanakan dan diperbandingkan
yang sistematik pada status kesehatan klien. Dengan mengukur
perkembangan klien dalam mencapai suatu tujuan. Evaluasi ini dilakukan
dengan menggunakan format evaluasi SOAP meliputi data subyektif, data
obyektif, data analisa, dan data perencanaan (Nursalam, 2009). Evaluasi
diagnosa keperawatan yang utama yaitu diagnosa nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera fisik (insisi pembedahan), setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 kali 24 jam nyeri pada pasien berkurang. Data
subyektif pasien mengatakan nyeri karena post operasi pembedahan,
nyerinya seperti melilit-lilit dan terbakar, di perut kanan bawah, skala nyeri
6, nyeri dirasakan saat bergerak. Data obyektif pasien tampak kesakitan.
Analisa data yaitu masalah nyeri belum teratasi karena skala nyeri pasien
masih berada pada tingkat skala nyeri sedang yaitu skala nyeri 6. Sehingga
intervensi masih dilanjutkan yaitu pertama pantau tingkat skala nyeri dengan
standart PQRST. Kedua, monitor vital sign meliputi pengukuran suhu,
pengukuran nadi, pengukuran tekanan darah, pengukuran frekuensi
pernafasan. Ketiga, ajarkan tehnik relaksasi. Keempat, kolaborasi dengan
dokter pemberian analgetik. Kelima, berikan teknik distraksi.



25
B. Simpulan dan Saran
1. Simpulan
Berdasarkan dari data yang ada dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
a. Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data
dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi
status kesehatan klien meliputi pengkajian riwayat kesehatan, pola
kesehatan fungsional, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang.
b. Masalah keperawatan yang muncul yaitu nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera fisik (insisi pembedahan). Nyeri merupakan
suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif.
c. Rencana keperawatan untuk mengatasi masalah nyeri yaitu pantau
tingkat skala nyeri, monitor vital sign, ajarkan tehnik relaksasi,
kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik, berikan teknik
distraksi.
d. Tindakan keperawatan yang dilakukan dalam mengatasi nyeri yaitu
memantau tingkat skala nyeri, memonitor vital sign, mengajarkan
tehnik relaksasi, memberikan terapi analgetik pronalges suppositoria,
memberikan teknik distraksi.
26
e. Evaluasi tindakan menggunakan format evaluasi SOAP. Masalah
nyeri belum teratasi karena skala nyeri masih berada pada tingkat
skala nyeri sedang yaitu skala nyeri 6 sehingga intervensi dilanjutkan.
f. Analisa kondisi nyeri akut pada Tn. P dengan post operasi Hernia
Inguinalis Lateralis yaitu pasien mengatakan nyeri karena post
operasi pembedahan, nyerinya seperti melilit-lilit dan terbakar, di
perut kanan bawah, skala nyeri 6, nyeri dirasakan saat bergerak.

2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis memberikan saran yang dapat
bermanfaat bagi orang lain, sebagai berikut:
a. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan dapat mempertahankan serta meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit.
b. Bagi Tenaga Kesehatan Terutama Perawat
Diharapkan perlu penerapan asuhan keperawatan yang konsisten
dan sesuai dengan teori dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien, sehingga pasien akan mendapatkan perawatan yang
holistik dan komprehensif.
c. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan agar dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan
yang lebih berkualitas dan professional, sehingga dapat tercipta
27
perawat-perawat yang profesional, terampil, cekatan dan handal yang
mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif.

Anda mungkin juga menyukai