DISUSUN OLEH:
NUR DIANASARI
NIM. P11100
DISUSUN OLEH:
NUR DIANASARI
NIM. P11 100
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
1. Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII
2. Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program Studi
3. Alfyana Nadya R, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku dosen pembimbing yang telah
v
DAFTAR ISI
Halaman
A. Pengkajian .......................................................................... 28
vii
E. Evaluasi Keperawatan ........................................................ 35
A. Kesimpulan ......................................................................... 46
B. Saran ................................................................................... 48
Daftar Pustaka
Lampiran
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
1
BAB I
PENDAHULUAN
yang progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin
memburuk secara lambat dari tahun ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini
penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang menimbulkan atau
yang dihisap dan makin lama masa waktu menjadi perokok, maka semakin
besar risiko dapat mengalami PPOK. Mengamati data tersebut, tanpa disadari
1
2
(Hulwaanah, 2013).
2003). Data pada tahun 2007 di Indonesia menunjukkan bahwa PPOK dan
asma mengenai 10.230.000 jiwa pada pria dan 5.240.000 jiwa pada wanita
(WHO, 2007).
Kasus PPOK di Provinsi Jawa Tengah tahun 2006 sebesar 11,62 per
PPOK di Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan yaitu dari 0,08% pada
tahun 2010 menjadi 0,09% pada tahun 2011 dan tertinggi di Kota Salatiga
(PPOK) antara lain kelemahan badan, batuk, sesak napas, sesak napas saat
aktivitas dan napas berbunyi, mengi atau wheeze, ekspirasi yang memanjang,
bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut, penggunaan otot bantu
(GOLD), 2009).
paru obstruktif kronik (PPOK) (Nugroho, 2011). Batuk efektif penting untuk
Batuk efektif dapat diberikan pada pasien dengan cara memberikan posisi
Namun dibandingkan dengan batuk biasa yang bersifat refleks tubuh terhadap
melalui gerakan yang terencana atau dilatihkan terlebih dahulu. Dengan batuk
benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)di IGD RSUD Dr. Soediran Mangun
Sumarso Wonogiri.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
(PPOK).
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-
yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak
7
8
2. Klasifikasi
a. Bronkitis Kronik
satu tahun dan terjadi paling sedikit selama dua tahun berturut-turut.
b. Emfisema Paru
c. Asma
d. Bronkiektasis
3. Etiologi
(Douglas, 2004):
b. Polusi udara
d. Umur
e. Jenis kelamin
f. Ras
paling dominan.
a. Kelemahan badan
b. Batuk
c. Sesak napas
5. Patofisiologi
obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada
saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan
distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan
(Anderson, 2007).
6. Pemeriksaan Penunjang
2007) :
a. Pemeriksaan radiologis
Pada bronkhitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
2) Pemeriksaan EKG
7. Penatalaksanaan
harian.
Kronik (PPOK)
1. Pengkajian
f. Riwayat merokok?
pernapasan?
e. Barrel chest?
1) ChestX-Ray
asthma.
atrial disritmia (bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang,
merencanakan/evaluasi program.
n. Palpasi:
o. Perkusi:
p. Auskultasi:
2. Diagnosa Keperawatan
ventilasi perfusi
dengan anoreksia.
pengaturan posisi.
oksigenasi.
bekerja.
3. Intervensi Keperawatan
jelas.
Intervensi:
Intervensi:
bunyi tambahan.
pasien.
yang tepat.
Intervensi:
makan.
resiko individu.
Intervensi:
5) Awasi pengunjung.
tindakan.
program pengobatan.
Intervensi:
diinginkan.
pernafasan akut.
21
Intervensi:
ventilasi ruangan yang baik, tutup pintu ruangan yang baik, tutup
(Doenges, 2006).
22
C. Batuk Efektif
1. Pengertian Batuk
syaraf ke pusat batuk yang berada di otak. Disini akan memberi sinyal
pertahanan diri, batuk dipengaruhi oleh jalur saraf aferen dan eferen.
Hasilnya akan terjadi tekanan yang positif pada intra torak yang
trakea. Kekuatan eksposif ini akan menyapu sekret dan benda asing yang
pada faring dan saluran nafas. Batuk biasanya merupakan suatu reflek
rangsangan pada reseptor sensorik mulai dari faring hingga alveoli. Batuk
proses infeksi atau dari suatu iritan yang dibawa oleh udara seperti asap,
kabut, debu atau gas. Batuk adalah proteksi utama pasien terhadap
2. Batuk Efektif
asing dalam saluran pernapasan. Gerakan ini terjadi atau dilakukan tubuh
bentuk dahak (sputum) maupun sekret dalam hidung, timbul akibat adanya
sejumlah penelitian menemukan, tidak kurang satu orang dari empat atau
pada pasien dengan cara diberikan posisi yang sesuai agar pengeluaran
batuk.
b. Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali).
terhadap incisi.
perawat dapat melatih pasien dengan batuk efektif sehingga pasien dapat
26
Penyakit ini sitandai oleh hambatan aliran udara disaluran nafas yang
b. Emphysema
c. Fibrosis
d. Asma
opstruksi aliran udara nafas dan respon jalan nafas yang berlebihan
e. Chestinfection
7. Prosedur Tindakan
(Anas, 2008):
tangan.
27
membungkuk.
d. Ajarkan klien untuk menerik napas secara perlahan, tahan 1-3 detik
beberapa kali.
f. Tarik napas kembali selama 1-2 kali dan ulangi prosedur di atas dua
BAB III
LAPORAN KASUS
paru obstruktif kronik (PPOK) yang dilaksanakan pada tanggal 11 April 2014.
A. Pengkajian
dan pengkajin fisik pasien. Hasil pengkajian kepada Tn. W, umur 62 tahun,
berjenis kelamin laki-laki, bekerja sebagai petani, status sudah menikah dan
Wonogiri, tanggal masuk rumah sakit 11 April 2014 dengan diagnosa medis
Hasil pengkajian tanggal 11 April 2014, pukul 08.30 WIB pada pasien
Tn. W dengan keluhan utama adalah sesak nafas. Riwayat penyakit sekarang
pasien mengatakan sesak nafas dan batuk sudah 4 hari, pasien mengatakan
28
29
menjalankan aktivitas.
yang sama tiga tahun yang lalu dan pasien mengatakan belum pernah
(polio, campak, DPT, BCG dan hepatitis) dan pasien mengatakan mempunyai
100 mmHg, nadi 90 x/ menit, respirasi 32 x/ menit, akral dingin, nadi lemah
pasien bahwa pasien mengalami sesak nafas dan batuk, pasien dan keluarga
tahun yang lalu sudah pernah mondok di rumah sakit yang sama dengan
keluhan yang sama, keluarga pasien mengatakan pasien terakhir kali makan
pukul 19.00 WIB dengan menu nasi, sayur dan telur di rumah dan pasien
sesak nafas.
respirasi 32 x/ menit dan suhu 37,20 C. Bentuk kepala mesochepal, warna kulit
sawo matang, rambut lurus dan bersih serta turgor kulit baik dan elastis.
anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter kanan-kiri simetris, reflek
bernafas, mulut simetris, mukosa bibir lembab, tidak ada stomatitis, gigi
bersih, telinga kanan kiri simetris, tidak ada serumen dan pendengaran baik.
jantung, inspeksi: simetris, ictus cordis tidak tampak, ictus cordis teraba pada
inter costa 5 mid clavikula sinistra, perkusi: pekak dan auskultasi bunyi
31
dikuadran 2, 3 dan 4 serta perkusi: tidak ada nyeri tekan pada abdomen.
tidak hemoroid. Pemeriksaan ekstremitas kekuatan otot atas kanan 5 dan kiri
5, kekuatan otot bawah kanan 5 dan kiri 5, ROM atas kanan-kiri dapat
bergerak bebas, ROM atas kanan-kiri dapat bergerak bebas, capilary refil atas
kurang dari 2 detik, capilary refil bawah kurang dari 2detik, perubahan bentuk
tulang atas tidak ada, perubahan bentuk tulang bawah tidak ada, perabaan
berupa WBC 140 k/ ul (nilai normal 3.6 11.0), LYM 1.0 % L (nilai normal
0.6 4.1), MID 4.7% (nilai normal 0.0 1.8), GRAN 12.3% (nilai normal 2.0
7.8), RBC 5.06 m/ ul (nilai normal 3.80 5.90), HGB 16.0 g/ dL (nilai
normal 11.7 17.3), HCT 51.6% (nilai normal 35.0 52.0), MCV 10.0%
(nilai normal 80.0 100.0), MCH 31.6 pg (nilai normal 26.0 34.0), MCHC
3.10 g/dL (nilai normal 32.0 36.0), RDW 13.6 g (nilai normal 11.5 14.5),
PLT 204 k/ uL (nilai normal 150 440) dan MPV 7.0 fl (nilai normal 0.0
99.8).
32
Terapi yang diberikan berupa cairan intra vena infus RL 20 tpm yang
saluran cerna, antasida dan ulkus yang berguna sebagai pengobatan jangka
bawah, saluran kemih, tulang dan sendi. Amonino 24 mg golongan obat untuk
saluran nafas yang berfungsi sebagai obat asma bronkhial dan gangguan
pernapasan antitusif yang berfungsi sebagai obat asma, bronkitis kronis dan
emfisema.
B. Diagnosa Keperawatan
Data fokus yang didapatkan pada Tn. W tanggal 11 April 2014 pukul
08.30 WIB adalah secara subjektif pasien mengatakan batuk berdahak sudah 4
Data fokus yang kedua pada Tn. W, tanggal 11 April 2014, pukul
09.00 WIB adalah secara subjektif pasien mengatakan sesak nafas dan apabila
tiduran mengalami sesak nafas, secara objektif pada pasien terdapat nafas
cuping hidung, pasien tampak terpasang O2 kanul 3 lt, pasien tampak bernafas
hiperventilasi.
C. Intervensi Keperawatan
dengan kriteria hasil tidak ada ronkhi dan pasien mampu bernafas dengan
mudah dan tidak ada batuk berdahak. Rencana keperawatan untuk Tn. W yang
dapat dibuat antara lain observasi keadaan umum pasien untuk mengetahui
nyaman pada pasien, menganjurkan pasien untuk minum air hangat untuk
dan kolaborasi dalam pemberian obat untuk mengurangi dahak pada pasien.
menit pola nafas menjadi efektif dengan kriteria hasil respirasi dalam batas
34
normal, yaitu 24 x/ menit, tidak ada cuping hidung dan tidak terpasang O2.
Rencana keperawatan untuk Tn. W yang dapat dibuat antara lain monitoring
keadaan umum pasien, tinggikan kepala untuk mencapai posisi yang nyaman
untuk memberikan rasa nyaman kepada pasien, anjurkan keluarga dan pasien
dalam membatasi kegiatan agar sesak nafas tidak kambuh lagi dan kolaborasi
D. Implementasi Keperawatan
obstruksi kronis (PPOK) yang dilakukan pada Tn. W pada hari Jumat, tanggal
11 April 2014 jam 09.15 WIB yaitu melakukan pemasangan infus, respon
objektif obat masuk melalui IV cateter dan jam 09.10 WIB mengajarkan batuk
respon objektif pasien tampak lebih nyaman setelah melakukan batuk efektif
pada Tn. W pada hari Jumat, tanggal 11 April 2014 jam 09.00 WIB yaitu
35
tekanan darah 140/ 100 mmHg, nadi 90 x/ menit, respirasi 36 x/ menit dan
suhu 37,20 C. Jam 09.05 melakukan rekam EKG, respon subjektif pasien
E. Evaluasi Keperawatan
nafas berhubungan dengan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) pada Tn. W
batuk sudah berkurang, hasil objektif pasien tampak tenang, terdengar ronkhi,
menit, suhu 370 C, hasil analisis masalah teratasi sebagian, karena kriteria
hasil dan tujuan belum tercapai maka intervensi dilanjutkan yaitu observasi
anjurkan pasien minum air hangat, ajarkan batuk efektif pada klien dan
Jumat, tanggal 11 April 2014, pukul 09.30 WIB dengan menggunakan metode
nafas, hasil objektif terpasang kanul O2, suara nafas wheezing, ada cuping
36
hidung dan respirasi 32 x/menit, hasil analisis masalah belum teratasi, karena
kriteria hasil dan tujuan belum tercapai maka perencanaan dilanjutkan dengan
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab ini, penulis akan membahas proses asuhan keperawatan yang
dilakukan pada tanggal 11 April 2014 di ruang IGD RSUD Dr. Soediran Mangun
tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan
Oleh karena itu pengkajian yang benar, akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan
masalah klien yang nyata/ potensial serta penyebabnya dapat dipecahkan atau
dalam menentukan tujuan dan kriteria hasil kasus atas dasar pada metode
SMART. S: Spesifik, tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda. M:
37
38
pasien, dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan dan dibau. A: Achievable, tujuan
(Nursalam, 2005).
berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi
langkah awal dalam menentukan apa yang dilakukan untuk membantu klien
yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
rencana tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya (Potter dan Perry, 2005).
pencapaian hasil yang diharapkan. Aktivitas ini berfungsi sebagai umpan balik
April 2014, Tn. W datang ke IGD RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri dengan keluhan utama yang dirasakan oleh klien adalah sesak nafas.
Pasien mengatakan sesak nafas dan batuk sudah 4 hari, pasien mengatakan sesak
aktivitas. Diagnosa medis pada pasien adalah penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK). Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai
disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami
Dari data pengkajian di atas, dapat dilihat bahwa tanda dan gejala pada
klien sesuai dengan referensi yang menyebutkan bahwa gambaran secara umum
pada pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah kelemahan badan,
batuk, sesak napas, sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi, mengi atau
wheeze, ekspirasi yang memanjang, bentuk dada tong (Barrel Chest) pada
40
penyakit lanjut, penggunaan otot bantu pernapasan, suara napas melemah, kadang
(Douglas, 2004).
yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas
dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. Penyakit paru obstruksi
Komplikasi yang dapat timbul pada pasien penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi
awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada
saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara
(air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan
paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami
Data fokus yang didapatkan pada Tn. W tanggal 11 April 2014 pukul
08.30 WIB adalah secara subjektif pasien mengatakan batuk berdahak sudah 4
hari, secara objektif pasien tampak batuk dan terdengar ronkhi.Dari data tersebut
41
nafas adalah batuk yang tidak efektif, penurunan bunyi napas, suara napas
perubahan irama napas dan sianosis gelisah (Nanda, 2009). Data dari asuhan
karakteristik adalah batuk berdahak dan terdapat suara nafas tambahan (ronkhi).
diharapkan pasien dapat bernafas spontandengan kriteria hasil tidak ada ada suara
nafas tambahan ronkhi, pasien mampu bernafas dengan mudah dan tidak ada
batuk berdahak, maka penulis menyusun intervensi yang pertama yaitu observasi
April 2014 yaitu melakukan pemasangan infus dengan hasil infus Rl 20 tetes per
dengan hasil pasien tampak lebih nyaman setelah melakukan batuk efektif, dahak
bisa keluar.
dibandingkan dengan batuk biasa yang bersifat refleks tubuh terhadap masuknya
benda asing dalam saluran pernapasan, batuk efektif dilakukan melalui gerakan
yang terencana atau dilatihkan terlebih dahulu. Dengan batuk efektif, maka
(Apriyadi, 2013).
kronik (PPOK) didapatkan hasil bahwa pasien tampak lebih nyaman setelah
melakukan batuk efektif dahak bisa keluar. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nugroho dan Kristiani (2011), yang hasil penelitiannya adalah
pengeluaran dahak setelah diberikan tindakan batuk efektif pada pasien dengan
sebelum dan sesudah perlakuan batuk efektik pada pasien dengan ketidakefektifan
penyakit paru okstruksi kronis (PPOK) yang dilakukan tanggal 11 April 2014
didapatkan data subjektif bahwa pasien mengatakan batuk sudah berkurang. Data
objektif didapatkan hasil bahwa pasien tampak tenang, terdengar ronkhi dan
menit, suhu badan 370 C. Analisis data didapatkan hasil bahwa masalah teratasi
sebagian,karena kriteria hasil dalam tujuan ada yang belum tercapai. Intervensi
semifowler, ajarkan batuk efektif, anjurkan klien minum air hangat dan kolaborasi
Pada kasus ini masalah belum teratasi dikarenakan waktu yang kurang
efektif dalam melakukan asuhan keperawatan yaitu 1 hari saja. Untuk melakukan
asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
memerlukan waktu yang tidak singkat untuk mencapai hasil yang baik dan
optimal. Dengan demikian diperlukan waktu lebih dari 1 hari untuk melakukan
asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
44
Hal ini sesuai dengan jurnal penelitian Nugroho dan Kristiani (2011),
bersihan jalan nafas dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) agar
Data fokus yang didapatkan pada Tn. W tanggal 11 April 2014 pukul
09.00 WIB adalah secara subjektif pasien mengatakan sesak nafas sudah 4
hari,secara objektif pasien masih terpasang kanul O2. Sehingga diambil diagnosa
dikarenakan pola nafas yang tidak efektif dan ventilasi atau pertukaran udara
inspirasi dan atau ekspirasi tidak adekuat (Wilkinson, 2006). Batasan karakteristik
dari ketidakefektifan pola nafas adalah dispnea, napas pendek, perubahan gerakan
(Wilkinson, 2007).
mengetahui keadaan umum pasien, tinggikan kepala untuk mencapai posisi yang
nyaman untuk memberikan rasa nyaman, anjurkan keluarga dan pasien dalam
45
membatasi kegiatan untuk agar sesak nafas tidak kambuh, kolaborasi pemberian
2014 yaitu mengobservasi tanda-tanda vital dan keadaan umum dengan hasil
tekanan darah 140/ 100 mmHg, nadi 90 x/ menit, respirasi 36 x/ menit, suhu 37,20
C dan keadaan umum composmentis, melakukan rekam EKG dengan hasil EKG
kegiatan yang dapat mengganggu kesehatan klien dalam ruang perawatan, serta
didapatkan data subjektif bahwa pasien mengatakan masih sesak nafas. Data
suara nafas tambahan (wheezing), ada cuping hidung dan respirasi 32 x/ menit.
Analisis data didapatkan masalah belum teratasi, karena kriteria hasil dalam
dan pasien dalam membatasi kegiatan dan kolaborasi dalam pemberian O2.
46
BAB V
A. Kesimpulan
sebagai berikut:
1. Hasil pengkajian yang telah dilakukan penulis pada tanggal 11 April 2014
didapatkan data yang muncul pada data fokus (analisa data) Tn. W yaitu
mengatakan sesak nafas dan apabila tiduran mengalami sesak nafas, data
objektif pasien tampak batuk dan terdengar ronkhi, cuping hidung, pasien
tampak terpasang O2 kanul 3 lt, pasien tampak bernafas cepat dan respirasi
pasien 32 x/ menit.
46
47
pemberian O2.
bersihan jalan nafas pada pasien Tn. W dengan penyakit paru obstruktif
belum teratasi.
dan Kristiani (2011), bahwa batuk efektif sangat efektif dalam pengeluaran
B. Saran
3. Bagi Pasien
Anderson, Price Sylvia & Wilson, Lorraine McCarty. 2007. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit. Penerbit EGC: Jakarta.
Apriyadi, 2013. Latihan Nafas Dalam dan Batuk Efektif. Online dalam:
http://uung-perawatalirsyad.blogspot.com/2013/06/latihan-nafas-dalam-
dan-batuk-efektif_19.html. Diakses tanggal 24 April 2014.
Dinkes Jateng, 2012. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011. Jawa
Tengah: Bidang Kesehatan.
Doenges dkk, 2006. Nursing Care Plans: Guidelines for Individualizing Client
Care Across the Life Span. Publisher: Davis Company, F. A. USA.
Douglas, 2004. Respiratory Disease, 9th Edition, PG Publishing Pte Ltd, page:
346-379.
Halim, Danu Santoso. 2008. Ilmu Penyakit Paru, Jakarta. Hal: 169-192.
Nanda, 2009. Definisi dan Klasifikasi. Penerbit Buku: Prima Medika, Jakarta.
Smeltzer, 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Penerbit EGC:
Jakarta.