ILMU PARU
ABSES PARU
Pembimbing :
Penyusun :
RS ANWAR MEDIKA
FAKULTAS KEDOKTERAN
2022
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
ABSES PARU
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat dengan judul
“Abses Paru” ini sebagai tugas kepaniteraan klinik di bagian paru.
Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini masih jauh dari sempurna,
namun penulis berharap agar referat ini dapat memberi manfaat dan
pengetahuan bagi setiap pembacanya. Terima kasih.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................I
KATA PENGANTAR...................................................................................II
DAFTAR ISI................................................................................................III
DAFTAR GAMBAR....................................................................................IV
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................1
2.1 DEFINISI........................................................................................3
2.2 EPIDEMIOLOGI...............................................................................3
2.3 ETIOLOGI......................................................................................3
2.4 KLASIFIKASI..................................................................................4
2.5 PATOFISIOLOGI...............................................................................5
2.6 DIAGNOSIS.....................................................................................6
2.7. DIAGNOSA BANDING.....................................................................12
2.8. TATA LAKSANA.............................................................................12
2.9. EDUKASI......................................................................................17
2.10. KOMPLIKASI..................................................................................18
2.11. PROGNOSIS..................................................................................18
KESIMPULAN............................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................22
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB 1
PENDAHULUAN
6
ketika abses berkembang pada individu yang rentan terhadap aspirasi
atau individu dalam kesehatan yang relatif baik. Abses paru sekunder
menunjukkan obstruksi pada saluran napas neoplasma, komplikasi
operasi intratoraks, atau kondisi atau pengobatan sistemik yang
membahayakan mekanisme pertahanan pejamu, seperti infeksi human
immunodeficiency virus (HIV) atau terapi imunosupresif transplantasi.
Sekitar 80% dari abses paru adalah yang primer, dan kira-kira
setengahnya berhubungan dengan sputum yang busuk. Abses paru masih
merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Angka
kematian abses paru berkisar antara 15-20% merupakan penurunan bila
dibandingkan dengan era pre-antibiotika yang berkisar 30-40% (Sipahutar,
2021).
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
Sekitar seratus tahun yang lalu, angka kematian akibat abses paru
adalah sekitar 75% pasien. Drainase terbuka abses paru menurunkan
mortalitas pada 20-35% dan dengan terapi antibiotik penurunan mortalitas
sekitar 8,7%. Pada saat yang sama, kemajuan dalam higienitas mulut dan
gigi menurunkan kejadian abses paru. (Kuhajda et al., 2015).
2.3 Etiologi
8
influenza tipe b dan c, Legoinella spp. ,Rhodococcus equi, Actinomyces
spp., dan Nocardia spp., Streptococcus pneumoniae. Organisme lain yang
dapat menyebabkan abses paru termasuk berbagai jamur, mycobacterial
spp, dan parasit (misalnya, Paragominus westermani, Entamoeba
histolytica) (Mustafa M, 2015).
Lebih dari 90% kasus abses paru disebabkan oleh bakteri anaerob,
Streptococcus sp. adalah penyebab paling umum kedua. M. tuberculosis,
fungi dan parasite juga dapat menjadi penyebab penting terjadinya infeksi
dan abses paru. (Lawrensia, 2021).
2.4 Klasifikasi
9
2.5 Patofisiologi
10
2.6 Diagnosis
Gejala penyakit yang timbul umumnya satu hingga tiga hari setelah
aspirasi. Gejalanya menyerupai pneumonia pada umumnya,
diantaranya (Alsagaff & Mukty, 2010):
Suhu badan
Batuk
Produksi sputum
11
Diantaranya lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan. Jari
tabuh atau Clubbing finger dapat timbul dalam beberapa minggu
terutama jika drainase tidak baik.
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat
lebih dari 12.000/mm (90% kasus) bahkan pernah dilaporkan
peningkatan sampai dengan 32.700/mm. Laju endap darah
ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam. Pada hitung jenis sel darah
putih didapatkan pergeseran shit to the left.
Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan
KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan
antibiotik secara tepat.
Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotikan
merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan
etiologis.
4. Pemeriksaan radiologi
12
Foto polos
13
Gambar 2 Posisi lateral
Kavitas terlihat di lobus kiri atas dengan udara dan cairan di dalamnya
(panah hitam).
CT-Scan
14
Gambar 3 Gambaran CT scan contrast-enhanced axial
Menunjukan lesi kavitas yang besar di lobus bawah kiri dengan dinding
yang relative tebal (panah hitam). Kavitas memiliki batas dalam yang
halus dan air-fluid level (panah putih). Terdapat reaksi inflamasi pada
sekitar paru-paru (panah kuning). Terlihat adanya sudut lancip dengan
dinding posterior dada.
Ultrasonografi (USG)
15
Terletak dekat dengan dinding thoraks, proses di dalam paru kira-kira
sebesar 2,5x2x2 cm (pointed angle between pleura and process) dengan
dinding membran. Setelah pengobatan, hanya terdapat sisa gambaran
hypoechoic di tempat abses sebelumnya (setelah beberapa minggu)
16
2.7. Diagnosa Banding
- Tatalaksana Farmakologis
17
Regimen yang direkomendasikan untuk abses paru primer adalah:
18
pengobatan dapat berkisar dari 3 – 4 minggu hingga 14 – 16 minggu.
Perbaikan klinis ditunjukkan dengan penurunan demam dalam 3-4 hari
pertama dan resolusi lengkap dalam 7-10 hari. Usia dan ukuran abses
berkorelasi positif dengan waktu yang lebih lama untuk resolusi atau
perbaikan gambaran radiologis. Demam persisten dapat dijelaskan oleh
kegagalan pengobatan karena patogen yang tidak umum (misalnya,
bakteri multi-resisten obat, mikobakteri, jamur) atau dengan adanya
diagnosis alternatif. Regimen pengobatan untuk abses paru sekunder
harus diarahkan pada patogen yang teridentifikasi. Perjalanan penyakit itu
sendiri seringkali tergantung pada immunitas host (Jameson et al.,2019;
Lawrensia, 2021; Touray et al., 2016; Wright, 2018).
- Tatalaksana non-farmakologis
19
pengobatan antimikroba atau pada pasien dengan gangguan refleks batuk
(Jameson et al.,2019; Lawrensia, 2021; Touray et al., 2016; Wright, 2018).
1. Drainase
Drainase perkutan
20
Gambar 6 Drainase Perkutan
(Izumi et al., 2017)
Drainase Endoskopi
2. Pembedahan
Pasien yang dirujuk ke ahli bedah toraks biasanya dalam situasi septik
yang serius karena abses kronis yang tidak merespon pengobatan
farmakologis baik sendiri atau sudah dikombinasikan dengan drainase
transkutan. Pasien-pasien ini biasanya datang dengan nekrosis luas
parenkim paru (ukuran abses >6 cm), obstruksi bronkus karena massa
atau benda asing, empiema, fistula bronkopleural, atau infeksi karena
mikroorganisme yang resistan terhadap banyak obat [mis. gram(-)]. Dalam
kebanyakan kasus reseksi parenkim paru diperlukan untuk mengontrol
sepsis. Ketika abses paru dengan komplikasi hemoptisis masif karena
pecahnya pembuluh darah besar, reseksi bedah diindikasikan segera.
Kavitasi pada kanker paru primer dan sekuestrasi paru yang memiliki
komplikasi pembentukan abses merupakan indikasi lain untuk manajemen
bedah (Loukeri et al., 2015; Lawrensia, 2021).
21
cm), sedangkan pneumonektomi harus dilakukan pada abses multipel
atau gangren (Loukeri et al., 2015).
2.9. Edukasi
2.10. Komplikasi
2.11. Prognosis
22
pasien immunocompromised dan pasien dengan neoplasma bronkial
dibandingkan dengan abses paru primer dengan angka kematian sekitar
75%. (Sabbula, Rammohan, & Akella., n.d.)
23
KESIMPULAN
24
Dari pemeriksaan Foto dada PA dan lateral pada pasien akan
dijumpai kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi
disekelilingnya, lebih sering djjumpai pada paru kanan dibandingkan paru
kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas
terdapat Air Fluid Level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya
dijumpai tanda-tanda konsolidasi (opasitas) (Sipahutar, 2021).
25
DAFTAR PUSTAKA
26
2016;150(4):1237A.
Witzke, H.J. and Anikin, V., 2017. Other conditions of the lung
(abscesses, inhaled foreign bodies, bullous lung disease,
hydatid). Surgery (Oxford), 35(5), pp.269-273.
27