Anda di halaman 1dari 10

FRAKTUR

Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan lempeng
pertumbuhan (growth plate) yang disebabkan oleh trauma dan non-trauma. Fraktur terjadi
jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan
oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot
ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan
edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan
saraf, dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang
disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Krisdiyana, 2019)

Etiologi
Fraktur dapat terjadi karena 3 hal: (1) cedera; (2) stres yang berulang atau (3)
patologis. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh gaya yang tiba-tiba dan berlebihan, yang
dapat terjadi secara langsung (direct force) ataupun tidak langsung (indirect force. Fraktur
karena stress berulang terjadi pada tulang normal yang menjadi subjek tumpuan berat
berulang, seperti pada atlet, penari, atau anggota militer yang menjalani program berat. Beban
ini menciptakan perubahan  bentuk yang memicu proses normal remodeling, kombinasi
dari resorpsi tulang dan pembentukan tulang baru. Ketika  pajanan terjadap stress dan
perubahan bentuk terjadi berulang dan
dalam  jangka panjang, resorpsi terjadi lebih cepat dari pergantian tulang, mengakibatkan
daerah tersebut rentan terjadi fraktur. Fraktur patologis dapat terjadi pada tekanan normal jika
tulang telah lemah karena perubahan strukturnya (seperti pada osteoporosis, osteogenesis
imperfekta, atau Paget’s disease) atau melalui lesi litik (contoh: kista tulang, atau metastasis)

Klasifikasi
Fraktur dapat diklasifikasikan berdasarkan :
1) Site
- Diafisis
- Metafisis
- Epifisis
- Intra-articular
2) Extent
- Komplit
- Inkomplit
o Hairline fracture
o Buckle fracture
o Greenstick fracture
3) Configuration
Jika hanya ada 1 garis fraktur
- Transverse
- Oblique
- Spiral
Jika mempunyai lebih dari 1 garis fraktur, dan dengan lebih dari 2 fragmen
- Comminuted
4) Hubungan antara fragmen fraktur
- Displaced
- Undisplaced
o Shifted
o Angulated
o Rotated
o Distracted
o Overriding
o Impacted
5) Hubungan fraktur dengan dunia luar
- Closed
Dinyatakan fraktur tertutup jika kulit masih intak. Terdapat klasifikasi Tscherne
untuk fraktur tertututp, yaitu:
o Grade 0 : fraktur sederhaa dengn sedikit atau tidak ada smaa sekali cedera
jaringan lunak
o Grade 1 : fraktur dengan abrasi superfisial atau memar pada kulit dan
subkutan
o Grade 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio dan pembengkaka pada
jaringan lunak profunda
o Grade 3 : cedera berat dengan tanda kerusakan jaringan lunak yang jelas
dan ancama terjadinya compartement syndrome
- Open
Dikatakan fraktur terbuka jika ada kontak dengan lingkungan luar, dapat terjadi
karena fragmen melewati kulit dari dalam ataupun karena benda tajam yang
menembus kulit ke dalam fraktur tulang. Terdapat klasifikasi Gustilo-Anderson
untuk fraktur terbuka, yaitu :
o Tipe 1 : luka kecil, penusukan tulang bersih, terdapat sedikit kerusakan
jaringan lunak tanpa penekanan dan fraktur tidak comminuted
o Tipe 2 : luka lebih dari 1cm, namun tidak ada flap kulit. Tidak banyak
jaringan lunak yang rusak dan penekanan dari fraktur sedang
o Tipe 3 : terdapat laserasi besar, kerusakan pada kulit dan jaringan lunak
yang mendasar luas dan terdapat gangguan vaskular. Kontaminasi terlihat
jelas
 3a : tulang faktur dapat dan cukup ditutup dengan jaringn lunak
walaupun ada laserasi
 3b : terdapat strippin periosteal yang luas dan menutupi fraktur
tidak mungkin tanpa menggunakan flap local ataupun yang jauh
 3c : terdapat cedera arteri yang perlu diperbaiki dan banyaknya
kerusakan jaringan lunak

Diagnosa
- Anamnesa
Dari keluhan pasien, gejala yang paling sering adalah nyeri yang terlokalisir yang
memberat dengan pergerakan, dan menurunnya fungsi dari bagian yang cedera.
Pasien juga mungkin mendengar suara tulang yang patah atau bisa merasakan
keujung tulangnya mengeluarkan suara. Dari riwayat pasien, apakah ada riwayat
trauma sebelum munculnya gejala
- Pemeriksaan fisik
o Inspeksi (look)
Dapat terlihat adanya edema, deformitas (angulasi, rotasi, pemendekan)
atau gerakan abnormal. Tentukan apakah kulit intak atau tidak, yang
bertujuan untuk menentukan fraktur terbuka atau tertutup. Perhatikan
postur ekstrimitas bagian distal dan warna kulitnya yang dapat menjadi
petunjuk dari kerusakan pembuluh darah dan nervus.
o Palpasi (feel)
Dapat ditemukan adanya nyeri tajam dan terlokalisir pada tempat fraktur
dan peningkatan nyeri serta spasme otot saat pergerakan dari bagian yang
cedera. Krepitus dapat terjadi, pemeriksaan mencari krepitus tidak wajib
dilakukan, karena dapat memberikan rasa sakit pada pasien dan juga tidak
begitu bermakna jika ada x-ray sebagai opsi lain. Meraba vaskularisasi
apakah terdapat pulsasi dan capillary refill time (CRT)
o Gerakan (movement)
 Pergerakan aktif : meminta pasien untuk bergerak tanpa dibantu.
Nilai kemapuan pergerakan sendi dan apakah terdapat rasa nyeri
atau tidak. Pergerakan aktif juga dapat menilai kekuatan otot.
 Pergerakan pasif : memeriksan gerakan sendi pasien
 Range of Movement (ROM) : pemeriksaan area pergerakan sendi.
- Pemeriksaan penunjang
o Radiologi
Terdapat rule of two pada pemeriksaan x-ray:
 Two views : foto harus mencakup 2 view yaitu AP dan Lateral
 Two joints : sendi yang berada diatas dan dibawah area fraktur
harus dimasukkan
 Two limbs : foto pada bagian yang normal juga diperlukan untuk
perbandingan
 Two injuries : kadang trauma tidak hanya mengakibatkan cedera di
satu daerah saja
 Two occasions : beberapa fraktur tidak langsung terdeteksi setelah
cedera sehingga memerlukan pemeriksaan x-ray 1-2 minggu
setelah kejadian
Tata laksana
Tujuan dari terapi fraktur yaitu :
- Untuk meringakna nyeri
- Untuk mendapatkan dan menjaga posisi yang pas dari fragmen fraktur
- Untuk mendorong terjadinya union dari tulang
- Untuk mengembalikan fungsi optimal tidak hanya dari bagian yang cederan tetapi
untuk pasien secara keseluruhan

DISLOKASI
Definisi
Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis.dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang
bergeser atau terlepas seluruh komponen tulang dari tempat seharusnya. Dislokasi dapat
berupa lepas komplit atau parsial (inkomplit), bila ligamen atau kapsul sendi tidak sembuh
dengan baik, luksasio mudah terulang kembali (luksasio habitualis). Dislokasi dapat
disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak
lahir (kongenital). Cidera pada sendi dapat mengenai bagian permukaan tulang yang
membuat persendian dan tulang rawan, ligamen dan kapsul sendinya rusak. Darah dapat
berkumpul di dalam simpai sendi yang disebut hemartrosis (Purnamasari dan Erina, 2018).

Etiologi

Diagnosa
- Anamnesa
Menanyakan pada pasien mengenai gejala yang dirasakan seperti adanya rasa
nyeri, adanya rasa sendi yang keluar, adanya kesulitan dalam pergerakan. Selain
itu tanyakan apakah ada riwayat trauma, bagaimana mekanisme terjadinya trauma
tersebut, apakah pernah mengalami hal yang sama atau tidak
- Pemeriksaan fisik
Adanya deformitas yaitu dapat berupa hilangnya penonjolan tulang yang normal,
pemendekan, adanya edema dan adanya keterbatasan gerakan atau gerakan
abnormal.
- Pemeriksaaan penunjang
Pemeriksaan radiologi untuk memastikan arah dislokasi dan apakah disertai
fraktur dengan menggunakan x-ray.

Macam dislokasi dan Tata laksananya


Dislokasi siku

Dislokasi bahu
Pada regio bahu terdapat beberapa sendi yang saling berhubungan dan saling
berpengaruh, yaitu sendi sternoklavikular, sendi akromioklavikular dan sendi glenohumeral.
Yang paling sering terjadi adalah dislokasi sendi glenohumeral.
Tanda pasien mengalami dislokasi sendi bahu yaitu, sendi bahu tidak dapat
digerakkan, pasien menggendong tangan yang sakit dengan yang lain, pasein tidak dapat
memegang bahu kontralateral, kontur bahu hilang dan deltoid menjadi rata mirip bentuk segi
empat.
- Dislokasi sendi akromioklavikular
Kekuatan sendi ini terutama ditopang oleh simpai sendi dan ligamen
korakoklavikular. Dislokasi sendi tanpa disertai ruptur ligamen korakoklavikular
biasanya tidak menyebabkan dislokasi fragmen distal ke kranial dan dapat diterapi
secara konservatif dengan mitela serta latihan otot bahu. Bila terdapat robekan
atau reposisi tidak berhasil, dilakukan pembedahan reposisi terbuka dan
pemasangan fiksasi interna. Latihan diperlukan untuk mencegah kekakuan bahu
(frozen shoulder). Frozen shoulder merupakan penyulit luksasio sendi bahu,
cidera klavikula, cedera sendi akromioklavikula, kelainan bursa subakromion dan
kelainan tendo otot-otot sendi bahu.
- Dislokasi sendi sternoklavikular
Dislokasi sternoklavikular jarang terjadi, terjadi bila ada trauma langsung yang
mendorong klavikula ke arah dorsal yang mengakibatkan dislokasi posterior atau
retrosternal, tumbukan pada depan bahu sehingga klavikula bagian medial
terdorong ke depan dan sendi sternoklavikular terlepas ke anterior.
Penatalaksanaan konservatif dengan reposisi dan imobilisasi yang bila gagal dapat
dilakukan operasi. Latihan otot agar tidak hipotrofi dan latihan gerakan untuk
mencegah kekakuan bahu.
- Dislokasi sendi glenohumeral
Stabilitas sendi bahu ditentukan oleh simpai sendi dan otot disekitarnya karena
kavitas artikular bahu dangkal. Karena itu sering terjadi dislokasi akibat trauma.
Berdasarkan lokasi kaput humeri terhadap prosesus glenoidalis, dislokasi biasanya
terjadi kearah anterior. Pada dislokasi inferior, kaput humerus terperangkap
dibawah kavitas glenoid sehingga lengan terkunci pada posisi abduksi (luksasio
erekta). Dislokasi anterior terjadi karena kekuatan yang menyebabkan gerakan
rotasi eksterna dan ekstensi sendi bahu.
Keadaan ini membutuhkan reposisi segera dengan cara gravitasi menurut
Stimson yang mudah dan tanpa anestesi. Penderita diminta tidur telungkup dan
ekstremitas yang sakit dibiarkan menggantung di tepi meja lalu ikatkan beban 2
kg pada pergelangan tangan (Amar et al, 2012). Bila dalam waktu 10-15 menit
belum terjadi reposisi spontan, diperlukan reposisi Hippocrates yang
membutuhkan anestesi umum. Lengan penderita ditarik kearah distal punggung
dengan sedikit abduksi, sementara kaki operator diketiak pasien untuk mengungkit
kaput humerus ke arah lateral dan posterior. Setelah reposisi bahu dipertahankan
dalam posisi endorotasi dengan penyangga ke dada selama paling sedikit tiga
minggu (Alkaduhimi et al, 2016).

Manuver Stimson (Amar et al, 2012)


Manuver Hippocrates (Alkaduhimi et al, 2016)

Dislokasi sendi panggul


Sendi panggul dapat terdislokasi ke posterior atau anterior dengan atau tanpa fraktur
pinggir asetabulum. Dapat pula terjadi dislokasi sentral dengan fraktur asetabulum.
Asetabulum merupakan mangkuk yang agak dalam dengan bibir dorsal dan ventral serta atap
agak tinggi sehingga dapat patah sewaktu kapur femur dikeluarkan paksa. Dislokasi posterior
terjadi akibat trauma panggul pada posisi fleksi dan adduksi. Pada posisi ini tekanan
disalurkan melalui lutut sepanjang femur misalnya trauma dengan benturan panel depan
mobil (dashboard) akibat tabrakan dari arah frontal atau jatuh dari ketinggian dengan lutut
fleksi. Tekanan ini membuat kaput femur bergerak ke posterior melewati bibir belakang
asetabulum dan terjadi dislokasi posterior. Femur yang terkena berada dalam posisi fleksi,
adduksi, dan rotasi interna dengan tungkai tampak lebih pendek. Biasanya disertai spasme
otot sekitar panggul. Kaput femur terletak di kraniodorsal asetabulum.
Penanganan dislokasi merupakan tindakan darurat karena reposisi segera dapat
mencegah nekrosis avaskular kaput femur. Reposisi tertutup dilakukan dengan tarikan ke
ventral dan kaudal tungkai dalam posisi fleksi dan rotasi eksterna. Tarikan dapat dibuat oleh
berat kaki sendiri dengan meletakkan penderita tengkurap di sisi tempat tidurnya. Relaksasi
otot dan berat kaki ke arah ventral secara perlahan dapat mereduksi dislokasi. Pasca reposisi,
penderita diistirahatkan dalam traksi selama 6-8 minggu untuk mengurangi tekanan kaput
femur. Setelah itu, penderita tidak boleh menumpu berat badan selama 6-8 minggu.
Luksasio panggul sentral sebenarnya merupakan fraktur dislokasi sentral akibat
trauma berat pada daerah lateral panggul, biasanya berupa fraktur kominutif seluruh
asetabulum akibat desakan kaput femur yang masuk ke dalam pelvis. Penanganannya adalah
traksi longitudinal dengan pemasangan pin diujung bawah femur dan traksi lateral melalui
pin pada trokanter mayor yang dipertahankan selama 8 minggu. Bila pecahnya asetabulum
tidak berat, reposisi terbuka dan fiksasi interna dapat dilakukan namun bila terjadi fraktur
kominutif yang tidak dapat direposisi stabil, fraktur dislokasi sentral dapat dibiarkan.

Dislokasi Lutut
Dislokasi patela dapat terjadi karena gerakan lutut yang kurang terkoordinasi sehingga
patela terletak disebelah lateral lutut. Lutut terkunci pada posisi fleksi dan penderita sangat
kesakitan. Diagnosis dapat dibuat berdasarkan kontur lutut. Reposisi dapat berhasil bila lutut
diluruskan secara perlahan lalu patela didorong ke medial secara halus. Bila m.kuadriseps
medial terputus, imobilisasi tungkai dengan gips selama 2 minggu.

nsiden fraktur femur di Indonesia


merupakan y
ang paling
sering yaitu sebesar
39%
diikuti fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan
fibula (11%), dimana penyebab
terbesar fraktur
femur adalah kecelakaan lalu lintas yang biasanya
disebabkan oleh
kecelakaan mobil, motor, atau
kendaraan rekreasi (62,6%) dan jatuh (3
7,3%) dan
mayoritas adalah pria (63,8%).4,5%
puncak
distribusi usia pada fraktur femur adalah
pada usia
dewasa (15
-
34 tahun) dan orang tua (diatas 70
tahun)
(Risnah et
al
.
, 2019)

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan lempeng
pertumbuhan (growth plate) yang disebabkan oleh trauma dan non-trauma. Fraktur dapat
terjadi karena 3 hal: (1) cedera; (2) stres yang berulang atau (3) patologis. Fraktur
diklasifikasikan berdasarkan site, extent, configuration, hubungan antara fragmen fraktur, dan
hubungan fragmen fraktur dengan dunia luar. Fraktur didiagnosa berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dalam penatalaksaan fraktur menerapkan
prinsip reduksi, imobilisasi, rehabilitasi.
Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang
bergeser atau terlepas seluruh komponen tulang dari tempat seharusnya. Dislokasi dapat
diklasifikasikan menjadi dislokasi kongenital, patologik dan traumatic dan berdasarkan
waktunya menjadi akut dan kronis. Dalam mendiagnosa dislokasi berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Anda mungkin juga menyukai