Anda di halaman 1dari 14

Fraktur Tertutup Regio Antebrachii Dextra 1/3 Distal

Jessica de Queljoe
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
email : jessicadequeljoe@yahoo.com

Pendahuluan

Manusia dapat hidup dan menjalani aktivitas sehari-harinya karena dibantu oleh
adanya tulang dan otot sebagai alat penggerak tubuh. Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu
sebagai penunjang jaringan tubuh, pelindung organ tubuh, memungkinkan gerakan dan
berfungsi sebagai tempat penyimpan garam mineral, namun fungsi tersebut bisa saja hilang
dengan terjatuh, benturan, atau kecelakaan. Pengertian dari fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.1

Tulang, otot dan sendi merupakan jaringan padat yang terdapat dalam tubuh yang
berfungsi sebagai alat gerak utama bagi tubuh. Dalam melaksanakan fungsinya ketiga
komponen tubuh ini saling berkaitan. Apabila salah satu komponennya saja mengalami
masalah seperti trauma atau cacat maka fungsi fisiologisnya tidak dapat dijalankan dengan
baik.1

Penyebab masalah musculoskeletal sangatlah beragam bisa berupa kecacatan, trauma


seperti benturan, pukulan, atau terjatuh, atau dapat terjadi juga karena ada pengaruh nutrisi
yang mnyebabkan kurang lengkapnya zat-zat yang diperlukan oleh tubuh, kelainan patologis
pun bisa menjadi penyebabnya. Akibatnya banyak masalah musculoskeletal yang terjadi
seperti fraktur, kelainan tulang, baik itu fraktur tertutup bahkan mungkin sampai
menyebabkan fraktur terbuka.1

Pembahasan

Anamnesis

Hal yang perlu ditanyakan pada pasien yang datang dengan keluhan pada ekstremitasnya
adalah:2

a. Riwayat penyebab, seperti jatuh, ditabrak, atau riwayat penyakit


b. Kapan terjadi trauma
c. Dimana letak trauma
d. Arah trauma
e. Berat/ringan trauma
f. Lokasi yang dirasa nyeri
g. Keluhan apa saja yang dirasakan pasien
h. Gerakan apa saja yang dapat dan tidak dapat dilakukan setelah trauma terjadi
i. Gejala yang muncul seperti demam, bengkak, dan lain-lain.

Pemeriksaan Fisik

Selain anamnesis, pemeriksaan fisik juga penting dalam penegakkan diagnosis.


Pemeriksaan fisik pada pasien yang mengalami fraktur tertutup meliputi pemeriksaan tanda-
tanda vital (nadi, pernapasan, suhu dan tekanan darah), inspeksi, palpasi, gerakan (move), dan
pemeriksaan radiologi. 3

a. Inspeksi
Lihat apakah terjadi pembengkakan jaringan lunak sekitar daerah yang mengalami
fraktur dan ada tidaknya defromitas. Melihat apakah ada penonjolan abnormal, angulasi,
rotasi, dan pemendekan. Cari functio lesa (hilangnya fungsi), bandingkan antara sinistra dan
dextra apakah ada kelainan atau tidak seperti panjang pendek kedua ekstermitas. Bengkak
dan deformitas ditentukan dengan inspeksi pada ekstremitas yang cedera dibandingkan
dengan anggota pada sisi yang lain. Tetapi bisa dikaburkan oleh adanya pembengkakan
jaringan lunak karena oedema dan hemorraghi. Prosessus styliodeus ulna dan radii pada
pergelangan tangan merupakan titik-titik yang pentingan untuk perbandingan.3
b. Palpasi
Merasakan adanya nyeri tekan atau tidak, namun selain di tempat trauma (selain
pemeriksaan nyeri sumbu) karena kalau tidak akan menambah trauma. Merasakan adanya
kalor atau tidak sebagai salah satu gejala inflamasi. Palpasi bertujuan untuk mengtahui ada
tidaknya rabaan pulsasi distal dari fraktur, nyeri tekan dan krepitasi. Pemeriksaan dapat
dikerjakan dengan menggerakan fragmen fraktur satu terhadap yang lain. Satu tangan
diletakkan diatas fragmen fraktur dan tangan yang lainnya diletakan dibawahnya.3,4
c. Pemeriksaan Gerak
Menguji kemampuan gerak ekstremitas dengan tes gerak sendi normal. Pada
ekstremitas normal, tidak akan menemukan kesulitan untuk melakukannya. Perhatikan
adanya krepitasi atau tidak, nyeri saat digerakkan, serta seberapa jauh gangguan-gangguan
fungsi gerak yang ditimbulkan oleh fraktur (range of motion) serta kekuatan ekstremitas
sendiri.5
Pada fraktur yang inkomlplit dan impacted tak ada gerakan yang abnormal. Jadi bila
tak ada gerakan yang abnormal belum tentu tak ada fraktur. Jika terdapat gerakan yang
abnormal, maka menunjukan tanda ini akan menimbulkan rasa nyeri dan menambah
kerusakan jaringan lunak setempat.5
d. Pemeriksaan Khusus
Menguji gerakan sendi dengan gerakan yang khusus dapat dilakukan oleh ekstremitas
yang tanpa mengalami gangguan/masalah.3

Pemeriksaan penunjang

Bila secara klinis ada atau diduga ada fraktur, maka harus dibuat 2 foto tulang yang
bersangkutan. Sebaiknya dibuat foto anteroposterior/AP dan lateral. Bila kedua proyeksi ini
tidak dapat dibuat karena keadaan pasien yang tidak mengizinkan, maka dibuat 2 proyeksi
yang tegak lurus satu sama lain. Bila hanya 1 proyeksi yang dibuat, ada kemungkinan fraktur
tidak dapat dilihat. 4

a. Ronsen
Menerapkan hukum DUA, yaitu: dua sendi (proksimal dan distal dari letak trauma),
dua sisi (anterior proksimal dan lateral), serta dua ekstremitas yang serupa (sebagai
perbandingan, ekstremitas sinistra dan dekstra).4
b. MRI
MRI telah menggantikan CT Scan di banyak tempat karena lebih sensitif dalam
banyak hal terutama dalam pemeriksaan soft tissue. MRI tidak hanya mampu mendeteksi
radang pada luka, akan tetapi juga mempunyai kemampuan untuk mendeteksi abnormalitas
dari ligament di sekeliling jaringan lunak dan struktur tulang. Akan tetapi dalam pemeriksaan
fraktur tulang CT Scan lebih baik, karena CT scan dapat memperlihatkan ostopenia, yang
biasanya paling awal ditemukan pada fatigue cortical bone injury, sedangkan MRI tidak
dapat mendeteksinya, karena MRI lebih efektif dalam mendeteksi ligamen dan radang pada
luka.4
c. CT-Scan
Dalam mendiagnosis fraktur femur, pemeriksaan CT-scan bermanfaat dalam
menggambarkan tingkat keterlibatan artikuler dan derajat tekanan fraktur. CT Scan banyak
dimanfaatkan untuk melihat karateristik dari fraktur dan menaksir derajat dari fraktur dan
robekannya dapat merencanakan intervensi bedah.6
CT rangka memberikan serangkaian tomogram, yang diterjemahkan oleh komputer
dan ditampilkan pada monitor, sehingga mewakili citra potongan lintang berbagai lapisan
(atau potongan) tulang. Teknik ini dapat membuat rekonstruksi cita bidang potongan lintang,
horizontal, sagital, dan koronal. Tujuan dilakukan CT rangka adalah untuk menentukan ada
dan luasnya tumor tulang primer, metastasis rangka, tumor jaringan lunak, cedera pada
ligament atau tendon, serta fraktur, berfungsi pula untuk mendiagnosis kelainan sendi yang
sulit dideteksi dengan metode lain.6
Pada fraktur, pemeriksaan laboratorium yang perlu diketahui adalah Hb dan
hematokrit sering rendah akibat pendarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan fraktur, kadar kalsium serum
dan fosfor akan meningkat di dalam darah. Kadar normal kalsium serum adalah 4,5-5,5 mg/l
atau 8,0 -20,5 mg/dl, sedangkan kadar normal fosfor adalah 2,5-4,0 mg/dl dalam serum.7

Pengertian Fraktur

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuinitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa atau trauma. Fraktur dapat terjadi
pada hampir semua tulang dalam tubuh manusia baik melibatkan jaringan tubuh atau organ
lain ataupun tidak mengganggu jaringan atau organ tubuh lain.8

Klasifikasi Fraktur

1. Ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar :


a. Fraktur tertutup
Fraktur tertutup atau simple adalah fraktur dengan kulit yang tidak ditembus oleh
fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan. Dapat disebut
dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.9
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma, yaitu:9
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
3)Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakkan
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman
sindroma kompartement.
b. Fraktur terbuka (open/compound fraktur)
Fraktur terbuka atau gabungan adalah fraktur dengan kulit ekstremitas yang terlibat
ditembus. Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang
memungkinkan untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka
sampai ke tulang yang patah. Konsep penting yang perlu diperhatikan adalah apakah terjadi
kontaminasi oleh lingkungan pada tempat terjadinya fraktur tersebut. Pada keadaan semacam
ini maka operasi untuk irigasi, debridement, dan pemberian antibiotika secara intravena
mungkin diperlukan untuk mencegah terjadinya osteomielitis. Pada umumnya, operasi irigasi
dan debridement pada fraktur terbuka harus dilakukan dalam waktu 6 jam setelah terjadinya
cedera untuk mengurangi kemungkinan infeksi.2,9
Derajat patah tulang terbuka :
Tabel 1. Derajat patah tulang (fraktur) terbuka.9

Dera Luka Fraktur


jat
I Laserasi < 2 cm Sederhana,
Dislokasi
fragmen minimal
II Laserasi > 2 cm, Dislokasi
kontusi otot di fragmen jelas
sekitarnya
III Luka lebar, Kominutif,
rusak hebat atau segmental, fragmen
hilangnya jaringan di tulang ada yang hilang
sekitarnya

2. Derajat patah tulang


a. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau garis
fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang biasanya
berubah tempat.9
b. Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )
Bila antara patahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah yang
lainya biasanya hanya bengkok yang sering di sebut greenstick.
kekuatan dan sudut dari tenaga fisik,keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur
lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak
melibatkan seluruh ketebalan tulang.9

3. Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma :9


a. Fraktur Transversal :
fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi
atau langsung.9
b. Fraktur Obliq :
fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan
merupakan akibat dari trauma angulasi juga.9
c. Fraktur Spiral :
fraktur yang arah garis patahnya spiral yang di sebabkan oleh trauma rotasi.9
d. Fraktur Kompresi :
fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah
permukaan lain.9
e. Fraktur Afulsi :
fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada
tulang.7
f. Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah.
Tulang seringkali menunjukkan penurunan densitas. Penyebab yang paling sering dari
fraktur-fraktur semacam ini adalah tumor primer atau tumor metastasis. 7
g. Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang yang baru saja
menambah tingkat aktivitas mereka. Fraktur semacam ini akan sembuh dengan baik jika
tulang itu diimobilisasi selama beberapa minggu. Tetapi, jika tidak terdiagnosis tulang-tulang
itu dapat bergeser dari tempat asalnya dan tidak menyembuh dengan seharusnya. Jadi setiap
pasien yang mengalami nyeri berat setelah meningkatkan aktivitas kerja tubuh, mungkin
mengalami fraktur dan seharusnya diproteksi dengan memakai tongkat, ata;u bidai gips yang
tepat. Setelah 2 minggu harus dilakukan pemeriksaan radiografi. 7
h. Fraktur greenstick adalah fraktur yang tidak sempurna dan sering terjadi pada
anak-anak. Koterks tulangnya sebagian masih utuh, demikian juga periosteum. Fraktur-
fraktur ini akan segera sembuh dan segera mengalami remodeling ke bentuk dan fungsi
normal. 7
4. Jumlah garis patahan :9
a. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
b. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.

Gambar 1. Tipe fraktur9

Working Diagnosa
Fraktur atau patah tulang adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh trauma atau
oleh karena tenaga fisik. Working diagnosanya yaitu fraktur tertutup regio antebrachii dekstra
1/3 distal dengan adanya soft tissue swelling atau pembengkakan pada jaringan. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan gejala-gejala klinis seperti terdapat adanya pembengkakan atau
edema, deformitas pada antebrachii 1/3 distal. Pada palpasi teraba penonjalan fragmen tulang
pada dorsal os radius 1/3 distal, terdapat nyeri tekan dan tidak dapat digerakkan. Tanda-tanda
tersebut menunjukan adanya fraktur. Dan pada pemeriksaan penunjang ditemukan adanya
fraktur di regio antebrachii dekstra 1/3 distal yaitu 1/3 bagian bawah tulang tangan yang
menunjang diagnosis kerja. Gambaran kliniknya biasanya tampak jelas karena fraktur radius
ulna sering berupa fraktur yang disertai dislokasi fragmen fraktur. Pengobatannya berupa
reposisi tertutup dengan anestesi. Setelah tereduksi dilakukan pemasangan gips sampai ke
atas siku untuk 6-8 minggu. Mungkin pengobatan secara konservatif tidak memuaskan karena
mudah terjadi dislokasi kembali fragmen di dalam gips. Apabila secara reduksi tertutup tidak
berhasil maka tindakan operatif menjadi pilihan. 6
Fraktur radius saja biasanya terjadi akibat suatu trauma langsung dan sering terjadi
pada bagian proksimal radius. Fraktur ini sulit direposisi secara tertutup atau akan mengalami
redislokasi bila berhasil. Oleh karena itu dianjurkan reposisi terbuka dan biasanya dipasang
fiksasi intern dengan plat jenis kompresi. 6

Fraktur ulna biasanya disebabkan oleh trauma langsung misalnya menangkis pukulan
dengan lengan bawah. Relatif sering terjadi fraktur yang tidak berubah posisinya. Pengobatan
biasanya konservatif dengan pemasangan gips. Kadang juga terjadi fraktur yang terdislokasi,
dalam hal ini harus diteliti apakah ada juga fraktur tulang radius atau dislokasi sendi
radioulnar. Pada fraktur yang kominutif dapat terjadi penyatuan lambat atau pseudoartritis
dan ini memerlukan tindakan operatif disertai cangkok tulang. 6

Trauma yang menyebabkan fraktur di daerah pergelangan tangan atau radius distal
biasanya merupakan trauma langsung, yaitu jatuh pada permukaan tangan sebelah volar atau
dorsal. Jatuh pada permukaan tangan sebelah volar menyebabkan dislokasi fragmen fraktur
sebelah distal ke arah dorsal (fraktur colles) dan sebaliknya jatuh pada permukaan tangan
sebelah dorsal menyebabkan dislokasi fragmen distal ke arah volar (fraktur smith). 6

Fraktur pada daerah ini berkaitan erat dengan fraktur-fraktur berikut :

1. Fraktur Monteggia ; merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai


dislokasi dari kapitulum radius. Penyebabnya biasanya trauma langsung terhadap ulna,
misalnya sewaktu melindungi kepala terhadap pukulan, sehingga disebut patah tulang
tangkis. Gambaran radiologis jelas memperlihatkan adanya fraktur ulna yang disertai
dislokasi radiohumeral.6
2. Fraktur Galeazzi ; merupakan fraktur distal radius disertai dislokasi atau
subluksasi sendi radioulnar distal. Terjadinya fraktur ini biasanya akibat trauma yang
langsung sisi lateral ketika jatuh. Gambaran kliniknya tergantung pada derajat dislokasi
fragmen fraktur, bila ringan, nyeri dan tegang hanya dirasakan pada daerah fraktur saja, bila
berat biasanya terjadi pemendekan lengan bawah. 6
3. Fraktur Colles ; merupakan fraktur yang paling sering terjadi pada orang tua
yang jatuh bertumpu pada telapak tangan dengan tangan dalam posisi dorsofleksi. Secara
klinik biasanya sudah ditemukan deformitas khas yang disebut garpu. Fraktur ini disebut juga
fraktur radius tipika (khas) karena paling sering ditemukan di kehidupan normal. Fraktur ini
selalu menunjukan dislokasi ke dorsal, biasanya dengan impaksi dan dislokasi ke radier dan
kadang kominusi (remuk). 6
4. Fraktur Smith ; dikenal sebagai kebalikan dari fraktur Colles, pergeseran
bagian distal radius bukan ke dorsal melainkan ke arah palmar. Patah tulang ini lebih jarang
terjadi. 6
Etiologi
Pada umumnya fraktur dapat disebabkan oleh :

1. Trauma
Fraktur akibat trauma adalah jenis fraktur yang sering terjadi, misalnya jatuh,
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan dalam berolahraga atau olahraga yang
berlebihan.10
2. Fraktur patologis
Fraktur yang terjadi pada tulang karena adanya kelainan/penyakit yang
menyebabkan kelemahan pada tulang. Fraktur patologis dapat terjadi secara
spontan atau akibat trauma ringan.10
3. Fraktur stress
Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu,
misalnya pada pelari jarak jauh, penari ballet, dan sebagainya.10

Epidemiologi

Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal
dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Hasil
data Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS) tahun 2011, di Indonesia terjadinya fraktur yang
disebabkan oleh cedera yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam / tumpul.

Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8 %),
dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5 %),
dari 14.127 trauma benda tajam / tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7
%).6

Patofisiologi
Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, ada 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya
fraktur yaitu ekstrinsik (meliputi kecepatan,durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan
kekuatan), intrinsik (meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi energi trauma, kelenturan,
kekuatan adanya densitas tulang. Yang dapat menyebabkan terjadinya patah pada tulang
bermacam-macam antara lain trauma (langsung dan tidak langsung), akibat keadaan patologi
serta secara spontan. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan
ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap
utuh. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar, membengkok, kompresi bahkan
tarikan. Sementara kondisi patologis disebabkan karena kelemahan tulang sebelumnya akibat
kondisi patologis yang terjadi di dalam tulang. Sementara fraktur spontan terjadi akibat stress
tulang yang terjadi terus menerus misalnya pada olahragawan.10

Berikut fase-fase proses penyembuhan patah tulang:

a. Fase hematoma (dalam waktu 24 jam timbul perdarahan)


Apabila terjadi fraktur maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam
sistem harvesian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk hematoma di
antara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan
terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga
dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunanya yang
terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan
menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera
setelah trauma.10
b. Fase Peradangan (inflammation)
Tulang patah baik terbuka atau tertutup akan menimbulkan perdarahan sekecil apapun
itu dan membuat jaringan di sekitarnya meradang yang ditandai dengan bengkak, memerah
dan teraba hangat serta tentunya terasa sakit. Tahap ini dimulai pada hari ketika patah tulang
terjadi dan berlangsung sekitar 2 sampai 3 minggu.10
c. Fase Pembentukan kalus halus (soft callus)
Antara 2 sampai 3 setelah cedera, rasa sakit dan pembengkakan akan mulai hilang.
Pada tahap penyembuhan patah tulang ini, terbentuk kalus yang halus di kedua ujung tulang
yang patah sebagai cikal bakal yang menjembatani penyambungan tulang namun kalus ini
belum dapat terlihat melalui rongsen. Tahap ini biasanya berlangsung hingga 4 sampai 8
minggu setelah cedera.10
d. Fase Pembentukan kalus keras (hard callus)
Antara 4 sampai 8 minggu, tulang baru mulai menjembatani fraktur (soft callus
berubah menjadi hard callus) dan dapat dilihat pada x-rays atau rongsen. Dengan waktu 8
sampai 12 minggu setelah cedera, tulang baru telah mengisi fraktur.10
e. Fase Remodeling tulang
Dimulai sekitar 8 sampai 12 minggu setelah cedera, sisi fraktur mengalami
remodeling (memperbaiki atau merombak diri) memperbaiki setiap cacat yang mungkin tetap
sebagai akibat dari cedera. Ini tahap akhir penyembuhan patah tulang yang dapat bertahan
hingga beberapa tahun.10
Tingkat penyembuhan dan kemampuan untuk merombak (remodelling) pada tulang
yang patah bervariasi untuk setiap orang dan tergantung pada usia, kesehatan, jenis fraktur,
dan tulang yang terlibat. Misalnya, anak-anak mampu menyembuh dan merombak fraktur
mereka jauh lebih cepat daripada orang dewasa.10

Gejala Klinis

a. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi,


hematoma, dan edema, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.11
b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah. Pergeseran fraktur
menyebabkan deformitas, ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan
dengan ekstremitas yang normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.11
c. Terjadi pemendekan tulang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan
di bawah tempat fraktur.
d. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.11
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit Pembengkakan dan perubahan
warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti
fraktur.11
f. Peningkatan temperatur local dan kehilangan fungsi.11

Penatalaksanaan Fraktur
Pengelolaan patah tulang secara umum mengikuti prinsip pengobatan kedokteran pada
umumnya yaitu yang pertama dan utama adalah jangan cederai pasien. cedera iatrogen
tambahan pada pasien terjadi akibat tindakan yang salah dan tindakan yang berlebihan.4

a. Menghilangkan / mengurangi rasa nyeri. Nyeri berasal dari sekitar tulang yang fraktur
dan atau spasme otot, umumnya rasa nyeri hilang dengan imobilisasi dan pemberian
obat analgetik. 4
b. Reposisi dan mempertahankan posisi/imobilisasi. Reposisi dilakukan sesempurna
mungkin, dapat dilakukan secara tertutup atau terbuka atau dengan operasi.
Imobilisasi dari luar dilakukan dengan menggunakan alat traksi kontinu atau gips, dari
dalam dilakukan dengan fiksasi dalam dengan menggunakan “plate” atau “nail”
melalui cara operasi. 4
c. Rehabilitasi dilakukan untuk mengembalikan fungi secara optimal dengan
memberikan latihan gerakan otot secara isotonic atau isometric. 4

Agar penyembuhan atau penyambungan patah tulang terjadi secara normal, sejumlah
persyaratan harus dipenuhi: 12

1. Viabilty of fragment (suplai darah utuh) artinya fragmen tulang yang patah tersebut
jaringan masih tersuplai darah dengan baik sehingga masih hidup.12
2. Immobilitas : tulang yang patah tidak boleh bergerak, hal ini dapat dicapai dengan
tidak bergerak, imobilisasi eksternal.12
3. Tidak ada infeksi.12

Proses penyembuhan umumnya sama untuk semua jenis patah tulang, yakni melalui
serangkaian tahapan, sehingga terbentuk tulang baru dan mengisi di daerah retak atau celah
antara patahan tulang sehingga menyambung sempurna. Jika patah tulang parah, masalah
yang memperlambat proses penyembuhan dapat terjadi.12

Komplikasi Fraktur

Infeksi, infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa internal
fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat terjadi karena luka yang tidak
steril.13

1. Delayed union atau nonunion


Delayed union adalah suatu kondisi di mana terjadi penyambungan tulang tetapi
terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya peredaran
darah ke fragmen. Nonunion merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu
setelah 5 bulan mungkin disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum dan
pergerakan pada tempat fraktur.13
2. Malunion, terjadi penyambungan tulang tetapi menyambung dengan tidak benar
seperti adanya angulasi, pemendekan, deformitas atau kecacatan.13
3. Kerusakan pembuluh darah (sindroma kompertemen anterior), merupakan suatu
kondisi dimana terjadi penekanan terhadap syaraf, pembuluh darah dan otot di dalam
kompartement osteofisial yang tertutup. Hal ini mengawali terjadinya peningkatan
tekanan interstisial, kurangnya oksigen dari penekanan pembuluh darah, dan diikuti
dengan kematian jaringan.13
Prognosis

Penyembuhan fraktur berkisar antara 12-16 minggu pada orang dewasa. Pada anak-
anak waktu penyembuhan sekitar ½ waktu penyembuhan orang dewasa. Pada kasus fraktur
yang berat penyembuhan dapat terjadi berbulan-bulan. Penilaian penyembuhan frakur ( union
) didasarkan atas union secara klinis dan union secara radiologik.13

Penilaian secara klinis dilakukan dengan pemeriksaan pada daerah fraktur dengan
melakukan pembengkokan pada daerah fraktur, pemutaran dan kompresi untuk mengetahui
adanya gerakan atau perasaan nyeri pada penderita. Keadaan ini dapat dirasakan oleh
pemeriksa atau penderita sendiri. Apabila tidak ditemukan pergerakan maka secara klinis
telah terjadi union fraktur.13

Penutup
Fraktur atau patah tulang dapat terjadi pada siapa saja dan pada bagian tubuh apa saja.
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh adanya trauma. Pada Fraktur antebrachii terjadi
kontinuitas pada radius dan ulna. Oleh karena itu, jika terjadi fraktur harus ditangani segera,
supaya masalah fraktur bisa berdampak buruk.
Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.25-7.
2. Davies K. Nyeri tulang dan otot. Jakarta: Erlangga; 2007.h.90-2.
3. Dunphy B. Pemeriksaan Fisik Bedah. Jakarta: Yayasan Essentia Media; 2007.
4. Universitas airlangga. Pedoman diagnosis dan terapi. Surabaya; 2006.h.137-40.
5. Ekayuda I. Radiologi diagnostik. Jakarta: Gaya baru; 2005. h. 32.
6. Kowalak JP. Buku pegangan uji dignostik. Jakarta: EGC; 2009.h.795-820.
7. Suratun, Heryati, Manurung S, dkk. Klien gangguan system musculoskeletal. Jakarta:
EGC; 2008.h.15-32.
8. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Edisi Revisi. Jakarta: EGC;
2008.h.1138-76.
9. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.
Jakarta; EGC; 2005.h.1365-8.
10. Way LW, Doherty GM. Surgical diagnosis and treatment. 11th Ed, International Ed. USA
: McGraw-Hil; 2003.h.1144-284.
11. Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Edisi ke-3. Jakarta: Yarsif Watampone; 2007.
hal 451-4.
12. Hoppenfeld S. Terapi dan rehabilitasi fraktur. Jakarta: EGC; 2011.h. 353-9.
13. Sabiston. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC; 2000. h. 384-5.

Anda mungkin juga menyukai