OLEH :
MEGA CAHYA VIDYANINGRUM
150070300011115
KELOMPOK 3
REGULER 2
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
FRAKTUR dan Tindakan ORIF
Oleh :
Mega Cahya Vidyaningrum
NIM. 150070300011115
Tanggal
Pembimbing Akademik
Pembimbing Lahan
1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang yang ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smelzter & Bare, 2002).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari
trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang
menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2001).
Menurut Lukaman dan Ningsih (2009), fraktur adalah terputusnya kontinuitas
tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma,
rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma.
2. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (smeltzer, 2002). Umumnya fraktur
disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur
cenderung terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi pada umur di bawah 45 tahun
dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor, sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering
mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada menopause (reeves, 2001).
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :
1)
Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2)
Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan
kepadatan atau kekerasan tulang.
3. Klasifikasi
Menurut smeltzer (2002), jenis jenis fraktur :
a.Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
b.Fraktur tidak komplet adalah patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah
tulang.
a.
sekitarnya.
Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
3)
subkutan.
Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
4)
dan pembengkakan.
Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
b.
Grade I
Patah tulang terbuka dengan luka < 1 cm, relatif bersih, kerusakan
jaringan lunak minimal, bentuk patahan simpel/transversal/oblik.
Grade II
Patah tulang terbuka dengan luka > 1 cm, kerusakan jaringan lunak
tidak luas, bentuk patahan simpel.
Grade III
Patah tulang terbuka dengan luka > 10 cm, kerusakan jaringan lunak
yang luas, kotor dan disertai kerusakan pembuluh darah dan saraf.
III A
Patah
tulang
terbuka
dengan
kerusakan
jaringan luas,
tapi
III B
Patah tulang terbuka dengan kerusakan jaringan lunak hebat dan atau
hilang (soft tissue loss) sehingga tampak tulang (bone-exposs)
III C
Patah tulang terbuka dengan kerusakan pembuluh darah dan atau
saraf yang hebat
h. Kompresi adalah fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang)
i.
Patologik adalah fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista
tulang, penyakit paget, metastasis tulang, tumor)
j.
Avulsi adalah tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada
perlekatannya.
k. Impaksi adalah fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainnya.
l.
4. Manifestasi klinis
Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik fraktur adalah sebagai berikut:
a. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma.Hal ini dikarenakan adanya spasme
otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
b. Bengkak / edema.
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa (protein plasma) yang
terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
c. Memar / ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan
sekitarnya.
d. Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
e. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, tertekannya syaraf karena edema.
f.
Fungsiolesa
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot, paralysis
dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
g. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya
tidak terjadi pergerakan.Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
h. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
i.
Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
j.
5. Patofisiologi
(Terlampir)
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien fraktur diantaranya berupa
pemeriksaan radiologi dan laboratorium.
a. Pemeriksaan radiologi
1. Sinar X
Dengan pemeriksaan klinik
kita
sudah
dapat
mencurigai
adanya
Dua pandangan
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal
dan sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP &
Lateral/Oblique).
Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur
atau angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang
lain juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan
di bawah fraktur keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.
Dua tungkai
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur.
Foto pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.
penyembuhan
fraktur, misalnya
penyembuhan
fraktur
transversal
lebihlambat dari fraktur oblik karena kontak yang kurang. Kadang-kadang fraktur
atau keseluruhan fraktur tidak nyata pada sinar-X biasa.Tomografi mungkin
berguna untuk lesi spinal atau fraktur kondilus tibia. CT atau MRI mungkin
merupakan satu-satunya cara yang dapat membantu, sesungguhnya potret
transeksional sangat penting untuk visualisasi fraktur secara tepat pada tempat
yang sukar. Radioisotop scanning berguna untuk mendiagnosis fraktur-tekanan
yang dicurigai atau fraktur tak bergeser yang lain
2. Computed fotografhy (CT scan)
Mengidentifikasi lokasi dan panjang patah tulang yang sulit dievaluasi (misal
asetabulum)
dan
bertujuan
untuk
memperlihatkan
tingkat
keperahan
fraktur.Hasil CT Scan lebih jelas jika kerusakan banyak terjadi pada jaringan.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Merupakan teknik pencitraan khusus, non invasif yang menggunakan medan
magnet, gel radio dan komputer untuk memperlihatkan abnormalitas jaringan
lunak sepertio otot, tendon, dan tulang rawan. Hasil pemeriksaan MRI akan
terlihat lebih bagus jika ingin melihat keparahan dari kerusakan yang terjadi
pada tulangnya dibandngkan dengan jaringannya.
4. Angiografi
Pemeriksaan struktur vaskuler, arteriografi adalah pemeriksaan sistem arteri
untuk mengkaji perfusi arteri dan bisa digunakan untuk tingkat amputasi yang
akan dilakukan, pasien dibiarkan berbaring selama 12 24 jam untuk
mencegah perdarahan tempat penusukan arteri.
b. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan darah lengkap meliputi HB, leukosit, pembekuan darah dan Ht
serta jumlah SDP. Peningkatan SDP adalah proses stress normal setelah
trauma.
2. Kreatinin, trauma otot merupakan beban kreatinin dan output ginjal yang
banyak dilepaskan jika terjadi kerusakan muskulo dan klirens ginjal.
3. Kadar enzim serum kreatinin kinase (ck) dan SGOT akan meningkat pada
kerusakan otot
7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan fraktur dibagi menjadi beberapa bagian, antara lain :
a. Penatalaksanaan Kadaruratan
1. Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan, bingung, tidak menyadari
adanya fraktur, dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah. Maka bila
dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagian tubuh segera
sebelum pasien dipindahkan.
2. Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum
dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga di atas dan di bawah
tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi.
3. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan
lunak, dan perdarahan lebih lanjut.
4. Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan
menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang
memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh
fragmen tulang.
5. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan
bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang.
6. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan
membebat kedua tungkat bersama, dengan ekstremitas yang sehat bertindak
sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ekstremitas atau
lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung
pada sling.
7. Peredaran didistal cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi
jaringan perifer.
8. Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengah pembalut bersih (steril) untuk
mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan
reduksi fraktur, bahkan ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah
2.
Gips lengan panjang. Gips ini dipasang memanjang. Dari setinggi lipat
ketiak sampai disebelah prosimal lipatan telapak tangan. Siku biasanya
Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar-x. Ketika
kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan
imobilisasi.
Reduksi Terbuka
Dengan tindakan bedah, fragmen tulang direduksi. Fiksasi interna dalam
bentuk pin, kawat, sekrup, plat, atau batangan logam mempertahankan
tulang dalam posisinya. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung
ke rongga sumsum tulang (Gbr. 64-3); alat tersebut menjaga aproksimasi
Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi
harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian
peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi
diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas
dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis. meyakinkan,
perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika).
Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi
disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup
sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga-diri.
Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan
terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli
bedah yang memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya
gerakan dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan
tingkat aktivitas dan beban berat badan.
c. Proses Penyembuhan Tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk
tulang baru diantara ujung patahan tulang.Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel
tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Selsel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai
tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 48
jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago
yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah
mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam
lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi
proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang
menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama
8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik,
bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast
mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati.Massa sel yang
tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat
pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur
(anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur
berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast
menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya
osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang
yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan
sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal
diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak
dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur
yang
mirip
dengan
normalnya.
(Black,
J.M,
et
al,
1993
dan Apley,
A.Graham,1993)
Lamanya proses penyembuhan untuk tiap tulang berbeda, tergantung
dengan ketebalan dan besarnya tulang secara relative, serta macamnya tulang :
1.
Fraktur cruris
: 8 minggu
2.
Fraktur femur
: 10 minggu
3.
Ante brachii
: 4 minggu
4.
: 6 Minggu
8. Komplikasi
Komplikasi dalam waktu dekat
Shock Neurogenik
Pada fraktur sering terjadi nyeri yang sangat hebat terutama apabila
penanganan awal dilakukan dengan cara yang kurang benar (cara mengangkat,
pembidaian dan pengangkutan). Shock bisa juga terjadi sebagai kompensasi jika
lunak itu sendiri maupun sampai di jaringan tulang itu sendiri ( osteomyelitis ).
Nekrosis divaskuler
Jaringan nekrosis bila masuk ke pembuluh darah vaskuler akan menjadi
emboli (benda asing yang terangkut mengikuti aliran darah dari tempat asalnya dan
dapat tersangkut pada suatu tempat menyebabkan sumbatan aliran darah.) dan
langsung karena tertusuk fragmen tulang atau tertekan edem disekitar fraktur.
Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
Pain
Paresthesi
Pallor
Puffines
Pulselessness
Paralisis
Poikilotermis
: Nyeri
: Rasa kesemutan
: Pucat
: Kulit yang tegang
: Hilangnya pulsasi nadi
: Hilangnya respon sensori
: Teraba dingin
Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi (patah tulang
tidak nyambung kembali) sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk
palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang namun posisi anatominya tidak
tepat/ tidak normal, misalnya tulangnya sembuh tapi bengkok. Malunion dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain interposisi jaringan lunak, fraktur
communited, fraktur tulang dengan vaskulerisasi kurang baik, reposisi kurang baik,
lama.
Kaku sendi
Hal ini terjadi apabila sendi sendi disekitar fraktur tidak/ kurang digerakkan
sehingga terjadi perubahan synovial sendi, penyusutan kapsul, inextensibility otot,
pengendapan callus dipermukaan sendi dan timbulnya jaringan fibrous pada
ligament.
d. Penatalaksanaan Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan
proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
2. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b)
Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri klien digunakan:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
menyebabkan
fraktur
patologis
yang
sering
sulit
untuk
f)
Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak.
(4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,
sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.
Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur,
suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta
penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 2002).
(5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu
banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah
bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada
beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius,
Donna D, 1995).
Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur. (Ignatavicius, Donna
D, 1995).
(9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).
10)
11)
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini
perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan
dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi
lebih mendalam.
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
(1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tandatanda, seperti:
(a) Kesadaran
penderita:
apatis,
sopor,
koma,
gelisah,
(2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(3) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
(m)Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan
BAB.
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal
terutama mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler
5P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan
pada sistem muskuloskeletal adalah:
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
(b) Fistulae.
(c) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(d) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
(e) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(f) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya
perlu
dideskripsikan
permukaannya,
konsistensinya,
3.
Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
c. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
d. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
e. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
f.
4. Intervensi Keperawatan
a.
Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan:
Setelah
dilakukan
tindakan
keperwatan
selama
3x24
jam,
klien
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
2. Tinggikan
posisi
ekstremitas
yang
terkena.
Meningkatkan
aliran
balik
vena,
mengurangi edema/nyeri.
3. Lakukan
dan
awasi
latihan
gerak
pasif/aktif.
(masase,
perubahan
posisi)
Meningkatkan
sirkulasi
umum,
5. Ajarkan
penggunaan
teknik
Mengalihkan
perhatian
terhadap
(24-48
jam
pertama)
lama.
sesuai
keperluan.
7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai
indikasi.
nyeri
melalui
Menilai
klien.
perkembangan
masalah
b.
Kriteria Hasil: klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas
normal
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Instruksikan/bantu
latihan
napas
pemberian
3. Kolaborasi
RASIONAL
obat
tahap awal.
penggunaan
otot
aksesori
yang
sakit
dan
mengkompensasi
bagian
tubuh
1. Pertahankan
rekreasi
kunjungan
pelaksanaan
terapeutik
aktivitas
RASIONAL
Memfokuskan perhatian,
(radio,
koran,
teman/keluarga)
sesuai
keadaan klien.
muskuloskeletal, mempertahankan
papan
penyangga
trokanter/tangan
kaki,
sesuai
ekstremitas.
indikasi.
klien.
keterbatasan klien.
6. Dorong/pertahankan
asupan
cairan
2000-3000 ml/hari.
pelaksanaan
fisioterapi
sesuai indikasi.
Menilai perkembangan masalah
klien.
d. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam klien
menyatakan ketidaknyamanan hilang,
Kriteria Hasil: klien menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan
kulit/memudahkan
penyembuhan
sesuai
indikasi,
mencapai
1.
RASIONAL
2.
Masase
kulit
terutama
daerah
3.
Lindungi
kulit
dan
gips
pada
daerah perianal
4.
Observasi
keadaan
kulit,
e.
RASIONAL
Meminimalkan kontaminasi.
4. Analisa
hasil
pemeriksaan
LED,
Kultur
dan
sensitivitas
luka/serum/tulang)
Observasi
vital dan
tanda-tanda
tanda-tanda peradangan
klien.
h.
1.
Kaji
kesiapan
klien
mengikuti
program pembelajaran.
RASIONAL
evaluasi medik
(nyeri
Daftar Pustaka
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR
Disusun Oleh :
Catur Maya Lupitasari
150070300011066
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016