Anda di halaman 1dari 19

TINJAUAN PUSTAKA

I. KONSEP DASAR TEORI


A. Definisi
1. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
dapat diabsorbsinya. (Smelter & Bare, 2002).
2. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik (Price, 1995).
3. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari
trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti
osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Barret dan Bryant,
1990).
4. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi
(Doenges, 2000).

Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan,fraktur atau patah tulang adalah


keadaan dimana hubungan atau kesatuan jaringan tulang terputus yang dapat
disebabkan oleh trauma, stres kronis dan berulang maupun pelunakan tulang yang
abnormal.

B. Etiologi

Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :


a. Trauma Langsung : Kecelakaan lalu lintas
b. Trauma tidak langsung: Jatuh dari ketinggian dengan berdiri atau duduk
sehingga terjadi fraktur tulang belakang.
c. Proses penyakit (osteoporosis yang menyebabkan fraktur yang patologis).

Menurut Oswari E (1993), fraktur terjadi karena adanya :


a. Kekerasan langsung Terkena pada bagian langsung trauma.
b. Kekerasan tidak langsung Terkena bukan padabagian yang terkena trauma.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
MenurutBarbaraCLong(1996), fraktur terjadi karena adanya :
a. Benturan & cedera (jatuh, kecelakaan)
b. Fraktur patofisiologi (oleh karena patogen, kelainan)
c. Patah karena letih

C. Tanda dan Gejala


a.Look
- Deformitas
- Penonjolan yang abnormal misalnya fraktur condylus lateralis humerus
- Angulasi
- Rotasi
- Pemendekan
- Odema
- Echymosis
- Laserasi
- Fungsi laesa : Hilangnya fungsi misalnya pada fraktur cruris tidak dapat
berjalan dan pada fraktur antebrachi tidak dapat menggunakan lengan
.
b.Feel
- Terdapat nyeri tekan dan nyeri sumbu
- Kejang otot
- Hilang sensasi

c.Move
- Krepitasi
Terasa krepitasi bila fraktur digerakkan tetapi ini bukan cara yang baik dan
kurang halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran / beradunya ujung-ujung tulang
kortikal. Pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi.
- Nyeri
- Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif.
- Gangguan Fungsi
- Gerakan yang tidak normal
- Gerakan yang terjadi tidak pada sendi misalnya pertengahan femur dapat
digerakkan. Ini adalah bukti yang paling penting adanya fraktur yang
membuktikan adanya “putusnya kontuinitas tulang” sesuai defenisi fraktur. Hal
ini penting untuk membuat visum misalnya bila tidak ada fasilitas pemeriksaan
rontgen.

D. Klasifikasi

Berdasarkan sifat fraktur terdiri atas :


a. Fraktur tertutup
Apabila fagmen tulang yang patah tidak tampak dari luar
b. Fraktur terbuka
Apabila fragmen tulang yang patah tampak dari luar

Berdasarkan komplit / tidak komplit fraktur terdiri atas :


1. Fraktur komplit
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran bergeser
dari posisi normal)
2. Fraktur inkomplit
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang
Misal : - Hair line fraktur
- Green stick ® fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi yang lain
membengkok

Berdasarkan bentuk garis patah & hubungan dengan mekanisme trauma antara lain :
a. Fraktur transversal
Arah melintang dan merupakan akibat trauma angulasi / langsung
b. Fraktur oblik
Arah garis patah membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat
dari trauma langsung
c. Fraktur spiral
Arah garis patah spiral dan akibat dari trauma rotasi
d. Fraktur kompresi
Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
e. Fraktur komunitif
Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
f. Fraktur depresi
Fraktur dengan bentuk fragmen terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang
tengkorak dan tulang wajah).
g. Fraktur patologik
Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, tumor, metastasis
tulang).
h. Fraktur avulsi
Tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya.
(Smelter & Bare, 2002).

Menurut R. Gustillo, fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat yaitu :


Derajat I
- Luka < 2 cm
- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
- Fraktur sederhana, transversal, oblik atau kominutif ringan
- Kontaminasi minimal
Derajat II
- Laserasi > 2 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi
- Fraktur kominutif sedang
- Kontaminasi sedang
Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas :
- Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat
laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan
oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
- Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi masif.
- Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat
kerusakan jaringan lunak.
- Fraktur tertutup : fragmen tulang tak berhubungan dengan dunia luar.
E. Tahap Dan Proses Penyembuhan Tulang
a. Haematom : dari pembuluh darah yang pecah.
Dalam 24 jam mulai pembekuan darah dan terjadi hematoma di sekitar fraktur.
Setelah 24 jam suplai darah ke ujung fraktur meningkat, hematoma ini mengelilingi
fraktur dan tidak diabsorbsi selama penyembuhan tapi berubah dan berkembang
menjadi granulasi.
b. Proliferasi sel.
Sel sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitar fraktur, di mana sel
sel ini menjadi precusor dari osteoblast, osteogenesis ini berlangsung terus, lapisan
fibrosa periosteum melebihi tulang. Setelah beberapa hari kombinasi dari periosteum
yang meningkat dengan fase granulasi membentuk collar di ujung fraktur.
c. Pembentukan callus
Enam sampai sepuluh hari setelah fraktur jaringan granulasi berubah dan memben¬tuk
callus. Sementara pembentukan cartilago dan matrik tulang diawali dari jaringan
callus yang lunak. Callus ini bertambah banyak, callus sementara meluas, menganyam
massa tulang dan cartilago sehingga diameter tulang melebihi normal. Hal ini
melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan kekuatan callus sementara ini
meluas melebihi garis fraktur.
d. Ossification
Callus yang menetap / apermanen menjadikan tulang kaku karena adanya
penumpukan garam garam calcium dan bersatu bersama ujung ujung tulang. Proses
ossifikasi ini mulai dari callus bagian luar kemudian bagian dalam dan terakhir bagian
tengah. Proses ini terjadi selama 3 10 minggu.
e. Konsolidasi dan Remodelling.
Pada waktu yang sama pembentukan tulang yang sebenarnya callus dibentuk dari
aktivitas osteoblast dan osteoklast. Kelebihan kelebihan tulang seperti dipahat dan
diabsorbsi dari callus. Proses pembentukan lagi ditentukan oleh beban tekanan dari
otot.
F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Rontgen
Menunjukkan lokasi / luasnya fraktur / trauma
b. Scan tulang, tonogram, CT scan / MRI
Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan
jaringan lunak.
c. Arteriogram
Bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler
d. Hitung darah lengkap
Hematokrit mungkin meningkat atau menurun. Peningkatan jumlah sel darah putih
adalah respon stress normal terhadap trauma.
e. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
f. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pad kehilangan darah, transfusi, multipel / cedera hati.
Pada semua tipe fraktur, proses penyembuhan fraktur berhubungan dengan proses
penyembuhan tulang. Sedangkan pada dislokasi dilakukan pemeriksaan radiologi
untuk memastikan arah dislokasi dan apakah disertai dengan fraktur.

G. Penatalaksanaan
1)Therapi konservatif
a. Proteksi saja
Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik
b. Immobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkoplit dan fraktur dengan
kedudukan baik
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Misalnya fraktur distal radius, immobilisasi dalam pronasi penuh dan fleksi
pergelangan
d. Traksi
Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga penuh / dipasang gips
setelah tidak sakit lagi.
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada
ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan
segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah.

Metode pemasangan traksi antara lain :


Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan
emergency
Traksi mekanik, ada 2 macam :
1. Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan
dalam
waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
2. Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction.
Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui
tulang / jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
1.Mengurangi nyeri akibat spasme
2.Memperbaiki & mencegah deformasi
3.Immobilisasi
4.Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
5.Mengencangkan pada perlekatannya

Prinsip pemasangan traksi :


1.Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
2.Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat agar
reduksi dapat dipertahankan
3.Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
4.Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
5.Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
6.Traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman
2)Therapi operatif
Terapi operatif dengan reposisi secara tetrtutup dengan bimbingan radiologis.
a. Reposisi tertutup – Fiksasi externa
Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intraoperatif maka dipasang alat
fiksasi externa.
b. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna, misalnya reposisi
tertutup fraktur condylair humerus pada anak diikuti dengan pemasangan paralel pins.
Reposisi tertutup fraktur colum pada anak diikuti pinning dan immobilisasi gips. Cara
ini sekarang terus berkembang menjadi “Close Nailing” pada fraktur femur dan tibia
yaitu pemasangan fiksasi interna intra meduller (pen) tanpa membuka frakturnya.
Therapi operatif dengan membuka frakturnya
1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna
ORIF (Open reduction and internal fixation)
Keuntungan cara ini adalah : reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
Indikasi ORIF :
a. Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avanculair tinggi , misalnya : fraktur
talus dan fraktur collum femur
b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup, misalnya : fraktur avulsi dan fraktur
dislokasi.
c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan, misalnya ; fraktur
monteggia, fraktur galeazzi, fraktur antebrachi, dan fraktur pergelangan kaki.
d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yan glabih baik dengan
operasi, misalnya : fraktur femur
2. Excisional Arthrplasty
Membuang fragmen yang patah yang memnentuk sendi, misalnya : fraktur caput radii
pada orang dewasa, dan fraktur collum femur yang dilakukan operasi.
3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis / yang lainnya.
H. Pengobatan
Pengobatan Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan dengan
segera. Tindakan harus dimulai dari fase pra - Rumah sakit :
a. Pembidaian
b. Menghentikan perdarahan dengan verban tekan
c. Menghentikan perdarahan besar dengan klem.
Tiba di UGD rumah sakit harus segera periksa menyeluruh oleh karena 40% dari
fraktur terbuka merupakan kasus polytrauma. Tindakan life-saving harus segera
didahulukan dalam rangka kerja terpadu (Team – work).

I. Komplikasi
Komplikasi dini:

a. Vaskuler :
• Compartemen syndrome (Volkmann`s Ischemia),
• Trauma vaskular
b. Neurologis :
• Lesi medula spinalis atau staraf perifer

Komplikasi lanjut:
1. Kekakuan sendi / kontraktur
2. Disuse atropi otot-otot
3. Malunion : Tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
4. Delayed union : Proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
5. Nonunion / Infected nonunion : Tulang tidak menyambung kembali.
6. Gangguan pertumbuhan (fraktur epifisis)
7. Osteoporosis post trauma
II.KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Pengkajian primer
- Airway:
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk.
- Breathing:
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
- Circulation:
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat,
dingin, sianosis pada tahap lanjut.
b) Pengkajian sekunder
- Aktivitas/istirahat:
• kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
• Keterbatasan mobilitas
- Sirkulasi
• Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
• Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
• Tachikardi
• Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
• Capilary refil melambat
• Pucat pada bagian yang terkena
• Masa hematoma pada sisi cedera
- Neurosensori
• Kesemutan
• Kelemahan
• Deformitas lokal, agulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi
berderit), spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi.
• Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri / anxietas
- Kenyamanan
• Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan /
kerusakan tulang, dapat berkurang deengan imobilisasi) tak ada nyeri akibat
kerusakan syaraf.
• Spasme / kram otot (setelah immobilisasi).
- Keamanan
• laserasi kulit
• perdarahan
• perubahan warna
• pembengkakan local

Selain pengkajian diatas, pada kasus dislokasi juga perlu dilakukan pengkajian berupa:
a.Anamnesis :
• Ada trauma
• Mekanisme trauma yang sesuai, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada
dislokasi anterior sendi bahu
• Ada rasa sendi keluar
• Bila trauma minimal, hal ini dapat terjadi pada dislokasi rekurens atau habitual
• Oedema
• Sulut/tidak dapat bergerak
b.Pemeriksaan Klinis :
• Deformitas
Hilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya deltoid yang rata pada dislokasi
bahu. Pemendekan atau pemanjangan (misalnya dislokasi anterior sendi panggul).
Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu, misalnya dislokasi posterior sendi
panggul kedudukan panggul endorotasi, fleksi dan adduksi.
• Nyeri
• Funcio laesa, misalnya bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi bahu anterior.

2. Prioritas Keperawatan
a. Mencegah cedera tulang
b. Menghilangkan nyeri
c. Mencegah komplikasi
d. Memberikan informasi tentang kondisi / prognosis dan kebutuhan pengobatan.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat / traksi.
b. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka : bedah
permukaan ; pemasangan kawat, perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi eksresi atau
sekret / immobilisasi fisik.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur dan
kerusakan rangka neuromuskuler.
d. Defisit perawatan diri b/d kelemahan
e. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan aliran
darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih, hipovolemik dan pembentukan
trombus.
f. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan
kulit dan trauma jaringan.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber
informasi.

4. Intervensi Keperawatan
Dx.1 Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat / traksi.
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan.
Kriteria Hasil :
- Klien menyatakan nyeri berkurang.
- Klien menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas terapetik sesuai
indikasi untuk situasi individual.
- Edema berkurang / hilang.
- Tekanan darah normal.
- Tidak ada peningkatan nadi dan pernapasan.
Intervensi :
1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0 – 10).
Perhatikan petunjuk verbal dan non-verbal
Rasional :
Membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidaknyamanan dan kebutuhan untuk /
keefektifan analgesic.
2. Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, dan
traksi.
Rasional :
Meminimalkan nyeri dan menvegah kesalahan posisi tulang / tegangan jaringan yang
cedera.
3. Tinggikan dan sokong ekstremitas yang terkena.
Rasional :
Menurunkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan rasa nyeri
4. Bantu pasien dalam melakukan gerakan pasif/aktif.
Rasional :
Mempertahankan kekuatan / mobilisasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi
inflamasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang terkena.
5. Berikan alternatif tindakan kenyamanan (massage, perubahan posisi).
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi umum menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot.
6. Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contohnya relaksasi progresif, latihan
nafas dalam, imajinasi visualisasi dan sentuhan terapeutik.
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi umum, mengurangi area tekanan dan kelelahan. otot.
7. Lakukan kompres dingin/es selama 24-48 jam pertama dan sesuai indikasi.
Rasional :
Menurunkan udema/ pembentukan hematoma, menurunkan sensasi nyeri.
8. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik.
Rasional :
Diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot.

Dx.2 Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka : bedah
permukaan ; pemasangan kawat, perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi eksresi atau
sekret / immobilisasi fisik.
Tujuan : Kerusakan integritas jaringan dapat diatasi.
Kriteria Hasil :
- Penyembuhan luka sesuai waktu.
- Tidak ada laserasi, integritas kulit baik.
Intervensi :
1. Kaji kulit untuk luka terbuka, kemerahan, perdarahan, perubahan warna.
Rasional :
Memberikan informasi gangguan sirkulasi kulit dan masalah-masalah yang mungkin
disebabkan oleh penggunaan traksi, terbentuknya edema.
2. Massage kulit dan tempat yang menonjol, pertahankan tempat tidur yang kering dan
bebas kerutan.
Rasional :
Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko abrasi/kerusakan kulit.
3. Rubah posisi selang seling sesuai indikasi.
Rasional :
Mengurangi penekanan yang terus-menerus pada posisi tertentu.
4. Gunakan bed matres / air matres.
Rasional :
Mencegah perlukaan setiap anggota tubuh dan untuk anggota tubuh yang kurang gerak
efektif untuk mencegah penurunan sirkulasi.

Dx.3 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur dan
kerusakan rangka neuromuskuler.
Tujuan : Kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang.
Kriteria Hasil :
- Klien akan meningkat/ mempertahankan mobilitas pada tingkat kenyamanan yang lebih
tinggi.
- Klien mempertahankan posisi /fungsional.
- Klien meningkatkan kekuatan /fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh.
- Klien menunjukkan teknik yang mampu melakukan aktifitas.
Intervensi :
1. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan perhatikan persepsi
pasien terhadap imobilisasi.
Rasional :
Mengetahui persepsi diri pasien mengenai keterbatasan fisik aktual, mendapatkan
informasi dan menentukan informasi dalam meningkatkan kemajuan kesehatan pasien.
2. Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik/rekreasi dan pertahankan rangsang
lingkungan.
Rasional :
Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan kembali perhatian,
meningkatkan rasa kontrol diri dan membantu menurunkan isolasi sosial.
3. Instruksikan dan bantu pasien dalam rentang gerak aktif/pasif pada ekstremitas yang
sakit dan yang tak sakit.
Rasional :
Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot,
mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan respon kalsium karena
tidak digunakan.
4. Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin, bila traksi digunakan
untuk menstabilkan fraktur tungkai bawah.
Rasional :
Menurunkan resiko kontraktur fleksi panggul.
5. Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan (contoh mandi dan mencukur).
Rasional :
Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan kontrol pasien dalam situasi dan
meningkatkan kesehatan diri langsung.
6. Berikan/bantu dalm mobilisasi dengan kursi roda, kruk dan tongkat sesegera mungkin.
Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilisasi.
Rasional :
Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring (contoh flebitis) dan meningkatkan
penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.
7. Awasi TD dengan melakukan aktivitas dan perhatikan keluhan pusing.
Rasional :
Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring lama dan dapat
memerlukan intervensi khusus.
8. Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/napas dalam.
Rasional :
Mencegah/menurunkan insiden komplikasi kulit/pernapasan (contoh dekubitus,
atelektasis dan pneumonia).
9. Auskultasi bising usus.
Rasional :
Tirah baring, pengguanaan analgetik dan perubahan dalam kebiasaan diet dapat
memperlambat peristaltik dan menghasilkan konstipasi.
10. Dorong penigkatan masukan cairan sanpai 2000-3000 ml/hari.
Rasional :
Mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan resiko infeksi urinarius, pembentukan batu
dan konstipasi.
11. Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan atau rehabilitasi spesialis.
Rasional :
Berguna dalan membuat aktivitas individual/program latihan.

Dx.4 Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan aliran
darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih, hipovolemik dan pembentukan
trombus.
Tujuan : Disfungsi neurovaskuler perifer tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan perfusi jaringan yang ditandai dengan terabanya pulsasi.
- Kulit hangat dan kering.
- Perabaan normal.
- Tanda vital stabil.
- Urine output yang adekuat
Intervensi :
1. Kaji kembalinya kapiler, warna kulit dan kehangatan bagian distal dari fraktur.
Rasional :
Pulsasi perifer, kembalinya perifer, warna kulit dan rasa dapat normal terjadi dengan
adanya syndrome comfartemen syndrome karena sirkulasi permukaan sering kali tidak
sesuai.
2. Kaji status neuromuskuler, catat perubahan motorik / fungsi sensorik.
Rasional :
Lemahnya rasa/kebal, meningkatnya penyebaran rasa sakit terjadi ketika sirkulasi ke saraf
tidak adekuat atau adanya trauma pada syaraf.
3. Kaji kemampuan dorso fleksi jari-jari kaki.
Rasional :
Panjang dan posisi syaraf peritoneal meningkatkan resiko terjadinya injuri dengan adanya
fraktur di kaki, edema/comfartemen syndrome/malposisi dari peralatan traksi.
4. Monitor posisi / lokasi ring penyangga bidai.
Rasional :
Peralatan traksi dapat menekan pembuluh darah/syaraf, khususnya di aksila dapat
menyebabkan iskemik dan luka permanen.
5. Monitor vital sign, pertahanan tanda-tanda pucat/cyanosis umum, kulit dingin,
perubahan mental.
Rasional :
In adekuat volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan.
6. Pertahankan elevasi dari ekstremitas yang cedera jika tidak kontraindikasidengan
adanya compartemen syndrome.
Rasional :
Mencegah aliran vena / mengurangi edema.

Dx.5 Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan
kulit dan trauma jaringan.
Tujuan : Resiko infeksi tidak terjadi dan tidak menjadi actual.
Kriteria Hasil :
- Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
- Bebas drainase purulen, eritema dan demam.
- Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
1. Inspeksi kulit untuk mengetahui adanya iritasi atau robekan kontinuitas.
Rasional :
Pen atau kawat yang dipasang masuik melalui kulit dapat memungkinkan terjadinya
infeksi tulang.
2. Kaji sisi kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri/rasa terbakar atau adanya edema,
eritema, drainase/bau tak enak.
Rasional :
Dapat mengindikasi timbulnya infeksi lokal/nekrosis jaringan dan dapat menimbulkan
osteomielitis.
3. Berikan perawatan pen/kawat steril sesuai protokol dan latihan mencuci tangan.
Rasional :
Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi.
4. Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan,
bau drainase yang tak enak/asam.
Rasional :
Tanda perkiraan infeksi gangren.
5. Kaji tonus otot, refleks tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara.
Rasional :
Kekakuan otot, spasme tonik otot rahang dan disfagia menunjukkan terjadinya tetanus.
6. Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasan gerakan dengan oedema lokal/eritema ektremitas
cedera.
Rasional :
Dapat mengindikasikan terjadinya osteomielitis.
7. Lakukan prosedur isolasi.
Rasional :
Adanya drainase purulen akan memerlukan kewaspadaan luka/linen untuk mencegah
kontaminasi silang.
8. Berikan obat sesuai indikasi seperti antibiotik IV/topikal dan Tetanus toksoid.
Rasional :
Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaktik atau dapat ditujukan pada
mikroorganisme khusus.

Dx.6 Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan


dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : Pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga bertambah.
Kriteria Hasil :
- Menyatakan pehaman kondisi, prognosis dan pengobatan.
- Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
1. Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.
Rasional :
Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi.
2. Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan terapis fisik bila
diindikasikan.
Rasional :
Banyak fraktur memerlukan gips, bebat atau penjepit selama proses penyembuhan.
Kerusakan lanjut dan pelambatan penyembuhan dapat terjadi sekunder terhadap
ketidaktepatan pengguanaan alat ambulasi.
3. Buat daftar aktivitas dimana pasien dapat melakukannya secara mandiri dan yang
memrlukan bantuan.
Rasional :
Penyusunan aktivitas sekitar kebutuhan dan yang memerlukan bantuan.
4. Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dab di bawah
fraktur.
Rasional :
Mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan otot, meningkatkan kembalinya
aktivitas sehari-hari secara dini.
5. Diskusikan pentingnya perjanjian evaluasi klinis.
Rasional :
Penyembuhan fraktur memerlukan waktu tahunan untuk sembuh lengkap dan kerja sama
pasien dalam program pengobatan membantu untuk penyatuan yang tepat dari tulang.
6. Informasikan pasien bahwa otot dapat tampak lembek dan atrofi (massa otot kurang).
Anjurkan untuk memberikan sokongan pada sendi di atas dan di bawah bagian yang sakit
dan ginakan alat bantu mobilitas, contoh verban elastis, bebat, penahan, kruk, walker atau
tongkat.
Rasional :
Kekuatan otot akan menurun dan rasa sakit yang baru dan nyeri sementara sekunder
terhadap kehilangan dukungan.

Anda mungkin juga menyukai