B. Etiologi
c.Move
- Krepitasi
Terasa krepitasi bila fraktur digerakkan tetapi ini bukan cara yang baik dan
kurang halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran / beradunya ujung-ujung tulang
kortikal. Pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi.
- Nyeri
- Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif.
- Gangguan Fungsi
- Gerakan yang tidak normal
- Gerakan yang terjadi tidak pada sendi misalnya pertengahan femur dapat
digerakkan. Ini adalah bukti yang paling penting adanya fraktur yang
membuktikan adanya “putusnya kontuinitas tulang” sesuai defenisi fraktur. Hal
ini penting untuk membuat visum misalnya bila tidak ada fasilitas pemeriksaan
rontgen.
D. Klasifikasi
Berdasarkan bentuk garis patah & hubungan dengan mekanisme trauma antara lain :
a. Fraktur transversal
Arah melintang dan merupakan akibat trauma angulasi / langsung
b. Fraktur oblik
Arah garis patah membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat
dari trauma langsung
c. Fraktur spiral
Arah garis patah spiral dan akibat dari trauma rotasi
d. Fraktur kompresi
Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
e. Fraktur komunitif
Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
f. Fraktur depresi
Fraktur dengan bentuk fragmen terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang
tengkorak dan tulang wajah).
g. Fraktur patologik
Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, tumor, metastasis
tulang).
h. Fraktur avulsi
Tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya.
(Smelter & Bare, 2002).
G. Penatalaksanaan
1)Therapi konservatif
a. Proteksi saja
Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik
b. Immobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkoplit dan fraktur dengan
kedudukan baik
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Misalnya fraktur distal radius, immobilisasi dalam pronasi penuh dan fleksi
pergelangan
d. Traksi
Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga penuh / dipasang gips
setelah tidak sakit lagi.
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada
ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan
segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah.
I. Komplikasi
Komplikasi dini:
a. Vaskuler :
• Compartemen syndrome (Volkmann`s Ischemia),
• Trauma vaskular
b. Neurologis :
• Lesi medula spinalis atau staraf perifer
Komplikasi lanjut:
1. Kekakuan sendi / kontraktur
2. Disuse atropi otot-otot
3. Malunion : Tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
4. Delayed union : Proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
5. Nonunion / Infected nonunion : Tulang tidak menyambung kembali.
6. Gangguan pertumbuhan (fraktur epifisis)
7. Osteoporosis post trauma
II.KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Pengkajian primer
- Airway:
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk.
- Breathing:
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
- Circulation:
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat,
dingin, sianosis pada tahap lanjut.
b) Pengkajian sekunder
- Aktivitas/istirahat:
• kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
• Keterbatasan mobilitas
- Sirkulasi
• Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
• Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
• Tachikardi
• Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
• Capilary refil melambat
• Pucat pada bagian yang terkena
• Masa hematoma pada sisi cedera
- Neurosensori
• Kesemutan
• Kelemahan
• Deformitas lokal, agulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi
berderit), spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi.
• Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri / anxietas
- Kenyamanan
• Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan /
kerusakan tulang, dapat berkurang deengan imobilisasi) tak ada nyeri akibat
kerusakan syaraf.
• Spasme / kram otot (setelah immobilisasi).
- Keamanan
• laserasi kulit
• perdarahan
• perubahan warna
• pembengkakan local
Selain pengkajian diatas, pada kasus dislokasi juga perlu dilakukan pengkajian berupa:
a.Anamnesis :
• Ada trauma
• Mekanisme trauma yang sesuai, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada
dislokasi anterior sendi bahu
• Ada rasa sendi keluar
• Bila trauma minimal, hal ini dapat terjadi pada dislokasi rekurens atau habitual
• Oedema
• Sulut/tidak dapat bergerak
b.Pemeriksaan Klinis :
• Deformitas
Hilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya deltoid yang rata pada dislokasi
bahu. Pemendekan atau pemanjangan (misalnya dislokasi anterior sendi panggul).
Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu, misalnya dislokasi posterior sendi
panggul kedudukan panggul endorotasi, fleksi dan adduksi.
• Nyeri
• Funcio laesa, misalnya bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi bahu anterior.
2. Prioritas Keperawatan
a. Mencegah cedera tulang
b. Menghilangkan nyeri
c. Mencegah komplikasi
d. Memberikan informasi tentang kondisi / prognosis dan kebutuhan pengobatan.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat / traksi.
b. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka : bedah
permukaan ; pemasangan kawat, perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi eksresi atau
sekret / immobilisasi fisik.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur dan
kerusakan rangka neuromuskuler.
d. Defisit perawatan diri b/d kelemahan
e. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan aliran
darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih, hipovolemik dan pembentukan
trombus.
f. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan
kulit dan trauma jaringan.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber
informasi.
4. Intervensi Keperawatan
Dx.1 Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat / traksi.
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan.
Kriteria Hasil :
- Klien menyatakan nyeri berkurang.
- Klien menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas terapetik sesuai
indikasi untuk situasi individual.
- Edema berkurang / hilang.
- Tekanan darah normal.
- Tidak ada peningkatan nadi dan pernapasan.
Intervensi :
1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0 – 10).
Perhatikan petunjuk verbal dan non-verbal
Rasional :
Membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidaknyamanan dan kebutuhan untuk /
keefektifan analgesic.
2. Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, dan
traksi.
Rasional :
Meminimalkan nyeri dan menvegah kesalahan posisi tulang / tegangan jaringan yang
cedera.
3. Tinggikan dan sokong ekstremitas yang terkena.
Rasional :
Menurunkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan rasa nyeri
4. Bantu pasien dalam melakukan gerakan pasif/aktif.
Rasional :
Mempertahankan kekuatan / mobilisasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi
inflamasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang terkena.
5. Berikan alternatif tindakan kenyamanan (massage, perubahan posisi).
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi umum menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot.
6. Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contohnya relaksasi progresif, latihan
nafas dalam, imajinasi visualisasi dan sentuhan terapeutik.
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi umum, mengurangi area tekanan dan kelelahan. otot.
7. Lakukan kompres dingin/es selama 24-48 jam pertama dan sesuai indikasi.
Rasional :
Menurunkan udema/ pembentukan hematoma, menurunkan sensasi nyeri.
8. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik.
Rasional :
Diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot.
Dx.2 Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka : bedah
permukaan ; pemasangan kawat, perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi eksresi atau
sekret / immobilisasi fisik.
Tujuan : Kerusakan integritas jaringan dapat diatasi.
Kriteria Hasil :
- Penyembuhan luka sesuai waktu.
- Tidak ada laserasi, integritas kulit baik.
Intervensi :
1. Kaji kulit untuk luka terbuka, kemerahan, perdarahan, perubahan warna.
Rasional :
Memberikan informasi gangguan sirkulasi kulit dan masalah-masalah yang mungkin
disebabkan oleh penggunaan traksi, terbentuknya edema.
2. Massage kulit dan tempat yang menonjol, pertahankan tempat tidur yang kering dan
bebas kerutan.
Rasional :
Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko abrasi/kerusakan kulit.
3. Rubah posisi selang seling sesuai indikasi.
Rasional :
Mengurangi penekanan yang terus-menerus pada posisi tertentu.
4. Gunakan bed matres / air matres.
Rasional :
Mencegah perlukaan setiap anggota tubuh dan untuk anggota tubuh yang kurang gerak
efektif untuk mencegah penurunan sirkulasi.
Dx.3 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur dan
kerusakan rangka neuromuskuler.
Tujuan : Kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang.
Kriteria Hasil :
- Klien akan meningkat/ mempertahankan mobilitas pada tingkat kenyamanan yang lebih
tinggi.
- Klien mempertahankan posisi /fungsional.
- Klien meningkatkan kekuatan /fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh.
- Klien menunjukkan teknik yang mampu melakukan aktifitas.
Intervensi :
1. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan perhatikan persepsi
pasien terhadap imobilisasi.
Rasional :
Mengetahui persepsi diri pasien mengenai keterbatasan fisik aktual, mendapatkan
informasi dan menentukan informasi dalam meningkatkan kemajuan kesehatan pasien.
2. Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik/rekreasi dan pertahankan rangsang
lingkungan.
Rasional :
Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan kembali perhatian,
meningkatkan rasa kontrol diri dan membantu menurunkan isolasi sosial.
3. Instruksikan dan bantu pasien dalam rentang gerak aktif/pasif pada ekstremitas yang
sakit dan yang tak sakit.
Rasional :
Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot,
mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan respon kalsium karena
tidak digunakan.
4. Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin, bila traksi digunakan
untuk menstabilkan fraktur tungkai bawah.
Rasional :
Menurunkan resiko kontraktur fleksi panggul.
5. Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan (contoh mandi dan mencukur).
Rasional :
Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan kontrol pasien dalam situasi dan
meningkatkan kesehatan diri langsung.
6. Berikan/bantu dalm mobilisasi dengan kursi roda, kruk dan tongkat sesegera mungkin.
Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilisasi.
Rasional :
Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring (contoh flebitis) dan meningkatkan
penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.
7. Awasi TD dengan melakukan aktivitas dan perhatikan keluhan pusing.
Rasional :
Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring lama dan dapat
memerlukan intervensi khusus.
8. Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/napas dalam.
Rasional :
Mencegah/menurunkan insiden komplikasi kulit/pernapasan (contoh dekubitus,
atelektasis dan pneumonia).
9. Auskultasi bising usus.
Rasional :
Tirah baring, pengguanaan analgetik dan perubahan dalam kebiasaan diet dapat
memperlambat peristaltik dan menghasilkan konstipasi.
10. Dorong penigkatan masukan cairan sanpai 2000-3000 ml/hari.
Rasional :
Mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan resiko infeksi urinarius, pembentukan batu
dan konstipasi.
11. Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan atau rehabilitasi spesialis.
Rasional :
Berguna dalan membuat aktivitas individual/program latihan.
Dx.4 Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan aliran
darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih, hipovolemik dan pembentukan
trombus.
Tujuan : Disfungsi neurovaskuler perifer tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan perfusi jaringan yang ditandai dengan terabanya pulsasi.
- Kulit hangat dan kering.
- Perabaan normal.
- Tanda vital stabil.
- Urine output yang adekuat
Intervensi :
1. Kaji kembalinya kapiler, warna kulit dan kehangatan bagian distal dari fraktur.
Rasional :
Pulsasi perifer, kembalinya perifer, warna kulit dan rasa dapat normal terjadi dengan
adanya syndrome comfartemen syndrome karena sirkulasi permukaan sering kali tidak
sesuai.
2. Kaji status neuromuskuler, catat perubahan motorik / fungsi sensorik.
Rasional :
Lemahnya rasa/kebal, meningkatnya penyebaran rasa sakit terjadi ketika sirkulasi ke saraf
tidak adekuat atau adanya trauma pada syaraf.
3. Kaji kemampuan dorso fleksi jari-jari kaki.
Rasional :
Panjang dan posisi syaraf peritoneal meningkatkan resiko terjadinya injuri dengan adanya
fraktur di kaki, edema/comfartemen syndrome/malposisi dari peralatan traksi.
4. Monitor posisi / lokasi ring penyangga bidai.
Rasional :
Peralatan traksi dapat menekan pembuluh darah/syaraf, khususnya di aksila dapat
menyebabkan iskemik dan luka permanen.
5. Monitor vital sign, pertahanan tanda-tanda pucat/cyanosis umum, kulit dingin,
perubahan mental.
Rasional :
In adekuat volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan.
6. Pertahankan elevasi dari ekstremitas yang cedera jika tidak kontraindikasidengan
adanya compartemen syndrome.
Rasional :
Mencegah aliran vena / mengurangi edema.
Dx.5 Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan
kulit dan trauma jaringan.
Tujuan : Resiko infeksi tidak terjadi dan tidak menjadi actual.
Kriteria Hasil :
- Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
- Bebas drainase purulen, eritema dan demam.
- Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
1. Inspeksi kulit untuk mengetahui adanya iritasi atau robekan kontinuitas.
Rasional :
Pen atau kawat yang dipasang masuik melalui kulit dapat memungkinkan terjadinya
infeksi tulang.
2. Kaji sisi kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri/rasa terbakar atau adanya edema,
eritema, drainase/bau tak enak.
Rasional :
Dapat mengindikasi timbulnya infeksi lokal/nekrosis jaringan dan dapat menimbulkan
osteomielitis.
3. Berikan perawatan pen/kawat steril sesuai protokol dan latihan mencuci tangan.
Rasional :
Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi.
4. Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan,
bau drainase yang tak enak/asam.
Rasional :
Tanda perkiraan infeksi gangren.
5. Kaji tonus otot, refleks tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara.
Rasional :
Kekakuan otot, spasme tonik otot rahang dan disfagia menunjukkan terjadinya tetanus.
6. Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasan gerakan dengan oedema lokal/eritema ektremitas
cedera.
Rasional :
Dapat mengindikasikan terjadinya osteomielitis.
7. Lakukan prosedur isolasi.
Rasional :
Adanya drainase purulen akan memerlukan kewaspadaan luka/linen untuk mencegah
kontaminasi silang.
8. Berikan obat sesuai indikasi seperti antibiotik IV/topikal dan Tetanus toksoid.
Rasional :
Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaktik atau dapat ditujukan pada
mikroorganisme khusus.