Anda di halaman 1dari 8

PATOFISIOLOGI PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR

A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Pengertian Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. (Muttaqin, Arif. 2008 ; 69) Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer, 2002:2357). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. (Price, 2006: 1365). Fraktur adalah pemecahan suatu bagian, khususnya tulang; pecahan atau rupture pada tulang (Dorland, 1998: 446).

2. Epidemiologi Insiden fraktur terbuka sebesar 4% dari seluruh fraktur dengan perbandingan laki-laki dan perempuan sebesar 3,64 berbanding 1, dengan kejadian terbanyak pada kelompok umur decade kedua dan ketiga yang relative mempunyai aktivitas fisik dan mobilitas yang tinggi. Pada analisis epidemiologi menunjukkan bahwa 40% fraktur terbuka terjadi pada ekstremitas bawah, terutama daerah tibia dan femur tengah.

3. Faktor Predisposisi Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrim. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, rupture tendo, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.

4. Patofisiologi (Terlampir)

5. Klasifikasi a. Fraktur Komplit, adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal). b. Fraktur Tidak Komplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang

c. Fraktur tertutup (fraktur simpel) tidak menyebabkan robeknya kulit. d. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/ kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang. Grade I dengan luka bersih kurang dari 1cm panjangnya; Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif; dan Grade III, yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak yang ekstensif, merupakan yang paling berat. e. Greenstic, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok. f. Transfersal,fraktur sepanjang garis tengah tulang. g. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil disbanding transfersal). h. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang. i. Kominutif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen. j. Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah). k. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang). l. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit Peaget, metastasis tulang, tumor). m. Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendo pada perlekatannya. n. Epifiseal, fraktur melalui epifisis. o. Impaksi,fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.

Fraktur yang sering terjadi pada lansia 1. Fraktur Kompresi Vertebra Suatu gejala osteoporosis yang sering dijumpai adalah sakit punggung, akibat fraktur kompresi vertebra. Fraktur kompresi vertebra ini dapat terjadi setelah trauma minimal, seperti melepaskan kancing pada bagian punggung, membuka jendela, atau bahkan merapikan tempat tidur. Focus dari perawatan untuk fraktur kompresi akut adalah mengurangi gejala sesegera mungkin dengan tirah baring pada posisi apapun yang mampu memberikan kenyamanan maksimum. Relaksan otot, seperti panas dan analgesic dapat digunakan jika ada indikasi. Penggunan relaksan otot jangka pendek dalam jumlah sedikit dapat mengurangi spasme otot yang sering menyertai fraktur-fraktur ini.

2. Fraktur Panggul Klien lansia biasanya mengalami cedera ini karena jatuh. Walaupun hanya 3% dari semua fraktur adalah fraktur panggul, tipe cedera ini diperhitungkan menimbulkan 5 sampai 20% kematian diantara lansia akibat fraktur. Fraktur panggul adalah hal yang tidak menyenangkan karena fraktur tersebut dapat juga menyebabkan cedera intraabdomen yang serius, seperti laserasi kolon, paralysis ileum, perdarahan intrapelvis, dan rupture uretra serta kandung kemih.

3. Fraktur Pinggul

Walaupun fraktur tulang belakang yang mengarah pada deformitas dan fraktur panggul menyebabkan disfungsi tubuh, tetapi fraktur pinggullah yang sangat berat memengaruhi kualitas hidup dan menantang kemampuan bertahan hidup pada lansia. Manifestasi klinis dari fraktur tulang pinggul adalah rotasi eksternal, pemendekan ekstremitas yang terkena, dan nyeri berat serta nyeri tekan di lokasi fraktur. Perubahan letak akibat fraktur pada bagian leher tulang femur dapat menyebabkan gangguan serius pada suplai darah ke kaput femur, yang dapat mengakibatkan nekrosis avaskular. Perbaikan dengan pembedahan lebih disukai dalam menangani fraktur tulang pinggul. Penanganan melalui pembedahan memungkinkan klien untuk bangun dari tempat tidur lebih cepat dan mencegah komplikasi yang lebih besar yang dihubungkan dengan immobilitas.

6. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilaangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna. a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot. c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci). d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. (uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat). e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

7. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi/ luasnya fraktur/ trauma Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur; juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan tulang. Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vascular dicurigai. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multiple atau cedera hati.

8. Terapi Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan kekuatan. Reduksi fraktur (setting tulang) Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode reduksi fraktur diantaranya: Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual. Traksi digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.

Skeletal traksi Skin traksi

Reduksi terbuka dilakukan dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu,atau pun fiksasi eksterna.

Area-area yang tertekan menggunakan Gips

Mempertahankan dan mengembalikan fungsi. Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Latihan isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan aliran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur yaitu: a. Mempercepat penyembuhan fraktur Imobilisasi fragmen tulang Kontak fragmen tulang maksimal Asupan darah yang memadai Nutrisi yang baik Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D

b. Menghambat penyembuhan tulang Trauma lokal ekstensif Kehilangan tulang Imobilisasi tidak memadai Rongga atau adanya jaringan diantara fragmen tulang Infeksi Keganasan lokal Nekrosis avaskuler Usia (pada lansia sembuh lebih lama)

Ket: Teknik fiksasi interna. (A) Plat dan sekrup untuk fraktur transversal atau oblik pendek; (B) Sekrup untuk fraktur oblik dan spiral panjang; (C) sekrup untuk fragmen butterfly panjang; (D) Plat dan enam sekrup untuk fragmen butterfly pendek; (E) Nail moduler untuk fraktur segmental.

Karena banyak klien lansia cenderung untuk berada di suatu status yang berbahaya sebelum terjadinya fraktur, perawat harus mewaspai beberapa faktor praoperasi dan pascaoperasi yang jika tidak dikenali, mungkin menjadi faktor penentu yang berdampak kurang baik terhadap klien.

Faktor Praoperasi Sebelum operasi, klien harus diajarkan tentang cara menggunakan trapeze yang dipasanga pada bagian atas tempat tidur dan sisi pengaman tempat tidur yang berlawanan untuk membantunya dalam mengubah posisi. Karena ambulasi pada umumnya dimulai pada hari kedua sesudah operasi klien perlu mempraktikkan bagaimana cara bangun dari tempat tidur dan pindah ke kursi. Rencana untuk pemulangan klien harus didiskusikan dan pengaturan dilakukan bersama pekerja sosial atau manajer kasus untuk perawatan di rumah atau perawatan terampil.

Faktor Pascaoperasi Perwatan awal hampir sama pada setiap klien lansia yang mengalami operasi yaitu, memantau tanda vital serta asupan dan haluaran, memeriksa perubahan status mental (sensori), mengawasi aktivitas pernapasan seperti napas dalam dan batuk, memberikan pengobatan untuk rasa nyeri, dan mengobservasi balutan luka terhadap tanda-tanda perdarahan dan infeksi. Sebelum dan setelah reduksi fraktur, selalu ada potensial untuk mengalami gangguan sirkulasi, sensai, dan pergerakan. Denyut nadi perifer pada bagian distal tungkai yang fraktur harus dikaji. Perawat mengakji kemampuan jari kaki klien untuk bergerak, kehangatan dan warma merah muda pada kulit, perasaan mati rasa atau kesemutan, dan edema. Tungkai klien tetap diangkat untuk mencegah edema. Sebuah bidai abduktor dapat digunakan diantara lutut klien ketika mengubah posisi klien dari satu sis ke sisis yang lain. Karung yang berisi pasir dan bantal dapat sangat membantu untuk mempertahankan agar tungkai tidak berputar secara eksternal. Pengguanaan transcutaneus elektrical nerve stimulator(TENS) sesudah operasi dapat menurunkan kebutuhan akan penggunaan narkotika secara signifikan. Bila fraktur tulang panggul telah ditangani dengan menyisipkan prostesis kaput femur, klien dan keluarga harus menyadari sepenuhnya tentang posisi dan aktvitas yang mungkin dapat menyebabkan dislokasi (fleksi, adduksi dengan rotasi internal). Banyak aktivitas seharihari yang dapat menimbulkan posisi ini seperti menggunakan kaos kaki dan sepatu, menyilangkan kaki pada saat duduk, berbaring miring dengan posisi yang salah, posisi tubuh relatif fleksi ke arak kursi pada saat akan berbaring atau duduk, dan duduk pada tempat duduk yang rendah. Aktivitas ini harus dihindari secara ketat sedikitya 6 minggu ampai jaringan lunak disekitar tulang panggul telah cukup pulih untuk menstabilkan prostesis yang dipasang. Rasa nyeri yang berat dan mendadak dan rotasi eksternal yang ekstrim mengindikasikan adanya perubahan letak prostesis tersebut. Untuk mencegah dislokasi prostesis, perawat harus selalu menempatkan 3 bantal diantara tungkai klien ketika mengubah posisi, pertahankan bidai abduktor tungkai pada klien kecuali ketika sedang mandi, hindari fleksi tulang panggul secara ekstrim, dan hindari mengubah posisi klien ke sisi yang mengalami fraktur. Jika fraktur tulang pinggul ditangani dengan tindakan fiksasi agar klien tidak dapat bergerak, tindakan pencegahan dislokasi tidak perlu dilakukan. Pada umumnya, klien perlu didorong untuk bangun dari tempat tidur pada

pertama sesudah operasi. Menahan beban berat pada ekstremitas yang terkena tidak diizinkan sampai pemeriksaan radiologi menunjukkan adanya tanda-tanda penyembuhan yang adekuat, biasanya dalam waktu 3-5 bulan.

Anda mungkin juga menyukai