ASUHAN KEPERAWATAN
OPEN FRAKTUR
Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Emergensi
di IGD RSUD NGUDI WALUYO WLINGI KAB. BLITAR
Oleh :
ANGGRAENI CITRA S.
NIM. 105070200131007
KELOMPOK 3
FRAKTUR TERBUKA
DEFINISI
Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan
lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri, sehingga timbul
komplikasi berupa infeksi.
ETIOLOGI
Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya
fraktur :
1. Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang,
arah dan kekuatan trauma.
2. instrisik
meliputi
kapasitas
tulang
mengasorbsi
energi
trauma,
MEKANISME TRAUMA
Angulasi/ memutar
ENERGI
Ringan
Kombinasi
Sedang
Variasi
Berat
BATASAN
Luka bersih dengan panjang luka < 1 cm
Panjang luka >1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat
Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental terbuka,
Tipe I berupa luka kecil kurang dari 1 cm akibat tusukan fragmen fraktur dan
bersih. Kerusakan jaringan lunak sedikit dan fraktur tidak kominutif. Biasanya
luka tersebut akibat tusukan fragmen fraktur atau in-out.
Tipe II terjadi jika luka lebih dari 1 cm tapi tidak banyak kerusakan jaringn
lunak dan fraktur tidak kominutif.
Tipe III dijumpai kerusakan hebat maupun kehilangan cukup luas pada kulit,
jaringan lunak dan putus atau hancurnya struktur neurovaskuler dengan
kontaminasi, juga termasuk fraktur segmental terbuka atau amputasi traumatik.
Kalsifikasi ini juga termasuk trauma luka tembak dengan kecepatan tinggi atau
high velocity, fraktur terbuka di pertanian, fraktur yang perlu repair vaskulr dan fraktur
yang lebih dari 8 jam setelah kejadian. Kemudian Gustillo membagi tipe III menjadi
subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB, dan IIIC :
TIPE
IIIA
BATASAN
Periostenum masih membungkus fragmen fraktur dengan kerusakan jaringn
IIIB
IIIC
Keterangan :
Tipe IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak,
walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.
Tipe IIIB terjadi pada fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringn lunak,
sehingga tulang terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum,
fraktur kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan merupakan trauma
high energy tanpa memandang luas luka.
Tipe IIIC terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan agar
kehidupan bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat
kerusakan jaringan lunak.
Gustillo Anderson
DIAGNOSIS
Diagnosis fraktur terbuka dapat ditegakkan dengan riwayat penderita,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis.
Riwayat
Faktor trauma kecepatan rendah atau taruma kecepatan tinggi sangat penting
dalam menentukan klasifikasi fraktur terbuka karena akan berdampak pada kerusakan
jaringan itu sendiri. Riwayat trauma kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat ketinggian,
luka tembak dengan kecepatan tinggi atau pukulan langsung oleh benda berat akan
mengakibatkan prognosis jelek dibanding trauma sederhana atau trauma olah raga.
Penting adanya deskripsi yang jelas mengenai keluhan penderita, biomekanisme trauma,
likasi dan derajat nyeri. Umur dan kondisi penderita sebelum kejadian seperti penyakit
hipertensi,
diabetes
melitus
dan
sebagainya
merupakan
faktor
yang
perlu
dipertimbangkan juga. Kalau fraktur terjadi akibat cedera ringan, curigailah lesi
patologi. Nyeri, memar, dan pembengkakan adalah gejala yang sering ditemukan, tetapi
gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak. Deformitas jauh lebih
mendukung.
Selalu tanyakan mengenai gejala-gejala cedera yang berkaitan, seperti baal atau
hilangnya gerakan, kulit yang pucat/ sianosis, darah dalam urin, nyeri perut, hilangnya
kesadaran untuk sementara. Tanyakan juga tentang cedera sebelumnya.
Pemeriksaan fisik
Jaringan yang mengalami cedera juga harus ditangani dengan hati-hati. Untuk
menimbulkan krepitus atau gerakan yang abnormal tidak perlu menimbulkan nyeri,
diagnosis dengan foto rontgen lebih dapat diandalkan. Namun butir-butir pemeriksaan
klinik yang biasa harus selalu dipertimbangkan, kalau tidak kerusakan pada arteri dan
saraf dapat terlewatkan. Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah identisifikasi luka
secara jelas dan gangguan neurovaskular bagian distal dan lesi tersebut. Pulsasi arteri
bagian distal penderita hipotensi akan melemah dan dapat menghilangkan sehingga
dapat terjadi kesalahan penilaian vaskular tersebut.bila disertai trauma kepala dan tulang
belakang maka akan terjadi kelainan sensasi nervus perifer di distal lesi tersebut.
Pemeriksaan kulit seperti kontaminasi dan tanda-tanda lain perlu dicatat.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah :
1. Look (inspeksi)
Pembengkakan, memar, dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang
penting adalah apakah kulit itu utuh atau tidak. Kalau kulit robek dan luka
memiliki hubungan dengan fraktur, cedera itu terbuka (compound).
2. Feel (palpasi)
Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari
fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh
darah adalah keadaad darurat yang memerulkan pembedahan.
3. Movement (gerakan)
Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih pnting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi di bagian distal
dari cedera.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis bertujuan untuk menentukan keparahan kerusakan
tulang dan jaringn lunak yang berhubungn dengan derajat energi dari trauma itu sendiri.
Bayangan udara di jaringan lunak merupakan petunjuk dalam melakukan pembersihan
luka atau irigasi dalam melakukan debridement. Bila bayangan udara tersebut tidak
berhubungan dengan daerah fraktur maka dapat ditentukan bahwa fraktur tersebut
adalah fraktur tertutup. Radiografi dapat terlihat bayangan benda asing disekitar lesi
sehingga dapat diketahui derajat keparahan kontaminasi disamping melihat kondisi
fraktur atau tipe fraktur itu sendiri. Diagnosis fraktur dengan tanda-tanda klasik dapat
Pencitraan khusus
Kadang-kadang fraktur atau keseluruhan fraktur tidak nyata pada foto rontgen
biasa. Tomografi mungkin berguna untuk lesi spinal atau fraktur kondilus tibia. CT atau
MRI mungkin merupakan satu-satunya cara untuk menunjukkan apakah fraktur vertebra
sesuai dengan indikasi, pembersihan luka dengan irigasi, eksisi jaringan mati dan
debridement, pemberian antibiotik (sebelum, selama, dan sesudah operasi), pemberian
anti tetanus, penutupan luka, stabilisasi fraktur dan fisioterapi. Tindakan definitif
dihindari pada hari ketiga atau keempat karena jaringan masih inflamasi/ infeksi dan
sebaiknya ditunda sampai 7-10 hari, kecuali dapat dikerjakan sebelum 6-8 jam pasca
trauma.
Prinsip penanganan fraktur terbuka derajat III secara umum adalah sebagai
berikut :
1. Pertolongan pertama
Secara umum adalah untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri dan
mencegah gerakan-gerakan fragmen yang dapat merusak jaringan sekitarnya.
Stabilisasi fraktur bisa menggunakan splint atau bandage yang mudah dikerjakan
dan efektif. Luka ditutup dengan material yang bersih dan steril.
2. Resusitasi
Penatalaksanaan sesuai dengan ATLS (Advance Trauma Life Support) dengan
memberikan penanganan sesuai prioritas (resusitasi), bersamaan itu pula
dikerjakan penanganan fraktur terbuka agar terhindar dari komplikasi.
Kehilangn banyak darah pada frkatur terbuka derajat III dapat mengakibatkan
syok hipovolemik dan dapat diperberat oleh rasa nyeri yang dapat menyebabkan
syok neurogenik. Tindakan resusitasi dilakukan dilakukan bila ditemukan tanda
syok hipovolemik, gangguan nafas atau denyut jantung karena fraktur
terbukaseringkali bersamaan dengan cedera organ lain. Penderita diberikan
resusitasi cairan Ringer Laktat atau transfusi darah dan pemberian analgetik
selama tidak ada kontraindikasi. Pemeriksaan radiologis dilakukan setelah
pasien stabil.
3. Penilaian awal
Pemeriksaan yang teliti dan hati-hati merupakan dasar dalam observasi dan
penanganan awal yang memadai. Fakta-fakta pada pemeriksaan harus direkam
dengan baik termasuk trauma pada daerah atau organ lain dan komplikasi akibat
fraktur itu sendiri.
4. Terapi antibiotik dan anti tetanus serum (ATS)
Kulit
10
Fasia
Fasia dibelah secara meluas sehingga sirkulasi tidak terhalang.
Otot
Otot yang mati berbahaya, ini merupakan makanan bagi bakteri. Otot
yang mati ini biasanya dapat dikenal melalui perubahan warna yang
keungu-unguannya, konsistensinya yang buruk, tidak dapat berkontraksi
bila dirangsang dan tidak berdarah. Semua otot mati dan yang
kemampuan hidupnya meragukan perlu dieksisi.
Pembuluh darah
Pembuluh darah yang banyak mengalami perdarahan diikat dengan
cermat, tetapi untuk meminimalkan jumlah benang yang tertinggal
dalam luka, pembuluh darah yang kecil dijepit dengan gunting tang
arteri dan dipilin.
Saraf
Saraf yang terpotong biasanya terbaik dibiarkan saja. Tetapi, bila luka
itu bersih dan ujung-ujung saraf tidak terdiseksi, selubung saraf dijahit
dengan bahan yang tidak dapat diserap untuk memudahkan pengenalan
di kemudian hari.
Tendon
Biasanya, tendon yang terpotong juga dibiarkan saja. Seperti halnya
saraf, penjahitan diperbolehkan hanya jika luka itu bersih dan diseksi
tidak perlu dilakukan.
Tulang
Permukaan fraktur dibersihkan secara perlahan dan ditempatkan kembali
pada posisi yang benar. Tulang, seperti kulit, harus diselamatkan dan
fragmen baru boleh dibuang bila kecil dan lepas sama sekali.
Sendi
11
Pembersihan luka
Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl
fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang
melekat.
Penutupan kulit
Apabila fraktur terbuka diobati dalam waktu periode emas (6-7 jam
mulai dari terjadinya kecelakaan), maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini
tidak dilakukan apabila penutupan membuat kulit sangat tegang. Dapat
dilakukan split thickness skin-graft serta pemasangan drainase isap
untuk mencegah akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam.
Luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa hari tapi tidak lebih dari
10 hari. Kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary closure.
Yang perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakan
yang mengakibatkan sehingga kulit menjadi tegang.
Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik
diberikan dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan seudah
tindakan operasi.
12
Pencegahan tetanus
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan
tetanus. Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup
dengan pemberian toksoid tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250
unit tetanus imunoglobulin (manusia).
13
penggunaan
cukup
beralasan
untuk mempermudah perawatan luka. Setelah luka baik dan bebas infeksi penggunaan
gips untuk fiksasi fraktur dapat dilanjutkan untuk menunjang secondary bone healing
dengan pembentukan kalus.
Pemasangan fiksasi
Pemasangan fiksasi dalam sering menjadi pilihan terapi yang paling diperlukan
dalam stabilisasi fraktur pada umumnya termasuk fraktur kruris terbuka derajat III.
Pilihan metode yang dipergunakan untuk fiksasi dalam ada beberapa macam, yaitu:
1. Pemasangan plate and screws
Pemasangan fiksasi dalam pada fraktur terbuka mempunyai resiko tinggi terjadi
komplikasi infeksi, non-union dan refraktur. Pada penelitian awalnya
pemasangan plat pada fraktur terbuka diketahui telah memperbaiki fraktur
dengan penyambungan kortek langsung tanpa pembentukan kalus. Osteosit
langsung menyeberangi gap antar fragmen fraktur. Tapi pada kenyataannya
terjadi osteogenesis meduler dan sedikit pembentukan kalus periosteum. Pada
penelitian selanjutnya diketahui bahwa pada pemasangan plat itu sendiri telah
mengganggu vaskularisasi ke kortek tulang oleh plat yang berakibat gangguan
aliran darah yang menyebabkan nonunion. Mengatasi permasalahan ini para
pakar AO/ASIF dari Swiss telah menciptakan antara lain LCDCP (limited
contact dynamic compression plate) dan ada yang membuat inovasi baru dengan
merekonstruksi plat yang non-rigid dengan tidak memasang sekrup yang banyak
sehingga
terjadi
pembentukan
kalus
(Matter,
1997
cit.
Trafton,
2000 ). Pemasangan plat perlu hati-hati dalam melakukan irisan jaringan lunak
agar tidak terjadi kerusakan periosteum, fascia dan otot karena dapat
14
15
seperti tukang batu yang terjatuh, atau kalau suatu turniket dibiarkan terlalu lama. Bila
kompresi dilepaskan, asam miohematin (sitokrom C), akibat pemecahan otot, dibawa
oleh darah ke ginjal dan menyumbat tubulus. Penjelasan lainnya adalah terjadinya
spasme arteria renalis dan sel tubulus yang anoksia mengalami nekrosis.
Syok hebat, tungkai yang dilepaskan tidak memiliki nadi dan kemudian menjadi
merah, bengkak dan melepuh, sensasi dan tenaga otot dapat hilang. Sekresi ginjal
berkurang dan terjadi uremia keluaran rendah dengan asidosis. Kalau sekresi ginjal
pulih dalam seminggu, pasien dapat bertahan. Sebagian besar pasien, kecuali kalau
diterapi dengan dialysis ginjal, menjadi semakin mengantuk dan mati dalam 14 hari.
Untuk menghindari bencana, tungkai yang remuk hebat dan belum ditangani
selama beberapa jam harus diamputasi. Karena itu, kalau turniket dibiarkan selama
lebih dari 6 jam tungkai harus dikorbankan. Amputasi dilakukan di sebelah atas tempat
penekanan dan sebelum tekanan dilepaskan.
Setelah gaya tekan lenyap, amputasi tidak ada manfaatnya. Tungkai harus tetap
dingin dan syok pasien diterapi. Kalau terjadi oliguria, asupan cairan dan protein
dikurangi, karbohidrat diberikan (melalui mulut atau vena besar), katabolisme protein
16
yang paling sering ditemukan pada cedera dan operasi. Insiden yang sebenarnya tidak
diketahui tetapi mungkin lebih besar dari 30 % (Hedges dan Kakkar, 1988). Trombosis
paling sering terjadi dalam vena-vena di btis, dan jarang dalam vena-vena proksimal dip
aha dan pelvis. Thrombosis terutama berasal dari tempat yang terakhir itu dan fragmen
bekunya dibawa ke paru-paru. Insiden emboli paru-paru setelah operasi ortopedik besar
sekitar 5% dan insiden emboli fatal sekitar 0,5%.
Penyebab utama DVT pada pasien pembedahan adalah hipokoagulabilitas darah,
terutama akibat aktivitas factor X oleh tromboplastin yang dilepas oleh jaringan rusak.
Sekali trombosis telah terjadi, factor-faktor sekunder menjadi penting, stasis dapat
diakibatkan oleh turniket atau pembalut yang ketat, tekanan terhadap meja bedah dan
kasur, dan imobilitas yang lama, kerusakan endotel dan peningkatan jumlah dan
kelengketan trombosit dapat diakibatkan oleh cedera atau operasi.
Pasien yang terbanyak menghadapi DVT adalah orang tua, pasien dengan
penyakit kardiovaskular, pasien yang tertahan di tempat tidur setelah cedera dan pasien
yang mengalami artroplasti pinggul (dimana pelebaran reaming pada tulang dan terlalu
banyak manipulasi pada tungkai dapat merupakan factor predisposisi tambahan).
Tetanus
Organism tetanus hanya berkembang dalam jaringan mati. Organism ini
menghasilkan eksotosin yang menuju susunan saraf pusat lewat darah dan saluran getah
bening perineural dari derah yang terinfeksi. Toksin terkait dalam sel tanduk anterior
sehingga tidak dapat dinetralkan oleh antitoksin.
Tetanus ditandai oleh kontraksi tonik, dan belakangan klonik, terutama pada otot
rahang dan muka (trismus, risus sardonicus), otot dekat luka itu sendiri, dan kemudian
pada leher dan badan. Pada akhirnya, diafragma dan otot interkostal dapat kejang dan
pasien mati karena asfiksia.
PROFILAKSIS
Imunisasi aktif pada seluruh masyarakat dengan toksoid tetanus hamper
mencapai ideal. Bagi pasien yang sudah diimunisasi, dosis booster toksoid diberikan
17
walaupun luka terseburt kecil. Pada pasien yang belum diimunisasi, pembersihan luka
yang cepat dan menyeluruh disertai antibiotic mungkin memadai, tetapi kalau luka
terkontaminasi dan terutama kalau operasi tertunda, sebaiknya diberikan antitoksin.
Serum kuda banyak membawa resiko anafilaksis, dan harus digunakan antitoksin
manusia (immunoglobulin tetanus). Kesempatan ini juga digunakan untuk memulai
imunisasi aktif dengan toksoid.
TERAPI
Bila tetanus telah terjadi, sebaiknya diberikan antitoksin intravena (antitoksin
manusia sebagai pllihan). Sedasi yang berat dan obat relaksan otot dapat membantu.
Intubasi trakea dan pernafasan terkendali digunakan untuk pasien dengan kesulitan
bernafas dan menelan.
Sindroma kompartemen
Fraktur pada lengan dan kaki dapat menimbulkan iskemia hebat sekalipun tidak
ada kerusakan pembuluh besar. Perdarahan, edema atau radang (infeksi) dapat
meningkatkan tekanan pada salah satu kompartemen osteofasia. Terdapat penurunan
aliran kapiler yang mengakibatkan iskemia otot, yang akan menyebabkan edema lebih
jauh, mengakibatkan tekanan yang lebih besar lagi dan iskemia lebih hebat, suatu
lingkaran setan yang berakhir. Setelah 12 jam atau kurang, dengan nekrosis saraf dan
otot dalam kompartemen. Saraf dapat mengalami regenerasi, tetapi otot sekali terkena
infark, tidak dapat pulih dan digantikan oleh jaringan fibrosa yang tidak elastic
(kontraktur iskemik Volkman). Rangkaian kejadian yang serupa dapat disebabkan oleh
pembengkakan suatu tungkai dalam suatu cetakan gips yang ketat.
Cedera saraf
Fraktur dapat disertai komplikasi cedera saraf. Keadaan ini terutama sering
ditemukan pada fraktur humerus atau cedera di sekitar lutut. Tanda-tanda yang member
petunjuk harus dicari dalam pemeriksaan awal. Pada cedera tertutup, saraf jarang
terputus, dan penyembuhan spontan harus ditunggu. Kalau belum terjadi penyembuhan
dalam waktu yang diharapkan, saraf harus dieksplorasi, kadang-kadang saraf terjebak
diantara fragmen-fragmen dan kadang-kadang ditemukan terpisah. Pada fraktur terbuka,
suatu lesi lengkap (neurotmesis) kemungkinan besar terjadi. Saraf dieksplorasi selama
debridement luka dan diperbaiki, atau sebagi prosedur sekunder 3 minggu kemudian.
18
Kompresi saraf akut kadang-kadang terjadi pada fraktur atau dislokasi di sekitar
pergelangan tangan. Keluhan baal atau parestesia dalam distribusi saraf ulnaris atau
medianus harus ditanggapi secara serius dan saraf dengan segera dieksplorasi dan
dilakukan dekompresi.
Cedera visceral
Fraktur pada badan sering disertai komplikasi cedera pada visera yang
dibawahnya, yang paling penting adalah penetrasi pada paru-paru dengan pneumotoraks
yang membahayakan jiwa setelah fraktur tulang rusuk dan rupture kandung kemih atau
uretra pada fraktur pelvis. Cedera ini membutuhkan terapi darurat, sebelum fraktur
ditangani.
19
adalah
tidak
tereduksinya
fraktur
secara
cukup,
kegagalan
mempertahankan reduksi ketika terjadi penyembuhan, atau kolaps yang berangsurangsur pada tulang yang osteoporotik atau kominutif.
di atas sakrum dan tumit, mudah terserang. Perawatan yang cermat dan aktivitas lebih
20
awal biasanya dapat mencegah ulkus dekubitus. Sekali ulkus ini terjadi, terapi sukar,
mungkin diperlukan eksisi jaringan nekrotik dan pencangkokan kulit.
Ruptur tendon
Ruptur belakangan pada tendon ekstensor polisis longus dapat terjadi 6-12
minggu setelah fraktur radius bagian bawah. Penjahitan langsung jarang berhasil dan
ketidakstabilan yang diakibatkannya diterapi dengan memindahkan tendon ekstensor
indisis peoprius ke ujung distal tendon ibu jari yang robek. Ruptur belakangan pada
kaput biseps panjang setelah fraktur leher humerus biasanya tidak memerlukan terapi.
21