A. PENGERTIAN
C. PATOFISIOLOGI
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah tepi pada umumnya akan memperlihatkan adanya :
a. Anemia, terutama bila penyakit berjalan menahun
b. Leukositosis ringan dengan predominasi limfosit
c. Laju Endap Darah (LED) meningkat terutama pada fase akut, tetapi
pada umumnya nilai-nilai tersebut normal pada tahap penyembuhan
2. Pemeriksaan radiologi
a. Bayangan lesi radiologik yang terletak di lapangan atas paru
b. Bayangan yang berawan atau berbecak
c. Adanya kavitas tunggal atau ganda
d. Adanya kalsifikasi
e. Kelainan bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
f. Bayangan yang menetap atau relatif setelah beberapa minggu
3. Pemeriksaan bakteriologik (sputum)
Ditemukan kuman mikobakterium tuberkulosis dari dahak penderita,
memastikan diagnosis TB paru pada pemeriksaan dahak.
4. Uji tuberkulin Sangat penting bagi diagnosis tersebut pada anak. Hal positif
pada orang dewasa kurang bernilai.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
a. Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 %
populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Sangat
efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman
yang sedang berkembang. Dosis harian 5 mg/kg berat badan,
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan
dengan dosis 10 mg/kg berat badan.
b. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat
dibunuh oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg berat badan. Dosis sama untuk
pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.
c. Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam. Dosis harian 25 mg/kg berat badan, sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg
berat badan.
d. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.
e. Etambutol (E)
Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Dosis
harian 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk intermiten 3 kali
seminggu diberikan dengan 30 mg/kg berat badan.
2. Tahap Pengobatan
a. Tahap Intensif
b. Tahap Lanjutan
Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang
lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistem
(dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Tahap intensif terdiri dari isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z)
dan Etambutol(E). Obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2
bulan (2 HRZE), kemudian teruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari
Isoniasid (H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu
selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk :
Tahap intensif diberikan selama 3 (tiga) bulan, yang terdiri dari 2 bulan
dengan isoniasid (H), Rifampisn, Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap
hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan
Isoniasid (H),Rifampisin (R), Etambutol (E) yang diberikan 3 kali dalam
seminggu.
Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita
selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk penderita kambuh, penderita
gagal, penderita dengan pengobatan setelah lala
c. Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)
Keperawatan
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Anamnesis pada pemeriksaan fisik
2. Laboratorium darah rutin ( LED normal atau meningkat,limfositosis)
3. Foto thoraks PA dan lateral.gambaran foto toraks yang menunjang
diagnosis TB, yaitu :10
a. Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus
bawah.
b. Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
c. .Adanya kavitas, tunggal atau ganda
d. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru
e. Adanya klasifikasi
f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
g. Bayangan milier
4. Pemeriksaan sputum BTA pemeriksaan sputum BTA memastikan
diagnosis TB paru, namun pemeriksaan ini tidak sensitif karena hanya 30-
70 persen pasien TB yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini
5. Tes PAP (peroksidase anti peroksidase) merupakan uji serologi
imunoperoksidase memakai alat histogen imunoperoksidase staning untuk
menentukan adanyan IgG spesifik terhadap basil TB.
6. Tes mantoux / tuberkulin.
7. Teknik polymerase chain reaction deteksi DNA kuman secara spesifik
melalui aplifikasi dalam berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi
meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam spesimen. Juga dapat
mendeteksi adanya retensi.
8. Becton Dickinson Diagnostik Instrumen System (BACTEC) deteksi
grouth index berdasarkan CO2 yang di hasilkan dari metabolisme asam
lemak oleh M. Tuberculosis 9.Enzyme Linked Immunosorbent Assay
deteksi respon humoral memakai antigen-antibody yang terjadi.
Pelaksanaannya rumit dan antibody dapat menetap dalam waktu lama
sehingga menimbulkan masalah.
I. PENCEGAHAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU
Mencegah lebih baik dari pada mengobati, kata-kata itu selalu menjadi
acuan dalam penanggulangan penyakit TB Paru di masyarakat. Dalam
buku Kementrian Kesehatan RI, 2010 upaya pencegahan yang harus
dilakukan adalah:
1. Minum obat TB secara lengkap dan teratur sampai sembuh
2. Pasien TB harus menutup mulutnya pada waktu bersin dan batuk
karena pada saat bersin dan batuk ribuan hingga jutaan kuman TB
keluar melalui percikan dahak. Kuman TB yang keluar bersama
percikan dahak yang dikeluarkan pasien TB saat :
a. Bicara : 0-200 kuman
b. Batuk : 0-3500 kuman
c. Bersin : 4500-1.000.000 kuman
3. Tidak membuang dahak di sembarang tempat, tetapi dibuang pada
tempat khusus dan tertutup. Misalnya dengan menggunakan
wadah/kaleng tertutup yang sudah diberi karbol/antiseptik atau pasir.
Kemudian timbunlah kedalam tanah.
4. Menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), antara lain :
a. Menjemur peralatan tidur.
b. Membuka jendela dan pintu setiap pagi agar udara dan sinar
matahari masuk.
c. Aliran udara (ventilasi) yang baik dalam ruangan dapat
mengurangi jumlah kuman di udara. Sinar matahari langsung dapat
mematikan kuman.
d. Makan makanan bergizi.
e. Tidak merokok dan minum-minuman keras.
f. Lakukan aktivitas fisik/olahraga secara teratur.
g. Mencuci peralatan makan dan minuman dengan air bersih mengalir
dan memakai sabun.
h. Mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan memakai sabun.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
.
Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Bersihan jalan Setelah diberikan 1. Kaji ulang fungsi 1. Penurunan bunyi napas
napas tidak tindakan keperawatan pernapasan: bunyi indikasi atelektasis, ronki
efektif kebersihan jalan napas napas, kecepatan, indikasi akumulasi
berhubungan efektif, dengan criteria irama, kedalaman secret/ketidakmampuan
dengan sekret hasil: dan penggunaan otot membersihkan jalan
kental atau 1. Mempertahankan aksesori. napas sehingga otot
sekret darah, jalan napas pasien. 2. Catat kemampuan aksesori digunakan dan
kelemahan, 2. Mengeluarkan untuk mengeluarkan kerja pernapasan
upaya batuk sekret tanpa secret atau batuk meningkat.
buruk, edema bantuan. efektif, catat karakter, 2. Pengeluaran sulit bila
trakeal/faringeal. 3. Menunjukkan jumlah sputum, sekret tebal, sputum
prilaku untuk adanya hemoptisis. berdarah akibat
memperbaiki 3. Berikan pasien posisi kerusakan paru atau luka
bersihan jalan semi atau Fowler, bronchial yang
napas. Bantu/ajarkan batuk memerlukan
4. Berpartisipasi efektif dan latihan evaluasi/intervensi
dalam program napas dalam. lanjut.
pengobatan sesuai 4. Bersihkan sekret dari 3. Meningkatkan ekspansi
kondisi. mulut dan trakea, paru, ventilasi maksimal
5. Mengidentifikasi suction bila perlu. membuka area atelektasis
potensial 5. Pertahankan intake dan peningkatan gerakan
komplikasi dan cairan minimal 2500 sekret agar mudah
melakukan ml/hari kecuali dikeluarkan.
tindakan tepat. kontraindikasi. 4. Mencegah
6. Lembabkan obstruksi/aspirasi.
udara/oksigen Suction dilakukan bila
inspirasi. pasien tidak mampu
Kolaborasi: mengeluarkan sekret.
7. Berikan obat: agen 5. Membantu mengencerkan
mukolitik, secret sehingga mudah
bronkodilator, dikeluarkan.
kortikosteroid sesuai 6. Mencegah pengeringan
indikasi. membran mukosa.
7. Menurunkan kekentalan
sekret, lingkaran ukuran
lumen trakeabronkial,
berguna jika terjadi
hipoksemia pada kavitas
yang luas.
Gangguan Setelah diberikan 1. Kaji dispnea, takipnea, 1. Tuberkulosis paru dapat
pertukaran gas tindakan keperawatan bunyi pernapasan rnenyebabkan meluasnya
berhubungan pertukaran gas efektif, abnormal. Peningkatan jangkauan dalam paru-
dengan dengan kriteria hasil: upaya respirasi, pani yang berasal dari
berkurangnya 1. Melaporkan tidak keterbatasan ekspansi bronkopneumonia yang
keefektifan terjadi dispnea. dada dan kelemahan. meluas menjadi inflamasi,
permukaan paru, 2. Menunjukkan 2. Evaluasi perubahan- nekrosis, pleural effusion
atelektasis, perbaikan ventilasi tingkat kesadaran, dan meluasnya fibrosis
kerusakan dan oksigenasi catat tanda-tanda dengan gejala-gejala
membran jaringan adekuat sianosis dan perubahan respirasi distress.
alveolar kapiler, dengan GDA dalam warna kulit, membran 2. Akumulasi secret dapat
sekret yang rentang normal. mukosa, dan warna menggangp oksigenasi di
kental, edema 3. Bebas dari gejala kuku. organ vital dan jaringan.
bronchial. distress pernapasan. 3. Demonstrasikan/anjur 3. Meningkatnya resistensi
kan untuk aliran udara untuk
mengeluarkan napas mencegah kolapsnya jalan
dengan bibir disiutkan, napas.
terutama pada pasien 4. Mengurangi konsumsi
dengan fibrosis atau oksigen pada periode
kerusakan parenkim. respirasi.
4. Anjurkan untuk 5. Membantu mengoreksi
bedrest, batasi dan hipoksemia yang terjadi
bantu aktivitas sesuai sekunder hipoventilasi dan
kebutuhan. penurunan permukaan
5. Kolaborasi: Berikan alveolar paru.
oksigen sesuai
indikasi.
Gangguan Setelah diberikan 1. Catat status nutrisi 1. Berguna dalam
keseimbangan tindakan keperawatan paasien: turgor kulit, mendefinisikan derajat
nutrisi, kurang diharapkan kebutuhan timbang berat badan, masalah dan intervensi
dari kebutuhan nutrisi adekuat, dengan integritas mukosa yang tepat.
berhubungan kriteria hasil: mulut, kemampuan 2. Membantu intervensi
dengan kelelahan, 1. Menunjukkan berat menelan, adanya kebutuhan yang spesifik,
batuk yang sering, badan meningkat bising usus, riwayat meningkatkan intake diet
adanya produksi mencapai tujuan mual/rnuntah atau pasien.
sputum, dispnea, dengan nilai diare. 3. Mengukur keefektifan
anoreksia, laboratoriurn normal 2. Kaji ulang pola diet nutrisi dan cairan.
penurunan dan bebas tanda pasien yang 4. Dapat menentukan jenis
kemampuan malnutrisi. disukai/tidak disukai. diet dan mengidentifikasi
finansial. 2. Melakukan 3. Monitor intake dan pemecahan masalah untuk
perubahan pola output secara periodik. meningkatkan intake
hidup untuk 4. Catat adanya nutrisi.
meningkatkan dan anoreksia, mual, 5. Membantu menghemat
mempertahankan muntah, dan tetapkan energi khusus saat demam
berat badan yang jika ada hubungannya terjadi peningkatan
tepat. dengan medikasi. metabolik.
Awasi frekuensi, 6. Memaksimalkan intake
volume, konsistensi nutrisi dan menurunkan
Buang Air Besar iritasi gaster.
(BAB). 7. Memberikan bantuan
5. Anjurkan bedrest. dalarn perencaaan diet
6. Anjurkan makan dengan nutrisi adekuat
sedikit dan sering unruk kebutuhan
dengan makanan metabolik dan diet.
tinggi protein dan 8. Nilai rendah menunjukkan
karbohidrat. malnutrisi dan perubahan
Kolaborasi: program terapi.
7. Rujuk ke ahli gizi
untuk menentukan
komposisi diet.
8. Awasi pemeriksaan
laboratorium. (BUN,
protein serum, dan
albumin).
Nyeri akut Setelah diberikan 1. Observasi karakteristik 1. Nyeri merupakan respon
berhubungan tindakan keperawatan nyeri, mis tajam, subjekstif yang dapat
dengan inflamasi rasa nyeridapat konstan , ditusuk. diukur.
paru, batuk berkurang atau Selidiki perubahan 2. Perubahan frekuensi
menetap terkontrol, dengan karakter jantung TD menunjukan
KH: /lokasi/intensitas nyeri. bahwa pasien mengalami
1. Menyatakan 2. Pantau TTV. nyeri, khususnya bila
nyeri berkurang 3. Berikan tindakan alasan untuk perubahan
atauterkontrol nyaman mis, pijatan tanda vital telah terlihat.
2. Pasien tampak punggung, perubahan 3. Tindakan non analgesik
rileks posisi, musik tenang, diberikan dengan sentuhan
relaksasi/latihan nafas. lembut dapat
4. Anjurkan dan bantu menghilangkan
pasien dalam teknik ketidaknyamanan dan
menekan dada selama memperbesar efek terapi
episode batukikasi. analgesik.
5. Kolaborasi dalam 4. Alat untuk mengontrol
pemberian analgesik ketidaknyamanan dada
sesuai indikasi sementara meningkatkan
keefektifan upaya batuk.
5. Obat ini dapat digunakan
untuk menekan batuk non
produktif, meningkatkan
kenyamanan
D. EVALUASI
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.
Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.