Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN TB PARU (TUBERKULOSIS)

A. PENGERTIAN

PengertianTuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung


yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium Tuberculosis.Sebagian bersar
kuman tuberculosis menyerang paru tetapijuga dapat menyerang organ tubuh
lainnya (Depkes, 2008).

Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru
dan organ di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta
ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra,2012).

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh


kuman T” (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman T”
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI
2007).
B. ETIOLOGI

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh
Robet Koch pada tahun 1882. Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen
beberapa minggu dalam keadaan kering, tetapi dalam cairan mati dalam suhu
600C dalam 15-20 menit. Fraksi protein basil tuberkulosis menyebabkan
nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan
merupakan faktor terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan
tuberkel.(FKUI,2005).
Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan
sinar matahari dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakterium
tuberculosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basiltipe bovin berada dalam
susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa
berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC
terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini.
Perjalanan TBC setelah terinfeksi melalui udara. Bakteri juga dapat masuk ke
sistem pencernaan manusia melalui benda/bahan makanan yang
terkontaminasi oleh bakteri. Sehingga dapat menimbulkan asam lambung
meningkat dan dapat menjadikan infeksi lambung. (Wim de Jong, 2005 ).

C. PATOFISIOLOGI

Sebagian besar basil tuberculosis yang menginfeksi difagosis dengan


makrofag yang menyebar sebelum berkembang atau membentuk
hipersensitifitas atau imunitas sebagian besar akan bertahan didalam sel-sel
darah dan dibawa ke bagian linfe pulmonary melalui sistem limfa. Basil
kemudian akan menyebar keseluruh tubuh dengan demikian walaupun infeksi
kecil akan menyebar dengan cepat, lokasi infeksi primer bisa atau tidak
mengalami proses degenerasi nefrotik, yang menyebabkan rongga diisi oleh
masa basil tuberculosis seperti keju, sel-sel darah putih yang mati dan
jaringan paru nekrotik pada saat itu material akan mencari dan akan masuk ke
batang trakeobraonkial dan dikeluarkan sebagai sputum. Kebanyakan
tuberculosis primer sembuh dalam beberapa bulan melalui pembentukan
jaringan parut fibrosus dan akhirnya lesi yang mengapur. Lesi ini bisa berisi
basil hidup yang dapat aktif kembali setelah beberapa tahun dan dapat
menyebabkan infeksi TB post primer atau TB sekunder.
Sumber : NANDA (2013) dan Soemantri (2008)
D. MANIFESTASI KLINIS
MenurutWong (2008) tanda dan gejala tuberkulosis adalah:
1. Demam
2. Malaise
3. Anoreksia
4. Penurunan berat badan
5. Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama berminggu –
minggu sampai berbulan –bulan)
6. Peningkatan frekuensi pernapasan.
7. Ekspansi buruk pada tempat yang sakit.
8. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi.
9. Demam persisten.
10. Manifestasi gejala yang umum: pucat, anemia, kelemahan, dan penurunan
berat badan.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah tepi pada umumnya akan memperlihatkan adanya :
a. Anemia, terutama bila penyakit berjalan menahun
b. Leukositosis ringan dengan predominasi limfosit
c. Laju Endap Darah (LED) meningkat terutama pada fase akut, tetapi
pada umumnya nilai-nilai tersebut normal pada tahap penyembuhan
2. Pemeriksaan radiologi
a. Bayangan lesi radiologik yang terletak di lapangan atas paru
b. Bayangan yang berawan atau berbecak
c. Adanya kavitas tunggal atau ganda
d. Adanya kalsifikasi
e. Kelainan bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
f. Bayangan yang menetap atau relatif setelah beberapa minggu
3. Pemeriksaan bakteriologik (sputum)
Ditemukan kuman mikobakterium tuberkulosis dari dahak penderita,
memastikan diagnosis TB paru pada pemeriksaan dahak.
4. Uji tuberkulin Sangat penting bagi diagnosis tersebut pada anak. Hal positif
pada orang dewasa kurang bernilai.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
a. Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 %
populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Sangat
efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman
yang sedang berkembang. Dosis harian 5 mg/kg berat badan,
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan
dengan dosis 10 mg/kg berat badan.
b. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat
dibunuh oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg berat badan. Dosis sama untuk
pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.
c. Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam. Dosis harian 25 mg/kg berat badan, sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg
berat badan.
d. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.
e. Etambutol (E)
Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Dosis
harian 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk intermiten 3 kali
seminggu diberikan dengan 30 mg/kg berat badan.
2. Tahap Pengobatan

Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahap yaitu:

a. Tahap Intensif

Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan berat/ketat untuk


mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua Obat Anti
Tuberculosis (OAT).

b. Tahap Lanjutan

Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang
lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistem
(dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

3. Kategori Pemberian Obat Anti Tuberculosis


a. Kategori 1 (211RZE/4113R3)

Tahap intensif terdiri dari isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z)
dan Etambutol(E). Obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2
bulan (2 HRZE), kemudian teruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari
Isoniasid (H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu
selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk :

1) Penderita baru TBC paru BTA positif


2) Penderita TBC paru BTA negatif, rontgen positif.
3) Penderita TBC ekstra paru berat
b. Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3RE3)

Tahap intensif diberikan selama 3 (tiga) bulan, yang terdiri dari 2 bulan
dengan isoniasid (H), Rifampisn, Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap
hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan
Isoniasid (H),Rifampisin (R), Etambutol (E) yang diberikan 3 kali dalam
seminggu.
Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita
selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk penderita kambuh, penderita
gagal, penderita dengan pengobatan setelah lala

c. Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid


(Z) diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ) diteruskan dengan
tahap lanjutan terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R) selama
4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk :

1) Penderita baru BTA negatif dan roentgen positif sakit ringan


2) Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar
limfe (limfadenitis), pleuritis aksudativa unilateral, TBC kulit,
TBC tulang (kecuali tulang belakang) sendi dan kelenjar adrenal.
d. OAT Sisipan (HRZE)

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA


positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan
ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA
positif, diberikan obat sisipan Isoniasid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari selama 1 bulan.

Keperawatan

1) Mengobservasi tanda-tanda vital


2) Pemberian zat gizi tktp
3) Pemberian obat dan pengontrolan minum obat secara teratur
4) Menganjurkan pasien jika bersin atau batuk untuk menutup mulut
5) Membuang sputum pada tempat yang khusus
Medis

1) OAT harus diberikan dengan kombinasi sedikitnya dua obat yang


bersifat bakteri sida dengan atau tanpa obat ketiga. Tujuan
pemberian OAT adalah:
2) Membuat Konversi sputum bta positif menjadi negatif secepat
mungkin melalui kegiatan bakterisida.
3) Mencegah kekambuhan pertama setelah pengobatan dengan
kegiatan sterilisasi
4) Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan
daya tahan imunologis.
G. KOMPLIKASI

Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada


penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :

1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat


mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena
tersumbatnya jalan napas.
2. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus
akibat retraksi bronchial.
3. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan
ginjal.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Anamnesis pada pemeriksaan fisik
2. Laboratorium darah rutin ( LED normal atau meningkat,limfositosis)
3. Foto thoraks PA dan lateral.gambaran foto toraks yang menunjang
diagnosis TB, yaitu :10
a. Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus
bawah.
b. Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
c. .Adanya kavitas, tunggal atau ganda
d. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru
e. Adanya klasifikasi
f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
g. Bayangan milier
4. Pemeriksaan sputum BTA pemeriksaan sputum BTA memastikan
diagnosis TB paru, namun pemeriksaan ini tidak sensitif karena hanya 30-
70 persen pasien TB yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini
5. Tes PAP (peroksidase anti peroksidase) merupakan uji serologi
imunoperoksidase memakai alat histogen imunoperoksidase staning untuk
menentukan adanyan IgG spesifik terhadap basil TB.
6. Tes mantoux / tuberkulin.
7. Teknik polymerase chain reaction deteksi DNA kuman secara spesifik
melalui aplifikasi dalam berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi
meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam spesimen. Juga dapat
mendeteksi adanya retensi.
8. Becton Dickinson Diagnostik Instrumen System (BACTEC) deteksi
grouth index berdasarkan CO2 yang di hasilkan dari metabolisme asam
lemak oleh M. Tuberculosis 9.Enzyme Linked Immunosorbent Assay
deteksi respon humoral memakai antigen-antibody yang terjadi.
Pelaksanaannya rumit dan antibody dapat menetap dalam waktu lama
sehingga menimbulkan masalah.
I. PENCEGAHAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU
Mencegah lebih baik dari pada mengobati, kata-kata itu selalu menjadi
acuan dalam penanggulangan penyakit TB Paru di masyarakat. Dalam
buku Kementrian Kesehatan RI, 2010 upaya pencegahan yang harus
dilakukan adalah:
1. Minum obat TB secara lengkap dan teratur sampai sembuh
2. Pasien TB harus menutup mulutnya pada waktu bersin dan batuk
karena pada saat bersin dan batuk ribuan hingga jutaan kuman TB
keluar melalui percikan dahak. Kuman TB yang keluar bersama
percikan dahak yang dikeluarkan pasien TB saat :
a. Bicara : 0-200 kuman
b. Batuk : 0-3500 kuman
c. Bersin : 4500-1.000.000 kuman
3. Tidak membuang dahak di sembarang tempat, tetapi dibuang pada
tempat khusus dan tertutup. Misalnya dengan menggunakan
wadah/kaleng tertutup yang sudah diberi karbol/antiseptik atau pasir.
Kemudian timbunlah kedalam tanah.
4. Menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), antara lain :
a. Menjemur peralatan tidur.
b. Membuka jendela dan pintu setiap pagi agar udara dan sinar
matahari masuk.
c. Aliran udara (ventilasi) yang baik dalam ruangan dapat
mengurangi jumlah kuman di udara. Sinar matahari langsung dapat
mematikan kuman.
d. Makan makanan bergizi.
e. Tidak merokok dan minum-minuman keras.
f. Lakukan aktivitas fisik/olahraga secara teratur.
g. Mencuci peralatan makan dan minuman dengan air bersih mengalir
dan memakai sabun.
h. Mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan memakai sabun.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN (DATA DASAR)

Tujuan dari pengkajian atau anamnesa merupakan kumpulan informasi


subyektif yang diperoleh dari apa yang dipaparkan oleh pasien terkait dengan
masalah kesehatan yang menyebabkan pasien melakukan kunjungan ke
pelayanan kesehatan (Niman, 2013). Identitas pasien yang perlu untuk dikaji
meliputi:

1. Meliputi nama dan alamat


2. Jenis kelamin : TB paru bisa terjadi pada pria dan wanita
3. Umur: paling sering menyerang orang yang berusia antara35 tahun.
4. Pekerjaan: Tidak didapatkan hubungan bermakna antara tingkapendapatan,
jenis pekerjaan
B. PENGKAJIAN RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Riwayat Kesehatan Sekarang:
pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama.
Lakukanpertanyaan yang bersifat ringkas sehingga jawaban yang
diberikan klienhanya kata “ya” atau “tidak” atau hanya dengan
anggukankepala atau gelengan.
2. Riwayat Kesehatan Sebelumnya:
pengkajian yang mendukung adalah mengkaji apakah sebelumnya klien
pernah menderita TB paru atau penyakit lain yang memperberat TB Paru.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga:
secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga
lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah.
4. Riwayat Tumbuh Kembang:
Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan
pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit
seperti gizi buruk.
5. Riwayat Sosial Ekonomi:
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang yang likungan atau
tempat tinggalnya padat dan kumuh karena kebanyakan orang yangterkena
TB Paru berasal dari likungan atau tempat tinggalnya padat dan kumuh itu.
6. Riwayat Psikologi:
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat
menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya itu. Kita
kaji tingkah laku dan kepribadian, karena pada pasien dengan TB Paru
dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku seperti halnya berhubungan
dengan aib dan rasa malu dan juga ada rasa kekhawatiran akan dikucilkan
dari keluarga dan lingkungan akibat penyakitnya sehingga dapat
mengakibatkan orang tersebut menjauhkan diri dari semua orang.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau
sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan
permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret
yang kental, edema bronchial.
3. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea,
anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.

.
Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Bersihan jalan Setelah diberikan 1. Kaji ulang fungsi 1. Penurunan bunyi napas
napas tidak tindakan keperawatan pernapasan: bunyi indikasi atelektasis, ronki
efektif kebersihan jalan napas napas, kecepatan, indikasi akumulasi
berhubungan efektif, dengan criteria irama, kedalaman secret/ketidakmampuan
dengan sekret hasil: dan penggunaan otot membersihkan jalan
kental atau 1. Mempertahankan aksesori. napas sehingga otot
sekret darah, jalan napas pasien. 2. Catat kemampuan aksesori digunakan dan
kelemahan, 2. Mengeluarkan untuk mengeluarkan kerja pernapasan
upaya batuk sekret tanpa secret atau batuk meningkat.
buruk, edema bantuan. efektif, catat karakter, 2. Pengeluaran sulit bila
trakeal/faringeal. 3. Menunjukkan jumlah sputum, sekret tebal, sputum
prilaku untuk adanya hemoptisis. berdarah akibat
memperbaiki 3. Berikan pasien posisi kerusakan paru atau luka
bersihan jalan semi atau Fowler, bronchial yang
napas. Bantu/ajarkan batuk memerlukan
4. Berpartisipasi efektif dan latihan evaluasi/intervensi
dalam program napas dalam. lanjut.
pengobatan sesuai 4. Bersihkan sekret dari 3. Meningkatkan ekspansi
kondisi. mulut dan trakea, paru, ventilasi maksimal
5. Mengidentifikasi suction bila perlu. membuka area atelektasis
potensial 5. Pertahankan intake dan peningkatan gerakan
komplikasi dan cairan minimal 2500 sekret agar mudah
melakukan ml/hari kecuali dikeluarkan.
tindakan tepat. kontraindikasi. 4. Mencegah
6. Lembabkan obstruksi/aspirasi.
udara/oksigen Suction dilakukan bila
inspirasi. pasien tidak mampu
Kolaborasi: mengeluarkan sekret.
7. Berikan obat: agen 5. Membantu mengencerkan
mukolitik, secret sehingga mudah
bronkodilator, dikeluarkan.
kortikosteroid sesuai 6. Mencegah pengeringan
indikasi. membran mukosa.
7. Menurunkan kekentalan
sekret, lingkaran ukuran
lumen trakeabronkial,
berguna jika terjadi
hipoksemia pada kavitas
yang luas.
Gangguan Setelah diberikan 1. Kaji dispnea, takipnea, 1. Tuberkulosis paru dapat
pertukaran gas tindakan keperawatan bunyi pernapasan rnenyebabkan meluasnya
berhubungan pertukaran gas efektif, abnormal. Peningkatan jangkauan dalam paru-
dengan dengan kriteria hasil: upaya respirasi, pani yang berasal dari
berkurangnya 1. Melaporkan tidak keterbatasan ekspansi bronkopneumonia yang
keefektifan terjadi dispnea. dada dan kelemahan. meluas menjadi inflamasi,
permukaan paru, 2. Menunjukkan 2. Evaluasi perubahan- nekrosis, pleural effusion
atelektasis, perbaikan ventilasi tingkat kesadaran, dan meluasnya fibrosis
kerusakan dan oksigenasi catat tanda-tanda dengan gejala-gejala
membran jaringan adekuat sianosis dan perubahan respirasi distress.
alveolar kapiler, dengan GDA dalam warna kulit, membran 2. Akumulasi secret dapat
sekret yang rentang normal. mukosa, dan warna menggangp oksigenasi di
kental, edema 3. Bebas dari gejala kuku. organ vital dan jaringan.
bronchial. distress pernapasan. 3. Demonstrasikan/anjur 3. Meningkatnya resistensi
kan untuk aliran udara untuk
mengeluarkan napas mencegah kolapsnya jalan
dengan bibir disiutkan, napas.
terutama pada pasien 4. Mengurangi konsumsi
dengan fibrosis atau oksigen pada periode
kerusakan parenkim. respirasi.
4. Anjurkan untuk 5. Membantu mengoreksi
bedrest, batasi dan hipoksemia yang terjadi
bantu aktivitas sesuai sekunder hipoventilasi dan
kebutuhan. penurunan permukaan
5. Kolaborasi: Berikan alveolar paru.
oksigen sesuai
indikasi.
Gangguan Setelah diberikan 1. Catat status nutrisi 1. Berguna dalam
keseimbangan tindakan keperawatan paasien: turgor kulit, mendefinisikan derajat
nutrisi, kurang diharapkan kebutuhan timbang berat badan, masalah dan intervensi
dari kebutuhan nutrisi adekuat, dengan integritas mukosa yang tepat.
berhubungan kriteria hasil: mulut, kemampuan 2. Membantu intervensi
dengan kelelahan, 1. Menunjukkan berat menelan, adanya kebutuhan yang spesifik,
batuk yang sering, badan meningkat bising usus, riwayat meningkatkan intake diet
adanya produksi mencapai tujuan mual/rnuntah atau pasien.
sputum, dispnea, dengan nilai diare. 3. Mengukur keefektifan
anoreksia, laboratoriurn normal 2. Kaji ulang pola diet nutrisi dan cairan.
penurunan dan bebas tanda pasien yang 4. Dapat menentukan jenis
kemampuan malnutrisi. disukai/tidak disukai. diet dan mengidentifikasi
finansial. 2. Melakukan 3. Monitor intake dan pemecahan masalah untuk
perubahan pola output secara periodik. meningkatkan intake
hidup untuk 4. Catat adanya nutrisi.
meningkatkan dan anoreksia, mual, 5. Membantu menghemat
mempertahankan muntah, dan tetapkan energi khusus saat demam
berat badan yang jika ada hubungannya terjadi peningkatan
tepat. dengan medikasi. metabolik.
Awasi frekuensi, 6. Memaksimalkan intake
volume, konsistensi nutrisi dan menurunkan
Buang Air Besar iritasi gaster.
(BAB). 7. Memberikan bantuan
5. Anjurkan bedrest. dalarn perencaaan diet
6. Anjurkan makan dengan nutrisi adekuat
sedikit dan sering unruk kebutuhan
dengan makanan metabolik dan diet.
tinggi protein dan 8. Nilai rendah menunjukkan
karbohidrat. malnutrisi dan perubahan
Kolaborasi: program terapi.
7. Rujuk ke ahli gizi
untuk menentukan
komposisi diet.
8. Awasi pemeriksaan
laboratorium. (BUN,
protein serum, dan
albumin).
Nyeri akut Setelah diberikan 1. Observasi karakteristik 1. Nyeri merupakan respon
berhubungan tindakan keperawatan nyeri, mis tajam, subjekstif yang dapat
dengan inflamasi rasa nyeridapat konstan , ditusuk. diukur.
paru, batuk berkurang atau Selidiki perubahan 2. Perubahan frekuensi
menetap terkontrol, dengan karakter jantung TD menunjukan
KH: /lokasi/intensitas nyeri. bahwa pasien mengalami
1. Menyatakan 2. Pantau TTV. nyeri, khususnya bila
nyeri berkurang 3. Berikan tindakan alasan untuk perubahan
atauterkontrol nyaman mis, pijatan tanda vital telah terlihat.
2. Pasien tampak punggung, perubahan 3. Tindakan non analgesik
rileks posisi, musik tenang, diberikan dengan sentuhan
relaksasi/latihan nafas. lembut dapat
4. Anjurkan dan bantu menghilangkan
pasien dalam teknik ketidaknyamanan dan
menekan dada selama memperbesar efek terapi
episode batukikasi. analgesik.
5. Kolaborasi dalam 4. Alat untuk mengontrol
pemberian analgesik ketidaknyamanan dada
sesuai indikasi sementara meningkatkan
keefektifan upaya batuk.
5. Obat ini dapat digunakan
untuk menekan batuk non
produktif, meningkatkan
kenyamanan

D. EVALUASI

Evaluasi adalah tahap terakhir peroses perawatan dengan cara menilai


sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan teratasi atau tidak
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.
Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:


Prima Medika

Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai