Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DENGUE HEMORRHAGIC FEVER

Dosen Pembimbing:

Lilis Maghfuroh, M.Kes

Disusun Oleh :

1. Faukiatut Nur Hikmah (1702012340)


2. Lenny Hildayanti (1702012345)
3. Riska Juli Hartanti (1702012366)
4. Wahyu Tunjung Oktabela (1702012377)

5A keperawatan
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “DENGUE HEMORRHAGIC FEVER
“Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah KEPERAWATAN ANAK
Universitas Muhammadiyah Lamongan oleh Dosen Lilis Maghfuroh, M.Kes Dalam
penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan baik
dalam bentuk penyajian maupun kelengkapan isi. Untuk itu dengan senang hati kami akan
menerima segala saran dan kritik dari pembaca guna memperbaiki makalah ini.Pembuatan
makalah ini diharapkan dapat berguna untuk menambah ilmu pengetahuan mahasiswa. Oleh
karena itu, kami mengharapkan partisipasi dari para pembaca. Semoga makalah ini
bermanfaat dan berguna bagi setiap orang yang membacanya,

Lamongan, 19 November 2019

Penyusun
DAFTRA ISI

COVER ...............................................................................................................................
KATA PENGANTAR ........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................
1.1. Latar Belakang .......................................................................................................
1.2.Rumusan Maslah .....................................................................................................
1.3.Tujuan ....................................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN TEORI .......................................................................................
2.1.Definisi Dengue Hemorrhagie Fever ......................................................................
2.2.Etiologi Dengue Hemorrhagic Fever ......................................................................
2.3.Tanda dan Gejala Dengue Hemorrhagic Fever .....................................................
2.4.Patofisiologi Dengue Hemorrhagic Fever ...............................................................
2.5.Pathaway Dengue Hemorrhagic Fever....................................................................
2.6.Pemeriksaan penunjang dari Dengue Hemorrhagic Fever ......................................
2.7. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever .......................................................
BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DENGUE HEMORRHAGIC FEVER
3.1. Pengkajian ..............................................................................................................
3.2.Diagnosa Keperawatan ...........................................................................................
3.3.Analisis Data ...........................................................................................................
3.4.Intervensi Keperawatan ..........................................................................................
3.5. Evaluasi ..................................................................................................................
BAB 4 PENUTUP ..............................................................................................................
4.1. Kesimpulan ............................................................................................................
4.2.Saran .......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Penyebaran penyakit Demam Berdarah di Indonesia masih cukup luas. Masih banyak
daerah di Indonesia yang merupakan daerah endemis Demam Berdarah. Untuk itu diperlukan
pengetahuan masyarakat mengenai perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegyptidan Aedes
albopictus serta cara mencegah nyamuk tersebut berkembang biak. Pola siklus peningkatan
penularan bersamaan dengan musim hujan. Interaksi antara kebersihan lingkungan,
pengetahuan masyarakat tentang Demam Berdarah dengue dan turunnya hujan adalah
determinan penting dari penularan, karena dinginnya suhu mempengaruhi ketahanan hidup
nyamuk dewasa. Lebih jauh lagi, turunnya hujan dan kebersihan lingkungan dapat
mempengaruhi reproduksi nyamuk dan meningkatkan kepadatan populasi nyamuk vektor
(WHO,2010).
Dibandingkan dengan orang dewasa, bayi dan anak kecil yang menderita dengue lebih
berisiko mengalami infeksi yang serius. Anak-anak cenderung berisiko mengalami sakit berat
apabila mereka tergolong anak-anak yang berkecukupan gizi (jika mereka sehat dan
memakan makanan bergizi). Ini berbeda dari banyak infeksi lainnya, yang biasanya lebih
parah terjadi pada anak-anak yang termasuk golongan kurang gizi, tidak sehat, atau tidak
memakan makanan bergizi. Perempuan lebih cenderung terserang sakit yang lebih parah
daripada laki-laki. Dengue bisa mengancam jiwa pada pasien dengan penyakit kronis (jangka
panjang), seperti diabetes dan asma.
Data Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian
Kesehatan Pada tahun 2015 dilaporkan terjadi 5 kejadian luar biasa (KLB) yang terjadi di tiga
provinsi, yaitu Sumatera Barat, Maluku, dan Sulawesi Tengah dengan jumlah kasus 45 dan
kematian 7 atau 15,5%.
Kasus Demam Berdarah yang ditemukan di Sumatera Barat tahun 2015 mengalami
peningkatan yang cukup signifikan dibanding jumlah kasus pada 2014 sebanyak 2.311 kasus
atau IR sebesar 47,75 per 100.000 penduduk dengan 10 kematian atau CFR sebesar 0,43
persen. Kasus DEMAM BERDARAH yang terjadi di Sumbar itu ialah 944 kasus di Padang,
345 kasus di Tanah Datar, 265 kasus di Agam, 172 kasus di Kabupaten Solok, 157 kasus di
Limapuluh Kota, 151 kasus di Pesisir Selatan, 141 kasus di Padang Pariaman, 136 kasus di
Pariaman, 128 kasus di Sawahlunto, 99 kasus di Bukittinggi, 96 kasus di Pasaman, 91 kasus
di Sijunjung, 83 kasus di Kota Solok, 75 kasus di Pasaman Barat, 49 kasus di Dharmasraya,
39 kasus di Solok Selatan, 29 kasus di Padang Panjang, 24 kasus di Kepulauan Mentawai dan
23 kasus di Payakumbuh. (Bidang Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Dinkes Sumbar Tahun 2015)
Menurut data dari Bidang Pelayanan Medis pasien yang dirawat dengan Demam
Berdarah di RSUD Dr. Muhammad Zein Painan tahun 2015 sebanyak 315 kasus, sedangkan
data terbaru bulan Januari – Maret tahun 2016 tercatat sebanyak 119 kasus. Data dari ruangan
anak RSUD Dr.Muhammad Zein Painan pada bulan Februari 2016 Demam Berdarah
merupakan penyakit nomor satu dari sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat diruang anak..
Mengingat tingginya angka kasus Demam Berdarah di Kabupaten Pesisir Selatan dan
banyaknya pasien yang dirawat dengan Demam Berdarah maka diperlukan peningkatan
pengetahuan kepada masyarakat agar dapat melakukan pencegahan terjadinya kasus Demam
Berdarah dilingkungan masyarakat kita. Peran perawat sangat penting dalam melakukan
perawatan dan Asuhan keperawatan pada anak dengan DHF yang dengan melakukan
pengkajian Kapan mulai demam dan mengetahui masa kritis pada pasien DHF, Menegakkan
diagnosa yang tepat sehingga Merencanakan intervensi dan melaksanakan Implementasi yang
tepat,melakukan evaluasi terhadap Implementasi yang telah dilakukan.Selain itu penyuluhan
kesehatan apabila pasien sudah boleh pulang,karena cendrung anggota keluarga yang terkena
DHF akan terkena anggota yang lain,karena penanganan keluarga setelah dirawat di RS yaitu
menjaga kebersihan,hindari menggantung pakaian yang lembab,melakukan 3 M
,Menguras,Menimbun,Membakar barang yang bisa membuat genangan air.
Berdasarkan fenomena diatas, kelompok tertarik untuk melakukan pengkajian mengenai
asuhan keperawatan pada anak demam berdarah di RSUD Dr. Muhammad Zein Painan tahun
2016.

1.1. Rumusan Masalahar


1. Apa definisi dari Dengue Hemorrhagic Fever ?
2. Apa etiologi dari Dengue Hemorrhagic Fever?
3. Apa tanda dan gejala dari Dengue Hemorrhagic Fever ?
4. Apa patofisiologi dari Dengue Hemorrhagic Fever?
5. Apa pathaway dari Dengue Hemorrhagic Fever?
6. Apa pemeriksaan penunjang dari Dengue Hemorrhagic Fever?
7. Apa penatalaksanaan dari Dengue Hemorrhagic Fever ?
8. Apa konsep asuhan keperawatan dari Dengue Hemorrhagic Fever ?
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui :
1. Definisi dari Dengue Hemorrhagic Fever
2. Etiologi dari Dengue Hemorrhagic Fever
3. Tanda dan gejala dari Dengue Hemorrhagic Fever
4. Patofisiologi dari Dengue Hemorrhagic Fever
5. Pathway dari Dengue Hemorrhagic Fever
6. Pemeriksaan penunjang dari Dengue Hemorrhagic Fever
7. Penatalaksaan dari Dengue Hemorrhagic Fever
8. Konsep asuhan keperawatan dari Dengue Hemorrhagic Fever

1.3. Manfaat
1. Mendapatkan pengetahuan tentang penyakit Dengue Hemorrhagic Fever.
2. Mendapatkan pengetahuan tentang konsep asuhan keperawatan pada penyakit
demam Dengue Hemorrhagic Fever.
BAB 2
PEMBAHASAN TEORI
2.1. DEFINISI
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus Dengue dan terutama menyerang anak- anak dengan ciri- ciri
demam tinggi mendadak dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan
shock dan kematian. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
mungkin juga Albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok
Indonesia kecuali ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. Masa inkubasi
penyakit ini diperkirakan lebih kurang 7 hari. Penyakit Demam Berdarah Dengue dapat
menyerang semua golongan umur. Sampai saat ini penyakit Demam Berdarah Dengue
lebih banyak menyerang anak-anak tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat adanya
kecenderungan kenaikan proporsi penderita Demam Berdarah Dengue pada orang
dewasa. Indonesia termasuk daerah endemik untuk penyakit Demam Berdarah Dengue.
Serangan wabah umumnya muncul sekali dalam 4 - 5 tahun. Faktor lingkungan
memainkan peranan bagi terjadinya wabah. Lingkungan dimana terdapat banyak air
tergenang dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang merupakan tempat
ideal bagi penyakit tersebut (Siregar, 2004).
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang
disebabkan oleh virus dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk Manifestasi
simptomatik infeksi virus dengue adalah sebagai berikut :
1. Demam tidak terdiferensiasi
2. Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama 2-7 hari,
ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retroorbital,
mialgia/atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan [petekie atau uji bendung
positif], leukopenia) dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan
pasien yang sudah dikonfirmasi menderita demam dengue/ DBD pada lokasi dan
waktu yang sama.
3. DBD (dengan atau tanpa renjatan)

2.2. ETIOLOGI
1. Virus dengue
Disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus flavivirus keluarga
floviviridae. Terdapat 4 serotip virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4, yang
semuanya dapat menyebabkan demam berdarah. Virus dengue dapat beraplikasi
pada nyamuk genius Aedes (stegomya) dan toxorhynchites (Sudoyo, 2010).
2. Vektor
Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan
dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan bintik-
bintik putih pada bagian badan, kaki, dan sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti jantan
mengisap cairan tunlbuhan atan sari bunga untuk keperluan hidupnya. Sedangkan
yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia dari
pada binatang. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas
menggigit biasanya pagi (pukul 9.00-10.00) sampai petang hari (16.00-17.00). Aedes
aegypti mempunyai kebiasan mengisap darah berulang kali untuk memenuhi
lambungnya dengan darah.
Dengan demikian nyamuk ini sangat infektif sebagai penular penyakit. Setelah
mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau diluar rumah.
Tempat hinggap yang disenangi adalah benda-benda yang tergantung dan biasanya
ditempat yang agak gelap dan lembab. Disini nyamuk menunggu proses pematangan
telurnya. Selanjutnya nyamuk betina akan meletakkan telurnya didinding tempat
perkembangbiakan, sedikit diatas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas
menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik kemudian menjadi
kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Siregar, 2004).
Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang
sakit Demam Berdarah Dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat
virus dengue. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue
merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue berada dalam
darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit
nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung
nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan
tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah
mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang
lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk
sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah mengisap
virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi
karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan
mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap tidak
membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang
lain (Siregar, 2004).

2.3 TANDA DAN GEJALA


Penyakit ini ditujukan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala
berat, sakit pada sendi otot (myalgias dan arthralgias) dan ruam. Ruam Demam
Berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang, petekial dan biasanya muncul dulu pada
bagian bawah, badan pada beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hampir
seluruh tubuh. Selain itu, radang perut juga bisa muncul dengan kombinasi sakit perut,
rasa mual, muntah-muntah/ diare.
Menurut Ginanjar (2008), Kriteria klinis DBD meliputi:
1) Demam tinggi berlangsung dalam waktu singkat, yakni antara 2-7 hari, yang dapat
mencapai 40 derajat celcius. Demam sering disertai gejala tidak spesifik, seperti
tidak nafsu makan (anoreksia), lemah badan (malaise), nyeri sendi dan tulang, serta
rasa sakit di daerah belakang bola mata (retro orbita), dan wajah yang kemerah-
merahan (flushing) .
2) Tanda-tanda perdarahan seperti mimisan (epistaksis), perdarahan gusi, perdarahan
pada kulit seperti tes Rumppleede(+), ptekiae dan ekimosis, serta buang air besar
berdarah berwarna merah kehitaman (melena) .
3) Adanya pembesaran organ hati (hepatomegali).
4) Kegagalan sirkulasi darah, yang ditandai dengan denyut nadi yang teraba lemah
dan cepat, ujung-ujung jari terasa dingin serta dapat disertai penurunan kesadaran
dan renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian.

2.4 PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia.Hal
tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus sehingga
menyebabkan (pelepasan zat bradikinin,serotinin,trombin,histamin) terjadinya :
peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh
darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari intravaskular ke intersisial
yang menyebabkan hipovolemia.Trombositopenia dapat terjadi akibat dari,penurunan
produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus (Murwani,2011).
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti
ptekie atau perdarahan mukosa di mulut.Hal ini mekanisme hemostatis secara
normal.Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan
menimbulkan syok.Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8
hari(Soegijanto,2006).
Menurut Ngastiyah (2005) virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
aedes aegypty.Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita
mengalami demam,sakit kepala,mual,nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh,ruam atau
bintik-bintik merah pada kulit,hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi
pembesaran kelenjar getah bening,pembesaran hati (hepatomegali).
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus
antibodi.Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3
dan C5 akan dilepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin
dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang
ekstraseluler.Pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler mengakibatkan kekurangan
volume plasma,terjadi hipotensi,hemokonsentrasi (peningkatkan hemotokrit > 20 %)
menunjukan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) sehingga nilai
hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena (Noersalam,2005).
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukan
cairan yang tertimbun dalam rongga yaitu rongga peritonium,pleura, dan pericardium
yang ada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian
cairan intravena,peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah
teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya
untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung,sebaliknya jika tidak
mendapatkan cairan yang cukup,penderita akan mengalami kekurangan cairan yang akan
mengakibatkaan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan,metabolik asidosis
dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik.(Murwani.2011)
2.5 Pathway
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah
trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai
gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia umumnya
dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai
dijumpai mulai hari ke 3 demam.
b. Pemeriksaan Homeostatis. Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau
kecurigaan terjadinya gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis
(PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP).
c. Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/
kreatinin.
d. Pemeriksaan RT-PCR . Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji
diagnostik melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi
molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah
metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang
ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh
karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler
dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcription-
polymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang
lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi
pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat
menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan yang saat ini banyak
digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti
dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai
minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai
terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai
hari ke 2.
e. ELISA. Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah
pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1
(NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue.
Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa lama antigen
NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan metode
ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai
hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi
sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena
berbagai keunggulan tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1
sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer.
f. Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat
dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua
hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG
2.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan menurut Mulya (2011) yaitu :
1. Fase Demam
Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan rumatan / atau cairan oral
apabila anak masih mau minum, pemantauan dilakukan setiap 12-24 jam
a. Medikamentosa
 Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan
aspirin.
 Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya
antasid, anti emetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
 Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati apabila terdapat
perdarahan saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan.
 Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.
b. Supportif
 Cairan: cairan pe oral + cairan intravena rumatan per hari + 5% defisit
 Diberikan untuk 48 jam atau lebih
 Kecepatan cairan IV disesuaikan dengan kecepatan kehilangan plasma,
sesuai keadaan klinis, tanda vital, diuresis, dan hematokrit
2. Fase Kritis
Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan rumatan +
deficit, disertai monitor keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam.
DBD dengan syok berkepanjangan (DBD derajat IV)
a. Cairan: 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila tekanan darah sudah
didapat cairan selanjutnya sesuai algoritma pada derajat III
b. Bila syok belum teratasi: setelah 10ml/kg pertama diulang 10 ml/kg, dapat
diberikan bersama koloid 10-30ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan koreksi
hasil laboratorium yang tidak normal
c. Transfusi darah segera dipertimbangkan sebagai langkah selanjutnya (setelah
review hematokrit sebelum resusitasi)
d. Monitor ketat (pemasangan katerisasi urin, katerisasi pembuluh darah vena
pusat / jalur arteri) Inotropik dapat digunakan untuk mendukung tekanan darah
Apabila jalur intravena tidak didapatkan segera, coba cairan elektrolit per oral bila
pasien sadar atau jalur intraoseus. Jalur intraoseus dilakukan dalam keadaan darurat
atau setelah dua kali kegagalan mendapatkan jalur vena perifer atau setelah gagal
pemberian cairan melalui oral. Cairan intraosesus harus dikerjakan secara cepat
dalam 2-5 menit
3. Perdarahan hebat
a. Apabila sumber perdarahan dapat diidentifikasi, segera hentikan. Transfusi
darah segera adalah darurat tidak dapat ditunda sampai hematokrit turun terlalu
rendah. Bila darah yang hilang dapat dihitung, harus diganti. Apabila tidak
dapat diukur, 10 ml/kg darah segar atau 5 ml/kg PRC harus diberikan dan
dievaluasi.
b. Pada perdarahan saluran cerna, H2 antagonis dan penghambat pompa proton
dapat digunakan.
c. Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan komponen darah seperti
suspense trombosit, plasma darah segar/cryoprecipitate. Penggunaan larutan
tersebut ini dapat menyebabkan kelebihan cairan.
4. DBD ensefalopati
DBD ensefalopati dapat terjadi bersamaan dengan syok atau tidak.
a. Ensefalopati yang terjadi bersamaan dengan syok hipovolemik, maka penilaian
ensefalopati harus diulang setelah syok teratasi.
 Apabila kesadaran membaik setelah syok teratasi, maka kesadaran
menurun atau kejang disebabkan karena hipoksia yang terjadi pada syok
 Pertahankan oksigenasi jalan napas yg adekuat dengan terapi oksigen.
b. Jika ensefalopati terjadi pada DBD tanpa syok dan masa krisis sudah dilewati
maka,
 Cegah / turunkan peningkatan tekanan intrakranial dengan,
1) Memberikan cairan intravena minimal untuk mempertahankan volume
intravaskular, total cairan intravena tidak boleh >80% cairan rumatan
2) Ganti ke cairan kristaloid dengan koloid segera apabila hematokrit
terus meningkat dan volume cairan intravena dibutuhkan pada kasus
dengan perembesan plasma yang hebat.
3) Diuretik diberikan apabila ada indikasi tanda dan gejala kelebihan
cairan
4) Posisikan pasien dengan kepala lebih tinggi 30 derajat.
5) Intubasi segera untuk mencegah hiperkarbia dan melindungi jalan
napas.
6) Dipertimbangkan steroid untuk menurunkan tekanan intrakranial,
dengan pemberian deksametasone 0,15mg/kg berat badan/dosis
intravena setiap 6-8 jam.
 Menurunkan produksi amonia
1) Berikan laktulosa 5-10 ml setiap 6 jam untuk menginduksi diare
osmotik.
2) Antibiotik lokal akan mengganggu flora usus maka tidak diperlukan
pemberian
 Pertahankan gula darah 80-100 mg/dl, kecepatan infus glukosa yang
dianjurkan 4-6 mg/kg/jam.
 Perbaiki asam basa dan ketidakseimbangan elektrolit
 Vitamin K1 IV dengan dosis:umur < 1tahun: 3mg, <5 tahun: 5mg, >5
tahun:10mg.
 Anti kejang phenobarbital, dilantin, atau diazepam IV sesuai indikasi.
 Transfusi darah, lebih baik PRC segar sesuai indikasi. Komponen darah
lain seperti suspense trombosit dan plasma segar beku tidak diberikan
karena kelebihan cairan dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
 Terapi antibiotik empirik apabila disertai infeksi bakterial.
 Pemberian H2 antagonis dan penghambat pompa proton untuk mencegah
perdarahan saluran cerna.
 Hindari obat yang tidak diperlukan karena sebagai besar obat
dimetabolisme di hati.
c. Hemodialisis pada kasus perburukan klinis dapat dipertimbangkan.
5. Fase Recovery
Pada fase penyembuhan diperlukan cairan rumatan atau cairan oral, serta monitor
tiap 12-24 jam. Indikasi untuk pulang. Pasien dapat dipulangkan apabila telah
terjadi perbaikan klinis sebagai berikut.
 Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan antipiretik
 Nafsu makan telah kembali
 Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi
teratur
 Diuresis baik
 Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok
 Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites
 Trombosit >50.000 /mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada
umumnya jumlah trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3-5 hari.

2.8 Siklus Demam Berdarah Pada Anak


Siklus demam berdarah ini menandakan bahwa tubuh Anda sedang berperang
melawan virus dengue yang dibawa oleh nyamuk.
Fase penyakit demam berdarah sering juga disebut sebagai Siklus Pelana
Kuda. Disebut demikian karena ketika digambarkan, laju perkembangan penyakitnya
terlihat tinggi-rendah-tinggi yang mirip seperti alas duduk orang berkuda.
Berikut adalah penjelasan dari fase demam berdarah yang harus Anda ketahui:
1. Fase demam
Fase demam adalah fase pertama demam berdarah yang terjadi segera setelah
virus mulai menginfeksi.Gejala paling khas yang muncul pada fase ini adalah demam
tinggi lebih dari 40 ºCelsius yang muncul tiba-tiba. Demam tinggi biasanya
berlangsung selama 2-7 hari.
Gejala yang harus diperhatikan:
Berbarengan dengan demam tinggi, gejala DBD pada fase pertama sering
meliputi munculnya ruam kemerahan pada sekujur badan dan kulit wajah. Di fase ini
akan muncul juga keluhan nyeri persendian dan otot di seluruh tubuh serta sakit
kepala.Pada beberapa kasus ditemukan gejala berupa nyeri dan infeksi tenggorokan,
sakit di sekitar bola mata, penurunan nafsu makan, hingga mual dan muntah.
Gejala-gejala awal inilah yang menyebabkan penurunan jumlah sel darah putih
dan trombosit yang akan mengarahkan dokter pada diagnosis demam berdarah.
Apabila demam berlangsung selama lebih dari 10 hari, kemungkinan demam tersebut
bukanlah karena demam berdarah.
Sementara pada anak kecil yang terkena DBD, fase demam berdarah di awal
dapat ditandai dengan dengan kejang dan demam tinggi.
Yang bisa dilakukan selama fase DBD ini:
Berbagai gejala DBD awal dapat membuat penderita kesulitan menjalani
aktivitas sehari-hari. Kebanyakan orang mungkin jadi harus cuti sakit atau absen
sekolah karena badan terasa sangat lemah.
Maka selama fase pertama ini, pasien demam berdarah dianjurkan untuk
memperbanyak minum air putih. Mencukupi kebutuhan cairan tubuh dapat membantu
menurunkan demam dan mencegah terjadinya dehidrasi.
Ketika demam cepat mereda kemungkinan besar berarti penyakit demam
berdarahnya tidak begitu parah. Namun pasien juga harus terus dipantau karena fase
ini rentan berubah menjadi kritis.

2. Fase kritis
Setelah melewati fase demam, orang yang sakit demam berdarah rentan
mengalami fase kritis yang mengecoh. Fase kritis disebut mengecoh karena di tahap
ini demam akan turun drastis hingga ke suhu tubuh normal (sekitar 37
ºC) sehingga penderita merasa sudah sembuh.
Beberapa orang bahkan ada yang sudah kembali beraktivitas seperti
biasa.Padahal, justru di fase inilah kondisi Anda bisa berubah fatal jika menghentikan
pengobatannya. Jika fase ini diabaikan dan tidak ditangani dengan tepat, trombosit
darah akan semakin turun. Penurunan trombosit secara drastis dapat menyebabkan
perdarahan yang terlambat disadari.
Gejala yang harus diperhatikan:
Selama masa peralihan dari fase demam ke kritis, pasien akan berisiko tinggi
untuk mengalami kebocoran plasma darah dari pembuluh, kerusakan organ tubuh, dan
perdarahan hebat.
Dalam 3 sampai 7 hari pertama setelah lewat dari fase demam, pasien DBD
sangat berisiko mengalami kebocoran pembuluh. Mulai dari sinilah tandanya Anda
sudah memasuki fase demam berdarah kritis.
Gejala kebocoran pembuluh darah pada fase demam berdarah ini dapat dilihat
secara jelas. Tanda-tandanya, penderita demam berdarah bisa terus-menerus mimisan
dan muntah-muntah, hingga merasakan sakit perut yang tidak tertahankan.
Pemeriksaan di laboratorium juga menunjukkan pasien mengalami pembesaran organ
hati.
Perlu diketahui juga bahwa fase kritis juga bisa terjadi tanpa kebocoran
plasma yang disertai perdarahan luar. Jadi meski dari tampak luar Anda tidak
mengeluarkan darah, sebetulnya tubuh Anda sedang mengalami perdarahan internal
yang lebih parah.

Yang bisa dilakukan selama fase DBD ini:


Orang yang sedang berada di tahap ini sebetulnya harus tetap melanjutkan
pengobatan meski tampak sehat. Pasalnya, kondisi tubuh orang tersebut belum
sembuh sempurna.
Jika tidak segera mendapatkan pengobatan, trombosit pasien akan terus
menurun secara drastis dan dapat mengakibatkan perdarahan yang sering tidak
disadari.
Oleh sebab itu, pasien harus cepat ditangani oleh tim medis karena fase kritis
ini berlangsung tidak lebih dari 24-38 jam.

3. Fase penyembuhan
Apabila pasien demam berdarah sudah berhasil melewati fase kritis, ia
umumnya akan kembali mengalami demam. Namun, hal ini tidak perlu terlalu
dikhawatirkan. Fase ini justru menandakan ia akan segera sembuh.
Pasalnya seiring demam naik lagi, trombosit juga akan perlahan ikut naik ke
taraf normal. Cairan tubuh yang tadinya turun selama dua fase pertama juga pelan-
pelan mulai kembali normal pada 48-72 jam setelahnya.
Masa penyembuhan juga dapat dilihat dari peningkatan nafsu makan, sakit
perut yang mereda, serta rutinitas berkemih yang juga kembali normal.
Secara umum, orang yang sakit DBD bisa dikatakan akan sembuh jika jumlah
trombosit dan sel darah putihnya kembali normal setelah dites.
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA PENYAKIT DENGUE
HEMORRHAGIC FEVER

A. Asuhan Keperawatan Teoritis pada Klien DHF


1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Biasanya yang dikaji nama anak,umur,jenis kelamin, pendidikan, anak, nama
orang tua, alamat orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama : Deman tinggi
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengeluh sakit perut,demam tinggi mmendadak dan
terus-menerus,nyeri otot dan sendi,nafsu makan menurun,perdarahan
pada gusi, hidung, hematemesis atau melena, ptekie, kulit teraba lembab dan
dingin terutama pada ujung jari tangan,kaki dan hidung.
3) Riwayat penyakit dahulu
Biasanya klien mempunyai riwayat demam dengue,kemungkinan klien pernah
terpapar dengan virus dengue yang berbeda.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya penyakit DHF bukan penyakit keturunan,tapi ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes Aegypti.
5) Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan tubuh yang baik,maka kemungkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindari.
6) Kondisi lingkungan
Sering terjadi didaerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang
bersih seperti air yang menggenang dan gantungan baju dikamar.

c. Pemeriksaan Fisik
1) TTV
Biasanya jika sudah terjadi di shock ditemukan TD menurun, Nadi pertama
cepat kemudian menurun. Pada hari ke4 atau ke5 suhu tinggi dan jika shock
tiba-tiba turun. Pernafasan cepat.
2) TB : Biasanya tidak ditemukan peningkatan atau penurunan
BB dan Lila : biasanya ditemukan penurunan
3) Kepala
- Lingkar kepala, ukuran ubun-ubun, bentuk kepala
- Rambut : Biasanya tidak ditemukan kelainan
- Mata : Biasanya konjungtiva anemis
- Hidung : Biasanya hidung kadang mengalami perdarahan,
- Mulut : Biasanya membran mukosa kering, dan ditemukan
perdarahan pada gusi
4) Leher
Biasanya tidak ditemukan kelainan
5) Thoraks
I : - Biasanya bentuk dada semetris kiri dan kanan
- Pergerakan dada sama kiri dan kanan
P : Biasanya fremitus kiri kanan
P : Biasanya sonor
A : Biasanya bunyi nafas vesikuler

Jantung
I : Biasanya ictus tidak terlihat
P : Biasanya ictus teraba di LMCS RIC V
P : Biasanya batas jantung normal
A : Biasanya teratur
6) Abdomen
I : Biasanya perut asites
A : Biasanya bising usus (+)
P : Biasanya nyeri tekan dan hepar teraba
P : Biasanya nyeri tekan pada region abdominal kanan
atas
7) Ekstremitas
Biasanya akral teraba dingin, kapilarirefill > 3 detik, sianosis, dan terjadi nyeri
otot, sendi dan tulang.
8) Integumen
Biasanya ada petekie pad kulit, kulit teraba lembab dan dingin, turgor kulit
menurun.
9) Neurologik
Biasanya kesadaran menurun
d. Pola kebiasaan
1) Nutrisi
a) Makan : kaji frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan menurun /
berkurang.
b) Minum : Biasanya klien dianjuran banyak minum air putih + 1,5 – 2
liter/hari, minum susu, syrup dan jus jambu biji.
2) Eliminasi
a) Miksi : kaji apakah sering BAK, sedikit/ banyak. Pad DHF grade IV sering
terjadi hematuria.
b) Defekasi : biasanya anak mengalami diare/ konstipasi.pada DHF grade III
- IV bisa terjadi melena.
3) Aktivitas perawatan diri
Biasanya kebersihan diri dan lingkungan cenderung kurang.
4) Istirahat dan tidur
Biasanya istirahat dan tidur anak terganggu karena mengalami nyeri sendi dan
otot.
e. Data Sosial ekonomi
Biasanya penyakit ini biasa terjadi pada semua golongan, baik ekonomi
atas, menengah dan bawah, serta bias juga terjadi pada kalangan semua usia
f. Data psikososial
Biasanya kien ditemukan cemas karena demamnya naik turun dan sering
bertanya-tanya tentang penyakitnya dan kesembuhannya.
g. Pemeriksaan labor
1) Labor
a)Pemeriksaan hematokrit (Ht) : ada kenaikan bisa sampai 20 %,Normal Pria
40-50%,wanita 35-47 %.
b) Leukosit .
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (>15%
dari jumlah total leukosit) yang pada fase syok meningkat.
Tabel 2.2. Hitung Persentase Hitung Absolut
leukosit normal. Tipe Normal
sel
Leukosit 5.000-11.000/μl
Neutrofil 45-75 4000-6000/μl
Monosit 5-10 500-1000/μl
Eosinofil 0-5 <450/μl
Basofil 0-1 <50/μl
Limfosit 10-45 2000-5000/μl

c)Trombosit
Umumnya terdapat trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/μl) pada
hari ke 3-8.
d) Hematokrit
Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit ≥20% dari hematokrit awal, umumnya
dimulai pada hari ke-3 demam.

Tabel 2.3. Nilai normal Hemoglobin (g/dl) Hematokrit (%)


hemoglobin/
hematokrit. Usia/Jenis
Kelamin
Saat lahir 17 52
Anak-anak 12 36
Remaja 13 40
Pria Dewasa 16 (ア 2) 47 (ア 6)
Wanita dewasa 13 (ア 2) 40 (ア 6)
(menstruasi)
Wanita dewasa 14 (ア 2) 42 (ア 6)
(postmenopause)
Selama Kehamilan 12 (ア 2) 37 (ア 6)

d. Hemostasis
Dilakukan pemeriksaan prothrombin time (PT), partial thromboplastin time
(aPTT), thrombin time (TT) atau fibrinogen pada keadaan yang dicurigai
terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

e. Protein/albumin
Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. Nilai normal
albumin adalah 3-5,5 g/dl, nilai normal protein total adalah 5-8 g/dl
(Price, 2003).
f. SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase)
Dapat meningkat. Nilai normal alanin aminotransferase adalah 0-40 IU/l.
Menurut Kalayanarooj (1997) anak dengan level enzim hati yang
meningkat sepertinya lebih rentan mengalami dengue yang parah
dibandingkan dengan yang memiliki level enzim hati yang normal saat
didiagnosis.
g. Elektrolit
Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan. Jumlah kalium normal
serum adalah 3,5-5,2 mEq/l, sedangkan natrium 135-145 mEq/l.
h. Golongan darah dan cross match
Bila akan diberikan transfusi darah dan komponen darah.
i. Imunoserologi
Dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM terdeteksi
mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah
60-90 hari.IgG pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada
infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2.

2. Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
Radiologis. Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan. Tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat
dijumpai pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi
dengan pemeriksaan USG.

2. ANALISA DATA
DATA FOKUS (DO,DS) ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
DS: Gigitan nyamuk aedes Kode : D0009
 Klien mengatakan aegpty Perfusi Perifer tidak efektif
Nyeri ekstermitas
 Klien menyatakan Virus bereaksi dengan
antibody
parastesia
Menghilangnya plasma
melalui endotel dinding
Do : pembuluh darah
 Nadi perifer menurun
atau tidak teraba Kebocoran plasma (ke
extra vaskuler)
 Akral teraba dingin
 Warna kulit pucat Syok
 Turgor kulit menurun
Hipotensi, nadi cepat
dan lemah

Penurunan konsentrasi
hemoglobin

perfusi perifer tidak


efektif
Gejala dan tanda mayor virus masuk ke dalam Kode : D.0130
pembuluh darah
DS :- Hipertermia
Do :
Endothelium
 Suhu tubuh diatas hipotalamus
meningkatkan produksi
normal prostaglandin dan
 Kulit merah neurotransmitter
 Kejang
 Takikarda Prostaglandin berikatan
dengan neuron prepiotik
 Takipnea di hipotalamus
 Kulit terasa hangat
Meningkatkan
thermostat “set point”
- pada pusat
termoregulator

Demam
Hipertermia
Gejala dan tanda mayor Kurang terpapar Kode : D.0080
DS : informasi Ansietas
 Klien Merasa bingung
 Merasa khawatir
dengan akibat dari
kondisi yang dihadapi
 Sulit berkonsentrasi
DO :
 Tampak gelisah
 Tampak tegang
 Sulit tidur

3. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Hipertemia berhungan dengan proses penyakit
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin
3. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi

4. Rencana KEPERAWATAN
SDKI SLKI SIKI
Tanda dan gejala Mayor KODE L.02011 Kode I.14569
DS:- Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi
Do : tindakan Observasi :
 Pengisian kapiler > 3 keperawatan  periksa sirkulasi perifer (mis.
detik selama 2x24 jam Nadi perifer, edema, warna,
 Nadi perifer menurun diharapkan suhu)
atau tidak teraba keadekuatan  identifikasi factor risiko
 Akral teraba dingin aliran darah gangguan sirkulasi
 Warna kulit pucat pembuluh darah  Monitor panas, nyeri, atau
 Turgor kulit menurun distal meningkat bengkak pada ekstremitas.
dengan kriteria Terapeutik :
Tanda dan gejala minor hasil :  Hindari pemasangan infus
Ds :  Denyut atau pemngembalian darah
 Klien mengatakan nadi diarea keterbatasan perfusi
Nyeri ekstermitas perifer  Hindari pengukuran tekanan
 Klien menyatakan meningkat darah pada ekstremitas
parastesia dengan dengan keterbatasan perfusi
Do: skala 5  Hindari penekanan dan
 Edema  penyembu pemasangan tourniquet pada
 Penyembuhan luka han luka area yang cedera
lambat meningkat  Lakukan pencegahan infeksi.
 Indeks ankie-brachial dengan  Lakukan perawatan kaki dan
<0,90 skala 5 kuku
 Bruit femoral  sensasi  Lakukan hidrasi
meningkat Edukasi :
dengan  Anjurkan berhenti merokok
skala 5  Anjurkan berolahraga rutin
 warna  Anjurkan mengecek air
kulit mandi untuk menghindari
meningkat kulit terbakar
dengan  Anjurkan menggunakan obat
skala 1 penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurunan
kolesterol(jika perlu)
 Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
 Anjurkan menghindari
penggunaan obat bernyekat
beta
 Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat( mis. Melembabkan
kulit kering dan kaki)
 Anjurkan program
rehabilitasi vaskuler
 Ajarkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi (mis.
Rendah lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
 Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis. Rasa sakit
yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
Gejala dan tanda mayor Kode l.14134 KODE I.03114
DS :- Setelah dilakukan Manajemen hypertermia
Do : tindakan Observasi :
 Suhu tubuh diatas keperawatan  Identifikasi penyebab
normal selama 2x24 jam hipertermia(mis. Dehidrasi)
diharapkan suhu  Monitor suhu tubuh
Gejala dan tanda minor tubuh membaik  Monitor kadar elektrolit
Ds:- pada rentang  Monitor keluaran urine
DO: normal dengan  Monitor komplikasi akibat
 Kulit merah kriteria hasil : hipertermia
 Kejang  Menggigil Terapeutik :
 Takikarda membaik  Sediakan lingkungan yang
 Takipnea dengan dingin
 Kulit terasa hangat skala 3  Longgarkan atau lepaskan
 Kulit pakaian
- merah  Basahi dan kipasi permukaan
membaik tubuh
 Kadar  Berikan cairan oral
glukosa  Ganti linen setiap hari atau
membaik
lebih sering jika
 Tekanan mengalami hyperhidrosis
darah (keringat berlebih)
membaik  Lakukan pendinginan
eksternal (mis. Kompres
dingin)
 Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
 Berikan oksigen jika perlu
Edukasi :
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
 Pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
Gejala dan tanda mayor KODE L.09093 KODE I.09326
DS : Setelah dilakukan Terapi relaksasi
 Merasa bingung tindakan Observasi :
 Merasa khawatir keperawatan  Monitor respon terhadap
dengan akibat dari selama 2x24 jam terapi relaksasi
kondisi yang dihadapi diharapkan  Identifikasi penurunan
 Sulit berkonsentrasi tingkat ansietas tingkat energy, kemampuan
DO : menurun dengan berkonsentrasi
 Tampak gelisah kriteria hasil :  Periksa ketegangan otot,
 Tampak tegang  Perilaku frekuensi nasi, TD, suhu
 Sulit tidur gelisah sebelum dan sesudah latihan
menurun  Identifikasi kesediaan,
Gejala dan tanda minor.  Perilaku kemampuan, dan penggunaan
DS : teggang teknik sebelumnya
 Mengeluh pusing menurun  Identifikasi teknik relaksasi
 Anoreksia  Frekuensi yang pernah efektif

 Palpitasi dafas digunakan


menurun Terapeutik :
 Merasa tidak berdaya
DO :  Frekuensi  Gunakan pakaian longgar
nafas  Ciptakan lingkungan tenang
 Frekuensi napas
menurun tanpa gangguan dengan
meningkat pencahayaan suhu ruang
 Frekuensi nadi meningkat nyaman
 Diaphoresis  Berikan informasi tertulis
 Tremor tentang persiapan dan
 Muka tampak pucat prosedur teknik relaksasi

 Suara bergetar  Gunakan nada suara lembut

 Kontak mata buruk dengat irama lambat dan

 Sering berkemih berirama


 Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgesic tindakan medis
lain, jika sesuai
Edukasi :
 Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis. Nafas
dalam)
 Jelaskan secara rinci
intervensin relaksasi yang
dipilih
 Anjurkan mengambil posisi
nyaman
 Anjurkan rileks dan merasa
sensasi relaksasi.
 Anjurkan sering mengulangi
teknik yang dipilih
 Demontrasikan dan latih
teknik relaksasi( mis. Napas
dalam, peregangan, imajinasi
terbimbing)
BAB 4
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus Dengue dan terutama menyerang anak- anak dengan ciri- ciri
demam tinggi mendadak dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan
shock dan kematian. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
dan mungkin juga Albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh
pelosok Indonesia kecuali ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut.
Masa inkubasi penyakit ini diperkirakan lebih kurang 7 hari. Penyakit Demam
Berdarah Dengue dapat menyerang semua golongan umur.

4.2 SARAN
1. Bagi tenaga kesehatan
Diharapkan penyusunan makalah ini dapat meningkatkan kualitas pelayanan
sehingga dapat melakukan asuhan keperawatan dengan baik terutama pada kasus
perawatan anak dengan Dangue Haemorogic Fever(DHF) dan dapat menjadi acuan untuk
tindakan proses keperawatan.

2, Bagi mahasiswa
Diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan dan meningkatkan keterampilan
serta mengaplikasikan secara langsung teori- teori yang didapat di bangku perkuliahan
dan dapat memberikan ilmu dan pengetahuan dalam bidang pendidikan dan praktik
keperawat
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. (2005). Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana
pelayanan kesehatan. p.19-34
Nainggolan L. (2008). Reagen pan-E dengue early capture ELISA (PanBio) dan platelia
dengue NS1 Ag test (BioRad) untuk deteksi dini infeksi dengue.
Hadinegoro SRH, et al. (2004). Tata laksana demam berdarah dengue di Indonesia. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI dan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular
dan Penyehatan Lingkungan.
NANDA NIC NOC., 2013., Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa media., Media
Action., Yogyakarta
Karyanti, Mulya Rahma., 2011., Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Dengue
Umar Fahmi Achmadi, et al., 2010., Buletin Jendela Epidemiologi., Pusat Data dan
Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Siregar, Faziah A. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD)
di Indonesia. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-fazidah3.pdf
Wiradharma, Danny., 1999., Diagnosis Cepat Demam Berdarah Dengue., Bagian Patologi
Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Sutaryo. Perkembangan patogenesis demam berdarah dengue. Dalam: Hadinegoro SRH,
Satari HI, editor. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, 1999.p.32-43

Anda mungkin juga menyukai