Anda di halaman 1dari 8

Etiologi

Sachdeva membagi etiologi fraktur menjadi tiga, yaitu cedera traumatik, fraktur
patologik, dan cedera spontan. Cedera traumatik pada tulang bisa disebabkan karena cedera
langsung atau pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan, cedera
tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, dan fraktur yang
disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat. Fraktur patologik keadaan
dimana terjadinya fraktur pada tulang akibat proses penyakit dimana trauma minor dapat
menyebabkan fraktur. Fraktur patologik terjadi apabila terdapat tumor tulang baik jinak
maupun ganas, terdapat infeksi pada tulang seperti pada osteomyelitis, dan pada rakhitis.4
Tingkat keparahan cedera fraktur terbuka berhubungan langsung dengan lokasi dan
besarnya gaya yang mengenai tubuh. Ukuran luka bias hanya beberapa millimeter hingga
terhitung diameter. Tulang yang fraktur bias langsung terlihat atau tidak terlihat pada luka.
Fraktur terbuka lainnya dapat mengekspos banyak tulang dan otot, dapat merusak saraf serta
pembuluh darah sekitarnya. Penyebab lain fraktur terbuka selain trauma bias karena
kecelakaan kerja maupun luka tembak.4
Klasifikasi
Klasifikasi fraktur terbuka paling sering digunakan menurut Gustilo dan Anderson
yang menilai fraktur terbuka berdasarkan mekanisme cedera, derajat kerusakan jaringan
lunak, konfigurasi fraktur, dan derajat kontaminasi. Klasifikasi Gustilo membagi fraktur
terbuka menjadi tipe I, II, dan III.1
Tabel 1. Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo & Anderson1
Tipe

Luka

Fraktur

Laserasi < 1cm kerusakan


jaringan tidak berarti relative
bersih
Laserasi > 1cm, tidak ada
kerusakan jaringan yang hebat
atau avulsi, ada kontaminasi
Luka lebar >10cm dan rusak
hebat, atau hilangnya jaringan
disekitarnya, kontaminasi hebat

Sederhana, dislokasi
fragmen minimal

II

III

Resiko infeksi
(%)
0-2

Dislokasi fragmen
jelas

2-5

Kominutif, segmental,
fragmen tulang ada
yang hilang

5-50

Gustilo juga membagi tipe III menjadi subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB, IIIC:
Tabel 2. Klasifikasi subtype fraktur terbuka tipe III menurut Gustilo & Anderson1
Tipe

Batasan

Resiko
infeksi (%)

Resiko
amputasi (%)

IIIA

Periostenum masih membungkus fragmen


fraktur dengan kerusakan jaringn lunak yang
luas

5-10

IIIB

Kehilangan
jaringn lunak
yang
luas,
kontaminasi berat, periostenal striping atau
terjadi bone expose

10-50

16

IIIC

Disertai kerusakan arteri yang memerlukan


repair tanpa melihat tingkat kerusakan jaringn
lunak

25-50

42

Keterangan :

Tipe IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak,
walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.

Tipe IIIB terjadi pada fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringn lunak, sehingga
tulang terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur
kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan merupakan trauma high energy
tanpa memandang luas luka.

Tipe IIIC terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan agar kehidupan
bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan jaringan lunak.

Gambar 1. Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo & Anderson1

Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Apabila tekanan eksternal lebih besar dari yang diserap tulang, maka terjadi trauma
pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur dapat
disebabkan oleh trauma langsung, trauma tidak langsung, atau kondisi patologis. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah seta saraf dalam korteks, marrow dan jaringan
tulang yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medulla tulang. Akibat hematoma yang terjadi dapat
menghambat suplai darah atau nutrisi ke jaringan tulang yang berdekatan, sehingga jaringan
tulang mengalami nektosis dan menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan infiltrasi sel darah putih. Tahap ini menunjukan
tahap awal penyembuhan tulang. Hematoma yang terjadi juga menyebabkan dilatasi kapiler
otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamine pada otot
yang iskemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstisial, hal ini
menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung saraf yang dapat
menyebabkan nyeri yang bila berlangsung lama bias menyebabkan sindroma kompartemen.
Fraktur yang hebat menyebabkan diskontinuitas tulang yang dapat merubah jaringan
sekitar seperti merusak integritas kulit atau terjadi laserasi kulit hal ini menyebabkan fraktur
terbuka. Fraktur juga menyebabkan terjadinya pergeseran fragmen tulang yang dapat
mempengaruhi mobilitas fisik sehingga terjadi gangguan pergerakan dan gangguan perfusi
jaringan jika terjadi penyumbatan pembuluh darah oleh emboli lemak dan trombosit yang
terjadi akibat reaksi stress dan memicu pelepasan katekolamin yang disbabkan oleh
peningkatan tekanan sumsum tulang disbanding tekanan kapiler. Faktor-faktor yang
mempengaruhi fraktur yaitu faktor ekstrinsik, adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada
tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan
fraktur, dan faktor intrinsik, yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur, seperti
kapasitas absorbs dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

Gangguan mobilitas fisik


Shock hipovolemik

Gangguan perfusi jaringan


Gambar 2. Skema terjadinya komplikasi pada fraktur terbuka

Manifestasi klinis
Penderita fraktur terbuka biasanya datang dengan suatu trauma, baik trauma hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota
gerak. Riwayat trauma kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat ketinggian, luka tembak
dengan kecepatan tinggi atau pukulan langsung oleh benda berat akan mengakibatkan
prognosis jelek dibanding trauma sederhana atau trauma olah raga. Faktor trauma kecepatan
rendah atau taruma kecepatan tinggi sangat penting dalam menentukan klasifikasi fraktur
terbuka karena akan berdampak pada kerusakan jaringan itu sendiri.

Penting adanya

deskripsi yang jelas mengenai keluhan penderita, biomekanisme trauma, lokasi dan derajat
nyeri serta faktor umur dan kondisi penderita sebelum kejadian, seperti adanya riwayat
hipertensi dan diabetes melitus merupakan faktor yang penting untuk ditanyakan. Apabila
trauma yang menyebabkan fraktur adalah trauma ringan perlu dicurigai adanya lesi patologi.3
Keluhan umum penderita adalah nyeri, memar, dan pembengkakan merupakan gejala
yang sering ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak,
sehingga perlu diperhatikan ada tidaknya deformitas dan krepitasi karena lebih mendukung
terjadinya fraktur. Selain keluhan umum, pada anamnesis juga perlu ditanyakan trauma yang
terjadi merupakan trauma langsung atau trauma tidak langsung serta ada tidaknya luka pada
daerah trauma dan fraktur, penting juga menanyakan mengenai gejala-gejala cedera yang
berkaitan, seperti baal atau hilangnya gerakan, kulit yang pucat atau sianosis, darah dalam
urin, nyeri perut, hilangnya kesadaran untuk sementara, juga tentang riwayat cedera
sebelumnya dan kemungkinan terjadinya fraktur di daerah lain.3,4
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan generalisata meliputi pemeriksaan ABC penderita, perhatikan apakah
terdapat gangguan pada Airway, Breathing, Circulation and Cervical Injury. Setelah
melakukan pemeriksaan status generalis lanjutkan dengan pemeriksaan status lokalis.
Pemeriksaan lokalis yang harus dilakukan adalah identisifikasi luka secara jelas dan
gangguan neurovaskular bagian distal dan lesi. Pulsasi arteri bagian distal penderita hipotensi
akan melemah dan dapat menghilang sehingga dapat terjadi kesalahan penilaian vaskular.
Apabila disertai trauma kepala dan tulang belakang maka akan terjadi kelainan sensasi nervus
perifer dari distal lesi, serta perlu dilakukan pemeriksaan kulit untuk kemungkinan terjadinya
kontaminasi.2

Pemeriksaan lokal yang dilakukan, yaitu2:


1. Look (inspeksi)
Pembengkakan, memar, dan deformitas, berupa penonjolan yang abnormal, angulasi,
rotasi, ataupun pemendekan, mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah
apakah kulit itu utuh atau tidak, kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan
fraktur menunjukkan bahwa fraktur tersebut merupakan fraktur terbuka (compound).
2. Feel (palpasi)
Palpasi dilakukan untuk memeriksa temperatur setempat,

nyeri tekan, krepitasi,

pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis posterior atau sesuai anggota gerak yang terkena, refilling
atau pengisisann arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, serta
pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya
perbedaan panjang tungkai. Palpasi juga untuk memeriksa bagian distal dari fraktur
merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Trauma pembuluh darah adalah keadaan
darurat yang memerlukan pembedahan.
3. Movement (pergerakan)
Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih pnting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi di bagian distal cedera.
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif
sendi paroksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pemeriksaan
pergerakan harus dilakukan secara hati-hati karena pada penderita dengan fraktur
setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat dan kerusakan pada jaringan lunak
seperti pembuluh darah dan saraf.

Dafpus
1. Gustilo RB, Anderson JT. Prevention of infection in the treatment of one thousand
and twenty-five open fractures of long bones; retrospective and prospective analyses.
J Bone Joint Surg Am 1976;58:453-8.
2. Chapman MW. Open fractures in Chapmans orthopaedic surgery. 3 rd ed. Lippincott
Williams & Wilkins;2001
3. Townsmen Cm, Beaucham RD, Evers Bm, Mattox K. Sabiston text book of surgery:
Trauma and critical care. 12th ed. Canada: Elsevier;2012.p.500.
4. Solomon L, Varwick D, Nayagam S. Principle of fracture. In: Nayagam S, editor.
Apleys system of orthopaedics and fractures 9 th ed. United States: Crc
Press;2010.p.672-88.

Anda mungkin juga menyukai