Anda di halaman 1dari 11

1

Calliphoridae Sebagai Penentu Waktu Kematian


Pada Pembusukan Post Mortem
Abcharina Rachmatina, Athira Sarah Maulyta, Carissa Ruly, Devita Prima Nurmasari,
Febrian Naufaldi, Vania Salsabila Kamil*
Bendrong Moediarso **
Dokter Muda Fakultas Kedokteran Universitas Jember, RSUD Dr. Soetomo, Surabaya*
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, RSUD Dr.
Soetomo, Surabaya**

Abstract
The determination of death is important in a criminal case. This is when associated with the process of investigation,
because investigators more focused and selective in conducting the examination of suspects and criminals. Thanatology is a
branch of science that is needed by physicians, especially those from forensics. Thanatology useful for determining whether
a person is dead, how long he had been dead, and distinguish changes during ante-mortem and post-mortem. The study of
forensic entomology can be defined as the study that utilizes knowledge of insects for the benefit medikokriminal. One insect
that used in forensic entomology is the study of flies and larvae. Calliphoridae ("Blow flies") is a family of flies that can be
found almost all over the world. Calliphoridae in a few minutes and form colonies appear first on the corpse. The female
flies lay eggs in large quantities in the nostrils, mouth, and open wounds.
Keywords: thanatology, time of death, post mortem changes, entomology, calliphoridae

Pendahuluan

dapat dipergunakan sama sekali bila lama kematian sudah

Penentuan kematian merupakan hal yang penting dalam

lebih dari 72 jam1. Setelah melewati waktu lebih dari 72 jam,

suatu kasus kriminal. Hal ini bila dikaitkan dengan proses

bukti entomologis merupakan bukti yang akurat dan

penyidikan, oleh karena penyidik lebih terarah dan selektif

merupakan metode yang tersedia untuk menentukan lama

dalam melakukan pemeriksaan terhadap para tersangka,

waktu

pelaku tindak pidana. Pada kasus kriminal dapat ditetapkan

digunakan untuk memperkirakan lama kematian yang baru

kapan waktu kematian, menghilangkan kemungkinan yang

terjadi dalam beberapa jam, dalam keadaan normal serangga

tidak sesuai dengan kasus, dan memperkuat atau menyangkal

selalu tertarik dengan jasad tubuh segera setelah kematian,

suatu alibi. Hal ini dapat diketahui dari perubahan-

sehingga

perubahan yang terjadi pada tubuh seseorang yang

memperkirakan waktu awal setelah kematian2.

meninggal dunia (post mortem).

kematian.

Walaupun

serangga

juga

parameter

dapat

medis

digunakan

sering

dalam

Famili lalat yang dianggap berperan cukup besar adalah

Ahli patologi forensik menggunakan beberapa metode

Calliphoridae (bottle flies atau blow flies) dan

yang lazim digunakan dalam membuat perkiraan saat

Sarcophagidae (flesh flies). Lalat akan tertarik pada jasad

kematian adalah pengukuran penurunan suhu tubuh (argor

tubuh segera setelah kematian. Lalat yang pertama kali

mortis), interpretasi lebam (livor mortis) dan kaku mayat

tertarik dengan jasad umumnya adalah Calliphoridae

(rigor mortis), interpretasi proses dekomposisi, pengukuran

(berukuran besar, agak metalik, sering kali terlihat dekat

perubahan kimia pada vitreous, interpretasi isi dan

makanan atau tempat sampah), akan tetapi pada beberapa

pengosongan lambung. Akan tetapi, parameter medis

bagian dari dunia lalat flesh flies

tersebut sering dipengaruhi oleh banyak variabel lain, yang

tertarik dengan jasad. Calliphoridae merupakan golongan

sampai sekarang masih tidak diketahui dengan pasti, dan

dari ordo Diptera2.

parameter medis tersebut dinilai sedikit atau bahkan tidak

yang terlebih dahulu

2
Lalat jenis Calliphoridae ini mendatangi mayat dengan
hanya melalui bau walaupun dari jarak jauh, sekitar
beberapa menit hingga beberapa jam setelah kematian.
Calliphoridae dapat ditemukan hampir diseluruh dunia.
Sehingga lalat jenis Calliphoridae ini dapat dijadikan
sebagai penentuan waktu kematian post mortem.

(post

mortal

rigidity),

pembusukan

(decomposition),

penyabunan (adipocere), mummifikasi3,4.


Beberapa cara menentukan saat kematian adalah dengan
memperhatikan penurunan suhu mayat, lebam mayat, kaku
mayat, pembusukan, serta hal-hal lain yang ditemukan baik
pada pemeriksaan di tempat kejadian maupun pada waktu
melakukan otopsi misalnya larva lalat. Cara menentukan

Tinjauan Pustaka
Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari perubahanperubahan pada tubuh seseorang yang telah meninggal.
Tanatologi bermanfaat menentukan apakah seseorang benarbenar telah meninggal, menentukan berapa lama seseorang
telah meninggal, serta membedakan perubahan ante mortem
dan post mortem3.

waktu

kematian

dengan

lebam,

rigor,

suhu

sering

dipengaruhi oleh banyak variabel lain, yang sampai sekarang


masih tidak diketahui dengan pasti, dan parameter medis
tersebut dinilai sedikit atau bahkan tidak dapat dipergunakan
sama sekali bila lama kematian sudah lebih dari 72 jam.
Setelah melewati waktu lebih dari 72 jam, bukti entomologis
merupakan bukti yang akurat dalam menentukan lama waktu
kematian. Walaupun cara menentukan kematian dengan

Stadium kematian dibedakan menjadi somatic death dan

lebam, rigor dan suhu digunakan untuk memperkirakan lama

cellular death. Somatic death, yaitu pernapasan dan

kematian yang baru terjadi dalam beberapa jam, dalam

peredaran darah berhenti sehingga terjadi anoksia yang

keadaan normal serangga selalu tertarik dengan jasad tubuh

lengkap dan menyeluruh dalam jaringan-jaringan, hal ini

segera setelah kematian, sehingga serangga juga dapat

menyebabkan proses aerobik dalam sel-sel tubuh berhenti,

digunakan dalam memperkirakan waktu awal setelah

tetapi proses anaerobik masih berlangsung. Sedangkan

kematian2.

cellular death adalah proses metabolisme aerobik dan


anaerobik di sel-sel tubuh yang berhenti3.

Entomologi adalah ilmu yang mempelajari tentang vektor,


kelainan dan penyakit yang disebabkan oleh arthropoda.

Somatic death ditandai dengan pergerakan dan sensibilitas

Entomologi forensik merupakan salah satu cabang dari sains

menghilang, pernapasan berhenti, serta denyut jantung dan

forensik yang memberikan informasi mengenai serangga

peredaran darah yang berhenti. Sedangkan cellular death

yang digunakan untuk menarik kesimpulan ketika melakukan

ditandai dengan penurunan suhu mayat, lebam mayat, kaku

investigasi yang berhubungan dengan kasus-kasus hukum

mayat, cutis anserina, elastisitas kulit hilang, refleks kornea

yang berkaitan dengan dengan manusia atau satwa. Dengan

hilang, kornea keruh, bola mata yang lunak dan berkerut,

mengidentifikasi tahap-tahap perkembangan serangga atau

pupil ireguler atau lonjong, segmentasi pembuluh darah

arthropoda dan dengan menganalisis data untuk interpretasi

retina, serta pembusukan, mummifikasi, atau adipocere3.

suatu serangga dapat memberikan bukti yang signifikan

Terdapat 2 fase perubahan post mortem yaitu fase cepat


(early) dan fase lambat (late). Perubahan cepat (early)
terdiri dari tidak adanya gerakan, jantung tidak berdenyut
(henti jantung), paru-paru tidak bergerak (henti nafas), kulit
dingin dan turgornya menurun, mata tidak ada reflek pupil
dan tidak bergerak, suhu tubuh sama dengan suhu
lingkungan lebam mayat (post mortal lividity), lebam mayat.
Sedangkan perubahan lambat (late) terdiri dari kaku mayat

dalam kasus kematian dimana tubuh manusia atau mayat


telah dinvasi oleh serangga. Sehingga dapat ditentukan
periode invasi mayat oleh serangga dengan memperhatikan
tahap-tahap perkembangan serangga yang berbeda seperti
telur, larva, pupa, dan dewasa untuk memperkirakan waktu
sejak

kematian

atau

Post

Mortem

Interval

(PMI)

berdasarkan perkembangan jumlah dan ekologi dari spesies


serangga tertentu yang ditemukan pada mayat. Dalam kasus

3
entomologi forensik, lalat merupakan invertebrata primer

memakan jaringan tubuh mayat yang termasuk didalamnya

yang mendekomposisi komponen organik pada hewan

yakni Ordo Diptera dengan family Caliiphoridae dan

termasuk juga mayat manusia. Pada saat lalat mengambil

Sarcophagidae. Famili Calliphoridae (blow flies) memiliki

materi organik yang ada di dalam tubuh mayat, maka

lebih dari 1000 spesies dan dapat ditemukan hampir

lalat

diseluruh dunia. Famili Calliphoridae umumya berukuran

tersebut

akan

memindahkan

telur

yang

akan

sedang sampai besar, dengan warna hijau, abu-abu, perak

berkembang menjadi larva dan pupa5.


Serangga merupakan hewan berdarah dingin, sehingga
temperatur

tubuhnya

dipengaruhi

oleh

suhu

sekitar

lingkungan. Ketika suhu lingkungan meningkat, laju


pertumbuhan serangga lebih cepat, sedangkan ketika suhu
lingkungan menurun, laju pertumbuhan serangga menjadi
lebih lambat. Selain itu terdapat faktor lain yang dapat
mempengaruhi siklus perkembangan larva yaitu, nutrisi,
kelembapan, dan lain lain. Akan tetapi dari semua faktor
diatas yang paling berpengaruh adalah

temperatur2.

mengkilat

atau

abdomen

gelap.

Biasanya

lalat

ini

berkembang biak di bahan yang cair atau semi cair yang


berasal dari hewan, termasuk daging, ikan, daging busuk,
bangkai, sampah penyembelihan, sampah ikan, sampah dan
tanah mengandung kotoran hewan. Beberapa jenis juga
berkembang biak di tinja dan sampah hewan lainnya bertelur
pada luka hewan dan manusia. Di Indonesia, lalat hijau
umumnya

ditemukan

di

daerah

pemukiman,

yakni

Chrysomya Megacephala . Lalat jantan berukuran panjang 8


mm, mempunyai mata merah besar. Ketika populasinya

Serangga yang tertarik pada mayat, secara umum dapat

tinggi, lalat ini akan memasuki dapur, meskipun tidak

dikategorikan menjadi empat kelompok yaitu spesies

sesering lalat rumah. Lalat ini banyak terlihat di pasar ikan

necrofagus, parasit dan predator yang memakan spesies

dan daging yang berdekatan dengan kakus.

necrofagus, spesies omnifora, dan spesies lainnya. Spesies

Kehadiran lalat pada mayat saat peristiwa dekomposisi

Omnifora misalnya semut, tawon, dan beberapa kumbang

atau pembusukkan terdapat perbedaan dari segi waktu dan

yang memakan jaringan tubuh mayat serta serangga tertentu.

tahap proses pembusukkan sesuai dengan jenis masing-

Dalam Jumlah besar mereka dapat menurunkan waktu

masing lalat. Menurut Gennard (2007), tahapan dekomposisi

pembusukan, dengan memakan spesies necrofagus. Serta

terdiri dari lima tahap, dalam tahapan tersebut juga terdapat

spesies lainnya meliputi Acari pada famili Acaridae,

peranan jenis-jenis lalat, antara lain8:

Lardoglyphidae, Winterschmidtiidae, yang memakan jamur


yang tumbuh pada mayat. Dan juga berhubungan dengan
Gamasida
Parasitidae,

dan

Actinedida,

termasuk

Parholaspidae,

Macrochelidae,

Cheyletidae

dan

Raphignathidae, yang memakan kelompok Acarine dan


Nematoda 6.
Spesies necrofagus merupakan spesies terbanyak dan
yang paling signifikan untuk memperkirakan waktu kematian
selama stadium awal pembusukan. Jenis serangga yang
pertama mendatangi mayat adalah Calliphoridae. Lalat ini
mendatangi mayat dengan hanya melalui bau walaupun dari
jarak jauh sekitar beberapa menit sehingga beberapa jam
setelah kematian. Tetapi Calliphoridae tidak mendatangi
mayat yang sudah mengalami mumifikasi dan pengeringan.
Spesies necrofagus merupakan spesies yang biasanya

Tahap1: fresh stage, tahapan dimulai pada saat


kematian dan ditandai adanya tanda penggelembungan
pada tubuh. Serangga yang pertama kali datang adalah
lalat dari famili Calliphoridae dan Sarcophagidae. Lalat
betina akan meletakkan telurnya di daerah yang terbuka
seperti daerah kepala (mata, hidung, mulut, dan telinga).
Tahap

2:

bloated

stage,

merupakan

tahapan

pembusukan yang sedang dimulai. Gas yang dihasilkan


oleh aktivitas metabolisme bakteri anaerob menyebabkan
penggelembungan pada pada perut mayat. Selanjutnya
suhu internal naik selama tahapan ini sebagai akibat dari
aktivitas bakteri pembusuk dan aktivitas metabolime dari
larva lalat. Lalat dari famili Calliphoridae sangat tertarik
pada mayat selama tahapan ini. Kemudian selama

4
mengembang akibat adanya gas, cairan dalam tubuh

perkembangan siklusnya dan meninggalkan mayat untuk

terdorong keluar dari lubang-lubang tubuh dan meresap

menjadi pupa. Pada akhir tahap ini, larva lalat akan

ke dalam tanah. Cairan tersebut tersusun oleh senyawa

menghilang dari jaringan tubuh pada mayat.

seperti

amonia

yang

dihasilkan

oleh

aktivitas

metabolisme dari larva lalat sehingga akan menyebabkan


tanah di bawah mayat itu untuk menjadi alkali (basa) dan
fauna tanah menjadi tertarik untuk menuju ke mayat.

Tahap 4: postdecay stage or Advanced, pada tahap ini


sisa-sisa tubuh seperti kulit, kartilago dan usus sudah
mengalami pembusukan. Selanjutnya sisa jaringan tubuh
yang masih ada akan mengering. Indikator pada tahap ini

Tahap 3: Active or decay stage, tahapan ini ditandai

adalah hadirnya kumbang dan berkurangnya dominansi

adanya kerusakan kulit dan mengakibatkan gas keluar

lalat di dalam tubuh mayat.

dari tubuh. Larva lalat membentuk gerombolan yang


besar

pada

mayat.

Meskipun

beberapa

serangga

predator, seperti kumbang, tawon, dan semut, pada tahap


bloated stage, serangga necrophagous dan predator dapat
diamati dalam jumlah besar menjelang tahapan ini
berakhir. Pada akhir tahap ini, lalat dari famili

Tahap 5: Remains or skeletal stage, pada tahap ini


hanya tersisa tulang belulang dan rambut. Tahapan ini
tidak jelas serangga apa saja yang hadir. Pada kasus
tertentu, kumbang dari famili Nitidulidae terkadang
ditemukan. Tubuh mayat sudah mengalami akhir dari
dekomposisi (Tabel. 1).

Calliphoridae dan Sarcophagidae telah menyelesaikan

Tabel 1. Presentasi Kehadiran Serangga pada Tiap Tahap Pembusukkan9.

5
Jenis Calliphoridae berkembang dimulai dari telur
melalui instar stages 1, instar stages 2, instar stages 3,
pupa, dan dewasa. Lalat yang terbang akan hinggap pada
mayat dan menetaskan sampai 300 telur dan sampai 3000
untuk sepanjang hidupnya. Stadium pertama larva akan
ditetaskan dari telur. Pada stadium ini larva sangat rentan
dan mudah mengalami kekeringan. Larva tidak dapat keluar
dari

kulit

yang

membungkusnya,

sehingga

mereka

bergantung pada cairan protein sebagai asupan makanan;


karena itu lalat betina akan menaruh telur pada tempat yang
memudahkan akses makanan bagi telur. Luka merupakan
sumber protein yang sangat baik, terutama darah, sehingga
luka luka merupakan tempat bertelur yang paling pertama.
Apabila pada jasad tidak ada luka, lalat betina akan menaruh
telur di dekat orificium atau pada lapisan mukosa

dengan warna hitam dan bentuk oval pada jaringan


translusent dari belatung10.
Setelah periode makan yang intensif, instar stage 3 akan
memasuki stadium nonfeeding stage atau wandering stage.
Pada stadium ini tidak ditemukan perubahan fisik, walaupun
terjadi perubahan fisiologis pada organ internal, tetapi dapat
ditemukan perubahan sikap yang signifikan. Ketika larva
memasuki nonfeeding stage, larva akan menjauh dari
sumber makanan dan mencari tempat yang sesuai untuk
menjadi pupa. Tempat itu antara lain adalah tanah disekitar,
karpet, rambut, atau baju dari jasad. Larva mungkin akan
mengubur diri beberapa sentimeter didalam tanah atau
merangkak bermeter meter untuk mendapatkan tempat
yang cocok untuk menjadi pupa. Pada stadium ini disebut
dengan prepupa10.

dikarenakan jaringan tersebut lembab dan lebih mudah


dipenetrasi bila dibandingkan dengan epidermis normal.
Daerah wajah umumnya dikolonisasi lebih dahulu, kemudian
daerah genital, hal ini disebabkan karena daerah genital
hampir selalu ditutupi oleh pakaian. Pada kasus kasus
pemerkosaan benda benda seperti darah dan semen akan
menarik perhatian lalat dengan cepat8,10.

Pada akhir stadium ini larva akan memendek dan menjadi


translusen. Pupasi akan dimulai sejak belatung prepupa
mulai berkontraksi. Belatung tidak akan mengelupaskan
kutikula yang tumbuh pada instar stage 3, akan tetapi
kutikula tersebut akan menghilang sedikit demi sedikit dan
serangga akan mensekresikan sejumlah substansi kedalam
kutikula yang akan membuat warna pupa menjadi keras dan

Setelah melewati waktu waktu tertentu, dipengaruhi


oleh suhu dan jenis spesies, larva stadium 1 akan melepas
kutikula dan mulutnya, dan memasuki instar stage 2 atau
larva stadium 2. Larva stadium 2 berukuran lebih besar,
lebih bisa bertahan hidup, dan dapat mempenetrasi kulit
dengan mengeluarkan enzim proteolitik dan menggunakan
mulutnya yang lebih kuat. Stadium ini adalah waktu bagi
larva untuk makan kemudian berkembang memasuki instar
stages 3, meninggalkan kutikula dan mulut yang dipakai
selama stadium 2

8, 10

berwarna hitam untuk membentuk puparium. Bagian yang


disebut dengan pupa adalah serangga yang hidup, dengan
bagian kantung pupa yang mengalami pengerasan atau
puparium yang berguna sebagai struktur nonvital yang
membungkus serangga. Akan tetapi pada umumnya yang
dianggap sebagai pupa adalah bagian puparium dan
serangga yang hidup dalamnya, sedangkan kantung pupa
yang ditinggalkan setelah lalat terbang disebut sebagai
kantung pupa10.

.
Didalam kantung pupa yang mengalami pengerasan,

Larva stadium tiga memiliki siklus hidup yang lebih


panjang dari larva stadium satu dan dua, dan akan
bertumbuh menjadi 7-8 kali ukuran awal. Pada instar stage 3
larva menjadi banyak makan dan berkumpul sebagai satu
masa yang besar sehingga dapat menghasilkan panas yang
signifikan. Kumpulan larva ini dapat menghabiskan banyak
jaringan dalam waktu yang singkat. Pada stadium ini bagian
penyimpanan makanan yang terletak di foregut dapat terlihat

serangga bermetamorfosis atau berubah menjadi lalat


dewasa. Pada masa ini, jaringan jaringan imatur akan rusak
dan akan digantikan dengan jaringan yang matur. Setelah
selesai lalat dewasa akan merobek ujung kantung pupa
dengan

memperbesar

dan

mengkontraksikan

ptilinum

(kantung yang berisi darah yang terdapat pada kepala).


Bagian ujung dari kantung pupa atau operkulum akan robek

6
dan membelah menjadi dua bagian. Lalat dewasa yang baru

dari pupa dan belum dapat terbang dapat digunakan untuk

akan meninggalkan kantung pupa dan robekan operkulum

memperkirakan waktu kematian. Ditemukannya pupa yang

sebagai bukti bahwa sudah melewati siklus dengan

kosong juga mengindikasikan bahwa siklus dari lalat pada

sempurna8,10.

jasad telah lengkap10. Siklus lalat Calliphoridae dari telur

Lalat yang baru keluar dari pupa tidak memiliki warna


biru metalik atau kehijauan seperti pada lalat dewasa. Sayap

hingga dewasa tersebut dapat dijadikan sebagai penentu


waktu kematian (Gambar 1).

dari lalat baru keluar terlipat lipat, dengan kaki yang tinggi,

Perkembangan Calliphoridae adalah bukti entomologis

kurus, dan lemah; badan berwarna abu abu; dan bagian

yang paling penting untuk menentukan waktu kematian pada

kepala belum terbentuk sempurna karena adanya ptilinum

hari pertama dan seminggu setelah kematian. Setiap stadium

yang belum mengalami retraksi. Pada stadium ini lalat

sangat

sangat mudah dimangsa, dan walaupun tidak dapat terbang

mengumpulkan

lalat tersebut dapat berlari dengan cepat dan akan

(Gambar2).

bersembunyi hingga sayapnya kering dan dapat terbang.

penting.

Berikut
bukti

adalah
entomologis

ringkasan

tehnik

Calliphoridae12

Telur

Setelah itu tubuh lalat akan terlihat berwarna hijau metalik10.


Sampel disimpan dalam vial diatas potongan hati sapi,
Lalat dewasa yang terbang merupakan tanda forensik
yang signifikan karena mengindikasikan bahwa siklus dari
lalat blow flies telah lengkap terjadi pada jasad. Lalat yang

dan tutup menggunakan 2 lapis handuk dan ikat


menggunakan karet pengikat. Cara lain dapat disimpan
dengan ethanol 75-90% atau isopropil alkohol 50%.

dapat terbang tidak dapat digunakan sebagai identifikasi


karena tidak bisa dibedakan antara lalat yang baru datang
atau sudah berkembang, tetapi lalat yang baru saja keluar

Feeding larvae dan Prepupal nonfeeding larvae


Cara pengumpulannya sama seperti telur, jika
memungkinkan, taruh larva pada air panas dengan cepat
sebelum ditaruh pada alkohol.
Pupae
Sampel disimpan pada vial dengan sedikit potongan
handuk yang lembab untuk mencegah kerusakan; tutup
menggunakan handuk kering dan ikat dengan karet
pengikat, tidak perlu memberikan makanan.
Puparia atau kantung pupa
Sampel disimpan dalam keadaan kering pada vial;
gunakan handuk sebagai bantal untuk puparia dalam vial,
tutup menggunakan tutup vial.
Calliphoridae dewasa
Sampel disimpan pada vial; tidak memerlukan udara.
Jangan simpan jika sayap masih terlipat; taruh pada vial
kering dan biarkan mengering; beri tanda sebagai lalat

Gambar 1. Hipotesis perkembangan lalat Calliphoridae


(blow fly)11

yang baru menetas.

Gambar 2. Pengambilan sampel serangga untuk kepentingan forensik13.

Diskusi
Pada tanggal 14 Juni 2014 pukul 07:00 WIB ditemukan:
Korban laki-laki berusia 65 tahun ditemukan di dalam
kamar kos yang terkunci. Korban posisi terlentang. Tidak
ditemukan kaku mayat. Ditemukan wajah dan bibir serta
perut membengkak, bola mata menonjol keluar. Tidak
ditemukan kepompong. Ditemukan larva di bagian mata,
mulut dan hidung. Larva terbesar dengan ukuran 8 mm. Pada
tubuh larva bagian depan terlihat bentukan oval dengan
warna hitam. Kapan korban meninggal?
Aplikasi utama dari entomologi forensik adalah
untuk menentukan interval post mortem (PMI). Metode
konvensional yang digunakan oleh ahli patologi untuk

menentukan PMI adalah estimasi unggul untuk 48 jam


pertama. Spesies Chrysomya spp (Family: Calliphoridae)
merupakan kelompok lalat pertama yang ditemukan pada
awal dari proses pembusukan. Menurut Indonesian Journal
of Legal and Forensic Sciences (2008) dari 9 kasus yang
diteliti didapatkan bahwa Ch. megacephala dan Ch.
ruffifacies merupakan spesies terbanyak yang ditemukan
pada jenazah yang membusuk7.

8
1.

Identifikasi Calliphoridae

9
2. Penentuan waktu kematian berdasarkan tahapan siklus
Calliphoridae

forensik sangat menarik untuk dipelajari lebih dalam karena

Dengan perhitungan manual, dari data diatas disimpulkan

ada banyak jenis larva dan lalat di dunia ini yang berperan
dalam studi forensik khususnya untuk waktu kematian post

bahwa:

Saran kami sebagai penulis bahwa studi entomologi

Pembusukan sudah ada berarti korban meninggal

mortem.

lebih dari 1 hari yang lalu

Ucapan Terima Kasih

Didapatkan larva yang berumur 1.8-2.5 hari

Saat kematian korban adalah 1.8 hingga 2.5 hari

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan


penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya

yang lalu
Saat kematian adalah antara 14 Juni 2015, 07:00
dikurangi 2.5 hari hingga 14 Juni 2015, 07:00 dikurangi 1.8
hari yaitu 12 Juni 2015, 12:00 hingga 11 Juni 2015, 19:00.

kepada Ketua Departemen Forensik dan Medikolegal


Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya,
Kepala Instalasi Departemen Forensik dan Medikolegal
RSUD Dr. Soetomo Surabaya, Koordinator Pendidikan
Departemen Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran

Kesimpulan dan Saran


Beberapa metode yang lazim digunakan dalam membuat
perkiraan saat kematian adalah pengukuran penurunan suhu
tubuh (argor mortis), interpretasi lebam (livor mortis), kaku
mayat (rigor mortis), interpretasi proses dekomposisi,
pengukuran perubahan kimia pada vitreous, interpretasi isi
dan pengosongan lambung. Akan tetapi, parameter medis
tersebut sering dipengaruhi oleh banyak variabel lain dan
parameter medis tersebut dinilai sedikit atau bahkan tidak
dapat dipergunakan sama sekali bila lama kematian sudah
lebih dari 72 jam. Setelah melewati waktu lebih dari 72 jam,
bukti entomologis merupakan bukti yang akurat. Salah satu
serangga yang dipakai dalam studi forensik entomologi
adalah lalat dan larvanya.
Dari banyak jenis lalat dan larva dalam studi forensik
entomologi, Calliphoridae merupakan jenis yang pertama
kali mendatangi mayat. Lalat ini mendatangi mayat dengan
hanya melalui bau walaupun dari jarak jauh, sekitar
beberapa menit hingga beberapa jam setelah kematian.
Calliphoridae (blow flies) dapat ditemukan hampir diseluruh
dunia. Calliphoridae atau dikenal dengan lalat hijau
merupakan kelompok jenis lalat yang ditemukan pada awal
proses

pembusukkan

dan

berperan

di

tiap

tahap

pembusukkan. Oleh karena itu identifikasi tahapan dari


perkembangan

Calliphoridae

dapat

digunakan

untuk

memperkirakan waktu sejak kematian atau post mortem


interval setelah lebih dari 24 jam.

Universitas Airlangga Surabaya, Staf Departemen Forensik


dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Surabaya, Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Surabaya, Dosen pembimbing kelompok yang
telah membimbing.

10

Daftar Pustaka
1. Henssge C. Knight B. Korompecher T. Madea B. Nokes L.The estimation of the time since death in the early postmortem
period. Edward Arnold. 1995. London.
2. Anderson, G.S an V.J Cervenka. Insects Associated with the Body: Their Use and Analyses. Forensic Taphonomy, the
Postmortem Fate of Human Remains. Haglund; 2001. CRC Press II.
3. E.P. Catts and M.L. Goff. Forensic Entomology in Criminal Investigations. Departement of Entomology, University of
Hawai, Hawai. 1992: 37:253-72.
4. Hariadi Apuranto, Mutahal. 2010. Tanatologi. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Edisi Ketujuh. Surabaya:
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Page 11526.
5. Martin

H.

Amoret

B.

Forensic

Entomology

[online].

Diakses

20

Juni

2015.

Available

from

http://www.scienceinschool.org
6. Gruner, Susan V. The Forensically Important Calliphoridae (Insecta Diptera) of Pig Carrion in Rural North Central
Florida. University of Florida. 2004. Florida.
7. Salleh, A.F.M., Marwi, M.A., et all. A Review of Forensic Entomology Cases at Ipoh Hospital and Hospital Universiti
Kebangsaan Malaysia for The Year 2003. Indonesia Journal of Legal and Forensic Sciences. Jakarta: 2008; 1(1): 1-4.
8. Gennard, D.E. Forensic Ectomology: An Introduction. John Wiley & Sons Ltd., Chichester. 2007. UK.
9. Grisales, D. Ruiz, M. Villegas, S. Insect Associated with exposed decomposing bodies in Colombian Andean Coffe
Region. Revista Brasileira de Entomologia. 2010. 54(4): 637-644.
10. Roe, Amanda and Higley, L.G. 2015. Development modeling of Lucilia Sericata (Diptera: Calliphoridae). PeerJ 3:
1803; DOI 10.7717/peerj803
11. Grassberger M. Relter C. Forensic Entomology: Post-Mortem Interval(PMI) Estimation Using Insect Development
Data. Institute of Forensic Medicine University of Vienna; 2015 [online]. Diakses 20 Juni 2015. Available from :
http://www.univle.ac.at
12. Anderson, G.S. Forensic Entomology: The Use of Insects in Deatht Investigations. University Drive. 2015.
13. Trimpe, T. Forensic Entomology. 2009. http://agspsrv34.agric.wa.gov.au/ento/_fpclass/forensic21.jpg
14. Brink, S. L. Key Diagnostic Characteristics Of The Developmental Stages Of Forensically Important Calliphoridae
And Sarcophagidae In Central South Africa. Faculty of Natural and Agricultural Sciences Department of Zoology and
Entomology at the University of the Free State; December, 2009.
15. Szpila, K. Key for identification of European and Mediterranean blowflies (Diptera, Calliphoridae) of forensic
importance Third instars. Nicolaus Copernicus University Institute of Ecology and Environmental Protection Department
of Animal Ecology.

11

Anda mungkin juga menyukai