Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan
membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi individu
sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata.
Menentukan identitas individu dengan tepat amat penting dalam penyelidikan
karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan. Sebetulnya
tindakan identifikasi merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawab pihak
kepolisian, namun bantuan dokter sangat diperlukan bagi kepentingan identifikasi
tersebut.
Sidik jari dan sidik telapak tangan pada bagian hypothenar merupakan
suatu pola berupa garis menonjol (ridge) pada seluruh bagian palmar, yang
muncul dimasa intrauterine dan tetap tidak berubah sampai kematian. Ridge pada
bagian hypothenar ini dapat membantu dalam proses identifikasi karena
merupakan suatu daerah yang sering mengalami kontak dengan permukaan benda
saat melakukan aktivitas.

Sebagai contoh, saat menulis atau mempersiapkan

karya seni, dll, seseorang tidak bisa menulis atau membuat karya seni tanpa
bagian hypothenar menyentuh permukaan benda tersebut.
Telapak tangan memiliki garis dan kerutan yang memiliki pori-pori yang
berfungsi untuk menjaga kelembapan tangan dan hal tersebut diharapkan ketika
menulis dapat meninggalkan tekanan/jejak pada bagian bawah telapak tangan
(hypothenar) dalam bentuk sidik telapak tangan. Cairan keringat yang tidak
berwarna pada telapak tangan, dapat meninggalkan jejak yang tidak terlihat
dengan mata telanjang, sehingga jejak ini dapat di tingkatkan. Analisis rinci dari
sidik jari dan sidik telapak di Tempat Kejadian Perkara (TKP), menjadi penting
untuk mengidentifikasi tersangka dan menetapkan kejahatan.
Cetakan yang diperoleh dari TKP dicocokkan dengan tersangka pada
keterlibatan mereka dalam kejahatan. Jika jenis kelamin pelaku dapat dipastikan
dari cetakan yang tersedia di TKP, beban menyelidiki dapat berkurang pada

pencarian tersangka berdasarkan jenis kelamin tertentu. Perbedaan jenis kelamin


dalam kepadatan ridge telapak tangan bahkan bisa sangat berharga dalam
identifikasi bahkan dari potongan tangan selama investigasi medikolegal untuk
menentukan identitas individu dalam kasus bencana / pembunuhan massal. Dalam
konteks ini perbedaan jenis kelamin berdasarkan kepadatan ridge di sidik jari dan
telapak tangan menjadi sangat relevan.
Beberapa peneliti telah meneliti kemungkinan perbedaan jenis kelamin
dari sidik jari. Jantz menemukan korelasi jenis kelamin dan ras dalam perbedaan
jumlah ridge-count dan Moore menunjukkan bahwa wanita memiliki permukaan
yang halus pada epidermal dibandingkan laki-laki. Acree melaporkan lebih tinggi
kepadatan ridge pada telapak tangan wanita di Kaukasia dan penduduk Afrika
Amerika. Karyanya diikuti oleh Gungadin dan Nayak et al. yang melaporkan
pengamatan serupa dalam populasi India. Nayak et al. lebih lanjut melaporkan
perbedaan jenis kelamin dalam kepadatan jumlah ridge pada telapak tangan antara
penduduk Cina dan Melayu. Dalam sebuah studi kepadatan ridge sidik telapak
tangan dalam populasi Spanyol, disarankan bahwa kepadatan ridge telapak tangan
bervariasi di sidik jari yang diperoleh dari masing-masing jari dan di daerah yang
berbeda pada setiap sidik jari. Pada penelitian yang dilakukan oleh Chauhan et al,
terdapat perbedaan antara sidik telapak tangan pada laki-laki dan perempuan.
Dari penelitian-penelitian di atas menjelaskan adanya suatu hubungan
antara kepadatan ridge telapak tangan dengan jenis kelamin, hal ini sangat
berguna dalam identifikasi individu. Sedangkan di Indonesia belum adanya
penelitian yang membahas tentang sidik telapak tangan dalam penentuan jenis
kelamin. Sehingga penulis tertarik dalam pembuatan penelitian dalam menentukan
hubungan sidik telapak tangan bagian hipotenar dengan jenis kelamin.
I.2 Rumusan Masalah
1.

Apakah hubungan jumlah ridge pada telapak tangan bagian hypothenar


dengan jenis kelamin individu?

I.3 Tujuan

I.3.1 Tujuan Umum


Tujuan umum dari pembuatan referat ini adalah untuk mengetahui
hubungan jumlah ridge pada telapak tangan bagian hypothenar dengan jenis
kelamin individu.
I.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan Khusus dari pembuatan referat ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui jenis kelamin berdasarkan jumlah ridge pada telapak tangan
bagian hypothenar.
I.4 Manfaat
I.4.1 Bagi Mahasiswa
-

Meningkatkan kemampuan dalam penyusunan suatu masalah dari

berbagai sumber dan teknik penulisan


Melatih kerjasama tim dalam penyusunan suatu masalah
Menambah pengetahuan dalam bidang ilmu kedokteran forensik

I.4.2 Bagi Instansi Terkait


-

Sebagai materi tinjauan pustaka yang diharapkan dapat melengkapi

database tinjauan ilmiah yang telah ada.


Sebagai bentuk kontribusi pemikiran kepada masyarakat, terutama
terkait kasus-kasus bidang kedokteran forensik dan medikolegal

yang berkembang di masyarakat.


Sebagai tambahan informasi tentang pentingnya sidik telapak tangan
sebagai salah satu alat idenfikasi forensik pada berbagai kasus.

I.4.3 Bagi Masyarakat


Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat bagaimana
proses identifikasi para korban maupun pelaku pada kasus tindak pidana
yang terjadi di masyarakat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Identifikasi Forensik
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan
membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Menentukan identitas
personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan
dapat berakibat fatal dalam proses peradilan. Peran ilmu kedokteran forensik
dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang rusak,
membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan massal, bencana alam, huru-hara
yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia
atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus
lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orang tuanya. Identitas
seseorang yang dapat dipastikan bila paling sedikit dua metode yang digunakan
memberikan hasil positif.
Identititas adalah sebuah set karakteristik fisik, fungsional, atau psikis,
normal atau patologi yang mencirikan manusia. Baru-baru ini, telah ada
peningkatan minat dalam teknologi biometrik yang identifikasi manusia
berdasarkan fitur individu seseorang.
Identifikasi primer yang terdiri dari sidik jari, catatan gigi dan DNA serta
identifikasi sekunder yang terdiri dari medis, properti dan fotografi, dll dengan
prinsip identifikasi adalah membandingkan data yang antemortem dan
postmortem. Pengidentifikasi primer mempunyai nilai yang sangat tinggi bila
dibandingkan dengan identifikasi sekunder. Identitas seseorang dapat dipastikan
bila paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif.
II.1.1 Identifikasi Primer
1. Pemeriksaan Sidik Jari
Membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari ante-mortem.
Saat ini merupakan pemeriksaan yang diakui tinggi ketepatannya.
Dibutuhkan penanganan yang baik terhadap jari tangan jenazah, misalkan
membungkus kedua tangan dengan plastik.
2. Pemeriksaan Gigi

Pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang dengan pemeriksaan


manual, sinar-X, dan pencetakan gigi. Odontogram memuat data tentang
jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi dan sebagainya. Setiap
individu memiliki susunan gigi yang khas, dan data yang ditemukan
dibandingkan dengan data ante-mortem.
3. Identifikasi DNA
Diperlukan DNA pembanding. Mahal dan hanya dapat dilakukan oleh ahli
forensik molekular. Identifikasi dapat menggunakan DNA inti, DNA
mitokondria. Pada laki-laki hanya dipergunakan DNA inti, sedangkan pada
wanita dapat digunakan DNA inti atau mitokondria.

II.1.2 Identifikasi Sekunder


1. Metode Visual
Memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa kehilangan
anggota keluarga atau temannya. Hanya efektif pada jenazah yang masih
dapat dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu orang. Ada
kemungkinan faktor emosi yang turut berperan untuk membenarkan atau
sebaliknya menyangkal identitas jenazah.
2. Pemeriksaan Dokumen
Dokumen identifikasi (KTP, SIM, Paspor, dst) yang dijumpai bersama
jenazah. Tidak bisa dipastikan kepemilikan dokumen yang ditemukan,
sulit diandalkan.
3. Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan
Dari ciri-ciri pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah mungkin
dapat diketahui merek atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik,

badge yang dapat membantu identifikasi walaupun telah terjadi


pembusukan.

II.1.3 Macam-macam Identifikasi


1. Identifikasi potongan tubuh manusia (kasus mutilasi)
Pemeriksaan bertujuan untuk menentukan apakah potongan berasal
dari manusia atau binatang. Bila berasal dari manusia, ditentukan apakah
potongan-potongan tersebut berasal dari satu tubuh atau beberapa bagian
tubuh.
Penentuan juga meliputi jenis kelamin, ras, umur, tinggi badan dan
keterangan lain seperti cacat tubuh, penyakit yang pernah diderita, status
sosial ekonomi, kebiasaan-kebiasaan tertentu dan sebagainya serta cara
pemotongan tubuh yang mengalami mutilasi. Untuk memastikan bahwa
potongan tubuh berasal darimanusia, dapat digunakan
pemeriksaan

seperti

pengamatan

jaringan

secara

beberapa

makroskopik,

mikroskopik, dan pemeriksaan serologik berupa reaksi antigen-antibodi


(reaksi presipitin).
Penentuan

jenis

kelamin

dilakukan

dengan

pemeriksaan

makroskopik dan diperkuat dengan pemeriksaan mikroskopik yang


bertujuan menemukan kromatin seks wanita seperti pada drum stick pada
lekosit dan Barr body pada sel epitel.
2. Identifikasi kerangka
Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan membuktikan bahwa
kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan
umur, tinggi badan, ciri-ciri khusus, deformitas dan bila memungkinkan
dapat dilakukan rekonstruksi wajah. Dicari pula tanda kekerasan pada
tulang. Perkiraan saat kematian dilakukan dengan memperhatikan keadaan
kekeringan tulang.

Bila terdapat dugaan berasal dari seseorang tertentu, maka


dilakukan identifikasi dengan membandingkannya dengan data ante
mortem. Bila terdapat dugaan berasal dari seseorang, maka dilakukan
identifikasi dengan membandingkannya dengan data ante mortem. Bila
terdapat foto terakhir wajah orang tersebut semasa hidup, dapat
dilaksanakan metode superimposisi, yaitu dengan jalan menumpukkan
foto rontgen tulang tengkorak di atas foto wajah yang dibuat berukuran
sama dan diambil dari sudut pemotretan yang sama. Dengan demikian
dapat dicari adanya titik-titik persamaan.
Pemeriksaan anatomik dapat memastikan bahwa kerangka adalah
kerangka manusia. Kesalahan penafsiran dapat timbul bila hanya terdapat
sepotong tulang saja, dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan serologik
(reaksi presipitin) dan histologik (jumlah dan diameter kanal-kanal
Havers).
Penentuan

ras

mungkin

dilakukan

dengan

pemeriksaan

antropologik pada tengkorak gigi geligi dan tulang panggul atau tulang
lainnya. Arkus zigomatikus dan gigi insisivus atas pertama yang berbentuk
seperti sekop memberi petunjuk kearah ras Mongoloid.
Jenis kelamin ditentukan berdasarkan pemeriksaan tulang panggul,
tulang tengkorak, sternum, tulang panjang serta skapula dan metakarpla.
Pada panggul indeks isio-pubis (panjang pubis dikali seratus dibagi
panjang isium) merupakan ukuran yang paling sering digunakan. Nilai
laki-laki sekitar 83.6, wanita 99.5.

II.1.4 Proses Identifikasi Umum


1. Mengumpulkan Data Post Mortem
Pengumpulan data post-mortem atau data yang diperoleh paska kematian.
Pada fase ini dilakukan berbagai pemeriksaan yang kesemuanya dilakukan
untuk memperoleh dan mencatat data selengkap lengkapnya mengenai
korban.
2. Mengumpulkan Data Ante Mortem

Pada fase ini dilakukan pengumpulan data mengenai jenazah sebelum


kematian. Data ini biasanya diperoleh dari keluarga jenazah maupun orang
yang terdekat dengan jenazah. Data yang diperoleh dapat berupa foto
korban semasa hidup, interpretasi ciri ciri spesifik jenazah (tattoo,
tindikan, bekas luka, dll), rekaman pemeriksaan gigi korban, data sidik jari
korban semasa hidup, sampel DNA orang tua maupun kerabat korban,
serta informasi informasi lain yang relevan dan dapat digunakan untuk
kepentingan identifikasi, misalnya informasi mengenai pakaian terakhir
yang dikenakan korban.
3. Pencocokan Data Ante Mortem dan Post Mortem
Pada fase ini dilakukan pembandingan data post mortem dengan data ante
mortem. Ahli forensik dan profesional lain yang terkait dalam proses
identifikasi menentukan apakah temuan post mortem pada jenazah sesuai
dengan data ante mortem milik korban yang dicurigai sebagai jenazah.
Apabila data yang dibandingkan terbukti cocok maka dikatakan
identifikasi positif atau telah tegak. Apabila data yang dibandingkan
ternyata tidak cocok maka identifikasi dianggap negatif dan data post
mortem jenazah tetap disimpan sampai ditemukan data ante mortem yang
sesuai dengan temuan post mortem jenazah.
II.2 Sidik Telapak Tangan
II.2.1 Definisi
Telapak tangan secara anatomi adalah permukaan bagian dalam tangan dari
pergelangan ke pangkal jari.
II.2.2 Embriologi
Friction ridge memiliki bentuk yang unik dan tidak berubah sejak sebelum
lahir bahkan hingga dekomposisi setelah kematian. Ketika terjadi kontak dengan
suatu permukaan, gambaran yang khas dari friction ridge dapat meninggalkan
jejak mendetail yang sama dengan aslinya, yang dapat dianalisis, dibandingkan,
dan dievaluasi. Dan jika didapatkan kualitas dan kuantitas yang cukup detail,
maka seorang pemeriksa yang kompeten dapat mengidentifikasi maupun
mengekslusi pemilik jejak tersebut. Penjelasan rinci mengenai alasan dibalik

kekhasan dan sifat dari friction ridge yang menetap dijelaskan dalam beberapa
referensi spesifik yang menerangkan bahwa sifat ini didasari oleh faktor biologis
dari friction ridge itu sendiri yaitu sifat morfologis dan fisiologisnya. Epidermis
secara terus menerus memproduksi ridge berbentuk tiga dimensi karena sifat fisik
perlekatannya yang disertai dengan adanya regulasi dari pembelahan dan
diferensiasi sel epidermis yang konstan sehingga dapat mempertahankan struktur
tiga dimensi tersebut. Alasan dibalik sifatnya yang unik dikarenakan faktor
embriologi, dimana bentuk yang unik dari kulit mulai terbentuk pada perkiraan
usia gestasi antara kurang lebih 10,5 sampai dengan 16 minggu.
Tidak ada dua bagian dari suatu organisme hidup yang bersifat sama persis.
Terdapat faktor ekstrinsik dan instrinsik yang mempengaruhi perkembangan dari
masing-masing organ, demikian pula dengan kulit manusia, yang membuatnya
tidak mungkin dapat ditiru meskipun pada suatu area terkecil. Keunikan dari kulit
ini dapat ditelusuri kembali hingga pada periode embriologi dan perkembangan
awal janin. Pada tahap akhir perkembangan embrio, embrio mengalami
morfogenesis atau perubahan bentuk. Ekstremitas berkembang pesat pada
perkiraan usia gestasi 4 minggu, dan lengan, kaki, lutut, siku, jari-jari dan jempol
dapat terlihat pada bulan kedua. Selama periode ini tangan mengalami perubahan
bentuk dari bentuk awal yang seperti dayung menjadi bentuk dewasa, dalam hal
ini termasuk terbentuknya jari-jari dan rotasi daripada jempol. Pada periode ini
juga terjadi pembengkakan jaringan mesenkim yang disebut volar pads yang
muncul pada bagian telapak tangan dan telapak kaki. Friction ridge mulai
terbentuk pada usia perkiraan gestasi 10,5 minggu dan terus mengalami
perkembangan pada kedalamannya saat embrio melewati trimester kedua. Mulai
dari titik ini perkembangan embrio secara esensial telah selesai dan perkembangan
yang lebih lanjut mengacu pada perkembangan janin. Pada perkiraan usia gestasi
minggu ke 16, volar pads mulai mengalami regresi dan membentuk ridge.
Kelenjar keringat matang dan tonjolan system dermal-epidermal terus mengalami
pertumbuhan dan bertambah besar. Pada akhir dari trimester kedua, saluran
keringat dan pori muncul bersama tonjolan epidermal, dan janin mulai mengalami
pertumbuhan yang lebih cepat lagi.
i.

Perkembangan Ekstremitas

Perkembangan tangan pada tahap awal pembentukan tangan


mengalami perubahan topografi yang signifikan. Hingga usia perkiraan
kehamilan mencapai sekitar 5-6 minggu, tangan berbentuk datar seperti
dayung dengan tonjolan kecil yang berasal dari jaringan yang kemudian
akan membentuk jari. Mulai dari minggu ke 6 hingga 7 tonjolan dari jari
pada plat tangan ini mulai membentuk otot dan kartilago yang kemudian
akan membentuk tulang pada tahap perkembangan yang lebih lanjut.
Dari usia perkiraan gesstasi 7 hingga 8 minggu, jari-jari mulai
memisah dan tulang-tulang mulai mengalami osifikasi. Pada usia
perkiraan gestasi mencapai 8 minggu, persendian mulai terbentuk di antara
tulang-tulang pada tangan dan bentuk luar dari tangan tampak sama
ii.

dengan bentuk tangan bayi dalam proporsi yang lebih kecil.


Perkembangan Volar Pad
Volar pads merupakan pembengkakan sementara dari jaringan yang
disebut mesenkim dibawah epidermis permukaan telapak tangan dan
telapak kaki pada janin manusia. Pad interdigital tampak terlebih dahulu
sekitar minggu ke 6 usia perkiraan gestasi (UPG) diikuti secara cepat
dengan pad thenar dan hypothenar. Pada sekitar 7 sampai 8 minggu UPG,
volar pad mulai perkembangan pada bagian ujung jari dimulai dengan
jempol dan berkembang menuju jari kelingking pada gradien region ulna
yang sama. Pembentukan ridge akan mengikuti juga sekitar 8 minggu
UPG lekukan tenar mulai terbentuk pada telapak tangan yang diikuti

iii.

dengan pembentukan lekukan flexy pada jari-jari sekitar 9 minggu UPG.


Volar Pad regresi
Pad tetap berbentuk well rounded selama periode petumbuhan
yang cepat pada sekitar 9-10 UPG dimana setelahnya mereka mulai
menunjukkan variasi individual baik dalam bentuk dan posisi. Selama
periode 8-10 minggu UPG, rotasi jempol telah selesai. Begitu juga pada
minggu ke-10 UPG, lekukan flexi pada jempol mulai terbentuk, diikuti
oleh lekukan flexi distal transversal yaitu pada sekitar 11 minggu dan pada
minggu ke-13 UPG terbentuk lipatan flexi tranversal proksimal pada
telapak tangan. Sebagai akibat dari perlambatan pertumbuhan, volar pad,
kontur mereka menjadi semakin kurang jelas pada permukaan yang lebih
berkembang pesat. Proses ini disebut regresi. Tapi hal ini penting untuk

dipahami bahwa pad tidak benar-benar menyusut, melainkan didahului


pertumbuhannya oleh bagian yang lebih luas yang tumbuh dengan lebih
cepat. Volar pad dari telapak tangan mulai mengalami regeresi mulai dari
sebelas minggu UPG yang segera diikuti oleh volar pads dari jari-jari. Saat
16 minggu zupg , volar pad telah menyatu secara sempurna dengan kontur
iv.

dari jari, telapak tangan dan telapak kaki.


Diferensiasi Daripada Friction Ridge
i.
Perkembangan Epidermis
Epidermis primitif mulai dapat ditemukan pada kurang
lebih 1 minggu UPG ketika endoderm dan ectoderm terbentuk
secara terpisah, lapisan kedua dari epidermis terbentuk saat ketika
4-5 minggu UPG. Bagian terluar dari ketiga lapisan tersebut
disebut sebagai perridermis. Lapisan yang berada ditengah yang
merupakan epidermis yang sesungguhnya terbentuk dari keratinosit
basal (dinamai begitu karena keratin yang diproduksi oleh seel ini).
Pada sekitar 8 minggu UPG, sel basal yang berada di antara
epidermis dan dermis mulai mengalami pemisahan secara
konsisten dan menghasilkan sel anak yang bergerak secara vertical
membentuk lapisan sel intermediate pertama. Pada titik ini
epidermis embrionik memiliki ketebalan sekitar 3-4 lapisan namun
masih mulus pada bagian luar dan dalamnya. Keratinosit melekat
dengan erat satu sama lainnya pada desmosome dan pada bagian
ii.

dasarnya dengan hemidesmosomes.


Perkembangan Dermis
Komponen dermal pertama yang berasal dari mesoderm
ialah fibroblast. Sel berbentuk cabang-cabang tidak teratur ini
mensekresikan protein ke dalam matriks di antara sel. Fibroblast
mensintesis komponen structural yang membentuk matriks
jaringan ikat kulit.pada periode 4-8 minggu UPG banyak dari
struktur kulit mulai mengalami pembentukan. Serabut elastin mulai
terbentuk pada minggu ke 5 UPG pada tingkat ultrastruktural
dalam bentuk bongkahan kecil yang terdiri dari 20 atau lebih
sedikit fibril. Dermis menjadi dapat dibedakan dari bagian
subkutan yang lebih dalam karena bentuk horizontal daripada

pembuluh darah yang telah berkembang. Sejak 8-12 minggu UPG


pembuluh darah terbentuk dari mesenkim dermal dan membawa
sebagian besar oksigen yang dibutuhkan dan hormone ke bagian
bawah daripada epidermis yang sedang berkembang. Tidak seperti
struktur epidermis lainnya pembuluh darah mengalami perubahan
seiring dengan pertambahan umur, beberapa loop kapiler hilang
dan yang baru muncul dari jaringan interpapilari. Hal ini terus
v.

berlanjut hingga dewasa.


Formasi Ridge Primer
Awal Pembentkan Ridge Primer
Pada usia gestasi sekitar 10-10.5 minggu, sel basal dari epidermis
mulai membagi dengan cepat. Sel epidermial volar yang terbagi, bagian
tepinya dapat dilihat pada bagian dasar epidermis. Bagian tepi ini
menggambarkan keseluruhan pola yang akan menjadi bentuk yang tetap
pada permukaan volar selama beberapa minggu ke depan. Ridge primer
merupakan bukti awal yang terlihat sebagai interaksi antara dermis dan
epidermis dan merupakan bentuk pertama yang terlihat sebagai ridge yang
berkesinambungan.

II.2.3 Anatomi
a. Ossa Manus
Batas pengertian tangan (ossa manus), menurut Dorland adalah
tangan, yaitu wilayah distal dari ekstremitas atas, termasuk carpus (ossa
carpalia, pergelangan tangan), metacarpus, dan digiti (ossa phalanges).
Ossa manus, berdasarkan posisi anatomi, dari proximal ke distal, terdiri
dari carpal, metacarpal, dan phalanges.
Ossa Carpalia. Ossa carpalia (pergelangan tangan) terdiri dari
delapan tulang kecil ireguler yang tersusun dalam dua lajur, yaitu lajur
proksimal (lateromedial), yang terdiri dari os schaphoideum, os lunatum,
os triquetrum, dan os pisiforme. Lajur distal (lateromedial), tersusun atas
os trapezium, os trapezoideum, os capitatum, dan os hamatum.
Os schaphoideum memiliki bentuk seperti perahu. Os lunatum
memiliki bentuk seperti bulan sabit. Os triquetrum memiliki tiga sudut. Os
pisiforme, yang berarti kacang, memiliki bentuk seperti kacang. Os

trapezium memiliki banyak permukaan. Os trapezoideum juga mempunyai


banyak permukaan, namun memiliki ukuran yang lebih kecil.

Os

capitatum memiliki kepala tulang yang bulat dan besar. Dan os hamatum
mempunyai tonjolan menyerupai kait, yang meluas pada sisi medial
pergelangan tangan.
Os trapezium dan os scaphoideum membentuk eminentia carpi
radialis. Os hamatum dan os pisiforme membentuk emientia carpi ulnaris.
Antara kedua eminentia tersebut terdapat suatu parit yaitu sulcus carpi.
Ossa Metacarpi. Ossa metacarpi tediri dari 5 tulang metacarpal.
Metacarpal adalah lima tulang panjang yang diberi nomor I sampai V
dimulai dengan tulang pada sisi radius atau ibu jari membentuk rangka
metacarpus atau telapak tangan. Ossa metacarpi berartikulasio dengan
tulang-tulang di deretan tulang-tulang distal karpus dan kelima falang
proksimal.
Semua tulang metacarpal sangat serupa, kecuali ukuran panjang
metacarpal pertama pada ibu jari (jari 1). Setiap tulang metacarpal
memiliki sebuah dasar proksimal yang berartikulasi dengan barisan distal
tulang karpal pergelangan tangan, sebuah batang, dan sebuah kepala
terpilin yang berartikulasi dengan sebuah tulang falang, atau tulang jari.
Kepala tulang metacarpal membentuk buku jari yang menonjol pada
tangan.
Ossa phalanges. Ossa phalanges adalah tulang-tulang jari, dengan
tulang tunggalnya disebut falang. Setiap jari memiliki tiga tulang, yaitu
tulang falang proksimal, tulang falang medial, dan tulang falang distal.
Sedangkan ibu jari, hanya memiliki tulang falang proksimal dan distal.
Tulang dapat mengalami trauma, yang dapat mengakibatkan, yaitu
nyeri, nyeri tekan, bengkak, deformitas, perubahan warna, memar, dan
krepitus menunjukkan fraktur.
b. Otot Telapak Tangan
Otot telapak tangan pada kulit. Muskulus palmaris brevis adalah
otot kecil yang berorigo pada retinaculum musculorum flexorum dan
aponeurosis palmaris serta berinsertio pada kulit telapak tangan. Otot ini
dipersarafi oleh ramus superficialis nervi ulnaris. Fungsi otot adalah untuk

mengerutkan kulit pada dasar eminentia hypothenar dengan demikian


memperkuat genggaman tangan sewaktu memegang benda yang bulat.
Kulit. Kulit telapak tangan terikat pada fasia di bawahnya melalui
pita-pita fibrosa. Fasia profunda: aponeurosis palmaris adalah lapisan
berbentuk segitiga yang melekat ke batas distal retinakulum muskulorum
fleksorum manus. Di sebelah distal aponeurosis terbagi menjadi empat
potong di basis jari-jari tangan yang menyatu dengan vagina fibrosa
tendinis. Aponeurosis merupakan perlekatan erat kulit di atasnya dengan
perlindungan struktur di bawahnya.
Vagina fibrosa tendinis merupakan terowngan fibrosa di mana
terletak tendon fleksor dan vagina sinovialnya. Selubung ini keluar dari
kaput metacarpal dan melewati basis falang distal di aspek anterior jari-jari
tangan. Selubung masuk ke tepi falang. Selubung ini longgar di sekitar
sendi dan tebal di atas falang sehingga tidak menghambat fleksi. Vagina
synovial tendinis merupakan selubung yang membatasi friksi antara
tendon fleksor dengan kanalis karpi dan vagina fibrosa tendinis.
Tendon fleksor panjang merupakan tendon fleksor digitorum
superfisialis (FDS) terbagi menjadi dua paruh setinggi falang proksimal
dan lewat di sekeliling fleksor digitorum profunda (FDP) di mana terjadi
penyatuan. Di titik ini tendon terpisah kembali dan masuk ke tiap sisi
falang media. FDP terus berjalan sepanjang jalurnya dan masuk ke falang
distal. Fleksor polisis longus (FPL) melewati kanalis karpi dalam vagina
sinovialnya sendiri dan masuk ke falang distal. Tendon m. fleksor karpalis
radialis, m. palmaris longus, dan m. fleksor karpi ulnaris melalui lengan
bawah dan juga masuk ke bagian proksimalis tangan.
II.2.4 Sifat
Kulit yang menutupi permukaan tubuh khususnya pada daerah telapak
tangan dan telapak kaki berbeda dengan kulit di area lain karena memiliki tekstur
khusus yang dikenal sebagai sidik jari. Prinsip sistem identifikasi sidik jari adalah
suatu bentuk representasi dari suatu pola pengenalan, untuk mengetahui siapa
pemilik dari sidik jari yang telah diambil sampelnya. Sidik jari telah terbukti
cukup akurat, aman, dan nyaman untuk dipakai sebagai identifikasi bila
dibandingkan dengan sistem biometrik lainnya seperti retina mata atau DNA.

Sifat-sifat yang dimiliki oleh sidik jari dan telapak tangan, antara lain :
1. Perennial nature, yaitu guratan-guratan pada sidik jari yang melekat
pada kulit manusia seumur hidup.
2. Immutability, yaitu sidik jari seseorang tidak pernah berubah, kecuali
mendapatkan kecelakaan yang sampai merusak atau menghancurkan
jari.
3. Individuality, pola sidik jari adalah unik dan berbeda untuk setiap
orang.
4. Dapat menggunakan citra resolusi rendah
5. Sulit untuk dipalsu
6. Bersifat unik dan stabil
II.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sidik Telapak Tangan dalam
Identifikasi
1. Genetik
Bentuk, ukuran, dan jarak dasar dermatoglyphs dipengaruhi oleh faktor
genetik. Studi menunjukkan kemungkinan bahwa lebih dari satu gen terlibat,
sehingga pewarisan pola tidak dapat diprediksi dengan mudah. Diperkirakan
bahwa berbagai gen yang mengatur perkembangan berbagai lapisan kulit, otot,
lemak, dan pembuluh darah memiliki peran dalam penentuan pola tonjolan. Pada
penderita kelainan kromosom, pola epidermis pada tangan maupun jari terkadang
dapat digunakan sebagai alat diagnostik.
Beberapa contoh penyakit yang telah ditemukan tanda pada dermatoglyphic5 :

Sindroma Down
Trisomi 21
Sindroma Turner (45, XO)
Sindroma Klinefelter (47, XXY)
Sindroma Rubinstein-Taybi

Kelainan
Sindroma Down

Tanda

Pola ulnar loop (lebih Rajangam S et al (1995)


sering
dibandingkan

muncul Thomas Fogle (2002)


kontrol
Sardool

pada jari tengah)


Pola radial loop (lebih

sering

muncul Singh (2005)

dibandingkan

kontrol pada jari manis)


Simian
crease
(garis
transversal

pada

tunggal

di

telapak tangan)
Garis Sydney
Pola di area hipotenar dan
interdigital

Trisomi 21

Tangan dan kaki pendek Marylin

dan luas
Simian crease
Clinodactily
kelingking
dengan/tanpa

Preus et al (1972)
(jari
bengkok),
phalanx

tengan

Sindroma Turner

pendek/hilang.
Jarak lebar antar jempol

dan jari kaki


Deep plantar crease

Jari kelingking pendek


Kuku

distrofik/hiperkonveks
Pemendekan metakarpal )

Marylin Preus et al
(1972)

Kobyliansky E et
ketiga sampai keempat
Limfaedema tangan dn
al (1997)
kaki di balita
A-line di area thenar
Kenaikan sudut atd >120
Peluasan area hipotenar

bilateral
Pola ulnar loop

Kenaikan pada tinggi axis MarylinPreus

Klinefelter

yang

triradius di pola hipotenar, (1972)


dan penurunan pada pola

et

al

tenar.
Rubinstein-Taybi

Jempol tangan dan kaki MarylinPreus

(1972)
luas
Deep plantar crease
Jari kaki saling tindih
Clinodictily pada jari

et

al

kelingking/polydactily
Merupakan

beberapa

kriteria

diagnostik mayor

Kulit yang menutupi permukaan tubuh khususnya pada daerah telapak


tangan dan telapak kaki berbeda dengan kulit di area lain karena memiliki tekstur
khusus yang dikenal sebagai sidik jari. Sidik jari terbentuk pada saat minggu ke
12 dan mencapai formasi lengkap pada minggu ke 14. Mulai sejak pembentukan,
garis atau rajah dari sidik jari tidak akan berubah hingga nantinya akan dirusak
secara alami saat kematian pada proses pembusukan, kecuali pada keadaan
tertentu seperti luka bakar yang sangat berat.
2. Trauma
Trauma potong atau luka bakar yang dalam dapat mempengaruhi pola
sidik jari secara permanen.
3. Penyakit
Penyakit kulit yang menyerang dan merusak struktur stratum papilare
dan dermis. Stratum papilare yang rusak akan tumbuh kembali namun tidak
dengan bentuk yang sama. Sebagai contoh leprosy stadium lanjut, hand eczema,
keratolisis exfoliative.
4. Pekerjaan
Adanya tekanan yang repetitif yang dapat mempengaruhi pola sidik jari.
II.3 Jenis Kelamin
II.3.1 Jenis Kelamin Ditentukan Kromosom Seks
Apakah seseorang ditakdirkan menjadi laki-laki atau perempuan adalah
sebuah fenomena genetik yang ditentukan oleh kromosom seks yang dimiliki

mereka. Saat 23 pasang kromosom terbelah saat meiosis, sperma atau ovum hanya
menerima satu dari dua bagian pasangan kromosom tersebut. Dari keseluruhan
pasangan, 22 pasang adalah kromosom autosomal yang mengandung kode
karakteristik umum manusia maupun karakteristik spesifik seperti warna mata.
Pasangan yang terakhir adalah kromosom seks, yang merupakan dua tipe yang
berbeda secara genetik-kromosom X yang lebih besar, dan kromosom Y yang
lebih kecil.
Penentuan jenis kelamin tergantug pada kombinasi kromosom seks. Lakilaki secara genetik memiliki kedua kromosom X dan Y. Perempuan secara genetik
memiliki

dua

kromosom

seks

X.

Maka,

perbedaan

genetik

yang

bertanggungjawab atas semua perbedaan anatomis dan fungsional pada laki-laki


dan perempuan adalah kromosom Y. Laki-laki memiliki kromosom tersebut,
perempuan tidak.
Sebagai hasil meiosis saat gametogenesis, semua pasangan kromosom
terpisahkan sehingga semua hasil pembelahan sel memiliki hanya satu bagian dari
setiap pasangan, termasuk pasangan kromosom seks. Saat kromosom seks XY
terpisah saat pembentukan sperma, setengah dari sperma menerima kromosom X
dan sisanya menerima kromosom Y. Sebaliknya, saat pembentukan ovum, semua
ovum menerima kromosom seks X karena pemisahan pasangan kromosom seks
XX hanya akan menghasilkan kromosom seks X. Saat fertilisasi, kombinasi dari
sperma dengan kromosom seks X dan ovum dengan kromosom seks X akan
menghasilkan perempuan secara genetik, XX, sedangkan persatuan antara sperma
dengan kromosom seks Y dengan ovum dengan kromosom seks X akan
menghasilkan laki-laki secara genetik, XY. Maka, seks secara genetik ditentukan
pada waktu konsepsi dan tergantung pada kromosom seks yang terkandung dalam
sperma yang melakukan fertilisasi.
Diferensiasi lelaki atau perempuan tergantung ada atau tidaknya
determinan maskulinisasi:
Perbedaan antara laki-laki dan perempuan berada pada tiga tingkatan: jenis
kelamin menurut genetik, gonadal, dan fenotipik (anatomik).
II.3.2 Jenis Kelamin Menurut Genetik dan Gonad

Jenis kelamin menurut genetik, yang tergantung pada kombinasi


kromosom seks pada saat konsepsi, akan menentukan jenis kelamin menurut
gonad, yaitu apakan testis atau ovarium akan terbentuk.. Ada/tidaknya kromosom
Y menentukan diferensiasi gonad. Sampai satu bulan setengah masa gestasi,
semua embrio memiliki potensi untuk terdiferensiasi menjadi laki-laki ataupun
perempuan karena jaringan reproduksi keduanya sama dan tidak bisa dibedakan.
Spesifisitas gonad mulai muncul pada minggu ke tujuh kehidupan intrauterin
ketika jaringan gonad laki-laki secara genetik mulai terdiferensiasi menjadi testis
atas pengaruh regio penentu jenis kelamin (sex-determining region) di kromosom
Y (SRY), satu-satunya gen yang mempengaruhi determinasi jenis kelamin. Gen
ini memicu rantaian reaksi yang mengarah pada perkembangan fisik laki-laki.
SRY me-maskulinisasi gonad dengan mengkode produksi faktor determinan
testis (testis-determining factor (TDF))(dikenal juga sebagai protein SRY) pada
sel gonad primitive. TDF mengarahkan berbagai kejadian yang mengarah pada
diferensiasi gonad menjadi testes.
Karena perempuan secara genetik tidak memiliki gen SRY dan oleh karena
itu tidak memproduksi TDF, sel gonad mereka tidak akan menerima sinyal untuk
formasi testes, jadi pada minggu ke Sembilan semua jaringan gonad yang tidak
terdiferensiasi mulai membentuk ovarium sebagai gantinya.
II.3.3 Jenis Kelamin Menurut Fenotipik
Jenis kelamin menurut fenotipik, jenis kelamin yang terlihat secara
anatomik pada individu, termediasi hormon dan tergantung oleh jenis kelamin
gonad yang ditentukan secara genetik. Istilah diferensiasi seksual mengarah pada
perkembangan genitalia eksterna dan traktus reproduktivus menjadi laki-laki
maupun

perempuan

pada

embrio.

Sama

dengan

gonad

yang

belum

terdiferensiasikan, embrio kedua jenis kelamin memiliki potensi untuk


membentuk genitalia eksterna dan traktus reproduktivus laki-laki maupun
perempuan. Diferensiasi menjadi sistem reproduksi laki-laki dipicu oleh
androgen, yaitu hormone maskulinisasi yang disekresikan oleh testes yang sedang
berkembang. Testosteron adalah androgen yang paling kuat. Tidak adanya hormon
testis ini di fetus perempuan menghasilkan perkembangan system reproduktif

perempuan. Pada minggu 10-12 masa gestasi, jenis kelamin sudah dapat
dibedakan melalui penampilan anatomis genitalia eksterna.
II.4 Dasar Hukum
Dasar hukum dan undang-undang bidang kesehatan yang mengatur
identifikasi jenasah adalah :
1. Berkaitan dengan kewajiban dokter dalam membantu peradilan diatur
dalam KUHP pasal 133 :
a. Dalam hal penyidik

untuk

membantu

kepentingan

peradilan

menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang di


duga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
b. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat.
c. Mayat yang dikirimkan kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter
pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh
penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang
memuatkan identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang
diilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
2. Undang-undang Kesehatan Pasal 189
a. Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia juga kepada
pejabat pegawai negeri sipil tertentu di Departemen Kesehatan diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam UU
No 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan
penyidikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang
ini.
b. Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :
1. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan.
2. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan.
3. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan usaha.
4. Melakukan pemeriksaan atas surat atau dokumen lain.
5. Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti.
6. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan.

7. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti


sehubungan dengan tindak pidana di bidang kesehatan.
c. Kewenangan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dilaksanakan menurut UU No 8 tahun 1981 tentang HAP.

BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi analitik dengan menggunakan
data primer.
III.2 Lokasi dan Waktu penelitian
III.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Instalasi Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universsitas Diponegoro Semarang.
III.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 24 Oktober 2015 30 Oktober 2015
III.3 Populasi dan Sampel
III.3.1 Populasi Penelitian
Populasi sasaran pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa
kepaniteraan klinik bagian Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang. Sedangkan populasi terjangkau adalah semua
mahasiswa kepaniteraan klinik di bagian Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang pada periode 19 Oktober 2015- 14
November 2015.
III.3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah mahasiswa kepaniteraan klinik bagian
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang 24 30 Oktober 2015 yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria
eklusi. Teknik sampel yang digunakan adalah consecutive sampling.
III.4 Kriteria Pemilihan Subjek Penelitian
III.4.1 Kriteria inklusi
1. Dokter muda kepaniteraan klinik bagian Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.

2. Bersedia dan telah mengisi lembar informed consent.


3. Usia 21 26 tahun
4. Ras mongoloid
3.4.2 Kriteria eksklusi
1. Memiliki kelainan maupun cacat bawaaan yang mempengaruhi pola sidik
telapak tangan.
2. Memiliki luka atau jaringan parut pada telapak tangan
3.5 Variabel yang diteliti
3.5.1 Variabel bebas
Variabel bebas adalah jumlah rigde telapak tangan bagian hypothenar.
3.5.2 Variabel terikat
Variabel terikat adalah jenis kelamin.
3.6 Definisi Operasional
Variabel

Definisi

Alat Ukur

Variabel Bebas

Jumlah guratan atau ridge Kaca

Jumlah

telapak

Telapak

ridge

tangan

Tangan hypothenar

dalam

Jumlah guratan

bagian pembesar dan tangan


area penggaris

bagian hypothenar
Variabel Terikat

seluas 0.5 cm x 0.5 cm.


Sifat jasmani atau rohani

Jenis kelamin

yang

membedakan

Hasil Ukur

KTP dan tanda Laki-laki

dua seks sekunder

Perempuan

makhluk sebagai laki-laki


dan

perempuan

yang

diturunkan secara genetik.

3.7 Metode Pengumpulan Data


Responden diminta kesediaannya untuk mengisi lembar informed consent.
Setelah lembar informed consent diisi, responden diminta mengisi biodata
responden. Kemudian responden diminta untuk menempelkan telapak tangan
bagian hypothenar pada bantalan cap warna ungu, selanjutnya. Peneliti kemudian
memberikan selembar kertas putih kosong dan pena, responden diminta untuk
duduk tenang, dan menuliskan huruf a dengan posisi telapak tangan bagian
hypothenar menempel pada kertas putih`yang telah disediakan. Cetakan yang

telah jelas dan memiliki informasi yangcukup tentang rincian ridge telapak tangan
bagian hypothenar dihitung dengan membuat areal seluas 0,5 cm x 0,5 cm pada
sidik telapak tangan yang telah diambil menggunakan penggaris yang kemudian
dihitung menggunakan bantuan kaca pembesar.
3.8. Analisis Data
Semua data penelitian yang diperoleh akan dianalisi dan disajikan dalam
bentuk tabel disertai penjelasan secara deskriptif dan analitik. Pengolahan data
penelitian dilakukan dengan program Statistical Product and Service Solution
(SPSS version 20.0) for window version.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.2 Deskripsi Hasil Penelitian


IV.2.1 Analisis Univariat
Analisis Univariat bertujuan untuk melihat sebaran data kerapatan sidik jari
telapak tangan. Data tersebut merupakan data numerik yang akan dideskripsikan
sebaran datanya dalam bentuk

mean, median, dan modus. Berikut adalah

prosedur analisis univariat yang dilakukan.


IV.2.1.1 Sidik Telapak Tangan Kanan
Tangan Kanan
Mean (Std. Deviation)
Median
Modus

Laki laki
10,23 (1.89)
10.00
11

Perempuan
13,73 (1,63)
13.50
13

Dari tabel diatas didapatkan rata rata kerapatan sidik telapak tangan kanan pada
laki laki adalah 10,23 dengan penyimpangan 1,89, sedangkan rata rata
kerapatan sidik telapak tangan pada perempuan adalah 13,73 dengan
penyimpangan 1,63. Nilai tengah sidik telapak tangan kanan laki laki adalah 10
sedangkan perempuan 13,50. Nilai paling sering didapat pada laki laki adalah 11
sedangkan perempuan 13.
IV.2.1.2 Sidik Telapak Tangan Kiri
Tangan Kiri
Mean (Std. Deviation)
Median
Modus

Laki laki
10,73 (1,96)
11.00
11

Perempuan
13,90 (1,76)
14.00
15

Dari tabel diatas didapatkan rata rata kerapatan sidik telapak tangan kiri pada
laki laki adalah 10,73 dengan penyimpangan 1,96, sedangkan rata rata
kerapatan sidik telapak tangan pada perempuan adalah 13,90 dengan
penyimpangan 1,76. Nilai tengah kerapatan sidik telapak tangan kanan laki laki
adalah 11 sedangkan perempuan 13. Nilai paling sering didapat pada laki laki
adalah 11 sedangkan perempuan 15
IV.2.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat menjelaskan tentang hubungan antara kedua variabel yaitu
jenis kelamin terhadap jumlah kerapatan sidik telapak tangan di Rumah Sakit
Dokter Kariadi Semarang. Uji yang dilakukan untuk mencari hubungannya adalah

uji T tidak berpasangan (uji parametrik) dengan syarat data harus berdistribusi
normal dan varians data harus sama. Jika ternyata data tidak memenuhi kedua
syarat tersebut, maka diupayakan untuk melakukan transformasi data agar data
berdistribusi normal dan varians menjadi sama. Jika hasil transformasi data masih
tetap tidak berdistribusi normal atau varians tetap tidak sama, maka uji yang
dipakai menjadi uji Mann Whitney. Berikut adalah langkah-langkah yang
dilakukan dalam menganalisis hubungan kedua peubah penelitian.
a. Melakukan uji normalitas untuk data kerapatan sidik telapak tangan kanan
dan kiri pada masing masing kelompok jenis kelamin. Uji normalitas
menggunakan Kolmogorov-Smirnov apabila data > 50. Sedangkan apabila
data 50 menggunakan uji Saphiro-Wilk (Dahlan, 2009). Karena data
penelitian pada masing masing kelompok sebesar 30 (n 50) maka
digunakan uji Saphiro-Wilk.
Tabel . Uji Normalitas
JenisKelamin
Ridge Kanan
Ridge Kiri

laki-laki
perempuan
laki-laki
perempuan

Shapiro-Wilk
Sig.
0.305
0.130
0.068
0.320

Syarat suatu data berdistribusi normal yaitu nilai p > 0,05. Dari tabel 5
diperoleh hasil nilai p > 0,05 berarti seluruh data terdistribusi secara
normal.
b. Melakukan uji varians untuk melihat apakah data mempunyai varians yang
sama atau tidak. Paparan hasil uji varians dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Uji Varians
Equality of Variance

Sig.

Tangan Kanan
Tangan kiri

.629
.608

Levenes Test foe equality of Variance menunjukan angka .629 pada tangan
kanan dan .608 pada tangan kiri. Oleh karena p > 0.05 maka dari itu data

mempunyai varian yang sama. Maka selanjutnya dapat dilakukan uji


parametric menggunakan uji T tidak berpasangan.
c. Melakukan uji T tidak berpasangan untuk melihat apakah terdapat
hubungan antara jenis kelamin dengan jumlah ridge telapak tangan.
Tabel 7. Uji T Tidak Berpasangan
Independent T-test

Sig.

Tangan Kanan
Tangan Kiri

<0.001
<0.001

Hasil uji T tidak berpasangan menunjukan hasil signifikansi <0.001 pada


tangan kanan maupun tangan kiri. Oleh karena nilai p < 0.05 maka
terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan jumlah ridge telapak
tangan.

IV.3. Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
kepadatan ridge pada telapak tangan bagian hipotenar dengan jenis kelamin.
Wanita memiliki ridge yang lebih padat dibandingkan pria di bagian hipotenar
pada tangan kanan dan kiri. Penentuan kepadatan ridge bergantung pada dua
faktor yaitu ketebalan dan kerutan ridge. Menurut Cummins dkk.dan Cummins
dan Ohler menunjukkan bahwa pria memiliki sidik jari yang lebih tebal daripada
wanita dengan perbedaan sekitar 10%, sehingga kepadatan pada sidik jari laki-laki
juga lebih sedikit. Selain itu, Gutierrez-Redomero dkk. mengatakan bahwa
kepadatan ridge sidik jari secara signifikan lebih rendah pada laki-laki dengan
punggung lebih tebal, lembah mungkin lebih luas atau sebagai konsekuensi dari
kombinasi kedua fitur ini.
Krishan dkk. mengusulkan bahwa perbedaan antara kepadatan ridge
telapak tangan pada pria dan wanita di daerah telapak tangan dapat dikaitkan
dengan proporsi tubuh dimana laki-laki lebih besar daripada perempuan. Mungkin
untuk alasan ini, laki-laki memiliki area telapak tangan yang besar sehingga
jumlah kepadatan ridge pada laki-laki lebih sedikit. Sebuah studi sebelumnya oleh
Kanchan dan Rastogi dalam populasi heterogen dari Utara dan Selatan India telah

menunjukkan dimorfisme seks yang cukup di dimensi tangan dan telapak tangan
yaitu dimensi laki-laki yang lebih besar dari perempuan.
Perbedaan jenis kelamin berdasarkan kepadatan ridge sehubungan dengan
usia dan jenis kelamin dari subyek juga telah dipelajari sebelumnya. Loesch dan
Czyzewska menemukan bahwa perbedaan jenis kelamin di luasnya ridge adalah
signifikan pada kelompok usia 12-13 tahun. Penelitian ini dilakukan pada
populasi orang dewasa berusia antara 21 sampai 26 tahun sehingga, variasi
berdasarkan usia di cetakan telapak tangan pada kepadatan ridge, tidak bisa
dipelajari dan masih merupakan bidang yang menarik bagi para peneliti
selanjutnya
Berdasarkan penelitian ini, perbedaan jenis kelamin berdasarkan
kepadatan ridge pada sidik telapak tangan belum dilaporkan sebelumnya di
Indonesia sehingga penelitian kami tidak bisa dibandingkan di wilayah Indonesia.
Namun, temuan dari penelitian ini sesuai dengan studi sebelumnya pada
kepadatan ridge pada sidik telapak tangan yang melaporkan lebih tinggi
kepadatan ridge pada wanita dibandingkan pada pria di kelompok etnis yang
berbeda. Bila dibandingkan dengan studi sebelumnya oleh Acree, dan GutierrezRedomero dkk. Gungadin, Nayak et al. mengenaikepadatan ridge pada kelompok
penduduk yang berbeda, mendapatkan hasil bahwa pada rata-rata kepadatan ridge
laki-laki pada cetakan telapak tangan lebih rendah dari kepadatan ridge sidik jari
yang dilaporkan dalam studi tersebut. Pada penelitian ini, kami tidak
mencantumkan hubungan etnis dengan kepadatan ridge telapak tangan sehingga
hal ini dapat dilakukan penelitiaan selanjutnya yang cukup menarik mengenai hal
tersebut.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan
1. Terdapat hubungan antara jumlah kepadatan ridge telapak tangan dengan
jenis kelamin. Hal ini dapat membantu dalam identifikasi individu yang
mungkin akan mempermudah penyidik dalam penentuan suatu kasus tindak
criminal
2. Penentuan jenis kelamin melalui sidik telapak tangan bagian hipotenar
dapat dilakukan dengan cara perhitungan jumlah kepadatan ridge pada
telapak tangan. Pada laki-laki memiliki jumlah kepadatan ridge yang lebih
sedikit dibandingkan perempuan, dengan jumlah pada laki-laki kurang dari
11 ridge dan perempuan memiliki jumlah lebih dari 12 ridge. Cara dalam
perhitungan menggunakan cetakan telapak tangan bagian hipotenar dan
dihitung dengan dengan membuat areal seluas 0,5 cm x 0,5 cm pada sidik

telapak tangan yang telah diambil menggunakan penggaris yang kemudian


dihitung jumlah ridge menggunakan bantuan kaca pembesar.
V.2 Saran
1. Perlu responden yang lebih banyak guna mendapatkan hasil yang lebih
akurat
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut guna mengetahui leih jelas karakteristik
ridge pada telapak tangan seseorang dalam identifikasi individu.

Anda mungkin juga menyukai