PENDAHULUAN
karya seni, dll, seseorang tidak bisa menulis atau membuat karya seni tanpa
bagian hypothenar menyentuh permukaan benda tersebut.
Telapak tangan memiliki garis dan kerutan yang memiliki pori-pori yang
berfungsi untuk menjaga kelembapan tangan dan hal tersebut diharapkan ketika
menulis dapat meninggalkan tekanan/jejak pada bagian bawah telapak tangan
(hypothenar) dalam bentuk sidik telapak tangan. Cairan keringat yang tidak
berwarna pada telapak tangan, dapat meninggalkan jejak yang tidak terlihat
dengan mata telanjang, sehingga jejak ini dapat di tingkatkan. Analisis rinci dari
sidik jari dan sidik telapak di Tempat Kejadian Perkara (TKP), menjadi penting
untuk mengidentifikasi tersangka dan menetapkan kejahatan.
Cetakan yang diperoleh dari TKP dicocokkan dengan tersangka pada
keterlibatan mereka dalam kejahatan. Jika jenis kelamin pelaku dapat dipastikan
dari cetakan yang tersedia di TKP, beban menyelidiki dapat berkurang pada
I.3 Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Identifikasi Forensik
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan
membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Menentukan identitas
personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan
dapat berakibat fatal dalam proses peradilan. Peran ilmu kedokteran forensik
dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang rusak,
membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan massal, bencana alam, huru-hara
yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia
atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus
lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orang tuanya. Identitas
seseorang yang dapat dipastikan bila paling sedikit dua metode yang digunakan
memberikan hasil positif.
Identititas adalah sebuah set karakteristik fisik, fungsional, atau psikis,
normal atau patologi yang mencirikan manusia. Baru-baru ini, telah ada
peningkatan minat dalam teknologi biometrik yang identifikasi manusia
berdasarkan fitur individu seseorang.
Identifikasi primer yang terdiri dari sidik jari, catatan gigi dan DNA serta
identifikasi sekunder yang terdiri dari medis, properti dan fotografi, dll dengan
prinsip identifikasi adalah membandingkan data yang antemortem dan
postmortem. Pengidentifikasi primer mempunyai nilai yang sangat tinggi bila
dibandingkan dengan identifikasi sekunder. Identitas seseorang dapat dipastikan
bila paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif.
II.1.1 Identifikasi Primer
1. Pemeriksaan Sidik Jari
Membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari ante-mortem.
Saat ini merupakan pemeriksaan yang diakui tinggi ketepatannya.
Dibutuhkan penanganan yang baik terhadap jari tangan jenazah, misalkan
membungkus kedua tangan dengan plastik.
2. Pemeriksaan Gigi
seperti
pengamatan
jaringan
secara
beberapa
makroskopik,
jenis
kelamin
dilakukan
dengan
pemeriksaan
ras
mungkin
dilakukan
dengan
pemeriksaan
antropologik pada tengkorak gigi geligi dan tulang panggul atau tulang
lainnya. Arkus zigomatikus dan gigi insisivus atas pertama yang berbentuk
seperti sekop memberi petunjuk kearah ras Mongoloid.
Jenis kelamin ditentukan berdasarkan pemeriksaan tulang panggul,
tulang tengkorak, sternum, tulang panjang serta skapula dan metakarpla.
Pada panggul indeks isio-pubis (panjang pubis dikali seratus dibagi
panjang isium) merupakan ukuran yang paling sering digunakan. Nilai
laki-laki sekitar 83.6, wanita 99.5.
kekhasan dan sifat dari friction ridge yang menetap dijelaskan dalam beberapa
referensi spesifik yang menerangkan bahwa sifat ini didasari oleh faktor biologis
dari friction ridge itu sendiri yaitu sifat morfologis dan fisiologisnya. Epidermis
secara terus menerus memproduksi ridge berbentuk tiga dimensi karena sifat fisik
perlekatannya yang disertai dengan adanya regulasi dari pembelahan dan
diferensiasi sel epidermis yang konstan sehingga dapat mempertahankan struktur
tiga dimensi tersebut. Alasan dibalik sifatnya yang unik dikarenakan faktor
embriologi, dimana bentuk yang unik dari kulit mulai terbentuk pada perkiraan
usia gestasi antara kurang lebih 10,5 sampai dengan 16 minggu.
Tidak ada dua bagian dari suatu organisme hidup yang bersifat sama persis.
Terdapat faktor ekstrinsik dan instrinsik yang mempengaruhi perkembangan dari
masing-masing organ, demikian pula dengan kulit manusia, yang membuatnya
tidak mungkin dapat ditiru meskipun pada suatu area terkecil. Keunikan dari kulit
ini dapat ditelusuri kembali hingga pada periode embriologi dan perkembangan
awal janin. Pada tahap akhir perkembangan embrio, embrio mengalami
morfogenesis atau perubahan bentuk. Ekstremitas berkembang pesat pada
perkiraan usia gestasi 4 minggu, dan lengan, kaki, lutut, siku, jari-jari dan jempol
dapat terlihat pada bulan kedua. Selama periode ini tangan mengalami perubahan
bentuk dari bentuk awal yang seperti dayung menjadi bentuk dewasa, dalam hal
ini termasuk terbentuknya jari-jari dan rotasi daripada jempol. Pada periode ini
juga terjadi pembengkakan jaringan mesenkim yang disebut volar pads yang
muncul pada bagian telapak tangan dan telapak kaki. Friction ridge mulai
terbentuk pada usia perkiraan gestasi 10,5 minggu dan terus mengalami
perkembangan pada kedalamannya saat embrio melewati trimester kedua. Mulai
dari titik ini perkembangan embrio secara esensial telah selesai dan perkembangan
yang lebih lanjut mengacu pada perkembangan janin. Pada perkiraan usia gestasi
minggu ke 16, volar pads mulai mengalami regresi dan membentuk ridge.
Kelenjar keringat matang dan tonjolan system dermal-epidermal terus mengalami
pertumbuhan dan bertambah besar. Pada akhir dari trimester kedua, saluran
keringat dan pori muncul bersama tonjolan epidermal, dan janin mulai mengalami
pertumbuhan yang lebih cepat lagi.
i.
Perkembangan Ekstremitas
iii.
II.2.3 Anatomi
a. Ossa Manus
Batas pengertian tangan (ossa manus), menurut Dorland adalah
tangan, yaitu wilayah distal dari ekstremitas atas, termasuk carpus (ossa
carpalia, pergelangan tangan), metacarpus, dan digiti (ossa phalanges).
Ossa manus, berdasarkan posisi anatomi, dari proximal ke distal, terdiri
dari carpal, metacarpal, dan phalanges.
Ossa Carpalia. Ossa carpalia (pergelangan tangan) terdiri dari
delapan tulang kecil ireguler yang tersusun dalam dua lajur, yaitu lajur
proksimal (lateromedial), yang terdiri dari os schaphoideum, os lunatum,
os triquetrum, dan os pisiforme. Lajur distal (lateromedial), tersusun atas
os trapezium, os trapezoideum, os capitatum, dan os hamatum.
Os schaphoideum memiliki bentuk seperti perahu. Os lunatum
memiliki bentuk seperti bulan sabit. Os triquetrum memiliki tiga sudut. Os
pisiforme, yang berarti kacang, memiliki bentuk seperti kacang. Os
Os
capitatum memiliki kepala tulang yang bulat dan besar. Dan os hamatum
mempunyai tonjolan menyerupai kait, yang meluas pada sisi medial
pergelangan tangan.
Os trapezium dan os scaphoideum membentuk eminentia carpi
radialis. Os hamatum dan os pisiforme membentuk emientia carpi ulnaris.
Antara kedua eminentia tersebut terdapat suatu parit yaitu sulcus carpi.
Ossa Metacarpi. Ossa metacarpi tediri dari 5 tulang metacarpal.
Metacarpal adalah lima tulang panjang yang diberi nomor I sampai V
dimulai dengan tulang pada sisi radius atau ibu jari membentuk rangka
metacarpus atau telapak tangan. Ossa metacarpi berartikulasio dengan
tulang-tulang di deretan tulang-tulang distal karpus dan kelima falang
proksimal.
Semua tulang metacarpal sangat serupa, kecuali ukuran panjang
metacarpal pertama pada ibu jari (jari 1). Setiap tulang metacarpal
memiliki sebuah dasar proksimal yang berartikulasi dengan barisan distal
tulang karpal pergelangan tangan, sebuah batang, dan sebuah kepala
terpilin yang berartikulasi dengan sebuah tulang falang, atau tulang jari.
Kepala tulang metacarpal membentuk buku jari yang menonjol pada
tangan.
Ossa phalanges. Ossa phalanges adalah tulang-tulang jari, dengan
tulang tunggalnya disebut falang. Setiap jari memiliki tiga tulang, yaitu
tulang falang proksimal, tulang falang medial, dan tulang falang distal.
Sedangkan ibu jari, hanya memiliki tulang falang proksimal dan distal.
Tulang dapat mengalami trauma, yang dapat mengakibatkan, yaitu
nyeri, nyeri tekan, bengkak, deformitas, perubahan warna, memar, dan
krepitus menunjukkan fraktur.
b. Otot Telapak Tangan
Otot telapak tangan pada kulit. Muskulus palmaris brevis adalah
otot kecil yang berorigo pada retinaculum musculorum flexorum dan
aponeurosis palmaris serta berinsertio pada kulit telapak tangan. Otot ini
dipersarafi oleh ramus superficialis nervi ulnaris. Fungsi otot adalah untuk
Sifat-sifat yang dimiliki oleh sidik jari dan telapak tangan, antara lain :
1. Perennial nature, yaitu guratan-guratan pada sidik jari yang melekat
pada kulit manusia seumur hidup.
2. Immutability, yaitu sidik jari seseorang tidak pernah berubah, kecuali
mendapatkan kecelakaan yang sampai merusak atau menghancurkan
jari.
3. Individuality, pola sidik jari adalah unik dan berbeda untuk setiap
orang.
4. Dapat menggunakan citra resolusi rendah
5. Sulit untuk dipalsu
6. Bersifat unik dan stabil
II.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sidik Telapak Tangan dalam
Identifikasi
1. Genetik
Bentuk, ukuran, dan jarak dasar dermatoglyphs dipengaruhi oleh faktor
genetik. Studi menunjukkan kemungkinan bahwa lebih dari satu gen terlibat,
sehingga pewarisan pola tidak dapat diprediksi dengan mudah. Diperkirakan
bahwa berbagai gen yang mengatur perkembangan berbagai lapisan kulit, otot,
lemak, dan pembuluh darah memiliki peran dalam penentuan pola tonjolan. Pada
penderita kelainan kromosom, pola epidermis pada tangan maupun jari terkadang
dapat digunakan sebagai alat diagnostik.
Beberapa contoh penyakit yang telah ditemukan tanda pada dermatoglyphic5 :
Sindroma Down
Trisomi 21
Sindroma Turner (45, XO)
Sindroma Klinefelter (47, XXY)
Sindroma Rubinstein-Taybi
Kelainan
Sindroma Down
Tanda
sering
dibandingkan
pada
tunggal
di
telapak tangan)
Garis Sydney
Pola di area hipotenar dan
interdigital
Trisomi 21
dan luas
Simian crease
Clinodactily
kelingking
dengan/tanpa
Preus et al (1972)
(jari
bengkok),
phalanx
tengan
Sindroma Turner
pendek/hilang.
Jarak lebar antar jempol
distrofik/hiperkonveks
Pemendekan metakarpal )
Marylin Preus et al
(1972)
Kobyliansky E et
ketiga sampai keempat
Limfaedema tangan dn
al (1997)
kaki di balita
A-line di area thenar
Kenaikan sudut atd >120
Peluasan area hipotenar
bilateral
Pola ulnar loop
Klinefelter
yang
et
al
tenar.
Rubinstein-Taybi
(1972)
luas
Deep plantar crease
Jari kaki saling tindih
Clinodictily pada jari
et
al
kelingking/polydactily
Merupakan
beberapa
kriteria
diagnostik mayor
mereka. Saat 23 pasang kromosom terbelah saat meiosis, sperma atau ovum hanya
menerima satu dari dua bagian pasangan kromosom tersebut. Dari keseluruhan
pasangan, 22 pasang adalah kromosom autosomal yang mengandung kode
karakteristik umum manusia maupun karakteristik spesifik seperti warna mata.
Pasangan yang terakhir adalah kromosom seks, yang merupakan dua tipe yang
berbeda secara genetik-kromosom X yang lebih besar, dan kromosom Y yang
lebih kecil.
Penentuan jenis kelamin tergantug pada kombinasi kromosom seks. Lakilaki secara genetik memiliki kedua kromosom X dan Y. Perempuan secara genetik
memiliki
dua
kromosom
seks
X.
Maka,
perbedaan
genetik
yang
perempuan
pada
embrio.
Sama
dengan
gonad
yang
belum
perempuan. Pada minggu 10-12 masa gestasi, jenis kelamin sudah dapat
dibedakan melalui penampilan anatomis genitalia eksterna.
II.4 Dasar Hukum
Dasar hukum dan undang-undang bidang kesehatan yang mengatur
identifikasi jenasah adalah :
1. Berkaitan dengan kewajiban dokter dalam membantu peradilan diatur
dalam KUHP pasal 133 :
a. Dalam hal penyidik
untuk
membantu
kepentingan
peradilan
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi analitik dengan menggunakan
data primer.
III.2 Lokasi dan Waktu penelitian
III.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Instalasi Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universsitas Diponegoro Semarang.
III.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 24 Oktober 2015 30 Oktober 2015
III.3 Populasi dan Sampel
III.3.1 Populasi Penelitian
Populasi sasaran pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa
kepaniteraan klinik bagian Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang. Sedangkan populasi terjangkau adalah semua
mahasiswa kepaniteraan klinik di bagian Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang pada periode 19 Oktober 2015- 14
November 2015.
III.3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah mahasiswa kepaniteraan klinik bagian
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang 24 30 Oktober 2015 yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria
eklusi. Teknik sampel yang digunakan adalah consecutive sampling.
III.4 Kriteria Pemilihan Subjek Penelitian
III.4.1 Kriteria inklusi
1. Dokter muda kepaniteraan klinik bagian Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.
Definisi
Alat Ukur
Variabel Bebas
Jumlah
telapak
Telapak
ridge
tangan
Tangan hypothenar
dalam
Jumlah guratan
bagian hypothenar
Variabel Terikat
Jenis kelamin
yang
membedakan
Hasil Ukur
Perempuan
perempuan
yang
telah jelas dan memiliki informasi yangcukup tentang rincian ridge telapak tangan
bagian hypothenar dihitung dengan membuat areal seluas 0,5 cm x 0,5 cm pada
sidik telapak tangan yang telah diambil menggunakan penggaris yang kemudian
dihitung menggunakan bantuan kaca pembesar.
3.8. Analisis Data
Semua data penelitian yang diperoleh akan dianalisi dan disajikan dalam
bentuk tabel disertai penjelasan secara deskriptif dan analitik. Pengolahan data
penelitian dilakukan dengan program Statistical Product and Service Solution
(SPSS version 20.0) for window version.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Laki laki
10,23 (1.89)
10.00
11
Perempuan
13,73 (1,63)
13.50
13
Dari tabel diatas didapatkan rata rata kerapatan sidik telapak tangan kanan pada
laki laki adalah 10,23 dengan penyimpangan 1,89, sedangkan rata rata
kerapatan sidik telapak tangan pada perempuan adalah 13,73 dengan
penyimpangan 1,63. Nilai tengah sidik telapak tangan kanan laki laki adalah 10
sedangkan perempuan 13,50. Nilai paling sering didapat pada laki laki adalah 11
sedangkan perempuan 13.
IV.2.1.2 Sidik Telapak Tangan Kiri
Tangan Kiri
Mean (Std. Deviation)
Median
Modus
Laki laki
10,73 (1,96)
11.00
11
Perempuan
13,90 (1,76)
14.00
15
Dari tabel diatas didapatkan rata rata kerapatan sidik telapak tangan kiri pada
laki laki adalah 10,73 dengan penyimpangan 1,96, sedangkan rata rata
kerapatan sidik telapak tangan pada perempuan adalah 13,90 dengan
penyimpangan 1,76. Nilai tengah kerapatan sidik telapak tangan kanan laki laki
adalah 11 sedangkan perempuan 13. Nilai paling sering didapat pada laki laki
adalah 11 sedangkan perempuan 15
IV.2.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat menjelaskan tentang hubungan antara kedua variabel yaitu
jenis kelamin terhadap jumlah kerapatan sidik telapak tangan di Rumah Sakit
Dokter Kariadi Semarang. Uji yang dilakukan untuk mencari hubungannya adalah
uji T tidak berpasangan (uji parametrik) dengan syarat data harus berdistribusi
normal dan varians data harus sama. Jika ternyata data tidak memenuhi kedua
syarat tersebut, maka diupayakan untuk melakukan transformasi data agar data
berdistribusi normal dan varians menjadi sama. Jika hasil transformasi data masih
tetap tidak berdistribusi normal atau varians tetap tidak sama, maka uji yang
dipakai menjadi uji Mann Whitney. Berikut adalah langkah-langkah yang
dilakukan dalam menganalisis hubungan kedua peubah penelitian.
a. Melakukan uji normalitas untuk data kerapatan sidik telapak tangan kanan
dan kiri pada masing masing kelompok jenis kelamin. Uji normalitas
menggunakan Kolmogorov-Smirnov apabila data > 50. Sedangkan apabila
data 50 menggunakan uji Saphiro-Wilk (Dahlan, 2009). Karena data
penelitian pada masing masing kelompok sebesar 30 (n 50) maka
digunakan uji Saphiro-Wilk.
Tabel . Uji Normalitas
JenisKelamin
Ridge Kanan
Ridge Kiri
laki-laki
perempuan
laki-laki
perempuan
Shapiro-Wilk
Sig.
0.305
0.130
0.068
0.320
Syarat suatu data berdistribusi normal yaitu nilai p > 0,05. Dari tabel 5
diperoleh hasil nilai p > 0,05 berarti seluruh data terdistribusi secara
normal.
b. Melakukan uji varians untuk melihat apakah data mempunyai varians yang
sama atau tidak. Paparan hasil uji varians dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Uji Varians
Equality of Variance
Sig.
Tangan Kanan
Tangan kiri
.629
.608
Levenes Test foe equality of Variance menunjukan angka .629 pada tangan
kanan dan .608 pada tangan kiri. Oleh karena p > 0.05 maka dari itu data
Sig.
Tangan Kanan
Tangan Kiri
<0.001
<0.001
IV.3. Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
kepadatan ridge pada telapak tangan bagian hipotenar dengan jenis kelamin.
Wanita memiliki ridge yang lebih padat dibandingkan pria di bagian hipotenar
pada tangan kanan dan kiri. Penentuan kepadatan ridge bergantung pada dua
faktor yaitu ketebalan dan kerutan ridge. Menurut Cummins dkk.dan Cummins
dan Ohler menunjukkan bahwa pria memiliki sidik jari yang lebih tebal daripada
wanita dengan perbedaan sekitar 10%, sehingga kepadatan pada sidik jari laki-laki
juga lebih sedikit. Selain itu, Gutierrez-Redomero dkk. mengatakan bahwa
kepadatan ridge sidik jari secara signifikan lebih rendah pada laki-laki dengan
punggung lebih tebal, lembah mungkin lebih luas atau sebagai konsekuensi dari
kombinasi kedua fitur ini.
Krishan dkk. mengusulkan bahwa perbedaan antara kepadatan ridge
telapak tangan pada pria dan wanita di daerah telapak tangan dapat dikaitkan
dengan proporsi tubuh dimana laki-laki lebih besar daripada perempuan. Mungkin
untuk alasan ini, laki-laki memiliki area telapak tangan yang besar sehingga
jumlah kepadatan ridge pada laki-laki lebih sedikit. Sebuah studi sebelumnya oleh
Kanchan dan Rastogi dalam populasi heterogen dari Utara dan Selatan India telah
menunjukkan dimorfisme seks yang cukup di dimensi tangan dan telapak tangan
yaitu dimensi laki-laki yang lebih besar dari perempuan.
Perbedaan jenis kelamin berdasarkan kepadatan ridge sehubungan dengan
usia dan jenis kelamin dari subyek juga telah dipelajari sebelumnya. Loesch dan
Czyzewska menemukan bahwa perbedaan jenis kelamin di luasnya ridge adalah
signifikan pada kelompok usia 12-13 tahun. Penelitian ini dilakukan pada
populasi orang dewasa berusia antara 21 sampai 26 tahun sehingga, variasi
berdasarkan usia di cetakan telapak tangan pada kepadatan ridge, tidak bisa
dipelajari dan masih merupakan bidang yang menarik bagi para peneliti
selanjutnya
Berdasarkan penelitian ini, perbedaan jenis kelamin berdasarkan
kepadatan ridge pada sidik telapak tangan belum dilaporkan sebelumnya di
Indonesia sehingga penelitian kami tidak bisa dibandingkan di wilayah Indonesia.
Namun, temuan dari penelitian ini sesuai dengan studi sebelumnya pada
kepadatan ridge pada sidik telapak tangan yang melaporkan lebih tinggi
kepadatan ridge pada wanita dibandingkan pada pria di kelompok etnis yang
berbeda. Bila dibandingkan dengan studi sebelumnya oleh Acree, dan GutierrezRedomero dkk. Gungadin, Nayak et al. mengenaikepadatan ridge pada kelompok
penduduk yang berbeda, mendapatkan hasil bahwa pada rata-rata kepadatan ridge
laki-laki pada cetakan telapak tangan lebih rendah dari kepadatan ridge sidik jari
yang dilaporkan dalam studi tersebut. Pada penelitian ini, kami tidak
mencantumkan hubungan etnis dengan kepadatan ridge telapak tangan sehingga
hal ini dapat dilakukan penelitiaan selanjutnya yang cukup menarik mengenai hal
tersebut.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
1. Terdapat hubungan antara jumlah kepadatan ridge telapak tangan dengan
jenis kelamin. Hal ini dapat membantu dalam identifikasi individu yang
mungkin akan mempermudah penyidik dalam penentuan suatu kasus tindak
criminal
2. Penentuan jenis kelamin melalui sidik telapak tangan bagian hipotenar
dapat dilakukan dengan cara perhitungan jumlah kepadatan ridge pada
telapak tangan. Pada laki-laki memiliki jumlah kepadatan ridge yang lebih
sedikit dibandingkan perempuan, dengan jumlah pada laki-laki kurang dari
11 ridge dan perempuan memiliki jumlah lebih dari 12 ridge. Cara dalam
perhitungan menggunakan cetakan telapak tangan bagian hipotenar dan
dihitung dengan dengan membuat areal seluas 0,5 cm x 0,5 cm pada sidik