Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

INDETIFIKASI TULANG BELULANG

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat


dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Forensik
RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam

Pembimbing:

dr. H. Mistar Ritonga, M.H (Kes),Sp. FM(K)

Disusun oleh :

1. Syifa Syahirah 2008320014


2. Cynthia Irwanda Sari 2008320015
3. Ferini Ratu Sarah Hasibuan 2008320021
4. Vallen Tamara Spreckhelsen 2008320030

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU FORENSIK


RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UMSU
2021

2
KATA P ENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas refarat sebagai salah satu syarat tugas untuk
mengikuti ujian di Kepaniteraan Klinik Senior Departemen Ilmu Forensik RSUD Deli
Serdang Lubuk Pakam.
Pada kesempatan kali ini, izinkan saya untuk mengucapkan terima kasih kepada
pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan refarat yang berjudul
“Indetifikasi Tulang Belulang ” ini, terutama kepada pembimbing saya yaitu dr. H.
Mistar Ritonga, M.H (Kes),Sp. FM(K)
Semoga refarat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua baik sekarang
maupun dihari yang akan datang.

Lubuk Pakam, 08 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................2

2.1 Antropologi forensik................................................................................................2


2.2 Manfaat Pemeriksaan Antropologi Forensik...........................................................2
2.3 Indetifikasi Forensik.................................................................................................3
2.4 Metode identifikasi forensic.....................................................................................3
2.5 Indetifikasi Tulang...................................................................................................3
2.5.1 Penentuan tulang manusia atau hewan................................................................4
2.5.2 Penentuan tulang berasal dari satu individu........................................................4
2.5.3 Penentuan usianya..............................................................................................4
2.5.4 Penentuan Jenis kelamin.....................................................................................5
2.5.5 Penentuan Tinggi badan......................................................................................5
2.5.6 Penentuan Ras ....................................................................................................6
2.5.7 Penentuan lama kematian....................................................................................6
2.5.8 Penetuan rusak paksa / deformitas tulang...........................................................6
2.5.9 Penentuan Sebab kematian..................................................................................6

BAB III KESIMPULAN......................................................................................................8

3.1 Kesimpulan................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan


membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Melalui proses
identifikasi dari kerangka, kita masih dapat memperoleh informasi yang berkaitan
dengan identitas seseorang seperti ras, jenis kelamin, umur, dan perkiraan tinggi
badan.1

Antropologi forensik merupakan pemeriksaan pada sisa – sisa rangka untuk


membantu menentukan identitas dari jasad. Pemeriksaan ini dapat dilakukan
sebagai langkah pertama untuk menentukan apakah sisa-sisa tersebut berasal dari
manusia dan selanjutnya dapat menentukan jenis kelamin, perkiraan usia, bentuk
tubuh, dan pertalian ras. Pemeriksaan dapat juga memperkirakan waktu kematian,
penyebab kematian dan riwayat penyakit dahulu atau luka yang saat hidup
menimbulkan jejas pada struktur tulang.2,3

Tulang manusia berbeda dengan tulang hewan dalam hal struktur,


ketebalan, ukuran dan umur penulangan (osifikasi). Setiap manusia memiliki 206
tulang, dan tulang ini dibedakan menjadi tulang panjang, pendek, pipih dan tidak
teratur. Secara umum, rangka orang dewasa memiliki dua komponen struktur
yang mendasar yaitu tulang spongiosa dan kompakta/kortikal.1,4

Pertumbuhan memanjang tulang panjang terjadi pada bidang epiphyseal


oleh karenanya lokasi ini disebut bidang pertumbuhan yang terletak diantara
metaphysis (pusat osifikasi primer) dan epiphysis (pusat osifikasi sekunder).
Pertumbuhan memanjang ini menjauhi bagian tengah tulang yakni menuju
proksimal dan menuju distal. Pertumbuhan memanjang tulang panjang berhenti
ketika metaphysis menyatu dengan epiphysis.1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antropologi Forensik

Bencana alam, kecelakaan, dan kasus kriminal sama-sama dapat merenggut


korban jiwa. Banyak korban jiwa dengan penyebab-penyebab diatas yang tidak
dikenali ataupun susah dikenali identitasnya. Tulang yang ditemukan dapat berupa
tulang kering maupun masih terdapat jaringan atau segar, dan keduanya memiliki
perbedaan hasil pengukuran.2

Antropologi forensik adalah cabang spesifik dari ilmu bioantropologi.


Dalam penerapannya, antropologi sering berhubungan dengan identifikasi
forensik. Basis utama dalam antropologi forensik adalah osteologi dan anatomi
manusia. Secara umum antropologi forensik erat kaitannya dengan tulang-
belulang. Maka dari itu antropologi forensik dapat didefinisikan sebagai
identifikasi sisa hayat manusia yang jaringan lunaknya telah hilang sebagian atau
seluruhnya.3

2.2 Manfaat Pemeriksaan Antropologi Forensik

Antropologi forensik bermanfaat untuk membantu penyidik dan penegak


hukum untuk mengidentifikasi temuan rangka tak dikenal. Temuan rangka
biasanya terdapat pada daerah terpencil, di atas permukaan tanah, dikubur pada
lubang yang dangkal karena pelaku kejahatan terburu – buru menguburkannya, di
sungai, di rawa atau di hutan. Korban yang tidak dikubur secara layak ini biasanya
menjadi salah satu indikasi adanya tindak pidana terhadap korban kejahatan. Pada
kasus forensik seperti ini, antropologi forensik berguna dalam menentukan
identifikasi temuaan. Upaya identifikasi pada kerangka (antropologi forensik)
bertujuan untuk membuktikan bahwa kerangka tersebut adalah kerangka manusia,
ras, jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi badan, ciri-ciri khusus, deformitas dan
bila memungkinkan dapat dilakukan rekonstruksi wajah.Pemeriksaan dapat juga

2
memperkirakan waktu kematian, penyebab kematian dan riwayat penyakit dahulu
atau luka yang saat hidup menimbulkan jejas pada struktur tulang.3,5

2.3 Identifikasi Forensik

Identifikasi adalah proses pengenalan atau penetapan suatu benda mati dan
mahkluk hidup. Manusia sehari-hari dapat mengenali dan menamai suatu objek
dikarenakan sudah mengidentifikasinya terlebih dahulu melalui kelima indra yang
dimilikinya. Proses tersebut dapat terjadi dikarenakan suatu objek memiliki ciri-
ciri yang dapat dibedakan dengan objek lainnya. Identifikasi dapat diterapkan
pada berbagai disiplin ilmu, yang salah satunya adalah kedokteran forensik.
Identifikasi dalam kedokteran forensik merupakan upaya membantu penyidik
untuk menentukan identitas seseorang.5

Identifikasi dalam kedokteran forensik sendiri dapat dibagi dua yaitu


identifikasi pada orang hidup dan jenazah. Identifikasi orang hidup adalah proses
pengenalan seseorang berdasarkan ciri-ciri yang berbeda dengan orang lain.
Sedangkan identifikasi pada jenazah dilakukan pada korban atau jenazah tidak
dikenali yang sudah membusuk, utuh dan tidak utuh. Pemeriksaan pada
identifikasi jenazah secara umum yaitu kerangka manusia atau bukan, penentuan
jenis kelamin, perkiraan tinggi badan, perkiraan umur, dan penentuan ras. 1,5

2.4 Metode identifikasi forensik


Metode identifikasi dengan cara merekonstruksi data hasil pemeriksaan post
mortem ke dalam perkiraan-perkiraan mengenai jenis kelamin, umur, ras, tinggi
dan bentuk serta ciri-ciri spesifik tubuh. Metode identifikasi forensik lainnya
adalah identifikasi secara komparatif, yaitu identifikasi yang dilakukan dengan
cara membandingkan antara data ciri hasil pemeriksaan hasil orang tak dikenal
dengan data ciri orang yang hilang yang diperkirakan yang pernah dibuat
sebelumnya.

2.5 Indetifikasi Tulang

3
Tulang/kerangka merupakan bagian tubuh manusia yang cukup keras, tidak
mudah mengalami pembusukan. Jaringan lunak pembungkus tulang akan mulai
mengalami pemusukan dan menghilang pada sekitar 4 minggu setelah kematian.
Pada masa ini tulang masih menunjukkan kesan ligamentum yang masih melekat
disertai bau busuk. Setelah 3 bulan, tulang kelihatan berwarna kuning. Setelah 6
bulan, tulang tidak lagi mempunyai kesan ligamen dan berwarna kuning
keputihan, serta tidak lagi mempunyai bau busuk. Dengan demikian,
tulang/kerangka merupakan salah satu organ tubuh yang cukup baik untuk
indetifakasi manusia karena selain cukup lama mengalami pembusukan, tulang
juga mempunyai karakteristik yang menonjol untuk indetifikasi.4,5

Upaya indetifikasi pada tulang/kerangka bertujuan untuk membuktikan


bahwa tulang tersebut adalah :

2.1.1 Penentuan tulang manusia atau hewan


Secara umum tulang memiliki 2 komponen struktur tulang yang mendasar
yaitu, spongiosa dan kompakta. Struktur kompakta terdapat pada bagian tepi
tulang panjang meliputi permukaan eksternal. Pada bagian internal tulang,
terdapat struktur spongiosa seperti jala-jala. Sedangkan bagian tengah tulang
panjang kosong atau disebut cavitas medullaris untuk tempat sumsum tulang.1
Melihat bentuk anatomis tulang, berupa rangka / kerangka tubuh. Test kimia
dengan presipitin test. Prinsip: adanya ikatan antigen antibody yang membentuk
presipitat putih seperti awan. Test ini sangat sensitif untuk membuktikan tulang
berasal dari manusia. Test ini masih memberi hasil positif : Tulang berumur 10 -
25 tahun, Mummi berumur > 4000 tahun.1
2.1.2 Penentuan tulang berasal dari satu individu
Dapat dengan melihat perbedaan dan persamaan bentuk tulang, ukuran
tulang, melihat kesamaan warna tulang, jumlah tulang, kelengkapan kiri dan
kanan tulang, serta gambaran anatomi tulang, pemeriksaan serologis, dan sidik
jari DNA.1
2.1.3 Penentuan usianya
 Infans I : lahir sampai dengan tumbuh gigi M1 sampai 7 tahun

4
 Infans II : tumbuh gigi M1 sampai dengan tumbuh M2 =m13-16 tahun
 Juvenis : tumbuh gigi M1 sampai dengan tumbuh M3 = 18-12 tahun
 Adultus : M3 sudah tumbuh, tanda pertama keausan gigi (+). Obliterasi
satura mulai. vossifikasi epiphysis selesai = 30 tahun
 Maturus : keausan gigi lanjut. Obliterasi sutura lanjut = 50 tahun
 Senilis : obliterasi sutura sempurna, kehilangan gigi, tertautnya lobang gigi,
processus alveolaris mulai susut/memendek.1,6
Menurut derajat obliterasi sutura pada cranium.
• 0 = obliterasi belum mulai
• 1 = obliterasi sudah mulai
• 2 = obliterasi sudah mulai separuh
• 3 = obliterasi sudah mulai lebih separuh
• 4 = obliterasi sudah sempurna
 Umur menurut tumbuhnya gigi
Gigi Susu
• Gigi seri I bawah : 6 – 8 tahun
• Gigi seri I atas : 7 – 9 tahun
• Gigi seri II bawah : 10 -12 bulan
• Gigi seri II atas : 7 -9 bulan
• Gigi geraham I : 12 -14- bulan
• Gigi taring : 17 – 18 bulan
• Gigi geraham II : 20 30 bulan
Permanen
• M1 gerahan 1 : 6 -7 tahun
• I1 seri 1 : 6 – 8 tahun
• I2 seri : 7 -9 tahun
• P1 premolar 1 : 9 – 11 tahun
• P 2 premolar 2 : 10 12 tahun
• C. Taring : 11 -12 tahun
• M2 geraham 2 : 12 -14 tahun
• M3 geraham 3 : 17 – 25 tahun

5
 Umur menurut derajat keausan gigi
• 0 tidak terlihat keuasan apa-apa
• 1 enamel aus sedikit, tapi benjolan kunyah positif
• 2 pada beberapa tempat telah terlihat dentin berwarna kuning
• 3 seluruh permukaan enamel telah aus / kuning
• 4 sebagian besar mahkota gigi aus sampai ke leher gigi.
Perkiraan umur dari tulang panjang, Dapat dilihat dari penyatuan epiphysisnya.
Epiphysis dari os femur, tibia, fibula
• Diaphysis masih terpisah dari tulang : < 18 tahun
• Diaphysis masih terlihat seperti garis : 17 -18 tahun
• Diaphysis sudah bersatu sempurna : > 18 tahun
Distal epiphysis dari os radius dan ulna
• Terpisah seluruhnya : 18 – 19 tahun
• Sebagian terpisah, sebagian bersatu : 18 -19 tahun
• Bersatu membentuk garis : 19 -20 tahun
• Bersatu sempurna : > 20 tahun
head of humerus
• Diaphysis terpisah seluruhnya : < 20 tahun
• Sebagian terpisah, sebagian bersatu : 19 – 20 tahun
• Bersatu membentuk garis : 20 -21 tahun
• Bersatu sempurna : > 21 tahun
2.1.4 Penentuan Jenis kelamin
1. Menurut KROGMAN :
 Dari tulang pelvis : 95 %
 Dari tulang tengkorak : 92 %
 Dari tulang pelvis dan tengkorak : 98 %
 Dari tulang panjang : 80-85 %
 Dari tulang panjang dan pelvis : 98 %
Bila tulang – tulang kecil dengan sidik jari DNA.1,7
2. Penentuan jenis kelamin dari tulang tengkorak

6
 Tengkorak pria: Lebih besar, lebih berat, tulang lebih tebal, tonjolan
tonjolan lebih jelas.
 Tulang dahi: Pria lebih miring, wanita tegak lurus
 Cavum Orbita : laki laki petak, perempuan oval.
 Rahang bawah: Angulus mandibula pd pria < 90°, Angulus mandibula
pd wanita > 90°.
3. Menurut Acsadi dan Nemeskeri
Penilaian : Nilai 2 s/d + 2
o Hiper Feminim – 2
o Feminim -1
o Netral 0
o Hiper masculin +2
o Masculin +1
o Netral 0
4. Penentuan jenis kelamin dari tulang tulang panjang
Bentuk anatomis Os. Humerus 

Laki -Laki Perempuan

Lebih besar Lebih ringan

Lebih kasar Lebih halus

Tub. Del. lebih besar Lebih halus

Tub. Mayus lebih besar Lebih kecil

Sulcus intestubecularis lebih dalam Lebih dangkal

• Os Femur :

Laki -Laki Perempuan

Lebih berat Lebih ringan

7
Lebih kasar Lebih halus

Trochanter Mm lebih menonjol Trochanter Mm kurang m

Fossa trochasilerica lebih dalam Fossa trochasilerica lebih

Fovea cipitis lebih besar Fovea cipitis lebih kecil

Linea aspera lebih menonjol Linea aspera kurang men

2.4.1 Penentuan Ras

Caucasoid Mongoloid

Bentuk tengkorak Bulat Persegi

Agak lebar d
Muka Relatif sempit
Tulang meno

Cavum orbita Segitiga Bulat

2.4.2 Penentuan lama kematian


 Bau tulang
• Berbau busuk : < 5 tahun
• Tidak berbau busuk : > 5 tahun
Warna tulang
• kekuning-kuningan : < 7 bulan
• Agak keputihan : > 7 bulan
Kepadatan tulang
• Mulai berpori – pori : > 1 tahun

8
• Berpori – pori yang merata dan rapuh > 3 tahun.1
2.4.3 Penentuan ruda paksa / deformitas tulang
• Perubahan pada warna tulang.
• Melihat penyumbuhan fraktur ( callus )
• Radio grafik
Radiopositas pada ujung fraktur meningkat : ante mortem
• Perwarnaan air tanah pada ujung fraktur
Ujung fraktur lebih gelap atau hampir sama : ante mortem
Ujung fraktur lebih pucat : post mortem. 1
2.4.4 Penentuan Sebab kematian
 Agak sulit ditentukan, namun bila dijmpai adanya fraktur pada cranium
dapat diarahkan penyebab kematian, serta bneda yang dimakan , mis :
• Dipukul dengan benda tumpul ( fraktur kompresi )
• Kasus KLL ( fraktur linier)
• Berbentuk corong : akibat peluru
• Benda tajam ( infraktur bercelah )
Pada kasus – kasus keracunan logam berat
Mis : arsen : dengan GUTZEIT TEST.1

Ada begitu banyak hal yang dapat diungkap dari pemeriksaan terhadap
tulang/ kerangka, dan kenyataannya bahwa tinggi badan memiliki peranan penting
dalam sebuah proses identifikasi. Pengetahuan indetifikasi terhadap tulang sangat
berperan tidak hanya pada saat organ tubuh hanya tinggal tulang-belulang saja,
tetapi banyak hal yang dapat diungkap dari tulang / kerangka tersebut pada saat
masih dibaluti oleh jaringan otot, tendon dan kulit. Diantara hal yang dapat di
ungkapkan pada saat tulang terbalut jaringan lunak, adalah pengukuran panjang
dari tulang-tulang panjang untuk mengukur tinggi badan, perkiraan usia korban
juga dapat dilakukan dengan melihat gambaran garis epifise. Hal tersebut tentunya
dapat dilakukan dengan mengukur tulang secara lansung pada organ tersebut
ataupun dengan mengukur panjangnya organ dan melihat garis epifise melalui
pemeriksaan radiologis.2,5

9
Indetifikasi tulang belulang atau bagian potongan tulang maupun bagian
tulang belulang yang masih dibaluti sebagian atau seluruh jaringan kulit yang
diakibatkan oleh kasus mutilasi, gigitan binatang buas, maupun akibat lainnya
sebaiknya tidak menggunakan satu prosedur pemeriksaan indetifikasi, sangat
disarankan agar semaksimal mungkin menggunakan berbagai metode indetifikasi
yang ada sehingga kesimpulan yang diperoleh dapat maksimal. Dalam penentuan
tinggi badan juga sebaiknya demikian agar hasil maksimal maka disarankan untuk
menggunakan seluruh bagian sisa jaringan yang ada menggunakan berbagai
metode/ formula pengukuran yang ada.2,5

BAB III

KESIMPULAN

10
Identifikasi dalam kedokteran forensik sendiri dapat dibagi dua yaitu
identifikasi pada orang hidup dan jenazah. Identifikasi orang hidup adalah proses
pengenalan seseorang berdasarkan ciri-ciri yang berbeda dengan orang lain.
Sedangkan identifikasi pada jenazah dilakukan pada korban atau jenazah tidak
dikenali yang sudah membusuk, utuh dan tidak utuh. Pemeriksaan pada
identifikasi jenazah secara umum yaitu kerangka manusia atau bukan, penentuan
jenis kelamin, perkiraan tinggi badan, perkiraan umur, dan penentuan ras.

Antropologi forensik berguna dalam menentukan identifikasi temuaan.


Upaya identifikasi pada kerangka (antropologi forensik) bertujuan untuk
membuktikan bahwa kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis
kelamin, perkiraan umur, tinggi badan, ciri-ciri khusus, deformitas dan bila
memungkinkan dapat dilakukan rekonstruksi wajah.Pemeriksaan dapat juga
memperkirakan waktu kematian, penyebab kematian dan riwayat penyakit dahulu
atau luka yang saat hidup menimbulkan jejas pada struktur tulang.

Ada begitu banyak hal yang dapat diungkap dari pemeriksaan terhadap
tulang/ kerangka, dan kenyataannya bahwa tinggi badan memiliki peranan penting
dalam sebuah proses identifikasi. Pengetahuan indetifikasi terhadap tulang sangat
berperan tidak hanya pada saat organ tubuh hanya tinggal tulang-belulang saja,
tetapi banyak hal yang dapat diungkap dari tulang / kerangka tersebut pada saat
masih dibaluti oleh jaringan otot, tendon dan kulit. Diantara hal yang dapat di
ungkapkan pada saat tulang terbalut jaringan lunak, adalah pengukuran panjang
dari tulang-tulang panjang untuk mengukur tinggi badan, perkiraan usia korban
juga dapat dilakukan dengan melihat gambaran garis epifise.

DAFTAR PUSTAKA

11
1. Parinduri AG. Identifikasi Tulang Belulang. Departemen Forensik

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

2018;1(1):1-13. http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/AMJ/index.

2. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. ILMU KEDOKTERAN FORENSIK.;

2015.

3. Byers SN. Introduction to Forensic Anthropology.; 2016.

doi:10.4324/9781315642031

4. Yudianto A. Pemeriksaan Forensik DNA Tulang Dan Gigi.; 2020.

5. Amri Amir. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Ilmu

Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedoktean USU: Medan.

2005.

6. Bonicelli A, Zioupos P, Arnold E, Rogers KD, Xhemali B, Kranioti EF.

Age related changes of rib cortical bone matrix and the application to

forensic age-at-death estimation. Scientific Reports. 2021;11(1):1-13.

doi:10.1038/s41598-021-81342-0

7. Siregar FM, Elnas M. Korelasi antara panjang tulang sternum dengan tinggi

badan berdasarkan jenis kelamin pada ras mongoloid usia 18-45 tahun di

Provinsi Riau. 2019;19(2):83-87.

12

Anda mungkin juga menyukai