Anda di halaman 1dari 57

REFERAT

EMBALMING

Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Dipeonegoro Semarang
Disusun oleh :
Malvin Himawan 112017098
Margaretha Meytha 112017153
Virgina Marsella Teiseran 112017206
Herlina Juliani Buarlele 112017241
Thio Mellysa Seseando 112017278
Welmin Sorya Leatomu 112017280

Dosen Penguji :dr. Ratna Relawati, MSiMed, Sp.KF


Residen Pembimbing 1 : dr. Liya Suwarni
Residen Pembimbing 2 : dr. Suroto

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN


MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RSUP DR. KARIADI SEMARANG
PERIODE 11 JUNI 2018 – 7 JULI 2018
I
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui oleh dosen pembimbing, referat dari :

1. Malvin Himawan 112017098


2. Margaretha Meytha 112017153
3. Virgina Marsella Teiseran 112017206
4. Herlina Juliani Buarlele 112017241
5. Thio Mellysa Seseando 112017278
6. Welmin Sorya Leatomu 112017280

Fakultas : Kedokteran Umum

Universitas : Universitas Kristen Krida Wacana

Bagian : Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal

Dosen penguji : dr. Ratna Relawati, MSiMed, Sp.KF

Residen pembimbing 1 : dr. Liya Suwarni

Residen pembimbing 2 : dr. Suroto

Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kedoteran Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Semarang, Juni 2018

Dosen Penguji,

dr. Ratna Relawati, Msi, Med, Sp.KF

Residen Pembimbing 1, Residen Pembimbing 2,

dr. Liya Suwarni dr. Suroto

II
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa oleh karena karunia
dan perlindungan-Nya kami boleh meyelesaikan referat yang berjudul “Embalming”.

Berlimpah terima kasih kami sampaikan kepada dr. Ratna Relawati, MSi,Med, Sp.KF
sebagai penguji referat ini, dr. Liya Suwarni dan dr.Suroto sebagai pembimbing referat kami,
dan juga rekan-rekan yang telah membantu kami dalam menyusun referat ini. Referat ini masih
memiliki banyak kekurangan sehingga kami mengharapkan saran yang konstruktif demi
perbaikkan referat ini.

Selain sebagai salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Ilmu Kedokteran Forensik RSUP dr. Kariadi, kami berharap referat ini dapat menjadi
salah satu referensi bagi teman-teman dan pembaca pada umumnya mengenai “Embalming”

Semarang, Juni 2018

Penulis

III
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM ............................................................................ i

LEMBAR PEGESAHAN ........................................................................................ ii

KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii

DAFTAR ISI............................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum .........................................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan ...............................................................................................
1.5 Metode Penulisan ................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................

2.1. Definisi Embalming dan Embalmer ....................................................................


2.2. Sejarah Embalming .............................................................................................
2.3. Tujuan Embalming ..............................................................................................
2.4. Indikasi dan Kontraindikasi Embalming ............................................................
2.5. Bahan yang Digunakan Untuk Embalming .......................................................
2.6. Prosedur Embalming ..........................................................................................
2.7. Hazard dan Safety dari Embalming ...................................................................
2.8. Embalming Dari Sudut Pandang Agama..............................................................

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................

3.1. Kesimpulan .........................................................................................................

3.2. Saran ...................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

IV
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kematian adalah proses yang dapat dikenali secara klinis pada seseorang melalui tanda
kematian yang berupa beberapa perubahan pada tubuh mayat. Karena tingginya mobilitas dan
penyebaran penduduk ke seluruh penjuru dunia, maka penundaan penguburan/kremasi untuk
menunggu kerabat yang tinggal jauh diluar kota atau luar negeri mungkin perlu dilakukan.
Bahkan, terkadang jenazah perlu dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada keadaan
ini diperlukan pengawetan jenazah untuk mencegah pembusukan dan penyebaran kuman dari
jenazah ke lingkungan.1,2
Tindakan embalming atau pengawetan jenazah yang paling terkenal dan menjadi bahan
penelitian diseluruh dunia adalah yang berasal dari Mesir, yaitu pembuatan mumi.
Perkembangan teknik embalming sudah berkembang pesat, pada 1867 kimiawan Agustus
Wilhelm Von Hofmann menemukan formalin, campuran antara alkohol dan garam arsenik,
pengawet yang menjadi dasar metode pembalseman. Di Indonesia sendiri pengawetan jenazah
juga dilakukan pada beberapa daerah, seperti di Toraja, Sumba, NTT, dan beberapa daerah
lain. Bahan yang digunakan merupakan campuran bahan kimia seperti garam, asam cuka,
tanaman tradisional, maupun dengan meggunakan formalin.2,3
Seiring dengan perkembangan zaman dan adanya kebutuhan-kebutuhan tertentu untuk
mempertahankan jenazah agar tetap menyerupai keadaan hidup, maka diperlukan pengetahuan
yang baik mengenai ilmu pengawetan jenazah.3

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa pengertian embalming dan bagaimana sejarah bermula embalming ?
b. Apa tujuan dan manfaat dari embalming ?
c. Bagaimana prosedur melakukan embalming dan apa indikasi serta kontraindikasinya?
d. Apakah bahan yang digunakan untuk embalming dan bagaimana komposisinya?
e. Apa hazard dan safety dari tindakan embalming?
f. Bagaimana sudut pandang aspek agama dan budaya?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
a. Memenuhi tugas referat di kepaniteraan klinik bagian ilmu kedokteran forensik dan
medikolegal.
b. Mengetahui teori dasar pengawetan jenazah secara keseluruhan, mulai daridefinisi,
tujuan, jenis, indikasi, kontraindikasi, prosedur, dan teknik pelaksanaannya.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui sejarah dan pengertian embalming.
b. Mengetahui tujuan dan manfaat dilakukan embalming.
c. Mengetahui indikasi dan prosedur embalming.
d. Mengetahui jenis dan komposisi bahan yang digunakan untuk embalming.
e. Mengetahui hazard dan safety daripada embalming.
f. Mengetahui sudut pandang agama dan kebudayaan masyarakat Indonesia terhadap
embalming.

1.4 Manfaat Penulisan


a. Referat ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada mahasiswa kedokteran
agar dapat mengetahui pentingnya proses pengawetan jenazah.
b. Manfaat untuk ilmu pengetahuan : menambah wawasan pengetahuan tentang
embalming.
c. Manfaat untuk masyarakat : memberi informasi mengenai pengawetan jenazah serta
tinjauannya dari berbagai aspek.
d. Manfaat untuk pelayanan kesehatan : memberikan informasi tentang kewaspadaan
dalam penanganan jenazah dan penularan penyakit dari jenazah.

1.5 Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah tinjauan kepustakaan merujuk pada
berbagai literatur.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Embalming

Embalming adalah suatu penerapan proses kimiawi yang digunakan untuk pengawetan
jenazah dan sanitasi dari tubuh manusia yang mati. The American Board of Funeral Service
Education mendefinisikan embalming adalah proses secara kimiawi memperlakukan tubuh
manusia yang sudah mati untuk mengurangi timbulnya mikroorganisme dan pertumbuhan
mikroorganisme, untuk memperlambat proses dekomposisi organik dan untuk menjaga
penampilan fisik dari jenazah.2

Embalmer adalah orang yang melakukan embalming,yang memenuhi syarat untuk


desinfeksi dan memelihara jenazah dengan suntikan atau dengan pengaplikasian antiseptik
eksternal, desinfektan atau cairan pengawet, dan mempersiapkan jenazah untuk transportasi
dalam kasus dimana kematian disebabkan oleh penyakit menular atau infeksi.2

2.2. Sejarah Embalming

Embalming telah menjadi suatu tradisi sejak zaman dahulu diperadaban kuno didunia.
Embalming berasal dari Mesir kuno selama masa dinasti pertama. Ini diperkirakan dimulai
sekitar 3200 tahun sebelum masehi dan berlanjut sampai dengan 650 tahun setelah masehi.2

Selama awal periode predinasti, sebelum tahun 3200 sebelum masehi, masyarakat
Mesir kuno memiliki kebudayaan yang sangat sederhana. Ketika kematian terjadi, badan yang
tidak diawetkan ditempatkan diposisi janin (tangan dan kaki ditekuk), dibalut dengan baju atau
keset kaki jerami, dan diletakkan ditempat yang dangkal dan besar dan disekop ke gurun pasir
sebelah barat dari sungai Nil.2

Masa kedua sejarah Embalming berlanjut dari tahun 650 setelah masehi sampai tahun
1861 dan mulai bertumbuh sampai ke Eropa. Pada masa ini, disebut dengan “Period of the
Anatomists”, sebagai alasan untuk mengembangkan perkembangan teknik-teknik pengawetan,
untuk pemeliharaan jenazah, untuk memperbolehkan pemotongan bagian-bagian tubuh
(anatomi) dan sebagai pembelajaran yang lebih terperinci.2

3
Masa ketiga atau disebut sebagai masa modern dari sejarah pengawetan jenazah ini
diperluas dari tahun 1861 sampai dengan sekarang. Selama periode inilah pengetahuan
embalming semakin berkembang.2

Sebelum embalming dikenal, pengawetan dikenal sebagai proses mumifikasi. Hunter-


Gatherer yang tinggal didaerah pesisir dari Gurun Atacama, Chili Utara (kebudayaan
Chinchorro), merupakan yang pertama melakukan mumifikasi buatan.Akibat peningkatan
besar populasi dan kegersangan yang ekstrim (dengan sedikit atau tanpa dekomposisi mayat),
individu yang mati mungkin menjadi bagian penting, menyebabkan terjadinya manipulasi pada
jenazah sehingga dibutuhkan teknik penyimpanan jenazah yang rumit, praktik ini dilakukan
sejak 5000-6000 SM.2

Metode lain yang digunakan adalah perendaman dalam madu, yang terutama berasal
dari Persia, dengan Alexander Agung sebagai tokoh paling terkenal yang diawetkan dengan
cara ini. Pengawetan Alexander Agung mengungkapkan tujuan berikutnya dari embalming:
kebutuhan untuk transportasi jarak jauh dan jangka panjang, dalam kasus Alexander, transfer
dari Babel ke Alexanderia.2

Pembalseman pada abad pertengahan meliputi pengeluaran isi, perendaman tubuh


dalam alcohol, penyisipan pengawet herbal ke dalam sayatan yang dibuat sebelumnya di bagian
tubuh yang berotot, dan membungkus tubuh dalam lembaran berlapis tar atau wax.Kemudian,
pada periode renaisans, pembalseman telah dipengaruhi oleh perkembangan ilmiah dibidang
kedokteran (Ezugworie et al. 2009).Mayat dibutuhkan untuk mempelajari anatomi tubuh
manusia sehingga teknik pembalseman yang dilakukan lebih maju.Diantaranya dengan injeksi
kedalam struktur berongga tubuh,tapi biasanya bukan ke sistem vaskular.2

Namun demikian, teknik injeksi ke sistem vaskular akhirnya ditemukan. Orang pertama
yang melakukan pembalseman dengan menyuntikkan larutan kimia pengawet ke dalam
pembuluh darah diyakini adalah ahli anatomi Belanda Fredrik Ruysch.Pada tahun 1867,
kimiawan Jerman Agustus Wilhelm von Hofmann menemukan formaldehida yang memiliki
sifat sebagai pengawet yang tidak lama kemudian diketahui dan menjadi dasar untuk metode
pembalseman modern.2

Pembalseman modern diyakini dimulai di AS selama Perang Saudara Amerika.Tujuan


utama pembalseman modern adalah untuk pengawetan jenazah agar penguburan tidak perlu
dilakukan dengan segera dan sebagai pencegahan penyebaran infeksi baik sebelum maupun

4
setelah pemakaman. Keluarga para tentara yang meninggal dan jauh dari daerah peperangan
menginginkan agar anggota keluarga yang meninggal tersebut diawetkan, sehingga dapat
dikirim ke daerah masing-masing dalam keadaan baik. Dr. Thomas Holmes, sebagai korps
medis angkatan darat, ditugaskan untuk mengawetkan jenasah para tentara tersebut. Dr.
Thomas Holmes mengawetkan jenazah dengan cara menyuntikkan arsenik dicampur dengan
air ke dalam arteri. Sejak saat itu, dr. Thomas Holmes dikenal sebagai bapak embalming
modern.2

2.3. Tujuan Embalming

Terdapat 3 tujuan dari embalming, yaitu sebagai berikut :

1. Desinfeksi
Desinfeksi adalah menghilangkan atau membunuh sebagian besar dari
kebanyakan organisme patogen pada jenazah dengan menggunakan campuran zat
kimia cair melalui embalming. Pada desinfeksi jenazah dengan menggunakan formalin
dapat membunuh kebanyakan bakteri dan fungi. Salah satu contohnya yaitu
Clostridium welchii.4
Pada bakteri atau mikroorganisme pembusuk atau mikroorganisme pembusuk
seperti Clostridium welchii, menghasilkan asam lemak dan gas pembusukan berupa
H2Sdan HCN. H2S akan bereaksi dengan hemoglobin (Hb) menghasilkan HbS yang
berwarna hijau kehitaman. Bakteri ini kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan
berkembang biak yang akan menyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai dinding
pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Lalu gas-gas pembusukan akan yang mengisi
pembuluh darah yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah superfisial sehingga
pembuluh darah beserta cabang-cabangnya tampak lebih jelas seperti pohon gundul
(arborescent pattern atau arborescent mark) yang lebihsering disebut marbling.4

Selain bakteri pembusukan ini banyak terdapat dalam intestinal dan paru
bakteri-bakteri ini cenderung berkumpul dalam sistem vena, maka gambaran marbling
ini jelas terlihat pada bahu,dada bagian atas, abdomen bagian bawah dan paha.4
Bila Cl.Welchii mulai tumbuh pada satu organ parenchim, maka sitoplasma dari
organ sel itu akan mengalami desintegrasi dan nukleusnya akan dirusak sehingga sel
menjadi lisis atau rhexis. Kemudian sel-sel menjadi lepas sehingga jaringan kehilangan

5
strukturnya. Secara mikroskopis bakteri dapat dilihat menggumpal pada rongga-rongga
jaringan dimana bakteri tersebut banyak memproduksi gelembung gas. Ukuran
gelembung gas yang tadinya kecil dapat cepat membesar menyerupai honey combed
appearance. Lesi ini dapat dilihat pertama kali pada hati.4
Kemudian permukaan lapisan atas epidermis dapat dengan mudah dilepaskan
dengan jaringan yang ada dibawahnya dan ini disebut ‘skin slippage’. Skin slippage
ini menyebabkan identifikasi melalui sidik jari sulit dilakukan. Pembentukan gas yang
terjadi antara epidermis dan dermis mengakibatkan timbulnya bula-bula yang bening,
fragil, yang dapat berisi cairan coklat kemerahan yang berbau busuk. Cairan ini kadang-
kadang tidak mengisi secara penuh di dalam bula. Bula dapat menjadi sedemikian
besarnya menyerupai pendulum yang berukuran 5 - 7.5cm dan bila pecah meninggalkan
daerah yang berminyak, berkilat dan berwarna kemerahan, ini disebabkan oleh karena
pecahnya sel-sel lemak subkutan sehingga cairan lemak keluar ke lapisan dermis oleh
karena tekanan gas pembusukan dari dalam. Selain itu epitel kulit, kuku, rambut kepala,
aksila dan pubis mudah dicabut dan dilepaskan oleh karena adanya desintegrasi pada
akar rambut.4
Selama terjadi pembentukan gas-gas pembusukan, gelembung-gelembung
udara mengisi hampir seluruh jaringan subkutan.4
Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan menyebabkan
terabanya krepitasi udara. Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang
menyeluruh, dan tubuh berada dalam sikap pugilistic attitude.4
Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak, leher dan muka dapat
menggembung, bibir menonjol seperti “frog-like-fashion”, kedua bola mata keluar,
lidah terjulur diantara dua gigi, ini menyebabkan mayat sulit dikenali kembali oleh
keluarganya. Pembengkakan yang terjadi pada seluruh tubuh mengakibatkan berat
badan mayat yang tadinya 57 - 63 kg sebelum mati menjadi 95 - 114 kg sesudah mati.4
Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas pembusukan
yang terjadi didalam cavum abdominal menyebabkan pengeluaran udara dan cairan
pembusukan yang berasal dari trachea dan bronchus terdorong keluar, bersama-sama
dengan cairan darah yang keluar melalui mulut dan hidung. Cairan pembusukan dapat
ditemukan di dalam rongga dada, ini harus dibedakan dengan hematotorak dan biasanya
cairan pembusukan ini tidak lebih dari 200 cc.4
Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra abdominal
yang meningkat. Pada wanita uterus dapat menjadi prolaps dan fetus dapat lahir dari
uterus yang pregnan.4

6
Pada anak-anak adanya gas pembusukan dalam tengkorak dan otak
menyebabkan sutura-sutura kepala menjadi mudah terlepas.4
Organ-organ dalam mempunyai kecepatan pembusukan yang berbeda-beda
dalam. Jaringan intestinal, medula adrenal dan pancreas akan mengalami autolisis
dalam beberapa jam setelah kematian. Organ-organ dalam lain seperti hati, ginjal dan
limpa merupakan organ yang cepat mengalami pembusukan. Perubahan warna pada
dinding lambung terutama di fundus dapat dilihat dalam 24 jam pertama setelah
kematian. Difusi cairan dari kandung empedu kejaringan sekitarnya menyebabkan
perubahan warna pada jaringan sekitarnya menjadi coklat kehijauan. Pada hati dapat
dilihat gambaran honey combs appearance, limpa menjadi sangat lunak dan mudah
robek, dan otak menjadi lunak.4
Organ dalam seperti paru, otot polos, otot lurik dan jantung mempunyai
kecendrungan untuk lambat mengalami pembusukan. Sedangkan uterus non gravid dan
prostat merupakan organ yang lebih tahan terhadap pembusukan karena strukturnya
yang berbeda dengan jaringan yang lain yaitu jaringan fibrousa. Organ-organ ini cukup
mudah dikenali walaupun organ-organ lain sudah mengalami pembusukan lanjut. Ini
sangat membantu dalam penentuan identifikasi jenis kelamin.4
Pada pembusukan lanjut dari organ dalam ini adalah pembentukan granula-
granula milliary atau ‘ milliary plaques’ yang berukuran kecil dengan diameter 1-3 mm
yang terdapat pada permukaan serosa yang terletak pada endotelial dari tubuh seperti
pleura, peritoneum, pericardium dan endocardium. ‘Milliary plaques’ ini pertama kali
ditemukan oleh Gonzales yang secara mikroskopis berisi kalsium pospat, kalsium
karbonat, sel-sel endotelial, massa seperti sabun dan bakteri, yang secara medikolegal
sering dikacaukan dengan proses peradangan atau keracunan.4
Pada orang yang obese, lemak-lemak tubuh terutama perirenal, omentum dan
mesenterium dapat mencair menjadi cairan kuning yang transluscent yang mengisi
rongga badan diantara organ yang dapat menyebabkan autopsi lebih sulit dilakukan dan
juga tidak menyenangkan.4

7
Gambar 1: arborescent mark
Selain itu, larva lalat pada jenazah juga akan berkembang menjadi lalat yang
dapat mentransfer patogen dan berpotensi menginfeksi manusia, sehingga orang yang
datang dan kontak langsung dengan jenazah yang tidak dilakukan embalming memiliki
kemungkinan terinfeksi. Clostridium welchii dan larva lalat dapat dihambat melalui
embalming. Jenis patogen yang di desinfeksi pada embalming tergantung pada jenis
desinfektan yang digunakan. Sebagai contoh phenol dan derivatnya mempunyai sifat
bakterostatik, fungosida serta dapat mendenaturasi enzim sehingga dapat membunuh
bakteri, jamur, dan virus.5

2. Pengawetan
Pengawetan yaitu upaya menunda proses pembusukan dan dekomposisi
jenazah, sehingga jenazah dapat dikuburkan dan dikremasi tanpa bau dan dalam kondisi
yang baik. Pada dekomposisi jenazah merupakan perubahan terakhir yang terjadi pada
tubuh mayat setelah kematian (late post-mortem periode). Dalam dekomposisi
terjadinya pemecahan protein kompleks menjadi protein yang lebih sederhana sehingga
terjadi timbulnya gas – gas pembusukkan yang bau dan terjadinya perubahan warna.5
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan dan dekomposisi adalah
sebagai berikut:4
- Temperatur: Temperatur optimum untuk bakteri mudah berkembang adalah
26-38oC ( Di bagian Eropa).
- Udara: Kelembapan udara diperlukan untuk proses pembusukan, oleh sebab
itu semakin tinggi kelembapan semakin cepat pembusukkan karena
mikroorganisme akan tumbuh lebih cepat.

8
- Ruangan dan pakaian : Jenazah tanpa pakaian akan membusuk lebih cepat
dibandingkan dengan mayat yang memakai pakaian, karena pakaian akan
mempertahankan suhu tubuhjenazah dan dengan pakaian, jenazah juga
terlindung dari serangga.
- Umur: Jenazah orang tua dan bayi baru lahir lebih lambat membusuk, sebab
pada orang tua lemak pada tubuhnya relatif lebih sedikit dan pada jenazah
bayi yang baru lahir relatif memiliki bakteri yang lebih sedikit.
- Keadaan tubuh: Bagian tubuh yang terluka biasanya lebih cepat membusuk
karena lalat dan mikroorganisme akan lebih mudah mengakses jaringan
tubuh yang terluka.
- Penyakit : Kematian yang diakibatkan karena infeksi akan mempercepat
pembusukkan.
3. Restorasi
Restorasi jenazah adalah bagian dari pelayanan jenazah dengan tujuan untuk
mempertahankan bentuk dan warna alami dari tubuh jenazah. Tahap pertama adalah
untuk mengembalikan bentuk alami yang akan terlihat dari luar. Contohnya, dengan
mengurangi jaringan yang bengkak, memperbaiki jaringan tubuh yang mengalami
pencekungan, menutupi jaringan yang robek, mengganti kulit yang hilang, dan
memperbaiki tulang-tulang yang patah. Proses kedua atau sering dikenal dengan tata
rias jenazah adalah suatu proses untuk mempertahankan warna kulit normal. Contohnya
pemutihan dan /atau menutupi perubahan warna yang ada pada kulit, mengembalikan
pergantian warna kulit alami yang terjadi karena proses pengawetan jenazah, dan
aplikasi kosmetik untuk wanita.3

2.4. Indikasi dan Kontraindikasi Pengawetan Jenazah


1. Indikasi Pengawetan Jenazah3:
- Penundaan penguburan atau kremasi lebih dari 24 jam. Negara Indonesia yang
beriklim tropis, dan dalam 24 jam jenazah akan mulai membusuk,
mengeluarkan bau dan cairan pembusukan yang dapat mencemari lingkungan
sekitarnnya.
- Jenazah yang perlu dibawa ke tempat lain perlu dilakukan pengawetan terlebih
dahulu guna menjamin bahwa jenazah tersebut aman dalam artian tidak berbau,
tidak menularkan bibit penyakit ke sekitarnya selama proses pengangkutan.

9
Dalam hal ini perusahan pengangkutan perlu sertifikat pengawetan sebelum
jenazah diangkut sebagai bukti dari telah diawetkankannya jenazah secara baik.
International Air Transport Association (IATA) mengkategorikan peti atau
kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah termasuk dalam special kargo
yang memerlukan penanganan khusus (special handling). Perlakuan khusus
dilakukan dengan cara memeriksa fisik kargo, serta dokumen dari instansi
terkait (instansi kesehatan)dan pelaksanaannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
- Jenazah yang meninggal akibat penyakit menular akan lebih cepat membusuk
dan berpotensi menulari petugas kamar jenazah, keluarga atau orang-orang di
sekitarnnya. Pada kasus seperti ini, walaupun pengguburan atau kremasinya
akan segara dilakukan, tetap dianjurkan dilakukan pengawetan untuk mencegah
penularan kuman ke sekitarnnya.

2. Kontraindikasi Pengawetan Jenazah


Pengawetan di Indonesia tidak dapat dilakukan pada kematian yang tidak wajar
sebelum dilakukannya otopsi. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kesulitan
penyelidikan karena adanya bukti-bukti tindak pidana yang hilang atau berubah dan
karenanya dapat dikenakan sanksi pidana penghilangan benda bukti berdasarkan pasal
233 KUHP. Oleh karena itu setiap kematian tidak wajar dijadikan sebagai
kontraindikasi pengawetan.6

Pasal 233 berbunyi, barang siapa dengan sengaja menghancurkan, merusak,


membikin tak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk
meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang akta-akta,
surat-surat, atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum,terus-menerus atau
untuk sementara waktu disimpan atau diserahkan kepada seorang pejabat, ataupun
kepada orang lain untuk kepentingan umum diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.6

10
Beberapa hal yang menyebabkan tindakan pengawetan kontraindikasi terhadap
kematian tidak wajar, yaitu :

 Sulit memperkirakan waktu kematian.


 Menyulitkan dalam pemeriksaan pada kasus keracunan sehingga
diperlukan analisa gas chromatografy yang dapat memisahkan
komponen dari senyawa-senyawa tertentu.
 formaldehid yang bercampur dengan darah akan mengubah warna
jaringan menjadi keabuan.

Setiap kematian yang terjadi akibat kekerasan atau keracunan termasuk


kematian yang tidak wajar. Cara kematian pada kematian yang tidak wajar adalah
pembunuhan, bunuh diri dan kecelakaan.Pada kasus kematian yang tidak wajar,
kasusnya hendaknya segera dilaporkan ke penyedik, sesuai dengan pasal 108 KUHAP.
Adapun yang termasuk dalam kategori kasus yang harus dilaporkan ke penyidik
adalah6:

- Kematian yang terjadi di dalam tahanan atau penjara.


- Kematian terjadi bukan karena penyakit dan bukan karena hukuman mati.
- Adanya penemuan mayat dimana penyebab dan informasi mengenai kematian
tidak ada.
- Keadaan kematian menunjukkan bahwa kemungkinan kematian akibat
perbuatan melanggar hukum.
- Kematian yang terjadi tanpa kehadiran dokter.
- Orang tersebut melakukan bunuh diri atau situasi kematian mengindikasikan
kematian akibat bunuh diri.
- Kematian yang disaksikan dokter tetapi dia tidak dapat memastikan penyebab
kematian.

11
Gambar 2: Sertifikat Embalming

2.5.Bahan yang Digunakan Untuk Embalming

Bahan kimia yang dipakai dalam embalming adalah berbagai pengawet, pembersih,
agen desinfektan, dan aditif. Cairan pengawet jenazah yang baik harus menjamin tidak akan
membawa resiko infeksi apabila terjadi kontak dengan jenazah, serta mampu mengurangi
dampak potensi biohazard dan bahaya kimia terhadap lingkungan. Proses pengawetan jenazah
yang baik akan menghasilkan kadaver dalam kondisi berikut 3,7:

- Organ dan jaringan yang baik dengan perubahan struktur yang minimal.
- Pertumbuhan jamur dan bakteri yang terbatas.
- Memiliki efek toksik rendah pada staf, murid dan lainnya saat persiapan cadaver
untuk kepentingan pendidikan.
- Warna yang natural pada organ dan jaringan.

12
Adapun cairan pengawet terdiri dari beberapa komposisi utama berdasarkan fungsinya :

1. Formaldehida

Gambar 3 : Rumus Kimia Formaldehida

Senyawa kimia formaldehida (metanal), merupakan aldehida berbentuk gas


dengan rumus kima H2CO.Formaldehida dihasilkan dari pembakaran bahan yang
mengandung karbon. Formaldehida dalam kadar kecil sekali juga dihasilkan sebagai
metabolit kebanyakan organisme termasuk manusia.8,9
 Keuntungan
Keuntungan formaldehida adalah tidak mahal, bersifat fungisidal, bakterisidal,
dan insektisida yang kuat sesuai konsentrasi, cepat menghancurkan enzim
autolisis, cepat dalam mengubah protein dalam tubuh menjadi resin yang tidak
larut yang menyebabkan inhibisi dari pembusukan, memfiksasi tubuh dengan
cepat sehingga kadaver dapat diposisikan.8
 Kerugian
Kerugian formaldehida lainnya yaitu : koagulasi darah, mengubah jaringan
menjadi berwarna keabuan apabila bercampur dengan darah, discoloration,
dehidrasi jaringan konstriksi kapiler dan memiliki bau.8
 Kegunaan
Formaldehida dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri,
sehingga sering digunakan sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan
pengawet. Larutan formaldehida biasa dipakai dalam embalming untuk
mematikan bakteri serta untuk mengawetkan jenazah, formaldehida akan
diabsorbsi di jaringan dengan baik, tidak merusak jaringan, tetapi
penyerapannya relatif lambat.8

13
 Efek terhadap kesehatan
Paparan formaldehid dapat menyebabkan efek samping, dari gejala ringan
sampai mengancam nyawa. Paparan akut memiliki efek samping jangka pendek
dan biasanya mudah untuk diantisipasi.
Pada manusia, beberapa efek samping akut paparan formaldehid adalah iritasi
pada mata, hidung, dan tenggorokan.Ketika terjadi paparan pada senyawa ini
dengan jangka waktu yang cukup lama tenggorokan menjadi kering dan
sakit.Pada beberapa penelitian ditemukan bahwa paparan formaldehid yang
konstan dapat meningkatkan resiko untuk menderita beberapa jenis kanker.8

14
2. Methanol

Merupakan senyawa alcohol dengan rumus kimia CH3OH, dengan berat


molekul 32, titik didih 64° dan berat jenis 0,7920-0,7930. Metanol merupakan bentuk
alcohol paling sederhana.Pada keadaan atmosfer berbentuk cairan yang mudah
menguap, tidak berwarna, mudah terbakar dan beracun dengan bau yang khas.Methanol
digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan
aditif bagi industri etanol.10

Gambar 4: Methanol

 Kegunaan
Methanol atau methyl alcohol merupakan zat kimia yang dapat mencegah
polimerisasi formaldehid pada cairan embalming, berperan sebagai
antirefrigerant.10
 Efek terhadap kesehatan
Gejala awal yang timbul berupa sakit kepala,pusing,mual, koordinasi
terganggu,kebingungan dan pada dosis yang tinggi tidak sadarkan diri dan
kematian.Bila gejala awal telah dilalui rangkaian dari kedua gejala terjadi 10-
30 jam setelah paparan awal terhadap methanol.Akumulasi asam format pada
saraf optik dapat menyebabkan penglihatan kabur. Hilangnya penglihatan
secara total dapat disebabkan oleh berhentinya fungsi mitokondria pada saraf
optic dimana terjadi hiperemi,edema,dan atropi saraf optik.10

15
3. Fenol

Gambar 5 : Rumus Kimia Fenol

Fenol atau asam karbolik memiliki sifat bakteriostatik pada konsentrasi 0,2%
dan menjadi bakterisidal/ fungisidal pada konsentrasi 1-1,5%. Berbentuk kristal
berwarna putih. Salah satu senyawa fenolik yang paling sering digunakan adalah
kresol.10,11

 Keuntungan

kemampuannya merusak lipid pada membran sel, mengkoagulasi protein,


merusak ATPase, merusak sulfohidril dari protein, dan merusak DNA sehingga
efektif membunuh bakteri.11

 Kegunaan
Senyawa turunan fenol yang dikenal sebagai senyawa fenolik mengandung
molekul fenol yang secara kimiawi dapat diubah.Perubahan struktur kimia
tersebut bertujuan untuk mengurangi efek iritasi kulit dan meningkatkan
aktivitas antibakteri. Peningkatan sifat lipofil turunan fenol akan meningkatkan
aktivitas desifektannya.10
 Efek terhadap kesehatan

Inhalasi zat ini dapat menyebabkan iritasi membran mukosa, sakit kepala, mual,
muntah, nyeri perut, diare, salivasi, sianosis, tinnitus, tremor, dan konvulsi. Laju
nadi akan meningkat lalu melemah dan irregular. Zat ini juga dapat
menyebabkan hemolisis, diare, anorexia, sakit kepala, vertigo, kelemahan otot,
gangguan mental.Bila kontak dengan kulit dapat menyebabkan nekrosis, rasa
terbakar, dan perubahan warna tendon menjadi warna kebiruan/ kecoklatan.10,11

16
Cairan pembalseman khas berisi campuran formaldehid, glutaraldehid, etanol,
humektan, cairan pembasahan dan pelarut lainnya. Kandungan formaldehid umumnya
berkisar 5-35% dan kadar etanol biasa berkisar 9-56%.12

Tabel 1 komposisi cairan embalming13

No. Nama formal Nama komersial Jumlah


1 Formaldehyde sol. (40% w/v) Formalin 4 liter
2 Methyl alcohol Surgical spirit 1 liter
3 Tap water Water 4 liter
4 Phenol ( carbolic crystal) Carbolic acid 500 ml
5 Glycerine BP Glycerine 500 ml
6 Oil of winter green Eucalyptus oil 25 ml
7 Eosin sol Eosin 25 ml

Berdasarkan Jurnal “Solusi Pembalseman Untuk Simulasi Bedah Syaraf Di Mayat”

Salah satu modifikasi embalming diambil dari jurnal solusi pembalseman untuk
simulasi bedah syaraf di mayat. Pada penelitian ini dilakukan oleh Arnau Benet, M.D., Jordina
Rincon- Torroella, M.D., Michael T. Lawton, M.D.,And J.J. Gonzalez Sanchez, M.D., Ph.D
pada tahun 2014 di Laboratorium Serebrovaskular Departemen Neurosurgery, Universitas
California, San Francisco, California, dan Departemen Neurosurgery, Universitas Johns
Hopkins, Baltimore, Maryland.14

Tujuan: Simulasi bedah menggunakan kepala jenazah manusia adalah satu strategi yang
valid untuk penelitian dan pelatihan bedah syaraf. Penulis menyajikan formula embalming
yang memberikan kemampuan retraksi yang optimal dan sifat fisik yang mirip ketika
mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan pembusukan otak untuk simulasi bedah syaraf
pada cadaver. Mereka mempelajari sifat yang ditampilkan formula tersebut dan
membandingkan penggunaannya dengan teknik pada proses standar jenazah : pengawetan cryo
dan embalming menggunakan formaldehida dasar.14

Larutan embalming modifikasi dan standar formaldehid digunakan untuk analisis


pembanding. Satu setengah liter bahan fiksasi diperkhusus melalui carotis communis dan arteri
vertebralis (200 ml) dan vena jugularis (300 ml) pada setiap kepala.Campuran modifikasi

17
disiapkan di laboratorium menggunakan formula susulan: etanol 62,4%,gliserol 17%,fenol
10,2 %, formaldehid 2,3% dan air 8,1 % .Larutan formaldehid 10% konvensional digunakan
pada kelompok formaldehid. Seluruh kepala yang diembalming telah direndam pada
silicon.Spesimen dengan pengawetan cyro telah dibekukan pada postmortem di hari 1-5 hari
pada suhu -15 0C hingga 20 0C dan dicairkan kira-kira 12 jam sebelum proses dengan simulasi
bedah dimulai.14

Agen Modifikasi:

Agen modifikasi terdiri dari 3 yaitu14:

a. Humektan,untuk hidrasi jaringan sehingga kelembabannya dapat terjaga. Humektan


diberikan pada jenazah yang kering.Semua humektan mempuyai gugus hidrosil yang
dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air sehingga dapat menyerap air dari bagian
luar kulit atau pada keadaan yang berkelembaban tinggi, air diserap dari atmosfer.
Contohnnya :Gliserin; Ethylene glycol : digunakan untuk pelembab mayat yang
telahdiawetkan dan anti-refrigerant;sorbitol: dapat digunakan sebagai pengganti
glyseril dan memberi efek penghitaman jaringan yang menimal.

b. Larutan penyangga /Buffer, membantu mempertahankan keseimbangan asam basa dari


larutan embalming dan jaringan yang dilakukan embalming.Target pH 7,38-7,40.
Contohnnya sodium borat (borax),sodium bikarbonat,sodium karbonat,magenesium
karbonat.

c. Inorganic salts, untuk menentukan tekanan osmotic dari larutan embalming.

Pewarna

Bahan pewarna yang digunakan dalam cairan pembalseman modern umumnya


digunakan untuk tujuan menghasilkan efek toksik kosmetik internal yang mensimulasikan
secara seksama pewarna alami jaringan. Jenis pewarna yang digunakan sangat bergantung pada
pH arteri. Pewarna untuk jaringan disebut pewarna aktif yang hanya memberi warna pada
cairan dalam botol adalah zat warna yang tidak aktif. Zat pewarna yang digunakan dalam cairan
harus stabil dengan adanya formaldehida, harus larut dalam air, harus memberi warna daging
alami pada tissue yang harus memiliki kualitas pewarnaan tinggi sehingga jumlah kecil dapat
menghasilkan warna yang diinginkan. Bahan pewarna dapat ditempatkan dalam dua kelas yaitu

18
: sintetik dan natural. Pewarna natural seperti cudbear, carmine, cochineal. Pewarna sintetik
seperti eosin, erythrosine, ponceau, amaranth.14

2.6 Prosedur Embalming

Tahap awal pada pengawetan jenazah adalah proses dimana cairan pada tubuh manusia
di keluarkan dan di gantikan dengan larutan kimia sebagai bahan pengawet, berikut adalah hal
yang dilakukan dalam pengawetann jenazah:

1. Pre-embalming
Pasien yang datang ke rumah sakit pada prinsipnya dibagi dua, yaitu: pasien
yang tidak mengalami kekerasan dan pasien yang mengalami kekerasan. Adapun
pasien yang tidak mengalami kekerasan apabila meninggal dunia, langsung diberi surat
kematian kemudian dibawa ke kamar jenazah hanya untuk dicatat. Pasien yang
mengalami kekerasan misalnya, karena percobaan bunuh diri, kecelakaan,
pembunuhan, overdosis narkoba, disamping dokter menolong pasien, dokter juga
melapor polisi atau menyuruh keluarga pasien melapor polisi.15
Apabila pasien meninggal dan dokter tidak memberikan surat kematian, korban
dikirim ke kamar jenazah dengan disertai surat pengantar yang ditandatangani oleh
dokter yang bersangkutan. Apabila kamar jenazah menerima korban dari IGD, tetapi
belum ada surat permohonan VeR (SPVeR), maka petugas menyuruh keluarga korban
untuk melapor ke polisi dimana peristiwa tersebut terjadi. Apabila keluarga menolak
melapor ke polisi dan tetap bersikeras membawa jenazah, maka diberikan surat
pernyataan dan tidak diberikan surat kematian.15
Apabila jenazah sudah dilengkapi SPVeR, maka keluarga korban diminta untuk
membuat surat pernyataan tidak keberatan untuk dilakukan otopsi. Setelah selesai
otopsi, dibuat surat kematian / pengawetan jenazah dilakukan dengan formalin. Ketika
seseorang meninggal dan telah mendapat persetujuan dari keluarga, maka prosedur
pengawetan jenazah bisa dilakukan oleh dokter.15
Setelah keluarga mengisi sejumlah dokumen persetujuan pengawetan, maka
prosedur bisa dimulai. Laporan pengawetan jenazah berisi properti yang dipakai
jenazah meliputi: perhiasan, barang-barang pribadi, detail pada tubuh jenazah (tanda
lahir, tato, luka, atau gambaran lain), prosedur dan bahan kimia yang dipakai pada
jenazah. Laporan ini penting sebagai dokumentasi resmi dan sebagai perlindungan

19
hukum sebelum pengawetan jenazah. Seluruh properti yang menempel pada tubuh
jenazah harus dilepaskan.3
Semprotan desinfektan yang kuat digunakkan untuk membersihkan kulit, mata,
mulut dan lubang-lubang lain. Jika kaku mayat telah terjadi, maka dilemaskan dengan
menggerak-gerakkan ekstremitas, kepala, dan memijat otot-ototnya. Seluruh rambut
pada wajah juga dicukur dengan tujuan menghindari kosmetik yang berkumpul pada
rambut wajah dan membuat kosmetik tampak lebih nyata.3
2. Feature Setting
Dalam tahap ini yang dilakukan adalah mengatur posisi wajah dan tubuh pada
posisi yang ingin ditampakkan pada peti mati, ini dilakukan sebelum dilakukan arterial
embalming karena tubuh akan benar-benar kaku pada suatu posisi ketika formaldehid
mencapai suatu jaringan tubuh. Mata ditutup menggunakan lem kulit agar tidak terbuka,
mulut juga di tutup dengan mengikat kedua rahang dengan benang atau dengan alat
injeksi khusus.3
3. Pelaksanaan embalming
a. Arterial Embalming
Arterial embalming merupakan cara embalming dengan injeksi cairan
embalming ke dalam pembuluh darah, biasanya melalui arteri karotis dekstra, arteri
femoralis, subklavia, atau arteri aksilaris dan darah dikeluarkan dari vena jugularis.
Cara penyuntikan bisa dengan pompa mekanis atau dengan menggunakan gaya
gravitasi. Pijatan dapat dilakukan pada tubuh jenazah untuk membantu distribusi cairan
embalming. Begitu cairan pengawet dialirkan ke sistem arteri, tekanan yang masuk
mulai membentuk ke seluruh sistem perdarahan, hal ini membantu cairan pengawet
memasuki bagian-bagian tubuh dan memasuki jaringan, dan dapat dilihat dari vena
yang menonjol pada tubuh. Tabung drainase dibuka secara periodik untuk membiarkan
darah keluar dan mencegah tekanan yang terlalu banyak pada sistem vaskular yang bisa
menyebabkan pembengkakan, darah dikeluarkan secara langsung melalui sistem
pembuangan.4

b. Cavity Embalming
Penyuntikan cairan pengawet kedalam arteri umumnya hanya mempengaruhi
kulit, otot dan organ. Namun isi didalam organ tersebut, seperti urin, empedu dan lain-
lain mengalami pembusukan. Gas dan bakteri dapat menyebabkan distensi, cairan
kecoklatan yang dapat keluar dari mulut, bakteri ini dapat menyebar ke bagian tubuh

20
lain bahkan setelah proses arterial embalming. Cavity embalming mengacu pada
penggantian cairan internal rongga tubuh dengan bahan kimia pengawet melalui
aspirator dan trocar. Embalmer membuat sayatan kecil diatas pusar, 2 inci lebih tinggi
dan 2 inci kekanan, dan memasukkan trocar ke rongga dada dan perut untuk menusuk
organ berongga. Gas dan cairan tubuh di aspirasi kemudian rongga tubuh yang telah di
aspirasi diisi dengan cairan embalming yang mengandung formaldehida terkonsentrasi,
kemudian insisi di jahit.4,16
c. Hypodermic Embalming
Hypodermic embalming merupakan suatu metode tambahan dimana injeksi
dilakukan dengan injeksi cairan embalming ke dalam jaringan menggunakan jarum
hipodermik. Prosedur ini dilakukan setelah arterial embalming dilakukan, namun masih
ada bagian tubuh yang tidak terjamah.4
d. Surface Embalming
Surface embalming merupakan metode tambahan dengan menggunakan bahan
pengawet yang langsung ditorehkan pada permukaan kulit dan area superfisial lainnya
(area yang rusak seperti pada kasus kecelakaan, pembusukan, kanker, ataupun donor
kulit).4

Gambar 6: Arterial Embalming

21
Gambar 7: Cavity Embalming
4. Post-embalming
Setelah semua proses dilakukan, maka dilanjutkan dengan membersihkan tubuh
dan rambut untuk menghilangkan darah atau zat kimia yang menempel, lalu jenazah
dikeringkan dan di berikan kosmetik pada wajah, leher, dan ekstremitas. Pemakaian
pakaian pada jenazah dilakukan sesuai dengan kesepakatan keluarga, pada kasus otopsi
maka pakaian dalam plastik juga dipakaikan untuk mencegah kebocoran.2,4

22
2.6 Bahaya dan Keamanan dari Embalming

Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2014 berisi tentang Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) sebagai zat, energi, dan atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi,
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Pada PP nomor 74 tahun 2001
menjelaskan bahwa formalin termasuk bahan berbahaya dan beracun.17

Tabel 2 . contoh B3 (dapat digunnakan) dalam lampiran PP74/2001.17

23
Pada agen infeksius dikategorikan ke dalam 4 kelompok bahaya, berdasarkan pada:
virulensi menyebabkan infeksi, kemampuan untuk menyebabkan epidemi, kemampuan
pencegahan (oleh vaksin atau prophylactic chemotherapy), dan kemampuan penatalaksanaan,
yaitu sebagai berikut17 :
1. Kelompok bahaya(Hazard Group) 1: Organisme yang paling tidak menyebabkan
penyakit manusia.
2. Kelompok bahaya (Hazard Group)2: Organisme yang dapat menyebabkan penyakit
manusia, yang mungkin berbahaya bagi pekerja laboratorium tetapi tidak mungkin
menyebar ke masyarakat, paparan jarang menghasilkan infeksi dengan ketersediaan
profilaksis dan pengobatan yang efektif.
3. Kelompok Bahaya (Hazard Group)3: Organisme yang dapat menyebabkan penyakit
berat pada manusia & menimbulkan bahaya serius bagi pekerja laboratorium. Ini
mungkin menimbulkan risiko penyebaran ke masyarakat tetapi biasanya ada profilaksis
dan pengobatan yang efektif tersedia.
4. Kelompok Bahaya (Hazard Group)4: Organisme yang menyebabkan penyakit berat
pada manusia & merupakan bahaya serius bagi pekerja laboratorium. Ini mungkin
menimbulkan risiko tinggi penyebaran ke masyarakat & biasanya tidak ada profilaksis
dan pengobatan yang efektif.

Dengan demikian, Hazard Group1 ini kelompok yang tidak menimbulkan penyakit
pada manusia.Hazard Group 2 merupakan agen infeksius seperti: Methicillin Resistent
Staphylococcus aureus (MRSA), Vancomycin-resistent Enterococci (VRE), Salmonella spp
dan bakteri enterik patogen lainnya. Rute transmisi agen biologi ini melalui tangan ke mulut
“hand to mouth”. Prosedur hygiene yang baik termasuk cara mencuci tangan yang benar dapat
mengurangi angka transmisi dari kelompok ini. Kelompok yang signifikan untuk pekerja
kamar jenazah adalah Kelompok Bahaya (Hazard Group)3 (HG3), yang disebabkan oleh agen
biologis tuberkulosis (TB), human immunodeficiency virus (HIV), hepatitis B & C virus
(HBV, HCV) yang dapat menyebabkan penyakit manusia yang serius & hadir risiko serius bagi
karyawan. Pada Hazard Group (HG4) biasanya tidak ada profilaksis atau pengobatan yang
efektif. Kelompok ini termasuk virus haemorrhagic fevers (VHF): Marburg, Ebola, Demam
Lassa, Congo Krimea, Demam Berdarah &Yellow Fever.17

Salah satu contoh keamanan dengan menggunakan alat pelindung diri. Alat pelindung diri
adalah alat-alat yang mampu memberikan perlindungan terhadap bahaya-bahaya dalam
pekerjaan.

24
Prosedur pemulasaran jenazah di kamar jenazah sebagai berikut18:
1. Persiapan:
a. Sarung tangan (hand scoon).
b. Masker.
c. Gaun kedap air (apron).
d. Baskom berisi air.
e. Sabun mandi.
f. Tempat sampah (kantung plastik infeksius).
g. Formalin.
h. Disposible 20 cc.
2. Prosedur :
a. Petugas mencuci tangan.
b. Petugas menggunakan PAD.
c. Petugas memandikan jenazah.
d. Petugas mengeringkan jenazah dengan handuk.
e. Petugas mengganti tutup mata, telinga, dan hidung dengan kapas yang bersih.
f. Petugas meletakkan jenazah dalam posisi terlentang tangan disisi atau terlipat di
dada.
g. Petugas membungkus jenazah dengan kain kafan atau dengan lainnya sesuai dengan
kepercayaan agamanya.
h. Petugas melepas APD gas menghubungi keluarga bila jenazah sudah selesai
dimandikan dan dirapikan.
Rumah sakit mengurangi risiko infeksi melalui pengelolaan limbah infeksius dengan
benar. Salah satunya dengan menetapkan pengelolaan kamar mayat dan kamar bedah mayat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setiap hari rumah sakit banyak menghasilkan
limbah, termasuk limbah infeksius. Pembuangan limbah infeksius dengan tidak benar dapat
menimbulkan risiko infeksi di rumah sakit Hal ini nyata terjadi pada pembuangan cairan tubuh
dan material terkontaminasi dengan cairan tubuh, pembuangan darah dan komponen darah,
serta pembuangan limbah dari lokasi kamar mayat dan kamar bedah mayat (post mortem).
Rumah sakit menyelenggaraan pengelolaan limbah dengan benar untuk meminimalkan risiko
infeksi melalui kegiatan sebagai berikut18:

1. pengelolaan limbah cairan tubuh infeksius


2. penanganan dan pembuangan darah serta komponen darah

25
3. pemulasaraan jenazah dan bedah mayat
4. pengelolaan limbah cair
5. pelaporan pajanan limbah infeksius.

Ada regulasi tentang pengelolaan limbah rumah sakit untuk meminimalkan risiko
infeksi yang meliputi butir 1 sampai dengan 5 pada maksud dan tujuan. Pengelolaan limbah
cairan tubuh infeksius sesuai dengan regulasi dan dilaksanakan monitoring, evaluasi, serta
tindak lanjutnya. Penanganan dan pembuangan darah serta komponen darah sesuai dengan
regulasi dan dilaksanakan monitoring, evaluasi, juga tindak lanjutnya. Pengelolaan limbah cair
sesuai dengan regulasi. Pelaporan pajanan limbah infeksius sesuai dengan regulasi dan
dilaksanakan monitoring, evaluasi, serta tindak lanjutnya. Ada bukti penanganan (handling)
serta pembuangan darah dan komponen darah sudah dikelola sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Ada bukti pelaksanaan supervisi dan monitoring terhadap kegiatan butir
1 sampai dengan 5 pada maksud dan tujuan. Bila pengelolaan limbah dilaksanakan oleh pihak
luar rumah sakit harus berdasar atas kerjasama dengan pihak yang memiliki izin dan sertifikasi
mutu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.18

Pemulasaraan jenazah dan bedah mayat sesuai dengan regulasi. Ada bukti kegiatan
kamar mayat dan kamar bedah mayat sudah dikelola sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Ada bukti pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan tindak lanjut kepatuhan prinsip-
prinsip PPI sesuai dengan peraturan perundang-undangan.18

Bentuk limbah medis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di


dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Limbah benda tajam


Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi,
ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum
hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua
benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui
sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh
darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.19
2. Limbah infeksius
Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:
 Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular
(perawatan intensif)s
 Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari
poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular. 19
3. Limbah jaringan tubuh

26
Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh,
biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi. 19
4. Limbah sitotoksik
Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin
terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan
terapi sitotoksik. Limbah yang terdapat limbah sitotoksik didalamnya harus dibakar
dalam incinerator dengan suhu diatas 1000oc. 19
5. Limbah farmasi
Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang
terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang
terkontaminasi, obat-obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat,
obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang bersangkutan dan limbah yang
dihasilkan selama produksi obat-obatan. 19
6. Limbah kimia
Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia
dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset. 19
7. Limbah radioaktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang
berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari
antara lain : tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan bakteriologis; dapat
berbentuk padat, cair atau gas. Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai
karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. 19
8. Limbah Plastik
Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan
sarana pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari
plastik dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis.19

Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah
non medis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari
kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang
pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan
makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai
karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung
bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan
yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll). 19

Selanjutnya pengelolaan limbah rumah sakit diatur berdasarkan jenis limbah, sebagai berikut
20,21
:

1. Limbah padat

Untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu


dilakukan penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengelolaan, limbah medis
dikategorikan menjadi 5 golongan sebabagi berikut :

27
 Golongan A :

Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari kamar bedah.

 Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi.

Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak), bangkai/jaringan


hewan dari laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan dreesing.

 Golongan B :

Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam lainnya.

 Golongan C :

Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam
golongan A.

 Golongan D :

Limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu.

 Golongan E :

Pelapis Bed-pan Disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stomach.

Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan pemisahan penampungan,


pengangkutan, dan pengelolaan limbah pendahuluan.20,21

a. Pemisahan

 Golongan A

Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari ruang
pengobatan hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah medis yang mudah
dijangkau bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada tempat produksi sampah. Kantong
plastik tersebut hendaknya diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila sudah mencapai tiga
perempat penuh. Kemudian diikat kuat sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak
sampah klinis.20,21

Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai tiga perempat
penuh atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah tersebut kemudian dibuang dengan
cara sebagai berikut20,21 :

1) Sampah dari haemodialisis

Sampah hendaknya dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga digunakan autoclaving,tetapi


kantung harus dibuka dan dibuat sedemikian rupa sehingga uap panas bisa menembus secara
efektif.

28
(Catatan: Autoclaving adalah pemanasan dengan uap di bawah tekanan dengan tujuan
sterilisasi terutama untuk limbah infeksius).

2) Limbah dari unit lain :

Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak mungkin bisa menggunakan
cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang aman.

Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak limbah medis
atau kantong lain yang tepat kemudian dimusnahkan dengan incinerator.

Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Incinerator


harus dioperasikan di bawah pengawasan bagian sanitasi atau bagian laboratorium.

 Golongan B

Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup. Sampah ini
hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana penuh (atau dengan interval
maksimal tidak lebih dari satu minggu) hendaknya diikat dan ditampung di dalam bak sampah
klinis sebelum diangkut dan dimasukkan denganincinerator.

b. Penampungan

Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan.


Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau pengangkutan oleh dinas
kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah tersebut hendaknya :

1) Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.

2) Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang disesuaikan dengan frekuensi
pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah ditentukan secara terpisah.

3) Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak rembes, dan
disediakan sarana pencuci.

4) Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari binatang, dan bebas dari
infestasi serangga dan tikus.

5) Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin)

Sampah yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan (jadi bisa digolongkan
dalam sampan klinis), dapat ditampung bersama sampah lain sambil menunggu pengangkutan.

c. Pengangkutan

Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan
internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator
(pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong.

29
Kereta atau troli yang digunakan untuk pengangkutan sampah klinis harus didesain sedemikian
rupa sehingga :

1) Permukaan harus licin, rata dan tidak tembus

2) Tidak akan menjadi sarang serangga

3) Mudah dibersihkan dan dikeringkan

4) Sampan tidak menempel pada alat angkut

5) Sampan mudah diisikan, diikat, dan dituang kembali

Bila tidak tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus diangkut ke tempat lain :

1) Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut. Dan harus
dilakukan upaya untuk men-cegah kontaminasi sampah lain yang dibawa.

2) Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak terjadi kebocoran atau
tumpah.

2.Limbah Cair

Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-bahan


organik dan an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan Limbah (UPL) di
rumah sakit antara lain sebagai berikut20,21:

a. Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System)

Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan, karena kolam
stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya dianjurkan untuk rumah sakit di
luar kota (pedalaman) yang biasanya masih mempunyai lahan yang cukup. Sistem ini terdiri
dari bagian-bagian yang cukup sederhana yakni :

1) Pump Swap (pompa air kotor).

2) Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah.

3) Bak Klorinasi

4) Control room (ruang kontrol)

5) Inlet

6) Incinerator antara 2 kolam stabilisasi

7) Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.

b. Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System)

30
Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena tidak
memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air limbah dialirkan
secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi).
Kemudian air limbah dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan benda padat dan
lumpur. Selanjutnya air yang sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan
umum atau sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge
drying bed (tempat pengeringan Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari :

1) Pump Swap (pompa air kotor)

2) Oxidation Ditch (pompa air kotor)

3) Sedimentation Tank (bak pengendapan)

4) Chlorination Tank (bak klorinasi)

5) Sludge Drying Bed ( tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak).

6) Control Room (ruang kontrol)

c. Anaerobic Filter Treatment System

Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui filter/saringan, air


limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment dengan septic tank (inchaff tank).
Proses anaerobic filter treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang mengandung zat-
zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses
oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak klorida ditampung dulu di bak
stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan
menurunkan jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses klorinasi nanti.

Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai berikut :

1) Pump Swap (pompa air kotor)

2) Septic Tank (inhaff tank)

3) Anaerobic filter.

4) Stabilization tank (bak stabilisasi)

5) Chlorination tank (bak klorinasi)

6) Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur)

7) Control room (ruang kontrol)

31
Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar
kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur, maka kontruksi Anaerobic Filter Treatment
Systemdapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya 20,21:

1) Volume septic tank

2) Jumlah anaerobic filter

3) Volume stabilization tank

4) Jumlah chlorination tank

5) Jumlah sludge drying bed

6) Perkiraan luas lahan yang diperlukan

3. Limbah Radioaktif

Limbah radioaktif padatnya disimpan di ruang khusus berdinding tebal;( I05 dan 90
em), sebelum di angkut ke P2PLR-BATAN atau ke negara pemasok, untuk pakaian yang
dipakai oleh pasien disimpan dalam ruang khusus hingga radioaktivitasnya mendekati aktivitas
alam (background) setelah itu dikeluarkan untuk dicuci dan kemudian digunakan kembali.
Untuk urin pasien ditampung dalam tangkikhusus, setelah potensi radiasinya sudah mendekati
tingkat aktivitas alam, bisa dibuang ke lingkungan. Rumah Sakit perlu mengembangkan tangki
bersusun 4 (empat) untuk menampung urin pasien dari kedokteran nuklir sebelum dibuang ke
lingkungan sebagai limbah umum. Dalam tangki bersusun ini urin pertama kali masuk ke
dalam tangki pertama, setelah penuh urin akan berpindah ke tangki kedua hingga seterusnya
sampai pada tangki ke empat, uraian lebih lanjut akan dibahas dalam bab pembahasan.22

Secara singkat pengelolaan pengelolaan dan pembuangan limbah medis pada rumah
sakit adalah sebagai berikut 22 :

1.Pengumpulan ( Pemisahan Dan Pengurangan )

Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu
yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan
sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta
menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari
berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.

2.Penampungan

Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau
berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan
dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer
seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam
Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang
biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk

32
limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif
dan kantong berwarna hitam dengan tulisan “domestik”

3.Pengangkutan

Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal.


Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke
incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta
dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana
dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.

Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di


luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus
dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal.
Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.

4.Pengolahan dan Pembuangan

Metoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis tergantung pada
faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan yang
berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik pengolahan
sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan adalah 22:

 Incinerasi
 Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121 C)°
 Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau
formaldehyde)
 Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai
desinfektan)
 Inaktivasi suhu tinggi
 Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60
 Microwave treatment
 Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah)
 Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk.

5.Incinerator

Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah sakit
antara lain: ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah medis yang
akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara,
penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam kompleks rumah
sakit dan jalur pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya
kebakaran.22

Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat


membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius

33
menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak
tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah.
Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt dimusnahkan terutama sampah
dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan
pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil
pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan yang
rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana
pengolah pencemar udara yang sesuai.20,21

Pada Undang-Undang 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, apabila rumah sakit tidak
memiliki izin, maka sanksi yang dapat dijatuhkan yaitu pasal 63.23

1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dilakukan oleh
korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat
dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana
denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62.23

2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi
pidana tambahan berupa 23:

a. Pencabutan izin usaha; dan/atau

b. Pencabutan status badan hukum.

2.7 Embalming Dari Sudut Pandang Agama


Terdapat banyak perbedaan pendapat antara agama yang berbeda mengenai kebolehan
pengawetan jenazah :

a. Sudut Pandang Agama Islam


Di masyarakat yang mayoritas penduduknya beragama islam adalah larangan
dilakukannya pengawetan karena agama islam mewajibkan jenazah untuk dikuburkan
dalam waktu 24 jam dari kematian. Seorang muslim percaya bahwa roh akan tetap
berada di tubuhnya dari mulai kematian sampai setelah pemakaman. Tetapi untuk kasus
tertentu seperti pendidikan, hukum embalming ini dapat menjadi mubah, dengan syarat
segera dikburkan setelah urusan jenazah selesai.24
Mengawetkan jenazah dalam konsep Islam diperbolehkan dengan tujuan untuk
penyelidikan dalam kasus kriminal agar dapat mengungkap bukti dari kasus yang
terjadi, juga diperbolehkan untuk tujuan pendidikan. Ataupun sekedar untuk mencegah
terjadinya pembusukan lebih cepat pada jenazah sebelum dikuburkan.25
b. Sudut Pandang Agama Kristen dan Khatolik

34
Menurut agama Kristen, embalming tidak masalah untuk dilakukan. Sebagian
besar tokoh agama Kristen mengatakan bahwa pengawetan dapat dilakukan. Beberapa
badan organisasi dalam ortodoksi timur mengatakan untuk dilakukan pengawetan
kecuali jika diwajibkan hukum atau keharusan lainnya, sedangkan yang lain mungkin
mencegah, eteapi tidak melarang juga untuk dilakukan pengawetan. Secara umum
keputusan untuk dilakukan pengawetan adalah salah satu yang ditentukan oleh keluarga
jenazah dan kebijakan gereja tertentu.26
c. Sudut Pandang Agama Buddha
Pengawetan jenazah tidak dilarang dalam ajaran agama buddha. Sehubungan
jenazah akan dikremasikan maka pengawetan jenazah tidak wajib untuk dilakukan.
Upacara pemakaman Buddhis Theravada dapat dilaksanakan secara sederhana, dengan
menghilangkan pengeluaran yang tidak perlu, serta upacara dan ritual yang tidak
bermanfaat. Semuanya terantung pada keluarga yang bersangkutan untuk mengadakan
upacara pemakaman yang bermanfaat.27

d. Sudut Pandang Agama Hindu


Banyak pidak berpendapat bahwa Hinduisme tidak menerima pegawetan. Dalam
prakteknya, agama Hindu tidak melarang keras untuk dilakukan pengawetan, seperti
pengawetan yang pernah terjadi pada tokoh agama hindu yang sangat dihormati,
umumnya pengawetan ini dilakukan untuk pemulangan ke India untuk dilakukan ritual
keagamaan di rumah keluarganya sebelum kremasi akhir. Secara tradisional, tubuh
yang mati harus dikremasi sebelum matahari terbenam sehingga pengawetan bukanlah
sesuatu yang umum atau luas untuk dilakukan.27

35
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Embalming adalah proses pengawetan mayat untuk mempertahankan penampilan


mayat agar tetap dalam kondisi yang baik untuk jangka waktu yang lama. Embalming bertujuan
sebagai desifektan, pelestarian dan restorasi. Sama seperti tindakan- tindakan kedokteran lain,
embalming juga mempunyai hazard dan safety masing-masing seperti pemakaian Alat
Pelindung Diri dan menghindari daripada kontak langsung dengan cairan tubuh jenzah. Di
Indonesia, embalming boleh dilakukan langsung pada korban yang mati wajar, tapi pada
korban yang mati tidak wajar, embalming boleh dilakukan hanya setelah pemeriksaan forensik
di lakukan.

3.2 Saran

Di Negara Indonesia, sampai saat ini tidak ada institusi pendidikan yang khusus
mendidik seseorang untuk menjadi embalmer. Dalam pendidikan S2, spesialisasi kedokteran
forensik adalah satu-satunya program pendidikan yang mencantumkan pelajaran khusus
mengenai embalming dalam kurikulumnya. Atas dasar itulah, maka dalam konteks hukum di
Indonesia, embalming sebaiknya dilakukan oleh orang yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu, yaitu dokter spesialis forensik.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian kedokteran forensik. FKUI. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: bagian


kedokteran forensik fkui, 1997.
2. Mayer, GR. Embalming: history, theory and practice. Ed IV. Mcgraw-Hill
Medical.2006.
3. Atmaja DS. Pengawetan jenazah dan aspek medikolegalnya. Majalah Kedokteran
Indonesia. 2002.
4. Bajracharya S, Magar A. Embalming: An art of preserving human body. Kathmandu
Univ Med J. 2006.
5. Instalasi pemularasan jenazah rumah sakit dr. Hasan Sadikin. Pengawetan Jenazah.
Diakses dari http:/web.rshs.or.id/jadwal-pelayanan/alur-pelayanan/instalasi-
pemulasaraan-jenazah/ pada tanggal 22 Juni 2018
6. Mulyatno. Kitab undang-undang hukum pidana. Jakarta: Permata Bumi Aksara.
2006.
7. Brenner E. Human Body Preservtation Old and New Techniques. J. Anat. 2014.
8. Bedino HJ. Embalming Chemistry: Glutaraldehyde versus Formaldehyde. Champion:
Expanding Encyclopedia Of Mortuary Pracices, 2003.
9. Scott TJ. What is Embalming. Diakses pada tanggal 20 Juni 2018
http/www.tjscottandson.com.au/files/6embalming.pdf
10. Larson E. Monitoring hand hygene. American journal of infection control. 2013.
11. Ghanem KM, Fassi FA, andHazmi NM. Optimization of Chloroxylenol Degradation
by Aspergillus biger using plackett burman design and response surface methodology.
African Journal of Biotechnology. 2012.
12. Gesman GA. Post mortem procedures. Wolfe medical publicationLTd. 1979.
13. Natekar PE and Desouza FM. “A new embalming fluid for preserving cadavers”.
Journal of Krishna Institute of Medical Sciences (JKIMSU). 2012.
14. Suwarni L, Machroes BH. Larutan embalming bru bagi simulsi bedah syaraf pada
kadaver. Semarang. 2017. (Journal Reading)
15. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Standar kamr
jenazah. Jakarta: Departemen Kesehatan. 2004.
16. Frederick LG dan Strub C. The Principles And Practice Of Embalming. Ed-V.
Professional Training Schools Inc And Robertine Frederick. 1989.

37
17. Chhillar D,Dhattarwal SK, Kataria U. Health hazards at autopsy - A review article.
IAIM, 2015.
18. Saha KK, et al. Awereness of Risks, Hazards and Preventions in autopsy practice: A
review. JEMS. June 2013.
19. 1.Shofyan, M., 2010, ‘Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap
Kesehatan Serta Lingkungan’, UPI
20. 2.Depkes RI 2009 , ’Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
dan Fasilitas Kesehatan Lainnya’. Jakarta
21. 3.Paramita, N., 2007, ‘Evaluasi Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Pusat Angkatan
Darat Gatot Soebroto’, Jurnal Presipitasi Vol. 2 No.1 Maret 2007, Issn 1907-187x,
Semarang
22. 4.Tuka V, Ida N.,2003, ‘Teknologi Pengelelolaan Limbah Radioaktif di RSCM’,
Seminar Tahunan Pengawasan Pemanfaatan Tenaga Nuklir - Jakarta, 11 Desember
2003, Jakarta
23. 5.Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit
24. Rumilawati. Pengawetan mayat guna penelitian ilmiah menurut hukum islam. Badan
pengembangan dan penelitian daerah provinsi jambi. 2002.
25. Ammi Nur Baits. Hukum mengawetkan mayit. 2013.
https://konsultasisyariah.com/16822-hukum-mengawetkan-mayit.html. diakses pada
22 Juni 2018.
26. Lawler P. Is embalming A big, Anti Cristian Deal? 2011.
http://www.firstthings.com/blogs/firstthoughts/2011/01/is-embalming-a-big-anti-
christian-deal. diakses pada 22 Juni 2018.
27. Funeral Consumers Alliace. Embalmig: what you should know. 2015.
http://www.funerals.org/frequently-asked-question/48-what-you-should-know-about-
embalming. diakses pada 22 Juni 2018.

38
Pertanyaan – pertanyaan

1. Mengapa embalming tidak dapat dilakukan pada kasus kematian tidak wajar?
Jawab : karena dapat menghilangkan bukti-bukti tindak pindana. Tubuh mayat yang
telah diembalming akan mengalami perubahan warna pada jaringan menjadi keabuan
karena bercampurnya formalin dengan darah dan tubuh akan mengeras untuk mencegah
pembusukan sehingga sulit untuk menilai perkiraan waktu kematian. pada kasus
keracunan yang telah diembalming dapat dicari penyebab racunnya dengan cara analisa
gas chrmatografi yang dapat memisahkan komponen senyawa-senyawa tertentu.
2. Apa dampak yang akan terjadi jika rumah sakit tidak memenuhi standart dalam
pengolahan limbah?
jawab :

Bentuk limbah medis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di


dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Limbah benda tajam

Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau
bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik,
perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini
memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-
benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan
mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.1

2. Limbah infeksius

Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:

5. Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular
(perawatan intensif)s
6. Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik
dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.

3. Limbah jaringan tubuh

Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya
dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.

4. Limbah sitotoksik

Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi


dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. Limbah

39
yang terdapat limbah sitotoksik didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas
1000oc.

5.Limbah farmasi

Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang
karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat-obat
yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan
oleh institusi yang bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.

6.Limbah kimia

Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam
tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.

7.Limbah radioaktif

Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal
dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari antara lain :
tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair
atau gas. Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik,
kimia dan biologi.

8.Limbah Plastik

Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana
pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastik dan juga
pelapis peralatan dan perlengkapan medis.

Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah
non medis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari
kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang
pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan
makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai
karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung
bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan
yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll).

Selanjutnya pengelolaan limbah rumah sakit diatur berdasarkan jenis limbah, sebagai berikut:

1.Limbah padat

Untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu dilakukan
penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengelolaan, limbah medis dikategorikan menjadi
5 golongan sebabagi berikut :

 Golongan A :

40
Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari kamar bedah.

 Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi.

Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak), bangkai/jaringan hewan dari
laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan dreesing.

 Golongan B :

Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam lainnya.

 Golongan C :

Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam golongan A.

 Golongan D :

Limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu.

 Golongan E :

Pelapis Bed-pan Disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stomach.

Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan pemisahan penampungan,


pengangkutan, dan pengelolaan limbah pendahuluan.

a. Pemisahan

 Golongan A

Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari ruang
pengobatan hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah medis yang mudah
dijangkau bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada tempat produksi sampah. Kantong
plastik tersebut hendaknya diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila sudah mencapai tiga
perempat penuh. Kemudian diikat kuat sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak
sampah klinis.

Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai tiga perempat penuh
atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah tersebut kemudian dibuang dengan cara
sebagai berikut :

1) Sampah dari haemodialisis

Sampah hendaknya dimasukkan dengan incinerator. Bisa juga digunakan autoclaving,tetapi


kantung harus dibuka dan dibuat sedemikian rupa sehingga uap panas bisa menembus secara
efektif.

(Catatan: Autoclaving adalah pemanasan dengan uap di bawah tekanan dengan tujuan
sterilisasi terutama untuk limbah infeksius).

41
2) Limbah dari unit lain :

Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak mungkin bisa menggunakan
cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang aman.

Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak limbah medis
atau kantong lain yang tepat kemudian dimusnahkan dengan incinerator.

Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Incinerator


harus dioperasikan di bawah pengawasan bagian sanitasi atau bagian laboratorium.

 Golongan B

Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup. Sampah ini
hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana penuh (atau dengan interval
maksimal tidak lebih dari satu minggu) hendaknya diikat dan ditampung di dalam bak sampah
klinis sebelum diangkut dan dimasukkan denganincinerator.

b. Penampungan

Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan.


Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau pengangkutan oleh dinas
kebersihan (atau ketentuan yang ditunjuk), sampah tersebut hendaknya :

1) Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.

2) Di lokasi/tempat yang strategis, merata dengan ukuran yang disesuaikan dengan frekuensi
pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah ditentukan secara terpisah.

3) Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai yang tidak rembes, dan
disediakan sarana pencuci.

4) Aman dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab; dari binatang, dan bebas dari
infestasi serangga dan tikus.

5) Terjangkau oleh kendaraan pengumpul sampah (bila mungkin)

Sampah yang tidak berbahaya dengan penanganan pendahuluan (jadi bisa digolongkan
dalam sampan klinis), dapat ditampung bersama sampah lain sambil menunggu pengangkutan.

c. Pengangkutan

Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan
internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator
(pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong.

Kereta atau troli yang digunakan untuk pengangkutan sampah klinis harus didesain sedemikian
rupa sehingga :

1) Permukaan harus licin, rata dan tidak tembus

42
2) Tidak akan menjadi sarang serangga

3) Mudah dibersihkan dan dikeringkan

4) Sampan tidak menempel pada alat angkut

5) Sampan mudah diisikan, diikat, dan dituang kembali

Bila tidak tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus diangkut ke tempat lain :

1) Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut. Dan harus
dilakukan upaya untuk men-cegah kontaminasi sampah lain yang dibawa.

2) Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak terjadi kebocoran atau
tumpah.

2.Limbah Cair

Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-bahan


organik dan an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan Limbah (UPL) di
rumah sakit antara lain sebagai berikut:

a. Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System)

Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan, karena kolam
stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya dianjurkan untuk rumah sakit di
luar kota (pedalaman) yang biasanya masih mempunyai lahan yang cukup. Sistem ini terdiri
dari bagian-bagian yang cukup sederhana yakni :

1) Pump Swap (pompa air kotor).

2) Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah.

3) Bak Klorinasi

4) Control room (ruang kontrol)

5) Inlet

6) Incinerator antara 2 kolam stabilisasi

7) Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.

b. Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System)

Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena tidak
memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air limbah dialirkan
secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi).
Kemudian air limbah dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan benda padat dan

43
lumpur. Selanjutnya air yang sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan
umum atau sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan pada Sludge
drying bed (tempat pengeringan Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari :

1) Pump Swap (pompa air kotor)

2) Oxidation Ditch (pompa air kotor)

3) Sedimentation Tank (bak pengendapan)

4) Chlorination Tank (bak klorinasi)

5) Sludge Drying Bed ( tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak).

6) Control Room (ruang kontrol)

c. Anaerobic Filter Treatment System

Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui filter/saringan, air


limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment dengan septic tank (inchaff tank).
Proses anaerobic filter treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang mengandung zat-
zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses
oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak klorida ditampung dulu di bak
stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan
menurunkan jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses klorinasi nanti.

Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai berikut :

1) Pump Swap (pompa air kotor)

2) Septic Tank (inhaff tank)

3) Anaerobic filter.

4) Stabilization tank (bak stabilisasi)

5) Chlorination tank (bak klorinasi)

6) Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur)

7) Control room (ruang kontrol)

Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar
kecilnya rumah sakit, atau jumlah tempat tidur, maka kontruksi Anaerobic Filter Treatment
Systemdapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya :

1) Volume septic tank

2) Jumlah anaerobic filter

44
3) Volume stabilization tank

4) Jumlah chlorination tank

5) Jumlah sludge drying bed

6) Perkiraan luas lahan yang diperlukan

3. Limbah Radioaktif

Limbah radioaktif padatnya disimpan di ruang khusus berdinding tebal;( I05 dan 90
em), sebelum di angkut ke P2PLR-BATAN atau ke negara pemasok, untuk pakaian yang
dipakai oleh pasien disimpan dalam ruang khusus hingga radioaktivitasnya mendekati aktivitas
alam (background) setelah itu dikeluarkan untuk dicuci dan kemudian digunakan kembali.
Untuk urin pasien ditampung dalam tangkikhusus, setelah potensi radiasinya sudah mendekati
tingkat aktivitas alam, bisa dibuang ke lingkungan. Rumah Sakit perlu mengembangkan tangki
bersusun 4 (empat) untuk menampung urin pasien dari kedokteran nuklir sebelum dibuang ke
lingkungan sebagai limbah umum. Dalam tangki bersusun ini urin pertama kali masuk ke
dalam tangki pertama, setelah penuh urin akan berpindah ke tangki kedua hingga seterusnya
sampai pada tangki ke empat, uraian lebih lanjut akan dibahas dalam bab pembahasan.

Secara singkat pengelolaan pengelolaan dan pembuangan limbah medis pada rumah
sakit adalah sebagai berikut :

1.Pengumpulan ( Pemisahan Dan Pengurangan )

Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu
yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan
sampah, pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta
menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari
berbagai jenis sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.

2.Penampungan

Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau
berlumut, terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan
dalam pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer
seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam
Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang
biohazard untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk
limbah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif
dan kantong berwarna hitam dengan tulisan “domestik”

45
3.Pengangkutan

Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal.


Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke
incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta
dorong sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana
dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.

Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di


luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus
dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal.
Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.

4.Pengolahan dan Pembuangan

Metoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis tergantung pada
faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan yang
berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik pengolahan
sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan adalah :

 Incinerasi
 Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121 C)°
 Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde)
 Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai
desinfektan)
 Inaktivasi suhu tinggi
 Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60
 Microwave treatment
 Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah)
 Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk.

5.Incinerator

Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah sakit
antara lain: ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah medis yang
akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara,
penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam kompleks rumah
sakit dan jalur pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya
kebakaran.

Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat


membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius
menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak
tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah.
Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt dimusnahkan terutama sampah
dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan

46
pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil
pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan yang
rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana
pengolah pencemar udara yang sesuai.

Pada Undang-Undang 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, apabila rumah sakit tidak
memiliki izin, maka sanksi yang dapat dijatuhkan yaitu pasal 63.

1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dilakukan oleh
korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat
dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana
denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62.

2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi
pidana tambahan berupa:

a. Pencabutan izin usaha; dan/atau

b. Pencabutan status badan hukum.

3. Kenapa pada jenazah orangtua dan bayi baru lahir lebih lambat membusuk?
Jawab : karena pada orangtua lemak pada tubuhnya relatif lebih sedikit dan pada
jenazah bayi baru lahir relatif memiliki bakteri yang lebih sedikit. Struktur lemak yang
mudah rusak sehingga jenazah yang kelebihan lemak akan menghambat hilangnya
panas tubuh yang merupakan media yang baik untuk perkembangbiakan organisme
pembusukan.
4. Bagaimana mekanisme pembusukan bakteri Clostridium welchii?

Jawab : Selain bakteri pembusukan ini banyak terdapat dalam intestinal dan paru
bakteri-bakteri ini cenderung berkumpul dalam sistem vena, maka gambaran marbling ini jelas
terlihat pada bahu,dada bagian atas, abdomen bagian bawah dan paha.
Bila Cl.Welchii mulai tumbuh pada satu organ parenchim, maka sitoplasma dari organ
sel itu akan mengalami desintegrasi dan nukleusnya akan dirusak sehingga sel menjadi lisis
atau rhexis. Kemudian sel-sel menjadi lepas sehingga jaringan kehilangan strukturnya. Secara
mikroskopis bakteri dapat dilihat menggumpal pada rongga-rongga jaringan dimana bakteri
tersebut banyak memproduksi gelembung gas. Ukuran gelembung gas yang tadinya kecil dapat
cepat membesar menyerupai honey combed appearance. Lesi ini dapat dilihat pertama kali
pada hati.
Kemudian permukaan lapisan atas epidermis dapat dengan mudah dilepaskan dengan
jaringan yang ada dibawahnya dan ini disebut ‘skin slippage’. Skin slippage ini menyebabkan

47
identifikasi melalui sidik jari sulit dilakukan. Pembentukan gas yang terjadi antara epidermis
dan dermis mengakibatkan timbulnya bula-bula yang bening, fragil, yang dapat berisi cairan
coklat kemerahan yang berbau busuk. Cairan ini kadang-kadang tidak mengisi secara penuh di
dalam bula. Bula dapat menjadi sedemikian besarnya menyerupai pendulum yang berukuran 5
- 7.5cm dan bila pecah meninggalkan daerah yang berminyak, berkilat dan berwarna
kemerahan, ini disebabkan oleh karena pecahnya sel-sel lemak subkutan sehingga cairan lemak
keluar ke lapisan dermis oleh karena tekanan gas pembusukan dari dalam. Selain itu epitel
kulit, kuku, rambut kepala, aksila dan pubis mudah dicabut dan dilepaskan oleh karena adanya
desintegrasi pada akar rambut.
Selama terjadi pembentukan gas-gas pembusukan, gelembung-gelembung udara
mengisi hampir seluruh jaringan subkutan.
Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan menyebabkan terabanya
krepitasi udara. Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, dan tubuh
berada dalam sikap pugilistic attitude.
Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak, leher dan muka dapat
menggembung, bibir menonjol seperti “frog-like-fashion”, kedua bola mata keluar, lidah
terjulur diantara dua gigi, ini menyebabkan mayat sulit dikenali kembali oleh keluarganya.
Pembengkakan yang terjadi pada seluruh tubuh mengakibatkan berat badan mayat yang tadinya
57 - 63 kg sebelum mati menjadi 95 - 114 kg sesudah mati.
Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas pembusukan yang
terjadi didalam cavum abdominal menyebabkan pengeluaran udara dan cairan pembusukan
yang berasal dari trachea dan bronchus terdorong keluar, bersama-sama dengan cairan darah
yang keluar melalui mulut dan hidung. Cairan pembusukan dapat ditemukan di dalam rongga
dada, ini harus dibedakan dengan hematotorak dan biasanya cairan pembusukan ini tidak lebih
dari 200 cc.
Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra abdominal yang
meningkat. Pada wanita uterus dapat menjadi prolaps dan fetus dapat lahir dari uterus yang
pregnan.
Pada anak-anak adanya gas pembusukan dalam tengkorak dan otak menyebabkan
sutura-sutura kepala menjadi mudah terlepas.
Organ-organ dalam mempunyai kecepatan pembusukan yang berbeda-beda dalam.
Jaringan intestinal, medula adrenal dan pancreas akan mengalami autolisis dalam beberapa jam
setelah kematian. Organ-organ dalam lain seperti hati, ginjal dan limpa merupakan organ yang
cepat mengalami pembusukan. Perubahan warna pada dinding lambung terutama di fundus
dapat dilihat dalam 24 jam pertama setelah kematian. Difusi cairan dari kandung empedu
kejaringan sekitarnya menyebabkan perubahan warna pada jaringan sekitarnya menjadi coklat

48
kehijauan. Pada hati dapat dilihat gambaran honey combs appearance, limpa menjadi sangat
lunak dan mudah robek, dan otak menjadi lunak.
Organ dalam seperti paru, otot polos, otot lurik dan jantung mempunyai kecendrungan
untuk lambat mengalami pembusukan. Sedangkan uterus non gravid dan prostat merupakan
organ yang lebih tahan terhadap pembusukan karena strukturnya yang berbeda dengan jaringan
yang lain yaitu jaringan fibrousa. Organ-organ ini cukup mudah dikenali walaupun organ-
organ lain sudah mengalami pembusukan lanjut. Ini sangat membantu dalam penentuan
identifikasi jenis kelamin.
Pada pembusukan lanjut dari organ dalam ini adalah pembentukan granula-granula
milliary atau ‘ milliary plaques’ yang berukuran kecil dengan diameter 1-3 mm yang terdapat
pada permukaan serosa yang terletak pada endotelial dari tubuh seperti pleura, peritoneum,
pericardium dan endocardium. ‘Milliary plaques’ ini pertama kali ditemukan oleh Gonzales
yang secara mikroskopis berisi kalsium pospat, kalsium karbonat, sel-sel endotelial, massa
seperti sabun dan bakteri, yang secara medikolegal sering dikacaukan dengan proses
peradangan atau keracunan.
Pada orang yang obese, lemak-lemak tubuh terutama perirenal, omentum dan
mesenterium dapat mencair menjadi cairan kuning yang transluscent yang mengisi rongga
badan diantara organ yang dapat menyebabkan autopsi lebih sulit dilakukan dan juga tidak
menyenangkan.
5. Apa keuntungan dan kerugian pada metanol dan fenol ?
jawab :

Formaldehida

Gambar 3 : Rumus Kimia Formaldehida

Senyawa kimia formaldehida (metanal), merupakan aldehida berbentuk gas dengan


rumus kima H2CO.Formaldehida dihasilkan dari pembakaran bahan yang mengandung

49
karbon. Formaldehida dalam kadar kecil sekali juga dihasilkan sebagai metabolit
kebanyakan organisme termasuk manusia.8,9
 Keuntungan
Keuntungan formaldehida adalah tidak mahal, bersifat fungisidal, bakterisidal,
dan insektisida yang kuat sesuai konsentrasi, cepat menghancurkan enzim
autolisis, cepat dalam mengubah protein dalam tubuh menjadi resin yang tidak
larut yang menyebabkan inhibisi dari pembusukan, memfiksasi tubuh dengan
cepat sehingga kadaver dapat diposisikan.8
 Kerugian
Kerugian formaldehida lainnya yaitu : koagulasi darah, mengubah jaringan
menjadi berwarna keabuan apabila bercampur dengan darah, discoloration,
dehidrasi jaringan konstriksi kapiler dan memiliki bau.8
 Kegunaan
Formaldehida dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri,
sehingga sering digunakan sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan
pengawet. Larutan formaldehida biasa dipakai dalam embalming untuk
mematikan bakteri serta untuk mengawetkan jenazah, formaldehida akan
diabsorbsi di jaringan dengan baik, tidak merusak jaringan, tetapi
penyerapannya relatif lambat.8
 Efek terhadap kesehatan
Paparan formaldehid dapat menyebabkan efek samping, dari gejala ringan
sampai mengancam nyawa. Paparan akut memiliki efek samping jangka pendek
dan biasanya mudah untuk diantisipasi.
Pada manusia, beberapa efek samping akut paparan formaldehid adalah iritasi
pada mata, hidung, dan tenggorokan.Ketika terjadi paparan pada senyawa ini
dengan jangka waktu yang cukup lama tenggorokan menjadi kering dan
sakit.Pada beberapa penelitian ditemukan bahwa paparan formaldehid yang
konstan dapat meningkatkan resiko untuk menderita beberapa jenis kanker.8

Methanol

Merupakan senyawa alcohol dengan rumus kimia CH3OH, dengan berat molekul 32,
titik didih 64° dan berat jenis 0,7920-0,7930. Metanol merupakan bentuk alcohol paling
sederhana.Pada keadaan atmosfer berbentuk cairan yang mudah menguap, tidak

50
berwarna, mudah terbakar dan beracun dengan bau yang khas.Methanol digunakan
sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan aditif bagi
industri etanol.10

Gambar 4: Methanol

 Kegunaan
Methanol atau methyl alcohol merupakan zat kimia yang dapat mencegah
polimerisasi formaldehid pada cairan embalming, berperan sebagai
antirefrigerant.10
 Efek terhadap kesehatan
Gejala awal yang timbul berupa sakit kepala,pusing,mual, koordinasi
terganggu,kebingungan dan pada dosis yang tinggi tidak sadarkan diri dan
kematian.Bila gejala awal telah dilalui rangkaian dari kedua gejala terjadi 10-
30 jam setelah paparan awal terhadap methanol.Akumulasi asam format pada
saraf optik dapat menyebabkan penglihatan kabur. Hilangnya penglihatan
secara total dapat disebabkan oleh berhentinya fungsi mitokondria pada saraf
optic dimana terjadi hiperemi,edema,dan atropi saraf optik.10

Fenol

51
Gambar 5 : Rumus Kimia Fenol

Fenol atau asam karbolik memiliki sifat bakteriostatik pada konsentrasi 0,2% dan
menjadi bakterisidal/ fungisidal pada konsentrasi 1-1,5%. Berbentuk kristal berwarna
putih. Salah satu senyawa fenolik yang paling sering digunakan adalah kresol.10,11

 Keuntungan

kemampuannya merusak lipid pada membran sel, mengkoagulasi protein,


merusak ATPase, merusak sulfohidril dari protein, dan merusak DNA sehingga
efektif membunuh bakteri.11

 Kegunaan
Senyawa turunan fenol yang dikenal sebagai senyawa fenolik mengandung
molekul fenol yang secara kimiawi dapat diubah.Perubahan struktur kimia
tersebut bertujuan untuk mengurangi efek iritasi kulit dan meningkatkan
aktivitas antibakteri. Peningkatan sifat lipofil turunan fenol akan meningkatkan
aktivitas desifektannya.10

 Efek terhadap kesehatan

Inhalasi zat ini dapat menyebabkan iritasi membran mukosa, sakit kepala, mual,
muntah, nyeri perut, diare, salivasi, sianosis, tinnitus, tremor, dan konvulsi. Laju
nadi akan meningkat lalu melemah dan irregular. Zat ini juga dapat
menyebabkan hemolisis, diare, anorexia, sakit kepala, vertigo, kelemahan otot,
gangguan mental.Bila kontak dengan kulit dapat menyebabkan nekrosis, rasa
terbakar, dan perubahan warna tendon menjadi warna kebiruan/ kecoklatan.10,11

52
53

Anda mungkin juga menyukai