Anda di halaman 1dari 12

Leukemia Limfoblastik Akut pada Anak

Malvin Himawan
102014018 / C1
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email : malvinhmn@gmail.com

Pendahuluan
Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah jenis keganasan yang paling sering ditemui
pada anak-anak, terutama menyerang anak usia 3-7 tahun. LLA adalah keganasan klonal dari
sel-sel prekursor limfoid. Sel-sel yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit
berubah menjadi ganas. Sel leukemik ini tertimbun di sumsum tulang, lalu menghancurkan
dan menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal. Sel kanker ini kemudian
masuk ke dalam aliran darah dan berpindah ke hati, limpa, kelenjar getah bening, otak, ginjal
dan organ reproduksi, dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri. Sel
kanker bisa mengiritasi selaput otak, menyebabkan meningitis dan bisa menyebabkan
anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya. Jika tidak diobati, leukemia ini
bersifat fatal di mana dapat menyebabkan komplikasi ke berbagai organ seperti SSP yang
dapat menyebabkan kematian. Lebih dari 80% kasus, sel- sel ganas berasal dari limfosit B,
dan sisanya merupakan leukemia sel T.1-4

Anamnesis
Pada kasus LLA, anamnesis umum ditambah dengan anamnesis khusus (yang
mengarah pada gangguan darah terutama tanda-tanda anemia dan trombositopenia) akan
sangat membantu dalam menentukkan pemeriksaan dan diagnosis yang akan diambil.4

Pada anamnesis dapat ditanyakan beberapa pertanyaan yang mengarah pada gejala-
gejala LLA:

o Apakah ada tanda-tanda anemia seperti pucat, mudah lelah, letargi, sering pusing?

o Apakah terdapat tanda trombositopenia berupa perdarahan kulit berupa bercak kebiruan
maupun perdarahan dari organ tubuh lainnya misalnya epistaksis, perdarahan gusi,
hematuria dan melena?

1
o Apakah keluhan timbul setelah melakukan aktifitas atau dipengaruhi suatu hal tertentu?

o Apakah timbul demam, mual, muntah, dan nyeri pada sendi?

o Apakah dulu pernah mengalami seperti ini dan apakah di keluarga ada yang sakit seperti
ini juga?

o Penaganan dan obat apa saja yang sudah digunakan? Berapa lama penggunaannya dan
bagaimana khasiatnya?1-4

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien LLA akan ditemukan hal-hal berikut: pucat, petekie,
dan ekimosis pada kulit atau membran mukosa, perdarahan retina, pembesaran KGB,
hepatosplenomegali, nefromegali, dan nyeri tekan pada tulang (sering ditemukan nyeri tulang
sternum). Beberapa gambaran yang lebih jarang yang menyatakan inflitrasi leukemik adalah
nodul subkutan (yaitu leukemia kutis), pembesaran kelenjar saliva (sindrom Mikulicz),
perbesaran testis yang tidak nyeri, kelumpuhan saraf kranial dengan papiledema dan
pembengkakan sendi yang nyeri. Priapisme yang disebabkan oleh kompresi sumsum tulang
epidural jarang terjadi. Pada beberapa pasien, infiltrasi pada tonsil, adenoid, apendiks, atau
KGB mesenterik telah menimbulkan intervensi bedah sebelum leukemia terdiagnosis.5,6
Sekitar 50% pasien memiliki demam yang umumnya hilang dalam 72 jam setelah
kemoterapi.7

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksan laboratorium utama untuk mendiagnosis LLA adalah hitung darah
lengkap, aspirasi sum-sum tulang untuk melihat morfologi sel, immunophenotyping dan
analisis sitogenik.6
Hitung darah lengkap
Hasil hitung darah lengkap pada LLA abnormal, dengan peningkatan kadar sel darah
putih yang signifikan (mencapai >100.000/l) dan mayoritas terdiri dari limfoblas.
Namun, 30% kasus menunjukkan kadar leukosit yang normal atau rendah. Umumnya
ditemukan granulositopenia, dan pada kasus dengan limfoblas yang sangat tinggi,
granulosit bisa tidak terdeteksi. Anemia dan trombositopenia hampir selalu ditemukan
meskipun dengan derajat bervariasi.6

2
Pada LLA, limfoblas umumnya agranular berukuran sedang, sementara pada LMA,
sel blas lebih besar dengan sitoplasma yang lebih banyak dan kadang mengandung
Auer rod.10

Gambar 1. Sel blas pada LLA.10


Aspirasi sum-sum tulang
Pada sediaan sum-sum tulang, terlihat selularitas meningkat dan sel-sel normal
digantikan oleh limfoblas. Sulit membedakan LLA dan LMA (leukemia myeloblastik
akut) dari morfologi saja sehingga perlu dilakukan pewarnaan histokimia. LLA akan
negatif pada pewarnaan peroksidase dan esterase, namun positif pada PAS (periodic
acid-Schiff). LLA tipe pre-B positif pada pewarnaan TdT (terminal
deoxynucleotidase).

Gambar 2. Hiperselularitas sum-sum tulang pada leukemia akut.11


Immunophenotyping dan analisis genetik
Digunakan untuk membedakan LLA tipe sel B dan sel T dan penggolongan sub tipe.
Pemeriksaan ini harus dilakukan di awal saat sel blas masih banyak, karena setelah
terapi dimulai akan sulit untuk dilakukan.
Kelainan hasil lab lain yang diasosiasikan dengan LLA meliputi
hipogammaglobulinemia, peningkatan LDH dan asam urat, serta berbagai kelainan
elektrolit seperti hiperfosfatemia, hipokalsemia dan hyperkalemia. Hiperfosfatemia
dan hyperkalemia dapat memburuk pada awal terapi karena banyaknya sel blas yang
mati.
Radiologi
Massa mediastinum dapat ditemukan dari hasil x-ray toraks pada pasien LLA sel T.6,7

3
Working Diagnosis
Leukemia Limfoblastik Akut
Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah penyakit yang biasanya menyerang anak-
anak. LLA merupakan penyakit keganasan paling sering pada anak usia <15 tahun. Penyakit
ini dapat digolongkan menjadi tiga kelas. L1, L2, dan L3, berdasarkan morfologi limfosit di
darah tepi dan sum-sum tulang.6

Pada kelas L1 limfosit secara seragam berukuran kecil dengan inti bundar, sedikit
sitoplasma, dan anak inti yang jelas. L2 terdiri dari sel yang berukuran lebih besar dan
sitoplasma yang lebih banyak, inti yang ireguler, dan anak inti yang jelas. Sementara L3
terdiri dari sel besar dengan banyak sitoplasma, inti bulat, dan anak inti yang jelas (Lihat
gambar 3). Tipe 1 paling sering ditemukan pada anak-anak, namun juga dapat terjadi pada
dewasa. Tipe 2 dan 3 lebih sering ditemukan pada dewasa dan memiliki prognosis yang jauh
lebih buruk.6

Gambar 3. Tipe morfologi LLA.6

Berdasarkan klasifikasi imunologik, LLA dibedakan menjadi sel pre-B, sel B, dan sel
T. Klasifikasi yang ketiga berdasarkan abnormalitas sitogenik. Abnormalitas ini terjadi secara
acak dan diketahui memiliki dampak terhadap prognosis penyakit (lihat tabel 1).6 80-85%
pasien LLA memiliki jenis sel pre-B.8
Adanya abnormalitas sitogenik dapat didefinisikan pada dua level yang berbeda. Yang
pertama adalah abnormalitas jumlah DNA di setiap sel, disebut dengan DNA aneuploidy dan
mudah dideteksi dengan flow cytometry. Hyperploidy (peningkatan jumlah kromosom sel)
lebih umum pada anak-anak dan memiliki prognosis yang lebih baik. Hypodiploidy sangat
jarang dan umumnya kasus LLA muncul dengan jumlah DNA normal.6

4
Nonrandom translocations adalah abnormalitas sitogenik yang paling sering ditemukan pada
anak dengan LLA dan terbagi menjadi beberapa sub grup. Penggolongan ini dapat membantu
untuk penentuan terapi yang lebih spesifik (lihat tabel 1).6

Tabel 1. Abnormalitas genetik pada LLA.6

Etiologi
Terdapat beberapa keadaan leukemia familial. Sedikit diketahui berkenaan demgan
etiologi kasus individu leukemia akut masa kanak-kanak. Kembar identik pada pasien
leukemia di bawah usia 4 tahun telah meningkatkan risiko untuk perkembangan leukemia.
Faktor predisposisi lain untuk leukemia adalah sindrom Down, anemia Fanconi, sindrom
Bloom, dan ataksia-telengiektasi. Anak yang terpajan oleh radiasi isoniasi atau obat-obat
kemoterapi (terutama terhadap inhibitor topoisomerase II) berisiko lebih tinggi untuk
berkembang menjadi leukemia.5

Epidemiologi
Setiap tahun, 2.000 2.500 kasus baru leukemia masa kanak-kanak terjadi di Amerika
Serikat. Penyakit ini mengenai sekitar 40 anak per sejuta anak di bawah usia 15 tahun. Ada
dua puncak insiden LLA berdasarkan umur, yaitu <10 tahun dan yang jauh lebih jarang pada
usia >50 tahun. Pada anak-anak, LLA paling sering terjadi pada usia 3-7 tahun, meskipun
masih dapat terjadi pada usia yang lebih rendah.6

Gejala Klinis
Gambaran klinis ALL cukup bervariasi, bisa gejala yang tidak jelas sampai gejala
yang akut. Beberapa pasien menderita infeksi atau pendarahan yang mengancam jiwa saat
diagnosis, sedangkan lainnya asimtomatis. Gejala LLA tidak banyak berbeda baik pada anak
maupun dewasa dan tidak ada perbedaan signifikan dengan tipe leukemia akut lainnya.

5
Gejala yang terutama adalah anemia sedang sampai berat, granulositopenia, dan
trombositopenia. Pasien mengeluh rasa lemah yang semakin parah dan mudah lelah. Pada
anemia yang parah, dapat terjadi sesak nafas dan gagal jantung kongestif. Trombositopenia
yang parah diasosiasikan dengan petekie, terutama di ekstremitas bawah, dan epistaksis.
Infeksi bakteri seperti otitis media, faringitis, atau pneumonia dapat terjadi akibat
granulositopenia.5,6

Patofisiologi
LLA merupakan suatu keganasan jaringan yang menghasilkan sel darah putih
(leukosit) yang imatur atau abnormal dalam jumlah berlebihan, dan leukosit-leukosit tersebut
melakukan invasi ke berbagai organ tubuh. Sel-sel leukemik berinfiltrasi ke dalam sumsum
tulang, mengganti unsur-unsur sel yang normal. Akibatnya, timbul anemia, dan dihasilkan sel
darah merah dalam jumlah yang tidak mencukupi. Timbul perdarahan akibat menurunnya
jumlah trombosit yang bersirkulasi. Infeksi juga terjadi lebih sering karena berkurangnya
jumlah leukosit normal. Invasi sel-sel leukemik ke dalam organ-organ vital menimbulkan
hepatomegali, splenomegali, dan limfadenopati.5

Akumulasi sel blas menghambat produksi normal granulosit, eritrosit, dan trombosit,
sehingga mengakibatkan infeksi, anemia, dan perdarahan. Sel leukemia dapat menginfiltrasi
setiap organ dan menyebabkan pembesaran dan gangguan fungsi organ tersebut. Satu sel
induk mutan, mampu memperbaharui secara tidak terhingga, menyebabkan prekursor
hematopoietik berdiferensiasi buruk yang membelah diri pada kecepatan yang sama atau
lebih lambat daripada normalnya. 5

Differential Diagnosis

Leukemia mielositik akut (LMA)

Leukemia mielositik akut adalah keganasan yang berasal dari sel multipotent
hematopoeietik, dikarakteristikan dengan proliferasi abnormal dari sel blas di sum-sum

6
tulang dan gangguan produksi sel darah normal, sehingga menyebabkan anemia dan
trombositopenia. LMA menyumbang 80% kasus leukemia akut pada dewasa dan 15-20%
pada anak-anak. Merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada neonatus.7

Gejala yang sering ditemukan meunujukkan anemia: pucat, lelah, lemah, palpitasi,
dyspnea saat aktivitas; atau trombositopenia: ekimosis, petekie, epistaksis, perdarahan
gusi, perdarahan konjungtiva, dan perdarahan yang panjang setelah luka kecil.
Granulositopenia sering menyebabkan infeksi pyogenik minor pada kulit, sementara
infeksi mayor jarang ditemukan pada diagnosis sebelum terapi sitotoksik. Dapat
ditemukan demam, anoreksia, dan penurunan berat badan. Splenomegali atau
hepatomegaly ringan ditemukan pada 1/3 pasien. Pembesaran KGB jarang ditemukan,
kecuali pada tipe monositik.7

Pada sebagian besar kasus, gambaran klinis dan morfologi pada pewarnaan rutin
membedakan ALL dari AML. Diperlukan tes khusus untuk memastikan penegakan
diagnosis AML atau ALL dan untuk membagi lagi kasus-kasus AML atau ALL ke dalam
subtipe yang berbeda. Hasil lab menunjukkan anemia dan trombositopenia. Leukosit total
turun sampai di bawah 5000/l dan neutrophil dibawah 1000/l pada setengah pasien saat
diagnosis. Neutrophil matur dapat diemukan dalam keadaan hiper/hiposegmentasi atau
hipogranular. Myeloblas mendominasi 3-95% leukosit di darah, dan sekitar 1-10% sel
blas mengandung Auer rods pada 1/3 pasien. Auer rod adalah badan inklusi berbentuk
batang pada sitoplasma yang terbentuk dari kristalisasi konstituen granul azurofilik
(Gambar 4). Sum-sum tulang mengandung sel blas dan diindentifikasi sebagai myeloblas
dengan pewarnaan sitokimia (misalnya peroksida), adanya Auer rods, atau reaktifitas
dengan antibodi spesifik terhadap myeloblas dan sel derivatnya. 7 Untuk membantu
membedakan LLA dan LMA dapat dilihat tabel 2.

Gambar 4. Auer rod.11

7
Tabel 2. Perbandingan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang LLA dan LMA.
LLA LMA
Epidemiologi <15 tahun dewasa, neonatus
Gejala Klinis gambaran anemia, gambaran anemia,
trombositopenia, trombositopenia,
granulositopenia (otitis granulositopenia (infeksi
media, faringitis, kulit minor),
pneumonia), demam,
demam, hepato/splenomegali,
hepato/splenomegali, pembesaran KGB jarang
pembesaran KGB sering ditemukan
ditemukan
Hitung darah lengkap leukositosis/leukopenia, leukositosis/leukopenia,
anemia, granulositopenia, anemia, granulositopenia,
trombositopenia trombositopenia
Sediaan apus darah tepi sel blas sel blas dengan auer rod
Aspirasi sum-sum tulang hiperseluler, mayoritas sel hiperseluler, mayoritas sel
blas blas
Pewarnaan sitokimia Peroksidase (-) Peroksidase (+)
Esterase (-) Esterase (+)
PAS (+) PAS (-)
TdT (+) : LLA pre-B TdT (-)

Penatalaksanaan
Strategi dasar untuk pengobatan ALL terdiri atas:5
1. Kemoterapi intensif jangka pendek untuk menimbulkan remisi komplet;
2. Fase konsolidasi, biasanya diberikan lebih dari 2-4 minggu;
3. Pengobatan sistem saraf pusat presimptomatis;
4. Kesinambungan terapi selama 2 atau 3 tahun untuk meneruskan penghancuran sel
leukemia.

Sel leukemik anak dengan ALL biasanya cukup sensitif terhadap kemoterapi pada saat
diagnosis. Pengobatan induksi secara tipikal meliputi glukokortikoid (deksametason atau
prednison), alkaloid tumbuhan (vinkristin), dan enzim asparaginase, semuanya diberikan
selama 4 minggu. Obat-obatan ini segera menghancurkan sel leukemik, dengan toksisitas
organ dan gangguan hematopoesis normal yang minimal. Tujuan pengobatan induksi adalah

8
untuk mencapai remisi, dimana tidak ditemukan gejala leukemia dari pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan morfologi sum-sum tulang. Sum-sum tuang harus dalam keadaan normoseluler
dan sel blas <5%. Dengan kemoterapi modern dan perawatan suportif, 97-98% anak dapat
mencapai remisi sempurna. Lalu, fase konsolidasi dilakukan untuk membunuh sel leukemik
sisa.5

Metode standar terapi selama remisi adalah penggunaan terapi preventif SSP. Terapi
ini didasarkan pada konsep adanya sel leukemik yang tidak terdeteksi dan terlindungi oleh
sawar darah otak dari obat kemoterapi sistemik. Dengan anggapan bahwa sel leukemik
berada dalam selaput otak pada saat diagnosis, tujuan dari terapi preventif SSP adalah untuk
menghilangkan sel-sel ini pada saat jumlahnya masih sedikit dan tidak terdeteksi oleh
pemeriksaan klinis. Pada terapi ini dilakukan terapi intratekal (hanya metotreksat atau
dikombinasikan dengan cytarabine dan hidrokortison) dengan atau tanpa radiasi kranial.5,9
setelah terapi preventif SSP, pasien masuk dalam fase maintanance. Protokolnya bervarisi
namun umumnya diberi dosis rendah 6-mercaptopurin atau methotrexate. Durasi total terapi
umumnya 2-3 tahun.6

Selain terapi diatas, perlu diperhatikan juga terapi suportif untuk pasien. Diberikan
allupurinol untuk hiperurisemia, pengikat fosfat (alumunium hidroksida, kalsium karbonat
atau asetat) untuk hiperfosfatemia. Hidrasi dan alkanisasi urine dilakukan untuk mencegah
komplikasi ke ginjal. Pencegahan terhadap infeksi juga dapat dilakukan dengan menghindari
orang sakit menular, makanan tidak matang, buah yang tidak dikupas, dll. Pasien LLA yang
menjalani kemoterapi rentan terhadap pneumonia yang membahayakan nyawa oleh infeksi
Pneumocystis carinii sehingga perlu diberikan trimetophrim-sulfomethoxazole 3 kali per
minggu.7,9

Relaps
Relaps adalah munculnya kembali leukemia pada bagian mana pun di dalam tubuh.
Dari semua pasien yang telah menghentikan pengobatan, 10-15% akan mengalami relaps,
seringkali selama tahun pertama setelah terapi dihentikan. Relaps hematologik dapat ditandai
dengan munculnya kembali anemia, leukopenia, trombositopenia, pembesaran hati atau

9
limpa, nyeri tulang, demam, atau menurunnya toleransi kemoterapi secara tiba-tiba. Karena
relaps menyatakan pertumbuhan kembali populasi sel leukemia yang telah menjadi resisten
terhaap kemoterapi, upaya selanjutnya untuk menginduksi remisi harus bergantung pada
modifikasi terapi asal. Karena hampir semua obat yang efektif untuk mempertahankan remisi
telah digunakan, penyusunan rencana pengobatan sering melibatkan obat eksperimental atau
regimen baru bersama dengan obat yang telah digunakan sebelumnya. Pada kebanyakan
pasien, remisi kedua biasanya lebih pendek daripada yang pertama dan akhirnya dapat timbul
resistensi terhadap semua obat antileukemik. Transplantasi sumsum tulang merupakan suatu
pilihan terapi untuk penderita ALL yang menderita relaps.5

Komplikasi
Komplikasi metabolik pada pasien ALL dapat disebabkan oleh lisis sel leukemik
akibat kemoterapi atau secara spontan dan komplikasi ini dapat mengancan jiwa pasien yang
memiliki beban sel leukemia yang besar. Terlepasnya komponen intraseluler dapat
menyebabkan hiperurisemia, hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia dengan hipokalsemia
sekunder. Beberapa pasien dapat menderita nefropati asam urat atau nefrokalsinosis. Terapi
vinkristin atau siklofosfamid dapat mengakibatkan peningkatan hormon antidiuretik, dan
pemberian antibiotika tertentu yang mengandung natrium, seperti tikarsilin atau karbenisilin
dapat mengakibatkan hipokalemia. Hiperglikemia terjadi pada 10% setelah pengobatan
dengan prednison dan asparaginasi dan memerlukan penggunaan insulin jangka pendek.5
Karena efek mielosupresif dan imunosupresif penyakit dan kemoterapi, anak yang
menderita leukemia lebih rentan terhadap infeksi. Infeksi yang paling awal adalah bakteri,
yang dimanifestasikan oleh sepsis, pneumonia, selulitis, dan otitis media. Pneumonia
Pneumocystis carinii yang timbul selama masa remisi merupakan komplikasi yang sering
dijumpai pada masa lalu, namun sekarang sudah jarang karena adanya profilaksis. Karena
adanya trombositopenia yang disebabkan leukemia atau pengobatan, manifestasi perdarahan
sering ditemukan namun umumnya terbatas pada kulit dan membran mukosa. Transfusi
komponen trombosit diberikan untuk episode perdarahan. Efek lambat lainnya adalah
gangguan pertumbuhan dan disfungsi gonad, tiroid, hati, dan jantung.7
Prognosis
Anak-anak dengan risiko standart memiliki kemungkinan sembuh 85%, dan risiko
tinggi 75%. Namun, anak yang mengalami relaps dalam sumsum tulang pada permulaan
terapi atau segera setelah terapi awal dihentikan memiliki prognosis jangka panjang yang
buruk. Pasien-pasien ini biasanya gagal mencapai remisi sekunder yang lama dan akhirnya

10
meninggal. Sebaliknya, pasien yang relapsnya timbul lebih dari 6 bulan setelah penghentian
terapi secara elektif memiliki kesempatan yang baik untuk mencapai dan mempertahankan
remisi yang lama dengan pengobatan intensif ulang yang modern.5

Tabel 3. Faktor risiko LLA.6

Kesimpulan
Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah jenis keganasan yang paling sering ditemui
pada anak-anak, terutama menyerang anak usia <15 tahun. LLA adalah keganasan klonal dari
sel-sel prekursor limfoid. Sel-sel yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit
berubah menjadi ganas. Gejala yang terutama adalah anemia sedang sampai berat,
granulositopenia, dan trombositopenia. Diagnosis ditegakan dari pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Yang terutama adalah hiperseluleritas sum-sum tulang dan
ditemukannya sel blas pada darah tepi. Penatalaksanaan LLA meliputi terapi terhadap kanker
dan terapi suportif yang termasuk di dalamnya pencegahan terhadap berbagai komplikasi.
Prognosis LLA umumnya baik, bahkan pada pasien dengan risiko tinggi, namun akan
memburuk jika terjadi remisi pada awal terapi atau segera setelah terapi awal dihentikan.

Daftar Pustaka
1 Fianza PI. Leukemia limfoblastik akut. Dalam: Sudoyo AW, Setioyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Vol II. Edisi ke-5.
Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.1266-74.

11
2 Leukemia limfositik akut [Internet]. www.medicastore.com [cited 23 April 2016].
Diunduh dari: http://medicastore.com/penyakit/46/Leukemia_Limfositik_Akut.html
3 Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Vol I. Edisi ke-
6. Jakarta: EGC; 277-86.
4 Seiter K, Adoo CS, Sacher FTRA, Besa EC, editor. Acute lymphoblastic leukemia
[Internet]. www.emedicine.medscape.com. [cited 23 April 2016]. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/207631-overview
5 Rudolph AM, Hoffman JLE, Rudolph CD. Buku ajar pediatri Rudolph. Vol II. Edisi ke-
20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. h. 1399-1402.
6 Hillman RS, Ault KA, Rinder HM. Hematology in clinical practice. 4th Ed. New York:
The McGraw-Hill Companies; 2002. p. 237-41, 293-9.
7 Lichtman MA, Beutler E, Kipps TJ, Williams WJ. Manual of hematology. 6th Ed. New
York: The McGraw-Hill Companies; 2003. p. 91-8, 303-14.
8 Orkin SH, Fisher DE, Look AT, Lux SE, Ginsburg D, Nathan DG. Oncology of infancy
and childhood. Philadelphia: Elsevier; 2009. p. 299.
9 Weiner MA, Cairo MS. Pediatric hematology/oncology secrets. Philadelphia: Hanley &
Belfus; 2002. p. 109-14.
10 Glodman L, Schafer AI. Goldman-Cecile medicine. Vol I. 25th Ed. Philadelphia: Elsevier;
2016. p. 1058.
11 Frish B, Bartl R. Atlas of bone marrow pathology. Lancaster: Kluwer Academic
Publisher; 1990. p. 82.

12

Anda mungkin juga menyukai