EMBALMING
Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Dipeonegoro Semarang
Disusun oleh :
I
Telah disetujui oleh dosen pembimbing, referat dari :
Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kedoteran Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
II
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa oleh karena karunia
dan perlindungan-Nya kami boleh meyelesaikan referat yang berjudul “Embalming”.
Berlimpah terima kasih kami sampaikan kepada dr. Ratna Relawati, MsiMed, Sp.KF
sebagai penguji referat ini, dr. Liya Suwarni dan dr.Surotosebagai pembimbing referat kami,
dan juga rekan-rekan yang telah membantu kami dalam menyusun referat ini. Referat ini
masih memiliki banyak kekurangan sehingga kami mengharapkan saran yang konstruktif
demi perbaikkan referat ini.
Selain sebagai salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Ilmu Kedokteran Forensik RSUP dr. Kariadi, kami berharap referat ini dapat menjadi
salah satu referensi bagi teman-teman dan pembaca pada umumnya mengenai “Embalming”
Penulis
III
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................. iv
DAFTAR PUSTAKA
IV
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kematian adalah proses yang dapat dikenali secara klinis pada seseorang melalui tanda
kematian yang berupa beberapa perubahan pada tubuh mayat.Karena tingginya mobilitas dan
penyebaran penduduk ke seluruh penjuru dunia, maka penundaan penguburan/kremasi untuk
menunggu kerabat yang tinggal jauh diluar kota atau luar negeri mungkin perlu
dilakukan.Bahkan, terkadang jenazah perlu dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya.
Pada keadaan ini diperlukan pengawetan jenazah untuk mencegah pembusukan dan
penyebaran kuman dari jenazah ke lingkungan.1,2
Tindakan embalming atau pengawetan jenazah yang paling terkenal dan menjadi bahan
penelitian diseluruh dunia adalah yang berasal dari Mesir, yaitu pembuatan
mumi.Perkembangan teknik embalming sudah berkembang pesat, pada 1867 kimiawan
Agustus Wilhelm Von Hofmann menemukan formalin, campuran antara alkohol dan garam
arsenik, pengawet yang menjadi dasar metode pembalseman. Di Indonesia sendiri
pengawetan jenazah juga dilakukan pada beberapa daerah, seperti di Toraja, Sumba, NTT,
dan beberapa daerah lain. Bahan yang digunakan merupakan campuran bahan kimia seperti
garam, asam cuka, tanaman tradisional, maupun dengan meggunakan formalin.2,3
Seiring dengan perkembangan zaman dan adanya kebutuhan-kebutuhan tertentu untuk
mempertahankan jenazah agar tetap menyerupai keadaan hidup, maka diperlukan
pengetahuan yang baik mengenai ilmu pengawetan jenazah.3
V
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
a. Memenuhi tugas referat di kepaniteraan klinik bagian ilmu kedokteran forensik
dan medikolegal.
b. Mengetahui teori dasar pengawetan jenazah secara keseluruhan, mulai
daridefinisi, tujuan, jenis, indikasi, kontraindikasi, prosedur, dan teknik
pelaksanaannya.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui sejarah dan pengertian embalming.
b. Mengetahui tujuan dan manfaat dilakukan embalming.
c. Mengetahui indikasi dan prosedur embalming.
d. Mengetahui jenis dan komposisi bahan yang digunakan untuk embalming.
e. Mengetahui hazard dan safety daripada embalming.
f. Mengetahui sudut pandang agama dan kebudayaan masyarakat Indonesia terhadap
embalming.
VI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Embalming telah menjadi suatu tradisi sejak zaman dahulu diperadaban kuno didunia.
Embalming berasal dari Mesir kuno selama masa dinasti pertama. Ini diperkirakan dimulai
sekitar 3200 tahun sebelum masehi dan berlanjut sampai dengan 650 tahun setelah masehi.2
Selama awal periode predinasti, sebelum tahun 3200 sebelum masehi, masyarakat
Mesir kuno memiliki kebudayaan yang sangat sederhana. Ketika kematian terjadi, badan
yang tidak diawetkan ditempatkan diposisi janin (tangan dan kaki ditekuk), dibalut dengan
baju atau keset kaki jerami, dan diletakkan ditempat yang dangkal dan besar dan disekop ke
gurun pasir sebelah barat dari sungai Nil.2
Masa kedua sejarah Embalming berlanjut dari tahun 650 setelah masehi sampai tahun
1861 dan mulai bertumbuh sampai ke Eropa. Pada masa ini, disebut dengan “Period of the
Anatomists”, sebagai alasan untuk mengembangkan perkembangan teknik-teknik
pengawetan, untuk pemeliharaan jenazah, untuk memperbolehkan pemotongan bagian-bagian
tubuh (anatomi) dan sebagai pembelajaran yang lebih terperinci.2
VII
Masa ketiga atau disebut sebagai masa modern dari sejarah pengawetan jenazah ini
diperluas dari tahun 1861 sampai dengan sekarang. Selama periode inilah pengetahuan
embalming semakin berkembang.2
Metode lain yang digunakan adalah perendaman dalam madu, yang terutama berasal
dari Persia, dengan Alexander Agung sebagai tokoh paling terkenal yang diawetkan dengan
cara ini. Pengawetan Alexander Agung mengungkapkan tujuan berikutnya dari embalming:
kebutuhan untuk transportasi jarak jauh dan jangka panjang, dalam kasus Alexander, transfer
dari Babel ke Alexanderia.2
VIII
dilakukan dengan segera dan sebagai pencegahan penyebaran infeksi baik sebelum maupun
setelah pemakaman. Keluarga para tentara yang meninggal dan jauh dari daerah peperangan
menginginkan agar anggota keluarga yang meninggal tersebut diawetkan, sehingga dapat
dikirim ke daerah masing-masing dalam keadaan baik. Dr. Thomas Holmes, sebagai korps
medis angkatan darat, ditugaskan untuk mengawetkan jenasah para tentara tersebut. Dr.
Thomas Holmes mengawetkan jenazah dengan cara menyuntikkan arsenik dicampur dengan
air ke dalam arteri. Sejak saat itu, dr. Thomas Holmes dikenal sebagai bapak embalming
modern.2
1. Desinfeksi
Desinfeksi adalah menghilangkan atau membunuh sebagian besar dari
kebanyakan organisme patogen pada jenazah dengan menggunakan campuran zat
kimia cair melalui embalming. Pada desinfeksi jenazah dengan menggunakan
formalin dapat membunuh kebanyakan bakteri dan fungi. Salah satu contohnya yaitu
Clostridium welchii.4
Pada bakteri atau mikroorganisme pembusuk atau mikroorganisme pembusuk
seperti Clostridium welchii, menghasilkan asam lemak dan gas pembusukan berupa
H2Sdan HCN. H2S akan bereaksi dengan hemoglobin (Hb) menghasilkan HbS yang
berwarna hijau kehitaman. Bakteri ini kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan
berkembang biak yang akanmenyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai dinding
pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Lalu gas-gas pembusukanakan yang mengisi
pembuluh darah yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah superfisial sehingga
pembuluh darah beserta cabang-cabangnya tampak lebih jelas seperti pohon gundul
(arborescent pattern atau arborescent mark) yang lebihsering disebut marbling.4
IX
Gambar 1: arborescent mark
Selain itu, larva lalat pada jenazah juga akan berkembang menjadi lalat yang
dapat mentransfer patogen danberpotensimenginfeksi manusia, sehingga orang yang
datang dan kontak langsung dengan jenazah yang tidak dilakukan embalming
memiliki kemungkinan terinfeksi. Clostridium welchii dan larva lalat dapat dihambat
melalui embalming. Jenis patogen yang di desinfeksi pada embalming tergantung
pada jenis desinfektan yang digunakan. Sebagai contoh phenol dan derivatnya
mempunyai sifat bakterostatik, fungosida serta dapat mendenaturasi enzim sehingga
dapat membunuh bakteri, jamur, dan virus.5
2. Pengawetan
Pengawetan yaitu upaya menunda proses pembusukan dan dekomposisi
jenazah, sehingga jenazah dapat dikuburkan dan dikremasi tanpa bau dan
dalamkondisi yang baik. Pada dekomposisi jenazah merupakan perubahan terakhir
yang terjadi pada tubuh mayat setelah kematian ( late post-mortem periode). Dalam
dekomposisi terjadinya pemecahan protein kompleks menjadi protein yang lebih
sederhana sehingga terjadi timbulnya gas – gas pembusukkan yang bau dan terjadinya
perubahan warna.5
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan dan dekomposisi adalah
sebagai berikut:4
- Temperatur: Temperatur optimum untuk bakteri mudah berkembang
adalah 26-38oC ( Di bagian Eropa).
- Udara: Kelembapan udaradiperlukanuntuk proses pembusukan, oleh sebab
itu semakin tinggi kelembapan semakin cepat pembusukkan karena
mikroorganisme akan tumbuh lebih cepat.
X
- Ruangan dan pakaian : Jenazah tanpa pakaian akanmembusuk lebih cepat
dibandingkandengan mayat yang memakai pakaian, karena pakaianakan
mempertahankan suhu tubuhjenazah dan dengan pakaian, jenazah juga
terlindung dari serangga.
- Umur: Jenazahorang tua dan bayi baru lahir lebih lambat membusuk,
sebab pada orang tua lemak pada tubuhnya relatif lebih sedikit dan pada
jenazah bayi yang baru lahir relatifmemilikibakteri yang lebihsedikit.
- Keadaan tubuh: Bagian tubuh yang terluka biasanya lebih cepat
membusuk karena lalat danmikroorganismeakanlebih mudah mengakses
jaringan tubuh yang terluka.
- Penyakit : Kematian yang diakibatkan karena infeksiakan mempercepat
pembusukkan.
3. Restorasi
Restorasi jenazah adalah bagian dari pelayanan jenazah dengan tujuan untuk
mempertahankan bentuk dan warna alami dari tubuh jenazah. Tahap pertama adalah
untuk mengembalikan bentuk alami yang akan terlihat dari luar. Contohnya, dengan
mengurangi jaringan yang bengkak, memperbaiki jaringan tubuh yang mengalami
pencekungan, menutupi jaringan yang robek, mengganti kulit yang hilang, dan
memperbaiki tulang-tulang yang patah. Proses kedua atau sering dikenal dengan tata
rias jenazah adalah suatu proses untuk mempertahankan warna kulit normal.
Contohnya pemutihan dan /atau menutupi perubahan warna yang ada pada kulit,
mengembalikan pergantian warna kulit alami yang terjadi karena proses pengawetan
jenazah, dan aplikasi kosmetik untuk wanita.3
XI
pengawetan sebelum jenazah diangkut sebagai bukti dari telah
diawetkankannya jenazah secara baik.International Air Transport Association
(IATA) mengkategorikan peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu
jenazah termasuk dalam special kargo yang memerlukan penanganan khusus
(special handling).Perlakuan khusus dilakukan dengan cara memeriksa fisik
kargo, serta dokumen dari instansi terkait (instansi kesehatan)dan
pelaksanaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- Jenazah yang meninggal akibat penyakit menular akan lebih cepat membusuk
dan berpotensi menulari petugas kamar jenazah,keluarga atau orang-orang di
sekitarnnya.Pada kasus seperti ini,walaupun pengguburan atau kremasinya
akan segara dilakukan,tetap dianjurkan dilakukan pengawetan untuk
mencegah penularan kuman ke sekitarnnya.
XII
- Kematian yang terjadi di dalam tahanan atau penjara.
- Kematian terjadi bukan karena penyakit dan bukan karena hukuman mati.
- Adanya penemuan mayat dimana penyebab dan informasi mengenai kematian
tidak ada.
- Keadaan kematian menunjukkan bahwa kemungkinan kematian akibat
perbuatan melanggar hokum.
- Kematian yang terjadi tanpa kehadiran dokter.
- Orang tersebut melakukan bunuh diri atau situasi kematian mengindikasikan
kematian akibat bunuh diri.
- Kematian yang disaksikan dokter tetapi dia tidak dapat memastikan penyebab
kematian.
- Organ dan jaringan yang baik dengan perubahan struktur yang minimal.
- Pertumbuhan jamur dan bakteri yang terbatas.
XIII
- Memiliki efek toksik rendah pada staf, murid dan lainnya saat persiapan
cadaver untuk kepentingan pendidikan.
- Warna yang natural pada organ dan jaringan.
Adapun cairan pengawet terdiri dari beberapa komposisi utama berdasarkan fungsinya :
1. Formaldehida
Senyawa kimia formaldehida (metanal), merupakan aldehida berbentuk gas dengan
rumus kima H2CO. Formaldehida dihasilkan dari pembakaran bahan yang
mengandung karbon. Formaldehida dalam kadar kecil sekali juga dihasilkan sebagai
metabolit kebanyakan organisme termasuk manusia.8,9
Kegunaan
Formaldehida dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri,
sehingga sering digunakan sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan
pengawet. Larutan formaldehida biasa dipakai dalam embalming untuk
mematikan bakteri serta untuk mengawetkan jenazah, formaldehida akan
diabsorbsi di jaringan dengan baik, tidak merusak jaringan, tetapi
penyerapannya relatif lambat.8
Efek terhadap kesehatan
Paparan formaldehid dapat menyebabkan efek samping, dari gejala ringan
sampai mengancam nyawa. Paparan akut memiliki efek samping jangka
pendek dan biasanya mudah untuk diantisipasi.
Pada manusia, beberapa efek samping akut paparan formaldehid adalah iritasi
pada mata, hidung, dan tenggorokan.Ketika terjadi paparan pada senyawa ini
dengan jangka waktu yang cukup lama tenggorokan menjadi kering dan
sakit.Pada beberapa penelitian ditemukan bahwa paparan formaldehid yang
konstan dapat meningkatkan resiko untuk menderita beberapa jenis kanker.8
2. Methanol
Methanol atau methyl alcohol merupakan zat kimia yang dapat mencegah
polimerisasi formaldehid pada cairan embalming, berperan sebagai antirefrigerant.
Merupakan senyawa alcohol dengan rumus kimia CH3OH, dengan berat molekul 32,
titik didih 64° dan berat jenis 0,7920-0,7930. Metanol merupakan bentuk alcohol
paling sederhana.Pada keadaan atmosfer berbentuk cairan yang mudah menguap,
tidak berwarna, mudah terbakar dan beracun dengan bau yang khas.Methanol
XIV
digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan
aditif bagi industri etanol.10
3. Fenol
Fenol atau asam karbolik memiliki sifat bakteriostatik pada konsentrasi 0,2% dan
menjadi bakterisidal/ fungisidal pada konsentrasi 1-1,5%. Berbentuk kristal berwarna
putih. Senyawa turunan fenol yang dikenal sebagai senyawa fenolik mengandung
molekul fenol yang secara kimiawi dapat diubah.Perubahan struktur kimia tersebut
bertujuan untuk mengurangi efek iritasi kulit dan meningkatkan aktivitas
antibakteri.Peningkatan sifat lipofil turunan fenol akan meningkatkan aktivitas
desifektannya. Salah satu senyawa fenolik yang paling sering digunakan adalah
kresol.10,11
Aktivitas bakterisidal senyawa fenolik disebabkan kemampuannyamerusak lipid pada
membran sel, mengkoagulasi protein, merusak ATPase, merusak sulfohidril dari
protein, dan merusak DNA sehingga efektif membunuh bakteri.Inhalasi zat ini dapat
menyebabkan iritasi membran mukosa, sakit kepala, mual, muntah, nyeri perut, diare,
salivasi, sianosis, tinnitus, tremor, dan konvulsi. Laju nadi akan meningkat lalu
melemah dan irregular. Zat ini juga dapat menyebabkan hemolisis, diare, anorexia,
sakit kepala, vertigo, kelemahan otot, gangguan mental.Bila kontak dengan kulit dapat
menyebabkan nekrosis, rasa terbakar, dan perubahan warna tendon menjadi warna
kebiruan/ kecoklatan.10,11
Cairan pembalseman khas berisi campuran formaldehid, glutaraldehid, etanol,
humektan, cairan pembasahan dan pelarut lainnya. Kandungan formaldehid umumnya
berkisar 5-35% dan kadar etanol biasa berkisar 9-56%.12
XV
Tabel komposisi cairan embalming13
Modifikasi Embalming
Agen Modifikasi:
XVI
b. Larutan penyangga /Buffer, membantu mempertahankan keseimbangan asam basa
dari larutan embalming dan jaringan yang dilakukan embalming.Target pH 7,38-7,40.
Contohnnya sodium borat (borax),sodium bikarbonat,sodium karbonat,magenesium
karbonat.
c. Inorganic salts, untuk menentukan tekanan osmotic dari larutan embalming.
Pewarna
Bahan pewarna yang digunakan dalam cairan pembalseman modern umumnya
digunakan untuk tujuan menghasilkan efek toksik kosmetik internal yang mensimulasikan
secara seksama pewarna alami jaringan. Jenis pewarna yang digunakan sangat bergantung
pada pH arteri. Pewarna untuk jaringan disebut pewarna aktif yang hanya memberi warna
pada cairan dalam botol adalah zat warna yang tidak aktif. Zat pewarna yang digunakan
dalam cairan harus stabil dengan adanya formaldehida, harus larut dalam air, harus memberi
warna daging alami pada tissue yang harus memiliki kualitas pewarnaan tinggi sehingga
jumlah kecil dapat menghasilkan warna yang diinginkan. Bahan pewarna dapat ditempatkan
dalam dua kelas yaitu : sintetik dan natural. Pewarna natural seperti cudbear, carmine,
cochineal. Pewarna sintetik seperti eosin, erythrosine, ponceau, amaranth.14
XVII
untuk melapor ke polisi dimana peristiwa tersebut terjadi. Apabila keluarga menolak
melapor ke polisi dan tetap bersikeras membawa jenazah, maka diberikan surat
pernyataan dan tidak diberikan surat kematian.15
Apabila jenazah sudah dilengkapi SPVeR, maka keluarga korban diminta untuk
membuat surat pernyataan tidak keberatan untuk dilakukan otopsi. Setelah selesai
otopsi, dibuat surat kematian / pengawetan jenazah dilakukan dengan formalin. Ketika
seseorang meninggal dan telah mendapat persetujuan dari keluarga, maka prosedur
pengawetan jenazah bisa dilakukan oleh dokter.15
Setelah keluarga mengisi sejumlah dokumen persetujuan pengawetan, maka prosedur
bisa dimulai. Laporan pengawetan jenazah berisi properti yang dipakai jenazah
meliputi: perhiasan, barang-barang pribadi, detail pada tubuh jenazah (tanda lahir,
tato, luka, atau gambaran lain), prosedur dan bahan kimia yang dipakai pada jenazah.
Laporan ini penting sebagai dokumentasi resmi dan sebagai perlindungan hukum
sebelum pengawetan jenazah. Seluruh properti yang menempel pada tubuh jenazah
harus dilepaskan.3
Semprotan desinfektan yang kuat digunakkan untuk membersihkan kulit, mata, mulut
dan lubang-lubang lain. Jika kaku mayat telah terjadi, maka dilemaskan dengan
menggerak-gerakkan ekstremitas, kepala, dan memijat otot-ototnya. Seluruh rambut
pada wajah juga dicukur dengan tujuan menghindari kosmetik yang berkumpul pada
rambut wajah dan membuat kosmetik tampak lebih nyata.3
2. Feature Setting
Dalam tahap ini yang dilakukan adalah mengatur posisi wajah dan tubuh pada posisi
yang ingin ditampakkan pada peti mati, ini dilakukan sebelum dilakukan arterial
embalming karena tubuh akan benar-benar kaku pada suatu posisi ketika formaldehid
mencapai suatu jaringan tubuh. Mata ditutup menggunakan lem kulit agar tidak
terbuka, mulut juga di tutup dengan mengikat kedua rahang dengan benang atau
dengan alat injeksi khusus.3
3. Pelaksanaan embalming
a. Arterial Embalming
Arterial embalming merupakan cara embalming dengan injeksi cairan embalming ke
dalam pembuluh darah, biasanya melalui arteri karotis dekstra, arteri femoralis,
subklavia, atau arteri aksilaris dan darah dikeluarkan dari vena jugularis. Cara
penyuntikan bisa dengan pompa mekanis atau dengan menggunakan gaya gravitasi.
Pijatan dapat dilakukan pada tubuh jenazah untuk membantu distribusi cairan
XVIII
embalming. Begitu cairan pengawet dialirkan ke sistem arteri, tekanan yang masuk
mulai membentuk ke seluruh sistem perdarahan, hal ini membantu cairan pengawet
memasuki bagian-bagian tubuh dan memasuki jaringan, dan dapat dilihat dari vena
yang menonjol pada tubuh. Tabung drainase dibuka secara periodik untuk
membiarkan darah keluar dan mencegah tekanan yang terlalu banyak pada sistem
vaskular yang bisa menyebabkan pembengkakan, darah dikeluarkan secara langsung
melalui sistem pembuangan.4
b. Cavity Embalming
Penyuntikan cairan pengawet kedalam arteri umumnya hanya mempengaruhi kulit,
otot dan organ. Namun isi didalam organ tersebut, seperti urin, empedu dan lain-lain
mengalami pembusukan. Gas dan bakteri dapat menyebabkan distensi, cairan
kecoklatan yang dapat keluar dari mulut, bakteri ini dapat menyebar ke bagian tubuh
lain bahkan setelah proses arterial embalming. Cavity embalming mengacu pada
penggantian cairan internal rongga tubuh dengan bahan kimia pengawet melalui
aspirator dan trocar. Embalmer membuat sayatan kecil diatas pusar, 2 inci lebih tinggi
dan 2 inci kekanan, dan memasukkan trocar ke rongga dada dan perut untuk menusuk
organ berongga. Gas dan cairan tubuh di aspirasi kemudian rongga tubuh yang telah
di aspirasi diisi dengan cairan embalming yang mengandung formaldehida
terkonsentrasi, kemudian insisi di jahit.4,16
c. Hypodermic Embalming
Hypodermic embalming merupakan suatu metode tambahan dimana injeksi dilakukan
dengan injeksi cairan embalming ke dalam jaringan menggunakan jarum hipodermik.
Prosedur ini dilakukan setelah arterial embalming dilakukan, namun masih ada bagian
tubuh yang tidak terjamah.4
d. Surface Embalming
Surface embalming merupakan metode tambahan dengan menggunakan bahan
pengawet yang langsung ditorehkan pada permukaan kulit dan area superfisial lainnya
(area yang rusak seperti pada kasus kecelakaan, pembusukan, kanker, ataupun donor
kulit).4
XIX
Gambar 2: Arterial Embalming
Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2014 berisi tentang Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) sebagai zat, energi, dan atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi,
XX
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Pada PP nomor 74 tahun 2001
menjelaskan bahwa formalin termasuk bahan berbahaya dan beracun.17
XXI
2. Kelompok bahaya (Hazard Group)2: Organisme yang dapat menyebabkan penyakit
manusia, yang mungkin berbahaya bagi pekerja laboratorium tetapi tidak mungkin
menyebar ke masyarakat, paparan jarang menghasilkan infeksi dengan ketersediaan
profilaksis dan pengobatan yang efektif.
3. Kelompok Bahaya (Hazard Group)3: Organisme yang dapat menyebabkan penyakit
berat pada manusia & menimbulkan bahaya serius bagi pekerja laboratorium. Ini
mungkin menimbulkan risiko penyebaran ke masyarakat tetapi biasanya ada
profilaksis dan pengobatan yang efektif tersedia.
4. Kelompok Bahaya (Hazard Group)4: Organisme yang menyebabkan penyakit berat
pada manusia & merupakan bahaya serius bagi pekerja laboratorium. Ini mungkin
menimbulkan risiko tinggi penyebaran ke masyarakat & biasanya tidak ada profilaksis
dan pengobatan yang efektif.
Dengan demikian, Hazard Group1 ini kelompok yang tidak menimbulkan penyakit
pada manusia.Hazard Group 2 merupakan agen infeksius seperti: Methicillin Resistent
Staphylococcus aureus (MRSA), Vancomycin-resistent Enterococci (VRE), Salmonella spp
dan bakteri enterik patogen lainnya. Rute transmisi agen biologi ini melalui tangan ke mulut
“hand to mouth”. Prosedur hygiene yang baik termasuk cara mencuci tangan yang benar
dapat mengurangi angka transmisi dari kelompok ini. Kelompok yang signifikan untuk
pekerja kamar jenazah adalah Kelompok Bahaya (Hazard Group)3 (HG3), yang disebabkan
oleh agen biologis tuberkulosis (TB), human immunodeficiency virus (HIV), hepatitis B & C
virus (HBV, HCV) yang dapat menyebabkan penyakit manusia yang serius & hadir risiko
serius bagi karyawan. Pada Hazard Group (HG4) biasanya tidak ada profilaksis atau
pengobatan yang efektif. Kelompok ini termasuk virus haemorrhagic fevers (VHF): Marburg,
Ebola, Demam Lassa, Congo Krimea, Demam Berdarah &Yellow Fever.17
Salah satu contoh keamanan dengan menggunakan alat pelindung diri. Alat pelindung diri
adalah alat-alat yang mampu memberikan perlindungan terhadap bahaya-bahaya dalam
pekerjaan.
XXII
d. Baskom berisi air.
e. Sabun mandi.
f. Tempat sampah (kantung plastik infeksius).
g. Formalin.
h. Disposible 20 cc.
2. Prosedur :
a. Petugas mencuci tangan.
b. Petugas menggunakan PAD.
c. Petugas memandikan jenazah.
d. Petugas mengeringkan jenazah dengan handuk.
e. Petugas mengganti tutup mata, telinga, dan hidung dengan kapas yang bersih.
f. Petugas meletakkan jenazah dalam posisi terlentang tangan disisi atau terlipat di
dada.
g. Petugas membungkus jenazah dengan kain kafan atau dengan lainnya sesuai
dengan kepercayaan agamanya.
h. Petugas melepas APD gas menghubungi keluarga bila jenazah sudah selesai
dimandikan dan dirapikan.
Rumah sakit mengurangi risiko infeksi melalui pengelolaan limbah infeksius dengan
benar. Salah satunya dengan menetapkan pengelolaan kamar mayat dan kamar bedah mayat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setiap hari rumah sakit banyak menghasilkan
limbah, termasuk limbah infeksius. Pembuangan limbah infeksius dengan tidak benar dapat
menimbulkan risiko infeksi di rumah sakit Hal ini nyata terjadi pada pembuangan cairan
tubuh dan material terkontaminasi dengan cairan tubuh, pembuangan darah dan komponen
darah, serta pembuangan limbah dari lokasi kamar mayat dan kamar bedah mayat (post
mortem). Rumah sakit menyelenggaraan pengelolaan limbah dengan benar untuk
meminimalkan risiko infeksi melalui kegiatan sebagai berikut18:
Ada regulasi tentang pengelolaan limbah rumah sakit untuk meminimalkan risiko infeksi
yang meliputi butir 1 sampai dengan 5 pada maksud dan tujuan. Pengelolaan limbah cairan
tubuh infeksius sesuai dengan regulasi dan dilaksanakan monitoring, evaluasi, serta tindak
lanjutnya. Penanganan dan pembuangan darah serta komponen darah sesuai dengan regulasi
dan dilaksanakan monitoring, evaluasi, juga tindak lanjutnya. Pengelolaan limbah cair sesuai
dengan regulasi. Pelaporan pajanan limbah infeksius sesuai dengan regulasi dan dilaksanakan
XXIII
monitoring, evaluasi, serta tindak lanjutnya. Ada bukti penanganan (handling) serta
pembuangan darah dan komponen darah sudah dikelola sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Ada bukti pelaksanaan supervisi dan monitoring terhadap kegiatan butir 1 sampai
dengan 5 pada maksud dan tujuan. Bila pengelolaan limbah dilaksanakan oleh pihak luar
rumah sakit harus berdasar atas kerjasama dengan pihak yang memiliki izin dan sertifikasi
mutu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.18
Pemulasaraan jenazah dan bedah mayat sesuai dengan regulasi. Ada bukti kegiatan kamar
mayat dan kamar bedah mayat sudah dikelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ada bukti pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan tindak lanjut kepatuhan prinsip-prinsip PPI
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.18
XXIV
Pengawetan jenazah tidak dilarang dalam ajaran agama buddha. Sehubungan
jenazah akan dikremasikan maka pengawetan jenazah tidak wajib untuk dilakukan.
Upacara pemakaman Buddhis Theravada dapat dilaksanakan secara sederhana,
dengan menghilangkan pengeluaran yang tidak perlu, serta upacara dan ritual yang
tidak bermanfaat. Semuanya terantung pada keluarga yang bersangkutan untuk
mengadakan upacara pemakaman yang bermanfaat.22
XXV
BAB III
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Di Negara Indonesia, sampai saat ini tidak ada institusi pendidikan yang khusus mendidik
seseorang untuk menjadi embalmer. Dalam pendidikan S2, spesialisasi kedokteran forensik
adalah satu-satunya program pendidikan yang mencantumkan pelajaran khusus mengenai
embalming dalam kurikulumnya. Atas dasar itulah, maka dalam konteks hukum di Indonesia,
embalming sebaiknya dilakukan oleh orang yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu, yaitu dokter spesialis forensik.
XXVI
DAFTAR PUSTAKA
XXVII
16. Frederick LG dan Strub C. The Principles And Practice Of Embalming. Ed-V.
Professional Training Schools Inc And Robertine Frederick. 1989.
17. Chhillar D,Dhattarwal SK, Kataria U. Health hazards at autopsy - A review article.
IAIM, 2015.
18. Saha KK, et al. Awereness of Risks, Hazards and Preventions in autopsy practice: A
review. JEMS. June 2013.
19. Rumilawati. Pengawetan mayat guna penelitian ilmiah menurut hukum islam. Badan
pengembangan dan penelitian daerah provinsi jambi. 2002.
20. Ammi Nur Baits. Hukum mengawetkan mayit. 2013.
https://konsultasisyariah.com/16822-hukum-mengawetkan-mayit.html. diakses pada
22 Juni 2018.
21. Lawler P. Is embalming A big, Anti Cristian Deal? 2011.
http://www.firstthings.com/blogs/firstthoughts/2011/01/is-embalming-a-big-anti-
christian-deal. diakses pada 22 Juni 2018.
22. Funeral Consumers Alliace. Embalmig: what you should know. 2015.
http://www.funerals.org/frequently-asked-question/48-what-you-should-know-about-
embalming. diakses pada 22 Juni 2018.
XXVIII