Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

EMBALMING

Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Dipeonegoro Semarang

Disusun oleh :

Malvin Himawan 112017098

Margaretha Meytha 112017153

Virgina Marsella Teiseran 112017206

Herlina Juliani Buarlele 112017241

Thio Mellysa Seseando 112017278

Welmin Sorya Leatomu 112017280

Dosen Penguji :dr. Ratna Relawati, MSiMed, Sp.KF

Residen Pembimbing 1 : dr. Liya Suwarni

Residen Pembimbing 2 : dr. Suroto

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN


FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

RSUP DR. KARIADI SEMARANG

PERIODE 11 JUNI 2018 – 7 JULI 2018


LEMBAR PENGESAHAN

I
Telah disetujui oleh dosen pembimbing, referat dari :

1. Malvin Himawan 112017098


2. Margaretha Meytha 112017153
3. Virgina Marsella Teiseran 112017206
4. Herlina Juliani Buarlele 112017241
5. Thio Mellysa Seseando 112017278
6. Welmin Sorya Leatomu 112017280

Fakultas : Kedokteran Umum

Universitas : Universitas Kristen Krida Wacana

Bagian : Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal

Dosen penguji : dr. Ratna R, MsiMed, Sp.KF

Residen pembimbing 1 : dr. Liya Suwarni

Residen pembimbing 2 : dr. Suroto

Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kedoteran Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Semarang, Juni 2018

Dosen Penguji, Residen Pembimbing 1, Residen Pembimbing 2,

dr. Ratna Relawati,


MsiMed, Sp.KF dr. Liya Suwarni dr.Suroto

II
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa oleh karena karunia
dan perlindungan-Nya kami boleh meyelesaikan referat yang berjudul “Embalming”.

Berlimpah terima kasih kami sampaikan kepada dr. Ratna Relawati, MsiMed, Sp.KF
sebagai penguji referat ini, dr. Liya Suwarni dan dr.Surotosebagai pembimbing referat kami,
dan juga rekan-rekan yang telah membantu kami dalam menyusun referat ini. Referat ini
masih memiliki banyak kekurangan sehingga kami mengharapkan saran yang konstruktif
demi perbaikkan referat ini.

Selain sebagai salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Ilmu Kedokteran Forensik RSUP dr. Kariadi, kami berharap referat ini dapat menjadi
salah satu referensi bagi teman-teman dan pembaca pada umumnya mengenai “Embalming”

Semarang, Juni 2018

Penulis

III
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM ............................................................................ i

LEMBAR PEGESAHAN ........................................................................................ ii

KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii

DAFTAR ISI............................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum .........................................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan ...............................................................................................
1.5 Metode Penulisan ................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................

2.1. Definisi Embalming dan Embalmer ....................................................................


2.2. Sejarah Embalming .............................................................................................
2.3. Tujuan Embalming ..............................................................................................
2.4. Indikasi dan Kontraindikasi Embalming ............................................................
2.5. Bahan yang Digunakan Untuk Embalming .......................................................
2.6. Prosedur Embalming ..........................................................................................
2.7. Embalming Ditinjau Dari Aspek Agama dan Kebudayaan
2.8. Hazard dan Safety dari Embalming ...................................................................

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................

3.1. Kesimpulan .........................................................................................................

3.2. Saran ...................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

IV
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kematian adalah proses yang dapat dikenali secara klinis pada seseorang melalui tanda
kematian yang berupa beberapa perubahan pada tubuh mayat.Karena tingginya mobilitas dan
penyebaran penduduk ke seluruh penjuru dunia, maka penundaan penguburan/kremasi untuk
menunggu kerabat yang tinggal jauh diluar kota atau luar negeri mungkin perlu
dilakukan.Bahkan, terkadang jenazah perlu dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya.
Pada keadaan ini diperlukan pengawetan jenazah untuk mencegah pembusukan dan
penyebaran kuman dari jenazah ke lingkungan.1,2
Tindakan embalming atau pengawetan jenazah yang paling terkenal dan menjadi bahan
penelitian diseluruh dunia adalah yang berasal dari Mesir, yaitu pembuatan
mumi.Perkembangan teknik embalming sudah berkembang pesat, pada 1867 kimiawan
Agustus Wilhelm Von Hofmann menemukan formalin, campuran antara alkohol dan garam
arsenik, pengawet yang menjadi dasar metode pembalseman. Di Indonesia sendiri
pengawetan jenazah juga dilakukan pada beberapa daerah, seperti di Toraja, Sumba, NTT,
dan beberapa daerah lain. Bahan yang digunakan merupakan campuran bahan kimia seperti
garam, asam cuka, tanaman tradisional, maupun dengan meggunakan formalin.2,3
Seiring dengan perkembangan zaman dan adanya kebutuhan-kebutuhan tertentu untuk
mempertahankan jenazah agar tetap menyerupai keadaan hidup, maka diperlukan
pengetahuan yang baik mengenai ilmu pengawetan jenazah.3

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa pengertian embalming dan bagaimana sejarah bermula embalming ?
b. Apa tujuan dan manfaat dari embalming ?
c. Bagaimana prosedur melakukan embalming dan apa indikasi serta kontraindikasinya?
d. Apakah bahan yang digunakan untuk embalming dan bagaimana komposisinya?
e. Apa hazard dan safety dari tindakan embalming?
f. Bagaimana sudut pandang aspek agama dan budaya?

V
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
a. Memenuhi tugas referat di kepaniteraan klinik bagian ilmu kedokteran forensik
dan medikolegal.
b. Mengetahui teori dasar pengawetan jenazah secara keseluruhan, mulai
daridefinisi, tujuan, jenis, indikasi, kontraindikasi, prosedur, dan teknik
pelaksanaannya.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui sejarah dan pengertian embalming.
b. Mengetahui tujuan dan manfaat dilakukan embalming.
c. Mengetahui indikasi dan prosedur embalming.
d. Mengetahui jenis dan komposisi bahan yang digunakan untuk embalming.
e. Mengetahui hazard dan safety daripada embalming.
f. Mengetahui sudut pandang agama dan kebudayaan masyarakat Indonesia terhadap
embalming.

1.4 Manfaat Penulisan


a. Referat ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada mahasiswa
kedokteran agar dapat mengetahui pentingnya proses pengawetan jenazah.
b. Manfaat untuk ilmu pengetahuan : menambah wawasan pengetahuan tentang
embalming.
c. Manfaat untuk masyarakat : memberi informasi mengenai pengawetan jenazah serta
tinjauannya dari berbagai aspek.
d. Manfaat untuk pelayanan kesehatan : memberikan informasi tentang kewaspadaan
dalam penanganan jenazah dan penularan penyakit dari jenazah.

1.5 Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah tinjauan kepustakaan merujuk
pada berbagai literatur.

VI
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Embalming

Embalming adalah suatu penerapan proses kimiawi yang digunakan untuk


pengawetan jenazah dan sanitasi dari tubuh manusia yang mati. The American Board of
Funeral Service Education mendefinisikan embalming adalah proses secara kimiawi
memperlakukan tubuh manusia yang sudah mati untuk mengurangi timbulnya
mikroorganisme dan pertumbuhan mikroorganisme, untuk memperlambat proses
dekomposisi organik dan untuk menjaga penampilan fisik dari jenazah.2

Embalmer adalah orang yang melakukan embalming,yang memenuhi syarat untuk


desinfeksi dan memelihara jenazah dengan suntikan atau dengan pengaplikasian antiseptik
eksternal, desinfektan atau cairan pengawet, dan mempersiapkan jenazah untuk transportasi
dalam kasus dimana kematian disebabkan oleh penyakit menular atau infeksi.2

2.2. Sejarah Embalming

Embalming telah menjadi suatu tradisi sejak zaman dahulu diperadaban kuno didunia.
Embalming berasal dari Mesir kuno selama masa dinasti pertama. Ini diperkirakan dimulai
sekitar 3200 tahun sebelum masehi dan berlanjut sampai dengan 650 tahun setelah masehi.2

Selama awal periode predinasti, sebelum tahun 3200 sebelum masehi, masyarakat
Mesir kuno memiliki kebudayaan yang sangat sederhana. Ketika kematian terjadi, badan
yang tidak diawetkan ditempatkan diposisi janin (tangan dan kaki ditekuk), dibalut dengan
baju atau keset kaki jerami, dan diletakkan ditempat yang dangkal dan besar dan disekop ke
gurun pasir sebelah barat dari sungai Nil.2

Masa kedua sejarah Embalming berlanjut dari tahun 650 setelah masehi sampai tahun
1861 dan mulai bertumbuh sampai ke Eropa. Pada masa ini, disebut dengan “Period of the
Anatomists”, sebagai alasan untuk mengembangkan perkembangan teknik-teknik
pengawetan, untuk pemeliharaan jenazah, untuk memperbolehkan pemotongan bagian-bagian
tubuh (anatomi) dan sebagai pembelajaran yang lebih terperinci.2

VII
Masa ketiga atau disebut sebagai masa modern dari sejarah pengawetan jenazah ini
diperluas dari tahun 1861 sampai dengan sekarang. Selama periode inilah pengetahuan
embalming semakin berkembang.2

Sebelum embalming dikenal, pengawetan dikenal sebagai proses mumifikasi. Hunter-


Gatherer yang tinggal didaerah pesisir dari Gurun Atacama, Chili Utara (kebudayaan
Chinchorro), merupakan yang pertama melakukan mumifikasi buatan.Akibat peningkatan
besar populasi dan kegersangan yang ekstrim (dengan sedikit atau tanpa dekomposisi mayat),
individu yang mati mungkin menjadi bagian penting, menyebabkan terjadinya manipulasi
pada jenazah sehingga dibutuhkan teknik penyimpanan jenazah yang rumit, praktik ini
dilakukan sejak 5000-6000 SM.2

Metode lain yang digunakan adalah perendaman dalam madu, yang terutama berasal
dari Persia, dengan Alexander Agung sebagai tokoh paling terkenal yang diawetkan dengan
cara ini. Pengawetan Alexander Agung mengungkapkan tujuan berikutnya dari embalming:
kebutuhan untuk transportasi jarak jauh dan jangka panjang, dalam kasus Alexander, transfer
dari Babel ke Alexanderia.2

Pembalseman pada abad pertengahan meliputi pengeluaran isi, perendaman tubuh


dalam alcohol, penyisipan pengawet herbal ke dalam sayatan yang dibuat sebelumnya di
bagian tubuh yang berotot, dan membungkus tubuh dalam lembaran berlapis tar atau
wax.Kemudian, pada periode renaisans, pembalseman telah dipengaruhi oleh perkembangan
ilmiah dibidang kedokteran (Ezugworie et al. 2009).Mayat dibutuhkan untuk mempelajari
anatomi tubuh manusia sehingga teknik pembalseman yang dilakukan lebih
maju.Diantaranya dengan injeksi kedalam struktur berongga tubuh,tapi biasanya bukan ke
sistem vaskular.2

Namun demikian, teknik injeksi ke sistem vaskular akhirnya ditemukan. Orang


pertama yang melakukan pembalseman dengan menyuntikkan larutan kimia pengawet ke
dalam pembuluh darah diyakini adalah ahli anatomi Belanda Fredrik Ruysch.Pada tahun
1867, kimiawan Jerman Agustus Wilhelm von Hofmann menemukan formaldehida yang
memiliki sifat sebagai pengawet yang tidak lama kemudian diketahui dan menjadi dasar
untuk metode pembalseman modern.2

Pembalseman modern diyakini dimulai di AS selama Perang Saudara Amerika.Tujuan


utama pembalseman modern adalah untuk pengawetan jenazah agar penguburan tidak perlu

VIII
dilakukan dengan segera dan sebagai pencegahan penyebaran infeksi baik sebelum maupun
setelah pemakaman. Keluarga para tentara yang meninggal dan jauh dari daerah peperangan
menginginkan agar anggota keluarga yang meninggal tersebut diawetkan, sehingga dapat
dikirim ke daerah masing-masing dalam keadaan baik. Dr. Thomas Holmes, sebagai korps
medis angkatan darat, ditugaskan untuk mengawetkan jenasah para tentara tersebut. Dr.
Thomas Holmes mengawetkan jenazah dengan cara menyuntikkan arsenik dicampur dengan
air ke dalam arteri. Sejak saat itu, dr. Thomas Holmes dikenal sebagai bapak embalming
modern.2

2.3. Tujuan Embalming

Terdapat 3 tujuan dari embalming, yaitu sebagai berikut :

1. Desinfeksi
Desinfeksi adalah menghilangkan atau membunuh sebagian besar dari
kebanyakan organisme patogen pada jenazah dengan menggunakan campuran zat
kimia cair melalui embalming. Pada desinfeksi jenazah dengan menggunakan
formalin dapat membunuh kebanyakan bakteri dan fungi. Salah satu contohnya yaitu
Clostridium welchii.4
Pada bakteri atau mikroorganisme pembusuk atau mikroorganisme pembusuk
seperti Clostridium welchii, menghasilkan asam lemak dan gas pembusukan berupa
H2Sdan HCN. H2S akan bereaksi dengan hemoglobin (Hb) menghasilkan HbS yang
berwarna hijau kehitaman. Bakteri ini kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan
berkembang biak yang akanmenyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai dinding
pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Lalu gas-gas pembusukanakan yang mengisi
pembuluh darah yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah superfisial sehingga
pembuluh darah beserta cabang-cabangnya tampak lebih jelas seperti pohon gundul
(arborescent pattern atau arborescent mark) yang lebihsering disebut marbling.4

IX
Gambar 1: arborescent mark
Selain itu, larva lalat pada jenazah juga akan berkembang menjadi lalat yang
dapat mentransfer patogen danberpotensimenginfeksi manusia, sehingga orang yang
datang dan kontak langsung dengan jenazah yang tidak dilakukan embalming
memiliki kemungkinan terinfeksi. Clostridium welchii dan larva lalat dapat dihambat
melalui embalming. Jenis patogen yang di desinfeksi pada embalming tergantung
pada jenis desinfektan yang digunakan. Sebagai contoh phenol dan derivatnya
mempunyai sifat bakterostatik, fungosida serta dapat mendenaturasi enzim sehingga
dapat membunuh bakteri, jamur, dan virus.5

2. Pengawetan
Pengawetan yaitu upaya menunda proses pembusukan dan dekomposisi
jenazah, sehingga jenazah dapat dikuburkan dan dikremasi tanpa bau dan
dalamkondisi yang baik. Pada dekomposisi jenazah merupakan perubahan terakhir
yang terjadi pada tubuh mayat setelah kematian ( late post-mortem periode). Dalam
dekomposisi terjadinya pemecahan protein kompleks menjadi protein yang lebih
sederhana sehingga terjadi timbulnya gas – gas pembusukkan yang bau dan terjadinya
perubahan warna.5
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan dan dekomposisi adalah
sebagai berikut:4
- Temperatur: Temperatur optimum untuk bakteri mudah berkembang
adalah 26-38oC ( Di bagian Eropa).
- Udara: Kelembapan udaradiperlukanuntuk proses pembusukan, oleh sebab
itu semakin tinggi kelembapan semakin cepat pembusukkan karena
mikroorganisme akan tumbuh lebih cepat.

X
- Ruangan dan pakaian : Jenazah tanpa pakaian akanmembusuk lebih cepat
dibandingkandengan mayat yang memakai pakaian, karena pakaianakan
mempertahankan suhu tubuhjenazah dan dengan pakaian, jenazah juga
terlindung dari serangga.
- Umur: Jenazahorang tua dan bayi baru lahir lebih lambat membusuk,
sebab pada orang tua lemak pada tubuhnya relatif lebih sedikit dan pada
jenazah bayi yang baru lahir relatifmemilikibakteri yang lebihsedikit.
- Keadaan tubuh: Bagian tubuh yang terluka biasanya lebih cepat
membusuk karena lalat danmikroorganismeakanlebih mudah mengakses
jaringan tubuh yang terluka.
- Penyakit : Kematian yang diakibatkan karena infeksiakan mempercepat
pembusukkan.
3. Restorasi
Restorasi jenazah adalah bagian dari pelayanan jenazah dengan tujuan untuk
mempertahankan bentuk dan warna alami dari tubuh jenazah. Tahap pertama adalah
untuk mengembalikan bentuk alami yang akan terlihat dari luar. Contohnya, dengan
mengurangi jaringan yang bengkak, memperbaiki jaringan tubuh yang mengalami
pencekungan, menutupi jaringan yang robek, mengganti kulit yang hilang, dan
memperbaiki tulang-tulang yang patah. Proses kedua atau sering dikenal dengan tata
rias jenazah adalah suatu proses untuk mempertahankan warna kulit normal.
Contohnya pemutihan dan /atau menutupi perubahan warna yang ada pada kulit,
mengembalikan pergantian warna kulit alami yang terjadi karena proses pengawetan
jenazah, dan aplikasi kosmetik untuk wanita.3

2.4. Indikasi dan Kontraindikasi Pengawetan Jenazah


1. Indikasi Pengawetan Jenazah3:
- Penundaan penguburan atau kremasi lebih dari 24 jam. Negara Indonesia yang
beriklim tropis, dan dalam 24 jam jenazah akan mulai
membusuk,mengeluarkan bau dan cairan pembusukan yang dapat mencemari
lingkungan sekitarnnya.
- Jenazah yang perlu dibawa ke tempat lain perlu dilakukan pengawetan terlebih
dahulu guna menjamin bahwa jenazah tersebut aman dalam artian tidak
berbau,tidak menularkan bibit penyakit ke sekitarnya selama proses
pengangkutan.Dalam hal ini perusahan pengangkutan perlu sertifikat

XI
pengawetan sebelum jenazah diangkut sebagai bukti dari telah
diawetkankannya jenazah secara baik.International Air Transport Association
(IATA) mengkategorikan peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu
jenazah termasuk dalam special kargo yang memerlukan penanganan khusus
(special handling).Perlakuan khusus dilakukan dengan cara memeriksa fisik
kargo, serta dokumen dari instansi terkait (instansi kesehatan)dan
pelaksanaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
- Jenazah yang meninggal akibat penyakit menular akan lebih cepat membusuk
dan berpotensi menulari petugas kamar jenazah,keluarga atau orang-orang di
sekitarnnya.Pada kasus seperti ini,walaupun pengguburan atau kremasinya
akan segara dilakukan,tetap dianjurkan dilakukan pengawetan untuk
mencegah penularan kuman ke sekitarnnya.

2. Kontraindikasi Pengawetan Jenazah


Pengawetan di Indonesia tidak dapat dilakukan pada kematian yang tidak
wajar sebelum dilakukannya otopsi.Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kesulitan
penyelidikan karena adanya bukti-bukti tindak pidana yang hilang atau berubah dan
karenanya dapat dikenakan sanksi pidana penghilangan benda bukti berdasarkan pasal
233 KUHP.Oleh karena itu setiap kematian tidak wajar dijadikan sebagai
kontraindikasi pengawetan.6

Pasal 233 berbunyi, barang siapa dengan sengaja menghancurkan, merusak,


membikin tak dapat dipakai,menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk
meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang akta-
akta,surat-surat,atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum,terus-menerus
atau untuk sementara waktu disimpan atau diserahkan kepada seorang pejabat,ataupun
kepada orang lain untuk kepentingan umum diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.6

Setiap kematian yang terjadi akibat kekerasan atau keracunan termasuk


kematian yang tidak wajar.Cara kematian pada kematian yang tidak wajar adalah
pembunuhan,bunuh diri dan kecelakaan.Pada kasus kematian yang tidak
wajar,kasusnya hendaknya segera dilaporkan ke penyedik,sesuai dengan pasal 108
KUHAP.Adapun yang termasuk dalam kategori kasus yang harus dilaporkan ke
penyidik adalah6:

XII
- Kematian yang terjadi di dalam tahanan atau penjara.
- Kematian terjadi bukan karena penyakit dan bukan karena hukuman mati.
- Adanya penemuan mayat dimana penyebab dan informasi mengenai kematian
tidak ada.
- Keadaan kematian menunjukkan bahwa kemungkinan kematian akibat
perbuatan melanggar hokum.
- Kematian yang terjadi tanpa kehadiran dokter.
- Orang tersebut melakukan bunuh diri atau situasi kematian mengindikasikan
kematian akibat bunuh diri.
- Kematian yang disaksikan dokter tetapi dia tidak dapat memastikan penyebab
kematian.

Gambar 2: Sertifikat Embalming

2.5.Bahan yang Digunakan Untuk Embalming

Bahan kimia yang dipakai dalamembalming adalah berbagai pengawet, pembersih,


agen desinfektan, dan aditif. Cairan pengawet jenazah yang baik harus menjamin tidak akan
membawa resiko infeksi apabila terjadi kontak dengan jenazah, serta mampu mengurangi
dampak potensi biohazard dan bahaya kimia terhadap lingkungan. Proses pengawetan
jenazah yang baik akan menghasilkan kadaver dalam kondisi berikut 3,7:

- Organ dan jaringan yang baik dengan perubahan struktur yang minimal.
- Pertumbuhan jamur dan bakteri yang terbatas.

XIII
- Memiliki efek toksik rendah pada staf, murid dan lainnya saat persiapan
cadaver untuk kepentingan pendidikan.
- Warna yang natural pada organ dan jaringan.
Adapun cairan pengawet terdiri dari beberapa komposisi utama berdasarkan fungsinya :
1. Formaldehida
Senyawa kimia formaldehida (metanal), merupakan aldehida berbentuk gas dengan
rumus kima H2CO. Formaldehida dihasilkan dari pembakaran bahan yang
mengandung karbon. Formaldehida dalam kadar kecil sekali juga dihasilkan sebagai
metabolit kebanyakan organisme termasuk manusia.8,9
 Kegunaan
Formaldehida dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri,
sehingga sering digunakan sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan
pengawet. Larutan formaldehida biasa dipakai dalam embalming untuk
mematikan bakteri serta untuk mengawetkan jenazah, formaldehida akan
diabsorbsi di jaringan dengan baik, tidak merusak jaringan, tetapi
penyerapannya relatif lambat.8
 Efek terhadap kesehatan
Paparan formaldehid dapat menyebabkan efek samping, dari gejala ringan
sampai mengancam nyawa. Paparan akut memiliki efek samping jangka
pendek dan biasanya mudah untuk diantisipasi.
Pada manusia, beberapa efek samping akut paparan formaldehid adalah iritasi
pada mata, hidung, dan tenggorokan.Ketika terjadi paparan pada senyawa ini
dengan jangka waktu yang cukup lama tenggorokan menjadi kering dan
sakit.Pada beberapa penelitian ditemukan bahwa paparan formaldehid yang
konstan dapat meningkatkan resiko untuk menderita beberapa jenis kanker.8

2. Methanol
Methanol atau methyl alcohol merupakan zat kimia yang dapat mencegah
polimerisasi formaldehid pada cairan embalming, berperan sebagai antirefrigerant.
Merupakan senyawa alcohol dengan rumus kimia CH3OH, dengan berat molekul 32,
titik didih 64° dan berat jenis 0,7920-0,7930. Metanol merupakan bentuk alcohol
paling sederhana.Pada keadaan atmosfer berbentuk cairan yang mudah menguap,
tidak berwarna, mudah terbakar dan beracun dengan bau yang khas.Methanol

XIV
digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan
aditif bagi industri etanol.10

 Efek terhadap kesehatan


Gejala awal yang timbul berupa sakit kepala,pusing,mual,koordinasi
terganggu ,kebingungan dan pada dosis yang tinggi tidak sadarkan diri dan
kematian.Bila gejala awal telah dilalui rangkaian dari kedua gejala terjadi 10-
30 jam setelah paparan awal terhadap methanol.Akumulasi asam format pada
saraf optik dapat menyebabkan penglihatan kabur.Hilangnnya penglihatan
secara total dapat disebabkan oleh berhentinya fungis mitokondria pada saraf
optic dimana terjadi hiperemi ,edema,dan atropi saraf optik.10

3. Fenol
Fenol atau asam karbolik memiliki sifat bakteriostatik pada konsentrasi 0,2% dan
menjadi bakterisidal/ fungisidal pada konsentrasi 1-1,5%. Berbentuk kristal berwarna
putih. Senyawa turunan fenol yang dikenal sebagai senyawa fenolik mengandung
molekul fenol yang secara kimiawi dapat diubah.Perubahan struktur kimia tersebut
bertujuan untuk mengurangi efek iritasi kulit dan meningkatkan aktivitas
antibakteri.Peningkatan sifat lipofil turunan fenol akan meningkatkan aktivitas
desifektannya. Salah satu senyawa fenolik yang paling sering digunakan adalah
kresol.10,11
Aktivitas bakterisidal senyawa fenolik disebabkan kemampuannyamerusak lipid pada
membran sel, mengkoagulasi protein, merusak ATPase, merusak sulfohidril dari
protein, dan merusak DNA sehingga efektif membunuh bakteri.Inhalasi zat ini dapat
menyebabkan iritasi membran mukosa, sakit kepala, mual, muntah, nyeri perut, diare,
salivasi, sianosis, tinnitus, tremor, dan konvulsi. Laju nadi akan meningkat lalu
melemah dan irregular. Zat ini juga dapat menyebabkan hemolisis, diare, anorexia,
sakit kepala, vertigo, kelemahan otot, gangguan mental.Bila kontak dengan kulit dapat
menyebabkan nekrosis, rasa terbakar, dan perubahan warna tendon menjadi warna
kebiruan/ kecoklatan.10,11
Cairan pembalseman khas berisi campuran formaldehid, glutaraldehid, etanol,
humektan, cairan pembasahan dan pelarut lainnya. Kandungan formaldehid umumnya
berkisar 5-35% dan kadar etanol biasa berkisar 9-56%.12

XV
Tabel komposisi cairan embalming13

No. Nama formal Nama komersial Jumlah


1 Formaldehyde sol. (40% w/v) Formalin 4 liter
2 Methyl alcohol Surgical spirit 1 liter
3 Tap water Water 4 liter
4 Phenol ( carbolic crystal) Carbolic acid 500 ml
5 Glycerine BP Glycerine 500 ml
6 Oil of winter green Eucalyptus oil 25 ml
7 Eosin sol Eosin 25 ml

Modifikasi Embalming

Larutan embalming modifikasi dan standar formaldehid digunakan untuk analisis


pembanding. Satu setengah liter bahan fiksasi diperkhusus melalui carotis umum dan arteri
vertebralis (200 ml) dan vena jugularis (300 ml) pada setiap kepala.Campuran modifikasi
disiapkan di laboratorium menggunakan formula susulan: etanol 62,4%,gliserol 17%,fenol
10,2 %, formaldehid 2,3% dan air 8,1 % .Larutan formaldehid 10% konvensional digunakan
pada kelompok formaldehid. Seluruh kepala yang diembalming telah direndam pada
silicon.Spesimen dengan pengawetan cyro telah dibekukan pada postmortem di hari 1-5 hari
pada suhu -15 0C hingga 20 0C dan dicairkan kira-kira 12 jam sebelum proses dengan
simulasi bedah dimulai.14

Agen Modifikasi:

Agen modifikasi terdiri dari 3 yaitu14 :

a. Humektan,untuk hidrasi jaringan sehingga kelembabannya dapat terjaga. Humektan


diberikan pada jenazah yang kering.Semua humektan mempuyai gugus hidrosil yang
dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air sehingga dapat menyerap air dari bagian
luar kulit atau pada keadaan yang berkelembaban tinggi, air diserap dari atmosfer.
Contohnnya :Gliserin; Ethylene glycol : digunakan untuk pelembab mayat yang telah
diawetkan dan anti-refrigerant;sorbitol: dapat digunakan sebagai pengganti glyseril
dan memberi efek penghitaman jaringan yang menimal.

XVI
b. Larutan penyangga /Buffer, membantu mempertahankan keseimbangan asam basa
dari larutan embalming dan jaringan yang dilakukan embalming.Target pH 7,38-7,40.
Contohnnya sodium borat (borax),sodium bikarbonat,sodium karbonat,magenesium
karbonat.
c. Inorganic salts, untuk menentukan tekanan osmotic dari larutan embalming.

Pewarna
Bahan pewarna yang digunakan dalam cairan pembalseman modern umumnya
digunakan untuk tujuan menghasilkan efek toksik kosmetik internal yang mensimulasikan
secara seksama pewarna alami jaringan. Jenis pewarna yang digunakan sangat bergantung
pada pH arteri. Pewarna untuk jaringan disebut pewarna aktif yang hanya memberi warna
pada cairan dalam botol adalah zat warna yang tidak aktif. Zat pewarna yang digunakan
dalam cairan harus stabil dengan adanya formaldehida, harus larut dalam air, harus memberi
warna daging alami pada tissue yang harus memiliki kualitas pewarnaan tinggi sehingga
jumlah kecil dapat menghasilkan warna yang diinginkan. Bahan pewarna dapat ditempatkan
dalam dua kelas yaitu : sintetik dan natural. Pewarna natural seperti cudbear, carmine,
cochineal. Pewarna sintetik seperti eosin, erythrosine, ponceau, amaranth.14

2.6 Prosedur Embalming


Tahap awal pada pengawetan jenazah adalah proses dimana cairan pada tubuh manusia di
keluarkan dan di gantikan dengan larutan kimia sebagai bahan pengawet, berikut adalah
hal yang dilakukan dalam pengawetann jenazah:
1. Pre-embalming
Pasien yang datang ke rumah sakit pada prinsipnya dibagi dua, yaitu: pasien yang
tidak mengalami kekerasan dan pasien yang mengalami kekerasan. Adapun pasien
yang tidak mengalami kekerasan apabila meninggal dunia, langsung diberi surat
kematian kemudian dibawa ke kamar jenazah hanya untuk dicatat. Pasien yang
mengalami kekerasan misalnya, karena percobaan bunuh diri, kecelakaan,
pembunuhan, overdosis narkoba, disamping dokter menolong pasien, dokter juga
melapor polisi atau menyuruh keluarga pasien melapor polisi.15
Apabila pasien meninggal dan dokter tidak memberikan surat kematian, korban
dikirim ke kamar jenazah dengan disertai surat pengantar yang ditandatangani oleh
dokter yang bersangkutan. Apabila kamar jenazah menerima korban dari IGD, tetapi
belum ada surat permohonan VeR (SPVeR), maka petugas menyuruh keluarga korban

XVII
untuk melapor ke polisi dimana peristiwa tersebut terjadi. Apabila keluarga menolak
melapor ke polisi dan tetap bersikeras membawa jenazah, maka diberikan surat
pernyataan dan tidak diberikan surat kematian.15
Apabila jenazah sudah dilengkapi SPVeR, maka keluarga korban diminta untuk
membuat surat pernyataan tidak keberatan untuk dilakukan otopsi. Setelah selesai
otopsi, dibuat surat kematian / pengawetan jenazah dilakukan dengan formalin. Ketika
seseorang meninggal dan telah mendapat persetujuan dari keluarga, maka prosedur
pengawetan jenazah bisa dilakukan oleh dokter.15
Setelah keluarga mengisi sejumlah dokumen persetujuan pengawetan, maka prosedur
bisa dimulai. Laporan pengawetan jenazah berisi properti yang dipakai jenazah
meliputi: perhiasan, barang-barang pribadi, detail pada tubuh jenazah (tanda lahir,
tato, luka, atau gambaran lain), prosedur dan bahan kimia yang dipakai pada jenazah.
Laporan ini penting sebagai dokumentasi resmi dan sebagai perlindungan hukum
sebelum pengawetan jenazah. Seluruh properti yang menempel pada tubuh jenazah
harus dilepaskan.3
Semprotan desinfektan yang kuat digunakkan untuk membersihkan kulit, mata, mulut
dan lubang-lubang lain. Jika kaku mayat telah terjadi, maka dilemaskan dengan
menggerak-gerakkan ekstremitas, kepala, dan memijat otot-ototnya. Seluruh rambut
pada wajah juga dicukur dengan tujuan menghindari kosmetik yang berkumpul pada
rambut wajah dan membuat kosmetik tampak lebih nyata.3
2. Feature Setting
Dalam tahap ini yang dilakukan adalah mengatur posisi wajah dan tubuh pada posisi
yang ingin ditampakkan pada peti mati, ini dilakukan sebelum dilakukan arterial
embalming karena tubuh akan benar-benar kaku pada suatu posisi ketika formaldehid
mencapai suatu jaringan tubuh. Mata ditutup menggunakan lem kulit agar tidak
terbuka, mulut juga di tutup dengan mengikat kedua rahang dengan benang atau
dengan alat injeksi khusus.3
3. Pelaksanaan embalming
a. Arterial Embalming
Arterial embalming merupakan cara embalming dengan injeksi cairan embalming ke
dalam pembuluh darah, biasanya melalui arteri karotis dekstra, arteri femoralis,
subklavia, atau arteri aksilaris dan darah dikeluarkan dari vena jugularis. Cara
penyuntikan bisa dengan pompa mekanis atau dengan menggunakan gaya gravitasi.
Pijatan dapat dilakukan pada tubuh jenazah untuk membantu distribusi cairan

XVIII
embalming. Begitu cairan pengawet dialirkan ke sistem arteri, tekanan yang masuk
mulai membentuk ke seluruh sistem perdarahan, hal ini membantu cairan pengawet
memasuki bagian-bagian tubuh dan memasuki jaringan, dan dapat dilihat dari vena
yang menonjol pada tubuh. Tabung drainase dibuka secara periodik untuk
membiarkan darah keluar dan mencegah tekanan yang terlalu banyak pada sistem
vaskular yang bisa menyebabkan pembengkakan, darah dikeluarkan secara langsung
melalui sistem pembuangan.4

b. Cavity Embalming
Penyuntikan cairan pengawet kedalam arteri umumnya hanya mempengaruhi kulit,
otot dan organ. Namun isi didalam organ tersebut, seperti urin, empedu dan lain-lain
mengalami pembusukan. Gas dan bakteri dapat menyebabkan distensi, cairan
kecoklatan yang dapat keluar dari mulut, bakteri ini dapat menyebar ke bagian tubuh
lain bahkan setelah proses arterial embalming. Cavity embalming mengacu pada
penggantian cairan internal rongga tubuh dengan bahan kimia pengawet melalui
aspirator dan trocar. Embalmer membuat sayatan kecil diatas pusar, 2 inci lebih tinggi
dan 2 inci kekanan, dan memasukkan trocar ke rongga dada dan perut untuk menusuk
organ berongga. Gas dan cairan tubuh di aspirasi kemudian rongga tubuh yang telah
di aspirasi diisi dengan cairan embalming yang mengandung formaldehida
terkonsentrasi, kemudian insisi di jahit.4,16
c. Hypodermic Embalming
Hypodermic embalming merupakan suatu metode tambahan dimana injeksi dilakukan
dengan injeksi cairan embalming ke dalam jaringan menggunakan jarum hipodermik.
Prosedur ini dilakukan setelah arterial embalming dilakukan, namun masih ada bagian
tubuh yang tidak terjamah.4
d. Surface Embalming
Surface embalming merupakan metode tambahan dengan menggunakan bahan
pengawet yang langsung ditorehkan pada permukaan kulit dan area superfisial lainnya
(area yang rusak seperti pada kasus kecelakaan, pembusukan, kanker, ataupun donor
kulit).4

XIX
Gambar 2: Arterial Embalming

Gambar 3: Cavity Embalming


4. Post-embalming
Setelah semua proses dilakukan, maka dilanjutkan dengan membersihkan tubuh dan
rambut untuk menghilangkan darah atau zat kimia yang menempel, lalu jenazah
dikeringkan dan di berikan kosmetik pada wajah, leher, dan ekstremitas. Pemakaian
pakaian pada jenazah dilakukan sesuai dengan kesepakatan keluarga, pada kasus
otopsi maka pakaian dalam plastik juga dipakaikan untuk mencegah kebocoran.2,4

2.6 Bahaya dan Keamanan dari Embalming

Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2014 berisi tentang Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) sebagai zat, energi, dan atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi,
XX
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Pada PP nomor 74 tahun 2001
menjelaskan bahwa formalin termasuk bahan berbahaya dan beracun.17

Pada agen infeksius dikategorikan ke dalam 4 kelompok bahaya, berdasarkan pada:


virulensi menyebabkan infeksi, kemampuan untuk menyebabkan epidemi, kemampuan
pencegahan (oleh vaksin atau prophylactic chemotherapy), dan kemampuan penatalaksanaan,
yaitu sebagai berikut17 :
1. Kelompok bahaya(Hazard Group) 1: Organisme yang paling tidak menyebabkan
penyakit manusia.

XXI
2. Kelompok bahaya (Hazard Group)2: Organisme yang dapat menyebabkan penyakit
manusia, yang mungkin berbahaya bagi pekerja laboratorium tetapi tidak mungkin
menyebar ke masyarakat, paparan jarang menghasilkan infeksi dengan ketersediaan
profilaksis dan pengobatan yang efektif.
3. Kelompok Bahaya (Hazard Group)3: Organisme yang dapat menyebabkan penyakit
berat pada manusia & menimbulkan bahaya serius bagi pekerja laboratorium. Ini
mungkin menimbulkan risiko penyebaran ke masyarakat tetapi biasanya ada
profilaksis dan pengobatan yang efektif tersedia.
4. Kelompok Bahaya (Hazard Group)4: Organisme yang menyebabkan penyakit berat
pada manusia & merupakan bahaya serius bagi pekerja laboratorium. Ini mungkin
menimbulkan risiko tinggi penyebaran ke masyarakat & biasanya tidak ada profilaksis
dan pengobatan yang efektif.

Dengan demikian, Hazard Group1 ini kelompok yang tidak menimbulkan penyakit
pada manusia.Hazard Group 2 merupakan agen infeksius seperti: Methicillin Resistent
Staphylococcus aureus (MRSA), Vancomycin-resistent Enterococci (VRE), Salmonella spp
dan bakteri enterik patogen lainnya. Rute transmisi agen biologi ini melalui tangan ke mulut
“hand to mouth”. Prosedur hygiene yang baik termasuk cara mencuci tangan yang benar
dapat mengurangi angka transmisi dari kelompok ini. Kelompok yang signifikan untuk
pekerja kamar jenazah adalah Kelompok Bahaya (Hazard Group)3 (HG3), yang disebabkan
oleh agen biologis tuberkulosis (TB), human immunodeficiency virus (HIV), hepatitis B & C
virus (HBV, HCV) yang dapat menyebabkan penyakit manusia yang serius & hadir risiko
serius bagi karyawan. Pada Hazard Group (HG4) biasanya tidak ada profilaksis atau
pengobatan yang efektif. Kelompok ini termasuk virus haemorrhagic fevers (VHF): Marburg,
Ebola, Demam Lassa, Congo Krimea, Demam Berdarah &Yellow Fever.17

Salah satu contoh keamanan dengan menggunakan alat pelindung diri. Alat pelindung diri
adalah alat-alat yang mampu memberikan perlindungan terhadap bahaya-bahaya dalam
pekerjaan.

Prosedur pemulasaran jenazah di kamar jenazah sebagai berikut18:


1. Persiapan:
a. Sarung tangan (hand scoon).
b. Masker.
c. Gaun kedap air (apron).

XXII
d. Baskom berisi air.
e. Sabun mandi.
f. Tempat sampah (kantung plastik infeksius).
g. Formalin.
h. Disposible 20 cc.
2. Prosedur :
a. Petugas mencuci tangan.
b. Petugas menggunakan PAD.
c. Petugas memandikan jenazah.
d. Petugas mengeringkan jenazah dengan handuk.
e. Petugas mengganti tutup mata, telinga, dan hidung dengan kapas yang bersih.
f. Petugas meletakkan jenazah dalam posisi terlentang tangan disisi atau terlipat di
dada.
g. Petugas membungkus jenazah dengan kain kafan atau dengan lainnya sesuai
dengan kepercayaan agamanya.
h. Petugas melepas APD gas menghubungi keluarga bila jenazah sudah selesai
dimandikan dan dirapikan.
Rumah sakit mengurangi risiko infeksi melalui pengelolaan limbah infeksius dengan
benar. Salah satunya dengan menetapkan pengelolaan kamar mayat dan kamar bedah mayat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setiap hari rumah sakit banyak menghasilkan
limbah, termasuk limbah infeksius. Pembuangan limbah infeksius dengan tidak benar dapat
menimbulkan risiko infeksi di rumah sakit Hal ini nyata terjadi pada pembuangan cairan
tubuh dan material terkontaminasi dengan cairan tubuh, pembuangan darah dan komponen
darah, serta pembuangan limbah dari lokasi kamar mayat dan kamar bedah mayat (post
mortem). Rumah sakit menyelenggaraan pengelolaan limbah dengan benar untuk
meminimalkan risiko infeksi melalui kegiatan sebagai berikut18:

1. pengelolaan limbah cairan tubuh infeksius


2. penanganan dan pembuangan darah serta komponen darah
3. pemulasaraan jenazah dan bedah mayat
4. pengelolaan limbah cair
5. pelaporan pajanan limbah infeksius.

Ada regulasi tentang pengelolaan limbah rumah sakit untuk meminimalkan risiko infeksi
yang meliputi butir 1 sampai dengan 5 pada maksud dan tujuan. Pengelolaan limbah cairan
tubuh infeksius sesuai dengan regulasi dan dilaksanakan monitoring, evaluasi, serta tindak
lanjutnya. Penanganan dan pembuangan darah serta komponen darah sesuai dengan regulasi
dan dilaksanakan monitoring, evaluasi, juga tindak lanjutnya. Pengelolaan limbah cair sesuai
dengan regulasi. Pelaporan pajanan limbah infeksius sesuai dengan regulasi dan dilaksanakan

XXIII
monitoring, evaluasi, serta tindak lanjutnya. Ada bukti penanganan (handling) serta
pembuangan darah dan komponen darah sudah dikelola sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Ada bukti pelaksanaan supervisi dan monitoring terhadap kegiatan butir 1 sampai
dengan 5 pada maksud dan tujuan. Bila pengelolaan limbah dilaksanakan oleh pihak luar
rumah sakit harus berdasar atas kerjasama dengan pihak yang memiliki izin dan sertifikasi
mutu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.18

Pemulasaraan jenazah dan bedah mayat sesuai dengan regulasi. Ada bukti kegiatan kamar
mayat dan kamar bedah mayat sudah dikelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ada bukti pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan tindak lanjut kepatuhan prinsip-prinsip PPI
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.18

2.7 Embalming Dari Sudut Pandang Agama


Terdapat banyak perbedaan pendapat antara agama yang berbeda mengenai kebolehan
pengawetan jenazah :

a. Sudut Pandang Agama Islam


Di masyarakat yang mayoritas penduduknya beragama islam adalah larangan
dilakukannya pengawetan karena agama islam mewajibkan jenazah untuk dikuburkan
dalam waktu 24 jam dari kematian. Seorang muslim percaya bahwa roh akan tetap
berada di tubuhnya dari mulai kematian sampai setelah pemakaman. Tetapi untuk
kasus tertentu seperti pendidikan, hukum embalming ini dapat menjadi mubah,
dengan syarat segera dikburkan setelah urusan jenazah selesai.19
Mengawetkan jenazah dalam konsep Islam diperbolehkan dengan tujuan untuk
penyelidikan dalam kasus kriminal agar dapat mengungkap bukti dari kasus yang
terjadi, juga diperbolehkan untuk tujuan pendidikan. Ataupun sekedar untuk
mencegah terjadinya pembusukan lebih cepat pada jenazah sebelum dikuburkan.20
b. Sudut Pandang Agama Kristen dan Khatolik
Menurut agama Kristen, embalming tidak masalah untuk dilakukan. Sebagian
besar tokoh agama Kristen mengatakan bahwa pengawetan dapat dilakukan. Beberapa
badan organisasi dalam ortodoksi timur mengatakan untuk dilakukan pengawetan
kecuali jika diwajibkan hukum atau keharusan lainnya, sedangkan yang lain mungkin
mencegah, eteapi tidak melarang juga untuk dilakukan pengawetan. Secara umum
keputusan untuk dilakukan pengawetan adalah salah satu yang ditentukan oleh
keluarga jenazah dan kebijakan gereja tertentu.21
c. Sudut Pandang Agama Buddha

XXIV
Pengawetan jenazah tidak dilarang dalam ajaran agama buddha. Sehubungan
jenazah akan dikremasikan maka pengawetan jenazah tidak wajib untuk dilakukan.
Upacara pemakaman Buddhis Theravada dapat dilaksanakan secara sederhana,
dengan menghilangkan pengeluaran yang tidak perlu, serta upacara dan ritual yang
tidak bermanfaat. Semuanya terantung pada keluarga yang bersangkutan untuk
mengadakan upacara pemakaman yang bermanfaat.22

d. Sudut Pandang Agama Hindu


Banyak pidak berpendapat bahwa Hinduisme tidak menerima pegawetan. Dalam
prakteknya, agama Hindu tidak melarang keras untuk dilakukan pengawetan, seperti
pengawetan yang pernah terjadi pada tokoh agama hindu yang sangat dihormati,
umumnya pengawetan ini dilakukan untuk pemulangan ke India untuk dilakukan
ritual keagamaan di rumah keluarganya sebelum kremasi akhir. Secara tradisional,
tubuh yang mati harus dikremasi sebelum matahari terbenam sehingga pengawetan
bukanlah sesuatu yang umum atau luas untuk dilakukan.22

XXV
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Embalming adalah proses pengawetan mayat untuk mempertahankan penampilan


mayat agar tetap dalam kondisi yang baik untuk jangka waktu yang lama.
Embalmingsudahmulai dilakukan sejak tahun sebelum masehi atas tujuan religius dan
sanitasi. Metode dan prosedur embalming berkembang dari zaman ke zaman seiring dengan
timbulnya tujuan dan manfaat baru. Untuk sekarang, embalming bertujuan sebagai
desifektan, pelestarian dan restorasi. Sama seperti tindakan- tindakan kedokteran lain,
embalming juga mempunyai hazard dan safety masing-masing seperti pemakaian Alat
Pelindung Diri dan menghindari daripada kontak langsung dengan cairan tubuh jenzah. Di
Indonesia, embalming boleh dilakukan langsung pada korban yang mati wajar, tapi pada
korban yang mati tidak wajar, embalming boleh dilakukan hanya setelah pemeriksaan
forensik di lakukan. Disamping itu, dari segi agama, setiap agama mempunyai pandangan
masing-masing tentang tindakan embalming.

3.2 Saran

Di Negara Indonesia, sampai saat ini tidak ada institusi pendidikan yang khusus mendidik
seseorang untuk menjadi embalmer. Dalam pendidikan S2, spesialisasi kedokteran forensik
adalah satu-satunya program pendidikan yang mencantumkan pelajaran khusus mengenai
embalming dalam kurikulumnya. Atas dasar itulah, maka dalam konteks hukum di Indonesia,
embalming sebaiknya dilakukan oleh orang yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu, yaitu dokter spesialis forensik.

XXVI
DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian kedokteran forensik. FKUI. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: bagian


kedokteran forensik fkui, 1997.
2. Mayer, GR. Embalming: history, theory and practice. Ed IV. Mcgraw-Hill
Medical.2006.
3. Atmaja DS. Pengawetan jenazah dan aspek medikolegalnya. Majalah Kedokteran
Indonesia. 2002.
4. Bajracharya S, Magar A. Embalming: An art of preserving human body. Kathmandu
Univ Med J. 2006.
5. Instalasi pemularasan jenazah rumah sakit dr. Hasan Sadikin. Pengawetan Jenazah.
Diakses dari http:/web.rshs.or.id/jadwal-pelayanan/alur-pelayanan/instalasi-
pemulasaraan-jenazah/ pada tanggal 22 Juni 2018
6. Mulyatno. Kitab undang-undang hukum pidana. Jakarta: Permata Bumi Aksara.
2006.
7. Brenner E. Human Body Preservtation Old and New Techniques. J. Anat. 2014.
8. Bedino HJ. Embalming Chemistry: Glutaraldehyde versus Formaldehyde. Champion:
Expanding Encyclopedia Of Mortuary Pracices, 2003.
9. Scott TJ. What is Embalming. Diakses pada tanggal 20 Juni 2018
http/www.tjscottandson.com.au/files/6embalming.pdf
10. Larson E. Monitoring hand hygene. American journal of infection control. 2013.
11. Ghanem KM, Fassi FA, andHazmi NM. Optimization of Chloroxylenol Degradation
by Aspergillus biger using plackett burman design and response surface methodology.
African Journal of Biotechnology. 2012.
12. Gesman GA. Post mortem procedures. Wolfe medical publicationLTd. 1979.
13. Natekar PE and Desouza FM. “A new embalming fluid for preserving cadavers”.
Journal of Krishna Institute of Medical Sciences (JKIMSU). 2012.
14. Suwarni L, Machroes BH. Larutan embalming bru bagi simulsi bedah syaraf pada
kadaver. Semarang. 2017. (Journal Reading)
15. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Standar kamr
jenazah. Jakarta: Departemen Kesehatan. 2004.

XXVII
16. Frederick LG dan Strub C. The Principles And Practice Of Embalming. Ed-V.
Professional Training Schools Inc And Robertine Frederick. 1989.
17. Chhillar D,Dhattarwal SK, Kataria U. Health hazards at autopsy - A review article.
IAIM, 2015.
18. Saha KK, et al. Awereness of Risks, Hazards and Preventions in autopsy practice: A
review. JEMS. June 2013.
19. Rumilawati. Pengawetan mayat guna penelitian ilmiah menurut hukum islam. Badan
pengembangan dan penelitian daerah provinsi jambi. 2002.
20. Ammi Nur Baits. Hukum mengawetkan mayit. 2013.
https://konsultasisyariah.com/16822-hukum-mengawetkan-mayit.html. diakses pada
22 Juni 2018.
21. Lawler P. Is embalming A big, Anti Cristian Deal? 2011.
http://www.firstthings.com/blogs/firstthoughts/2011/01/is-embalming-a-big-anti-
christian-deal. diakses pada 22 Juni 2018.
22. Funeral Consumers Alliace. Embalmig: what you should know. 2015.
http://www.funerals.org/frequently-asked-question/48-what-you-should-know-about-
embalming. diakses pada 22 Juni 2018.

XXVIII

Anda mungkin juga menyukai