Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

Adiposera

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh


program pendidikan profesi dokter

Disusun oleh :

Andriansyah Karnanda FK UPN

Anak Agung Ketut FK UPN

Deviana Sari FK UPN

Uchi Erian FK UPN

Elizabeth Magdalena Purba FK UKRIDA

Ariff Kamal Khairi bin Zulkafli FK UKRIDA

Muhammad Nur Syaiful bin Mohidin FK UKRIDA

Dosen Penguji :

dr. Julia Ike Haryanto,Sp.KF

Residen Pembimbing :

dr. Stephanie Renni Anindita

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DOKTER KARIADI SEMARANG

PERIODE 06 FEBRUARI 04 MARET 2017


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat limpahan Rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul Adiposera yang merupakan salah satu syarat dalam mengikuti
ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Kariadi.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr. Julia Ike Haryanto, Sp.KF sebagai dokter
pembimbing dan dokter penguj dan kepada dr Stephanie Renni Anindita selaku
dokter residen pembimbing yang sangat membantu dalam pembuatan referat
kami, tidak lupa kepada teman-teman serta semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini banyak
terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis
mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dan semua pihak
yang berkepentingan bagi pengembangan ilmu kedokteran.

Jakarta, 27 Februari 2017

Penulis

1
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui referat dengan judul:

Adiposera

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian

program profesi dokter di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan


Medikolegal Rumah Umum Sakit Pusat Dokter Kariadi Semarang

Disusun oleh:

Ardiansyah Karnanda FK UPN

Anak Agung Ketut FK UPN

Deviana Sari FK UPN

Uchi Erian FK UPN

Elizabeth Magdalena Purba FK UKRIDA

Ariff Kamal Khairi bin Zulkafli FK UKRIDA

Muhammad Nur Syaiful bin Mohidin FK UKRIDA

Semarang , 27 Februari 2017

Mengetahui:

Dokter Penguji

dr. Julia Ike Haryanto, Sp.KF

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................i


Lembar Pengesahan .........................................................................................ii
Daftar Isi ..........................................................................................................iii
Daftar Gambar ................................................................................................. iv
BAB I Pendahuluan .........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................1
1.3 Tujuan ....................................................................................................2
1.4 Manfaat ..................................................................................................2
BAB II Tinjauan Pustaka .................................................................................4
2.1 Definisi ..................................................................................................4
2.2 Etiologi ..................................................................................................4
2.3 Faktor-faktor Pendukung Terjadinya Adiposera ....................................5
2.4 Tipe-tipe Adiposera ...............................................................................6
2.5 Mekanisme Terjadinya Adiposera .........................................................7
2.6 Estimasi Waktu Kematian pada Adiposera ............................................10
2.7 Tanda-tanda Adiposera yang Ditemui pada Mayat ...............................11
2.8 Analisa Kasus ........................................................................................12
BAB III Penutup ..............................................................................................18
3.1 Kesimpulan ............................................................................................18
3.2 Saran ......................................................................................................19
Daftar Pustaka ..................................................................................................20

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Clostridium Perfringens ..5


Gambar 2 : Proses hidrolisis asam lemak tak jenuh7
Gambar 3 : Proses reaksi kimiawi adiposera asam lemak jenuh dengan Natrium..8
Gambar 4 : Proses reaksi kimiawi adiposera asam lemak jenuh dengan Kalium...8
Gambar 5 : Adiposera Lama...9
Gambar 6 : Adiposera Segar ..10
Gambar 7 : Adiposera Segar...10
Gambar 8 : Adiposera.12
Gambar 9 : Sebuah potongan luka tenggorokan dan struktur internal leher secara
jelas menunjukkan cedera yang disebabkan oleh senjata tajam13
Gambar 10 : Vivianite pada tubuh yang mengalami adiposera...15
Gambar 11 : Vivianite pada jaringan lunak dan tulang....15
Gambar 12 : Adiposera pada hepar dan sklerosis pada koroner .....17

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari segala macam aspek yang
berkaitan dengan mati; meliputi pengertian (definisi), cara-cara melakukan
diagnosis, perubahan-perubahan yang terjadi sesudah mati serta kegunaannya.
Pada tanatologi dipelajari perubahan-perubahan pada manusia setelah meninggal
dunia. Kepentingan mempelajari tanatologi adalah untuk menentukan apakah
seseorang benar-benar sudah meninggal atau belum, menetapkan waktu kematian,
sebab kematian, cara kematian dan mengangkat atau mengambil organ untuk
kepentingan donor atau transplantasi dan untuk membedakan perubahan-
perubahan yang terjadi post mortal dengan kelainan-kelainan yang terjadi pada
waktu korban masih hidup.1
Perubahan-perubahan yang terjadi setelah kematian dibedakan menjadi
dua yaitu perubahan yang terjadi secara cepat (early) dan perubahan yang terjadi
secara lambat (late). Perubahan yang terjadi secara cepat antara lain henti
jantung, henti nafas, perubahan pada mata, suhu dan kulit. Sedangkan perubahan
yang terjadi secara lanjut antara lain kaku mayat, pembusukan, serta modifikasi
pembusukan yaitu penyabunan (adiposera) dan mumifikasi.1
Adipocere (adipo = lemak, cere = wax) adalah putih keabu-abuan, lembut,
sabun-seperti, atau zat lilin kadang-kadang ditemukan pada mayat hewan dan
manusia.2 Adiposera dapat terjadi pada mayat yang berada didalam suasana
hangat, lembab dan basah. Hal ini terjadi karena proses hidrolisis dari lemak
menjadi asam lemak. Selanjutnya asam lemak jenuh dan kemudian berekasi
dengan alkali menjadi sabun yang tak larut. Terjadinya adiposera memerlukan
waktu beberapa bulan dan dapat terjadi pada setiap jaringan tubuh yang
berlemak.1

1.2 Rumusan Masalah

1
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dalam
penulisan referat ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa definisi dari adiposera?
2. Bagaimana etiologi dari adiposera?
3. Apakah faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya adiposera?
4. Apa saja tipe-tipe adiposera
5. Bagaimana mekanisme terjadinya adiposera?
6. Bagaimana estimasi waktu terjadinya adiposera?
7. Apa tanda-tanda adiposera yang ditemukan pada mayat?
8. Apakah terdapat contoh kasus adiposera dan bagaimana analisa kasusnya?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
adiposera dalam bidang ilmu kedokteran forensik dan medikolegal.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan Khusus penulisan makalah ini Untuk mengetahui definisi dari adiposera
1. Untuk mengetahui definisi adiposera
2. Untuk mengetahui etiologi dari adiposera.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya adiposera.
4. Untuk mengetahui tipe-tipe adiposera.
5. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya adiposera.
6. Untuk mengetahui estimasi waktu terjadinya adiposea.
7. Untuk mengetahui tanda-tanda adiposera yang ditemui pada mayat.
8. Untuk mengetahui contoh kasus dan analisa kasus adiposera.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Penulis
1. Dapat menambah ilmu mengenai adiposera dalam bidang ilmu kedokteran
forensik.
2. Dapat memahami lebih spesifik mengenai adiposera dalam bidan ilmu
kedokteran forensik.

2
3. Dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang dipelajari untuk
diimplentasikan.
4. Dapat memahami cara-cara penulisan makalah yang benar.
1.4.2 Bagi Pembaca
1. Dapat membantu dalam menambah wawasan mengenai adiposera dalam
bidang ilmu kedokteran forensik.
2. Dapat menjadi sumber informasi mengenai adiposera dalam bidang ilmu
kedokteran forensik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3
ADIPOSERA

2.1 Definisi
Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau
berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Dulu
disebut sebagai saponifiikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai karena penunjukan
sifat- sifat di antara lemak dan lilin. Fenomena ini terjadi pada mayat yang tidak
mengalami proses pembusukan yang biasa, melainkan mengalami pembentukan
adiposera.3
Adiposera terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh
hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh
pasca mati yang tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang
termumifikasi dan kristal-kristal sferis dengan gambaran radial. Adiposera terapung di air,
bila dipanaskan mencair dan terbakar dengan nyala kuning, larut dalam alkohol dan eter.3
Adiposera dapat terbentuk di sembarang lemak tubuh, bahkan di dalam hati, tetapi
lemak superficial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak, dapat
terlihat di pipi, payudara atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Jarang seluruh
lemak tubuh berubah menjadi adiposera. Adiposera akan membuat gambaran permukaan
luar tubuh dapat bertahan hingga bertahun-tahun, sehingga identifikasi mayat dan
perkiraan sebab kematian masih dimungkinkan.3
Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera adalah tergantung
dengan kelembaban, lemak tubuh, sedangkan yang menghambat adalah kadar air, udara,
dan invasi bakteri endogen.3

2.2 Etiologi
Organisme pembusuk seperti Clostridium perfringens yang paling aktif sangat
penting dalam pembentukan adiposera. Hal ini difasilitasi oleh invasi bakteri endogen
pada jaringan postmortem. Adanya konversi asam lemak tubuh yang tidak jenuh menjadi
asam lemak jenuh menyebababkan penurunan pH, dan menghambat pertumbuhan bakteri.
Dengan terbentuknya zat semacam lilin tersebut, maka proses pembusukan akan tertahan,
oleh karena kuman-kuman tidak dapat masuk. Sehingga, jaringan lunak tubuh dapat

4
bertahan untuk beberapa tahun. Adiposera mempunyai bau asam yang khas (rancid
odour).4
Clostridium perfringens (sebelumnya dikenal sebagai (Clostriudium welchii)
adalah, kuman Gram- positif berbentuk batang, anaerobik, bakteri pembentuk spora dari
genus Clostridium. Clostridium perfringens mudah ditemukan di alam dan dapat
ditemukan sebagai komponen normal pembusukan vegetasi, sedimen laut, saluran usus
manusia dan vertebrata lain, serangga, dan tanah.4

Gambar 1. Clostridium perfrigens


Dalam penelitian Moses, ia menemukan dan berpendapat bahwa Clostridium
perfringens bukanlah satu-satunya etiologi pembentukan adiposera namun terdapat bakteri
lain seperti Pseudomonas sp., Bacillus subtilis, Micrococcus luteus, Staphylococcus
aureus.2

2.3 Faktor-faktor Pendukung Terjadinya Adiposera


Melalui penelitian dan pengalaman kasus, diketahui bahwa peranan besar
pembentukan adiposera dipengaruhi oleh lingkungan lembab. Namun, adiposera dapat
terbentuk dalam berbagai keadaan, termasuk lingkungan yang kering dan perendamaan di
air laut yang dingin. Selain itu juga dapat mencakup usia, jenis kelamin, pengawetan dan
distribusi lemak tubuh yang tinggi.4
Pemakaman di tanah liat atau jenis lain yang mempertahankan kelembaban dapat
memengaruhi pembentukan adiposera. Menurut penelitian oleh Forbes menerangkan
bahwa adiposera dapat terbentuk dalam berbagai jenis tanah, paling cepat di tanah berpasir
atau kering dan berlumpur. Kadar air yang tinggi jugamerupakan dapat membantu proses
adiposera.4
Suhu juga mempunyai peranan yang penting dalam adiposera. Kisaran suhu yang
optimum menurut penelitian Forbes dkk dalam pembentukan adiposera adalah sekitar

5
20C-37C. Pada suhu yang lebih dari 40C dan dibawah 4C tidak dapat membentuk
adiposera. PH juga berperan pada pembentukan adiposera pH yang sedikit alkali yaitu
sekitar 5.0-9.0 (paling optimum 8.5) dapat membantu dalam prosesnya. 2,4
Pakaian yang dipakai oleh mayat juga memengaruhi proses terbentuknya
adiposera, pakaian yang mempunyai daya serap air yang baik mendukung terjadinya
proses ini apalagi ditambah dengan mayat yang dilindungi oleh peti mati atau mayat yang
dilindungi dengan plastik karena terhindar dari mikroorganisme sekitar yang akan masuk
kedalam tubuh.4
Penelitian experimental dengan jaringan babi adiposa menunjukkan bahwa faktor
kunci dalam pembentukan adiposera termasuk pH sedikit alkali, suhu hangat, kondisi
anaerob dan kelembaban yang adekuat. Sedangkan faktor yang menghambat
pembentukan adiposera adalah suhu yang dingin, pH asam, dan kondisi yang aerob.4

2.4 Tipe-tipe adiposera

Adapun tipe-tipe adiposera dibagi menjadi 5 :

Segar dan lama


Adiposera segar memiliki gambaran lembut dan basah, gambaran seperti pasta
lembut dan warna keabu-abuan, menghasilkan bau khas yang kuat, yang dapat
dideteksi oleh anjing yang terlatih untuk mendeteksi mayat sisa-sisa manusia. Ini
adalah proses dekomposisi awal yang berarti bahwaasam lemak dipecah dan telah
terikat dengan ion natrium atau kalium. Ketika adiposera menjadi lama (tua) itu
akan berubah menjadi lebih kering, rapuh, seperti zat sabun dengan warna
keputihan. Ketika pemecahan asam lemak terjadi, ion natrium dan ion kalium
dengan ion kalsium atau magnesium. Ini biasanya lebih umum terjadi pada
individu dengan kandungan lemak tinggi, khususnya pada wanita dan anak-anak.5
Tipikal dan atipikal
Nushida membagi jenis adiposera yaitu, tipikal dan atipikal. Adiposera tipikal
terbentuk dalam tubuh di kuburan basah, kubah basah dan tubuh direndam dalam
air sementara adiposera atipikal terbentuk dalam tubuh disimpan di tempat yang
kering. Dalam hal ini yang dimaksud adalah sebuah wadah yang kedap air, yang
ditutupi dengan kantong plastik. Adiposera atipikal mengandung asam 10-
hydroxyoctadecanoic yang juga hadir dalam adiposera tipikal, tetapi juga asam

6
cis-12 octadecenoic. Senyawa terakhir ini tidak ada dalam adiposera tipikal.
Jumlah asam cis-12-octadecenoic hampir sama dengan hilangnya asam linoleat,
yang dapat disimpulkan bahwa di bawah penyembunyian kering asam linoleat
dapat dihidrogenasi menjadi asam cis-12 octadecenoic. Seperti telah disebutkan,
adiposera atipikal bukan tidak mengandung asam 10-hydroxyoctadecanoic tapi
konsentrasinya jauh lebih rendah daripada adiposera tipikal. Nushida juga
menarik kesimpulan bahwa pembentukan adiposera atipikal lebih dari 10 kali
lebih lambat dari pembentukan adiposera tipikal.5

2.5 Mekanisme Terjadinya Adiposera


Adiposera terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh hidrolisis
lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca mati
yang bercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi
dan kristal-kristal sferis gambaran radial.6
Proses ini terjadi karena adanya hidrolisis dan hidrogenasi dari asam lemak tubuh
yang tidak jenuh menjadi asam lemak jenuh (asam palmitat,asam stearat) oleh kerja
endogen lipase dan enzim bakteri intestinal (lesitinase).7

Gambar 2. Proses hidrolisis asam lemak tak jenuh

Asam lemak jenuh kemudian bereaksi dengan alkali membentuk sabun yang tak
larut. Selama proses pembentukan ini, asam lemak bereaksi dengan Sodium (Natrium)
yang berasal dari cairan intestinal membentuk sapodurus atau sabun yang keras.
Membran sel akan bereaksi dengan Potassium (Kalium) membentuk sapo domesticus
atau sabun lunak. Sabun keras bersifat mudah rapuh sedangkan sabun lunak tadi akan
berbentuk seperti pasta.7

7
Gambar 3. Proses reaksi kimiawi adiposera asam lemak jenuh dengan Natrium

Gambar 4. Proses reaksi kimiawi adiposera asam lemak jenuh dengan Kalium

Asam lemak yang rendah dalam tubuh (sekitar 0,5%), pada saat kematian akan
meningkat menjadi 70% sehingga pembentukan adiposera dapat terlihat jelas. Tetapi
perlu diketahui bahwa, lemak dan air sendiri tidak bisa menghasilkan adiposera.
Organisme pembusuk seperti Clostridium welchii yang paling aktif, sangat penting dalam
pembentukan adiposera. Hal ini difasilitasi oleh invasi bakteri endogen pada jaringan
post mortem.7
Adanya konversi asam lemak tubuh yang tidak jenuh menjadi asam lemak jenuh
menyebabkan penurunan pH, dan menghambat pertumbuhan bakteri. Dengan
terbentuknya zat semacam lilin tersebut, maka proses pembusukan akan tertahan, oleh
karena kuman-kuman tidak dapat masuk. Sehingga, jaringan lunak tubuh dapat bertahan
untuk beberapa tahun. Adiposera mempunyai bau asam yang khas (rancid odour).7,8
Meskipun dekomposisi jaringan lemak hampir terjadi beberapa saat setelah
kematian, tapi pembentukan adiposera umumnya terjadi beberapa minggu sampai
beberapa tahun setelah kematian. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor antara lain;
tipe tanah, pH, kelembaban, temperatur, pembalseman, kondisi terbakar, dan material-

8
material yang ada di sekitar mayat. Suhu panas, kondisi yang lembab, dan lingkungan
anaerob dapat memicu pembentukan adiposera. Sebab pada dasarnya pembentukan
adiposera membutuhkan kondisi yang lembab atau dengan dicelupkan ke dalam air.
Dengan demikian, maka adiposera biasanya terbentuk pada mayat yang terbenam dalam
air atau rawa-rawa. Tetapi, air yang terdapat dalam tubuh pada jasad yang disimpan
dalam peti sudah cukup untuk menginduksi terbentuknya adiposera.7,8
Adiposera pada awalnya terbentuk pada jaringan subkutan, umumnya pada pipi,
payudara, dan pantat. Organ dalam jarang dilibatkan. Pembentukan adiposera bercampur
dengan sisa-sisa mummifikasi otot, jaringan fibrosa, dan nervus.8
Pada suhu yang ideal, kondisi yang lembab, adiposera dapat terlihat dengan mata
telanjang setelah 3-4 minggu. Lama pembentukan adiposera ini juga bervariasi mulai 1
minggu sampai dengan 10 minggu. Umumnya, pembentukan adiposera membutuhkan
waktu beberapa bulan dan perluasan adiposera umumnya tidak terlihat lagi sebelum 5
atau 6 bulan setelah kematian. Beberapa penulis menyebutkan bahwa, perubahan yang
ekstensif membutuhkan waktu tidak kurang dari 1 tahun setelah perendaman atau lebih
dari 3 tahun setelah pembakaran.9

Gambar 5. Adiposera Lama

9
Gambar 6 Adiposera Segar

Gambar 7 Adiposera Segar

2.6 Estimasi Waktu Kematian pada Adiposera


Jasad yang mengalami Adiposera selalu menjadi suatu masalah khusus bagi
tenaga medis. Dengan pertimbangan untuk identifikasi sebuah jenazah yang diduga orang
hilang. Pertanyaan paling utama yaitu adalah berapa lama waktu perkiraan sejak
kematian, dengan demikian dapat diperkirakan waktu kematian. Adiposera juga dapat
ditemukan pada jasad-jasad kuno. Adiposera terjadi lebih sering pada jasad yang
terpendam dalam air atau sungai gletser. Adiposera merupakan sebuah manifestasi khusus
berupa proses perubahan jaringan lemak pada sebuah jasad. Hal ini dapat terjadi jika
sebuah jasad terpapar lingkungan yang anaerob ataupun rendah kadar oksigen dalam
jangka waktu yang lama. Jaringan lemak akan berubah menjadi substansi lilin putih
keabu-abuan. Awalnya jaringan akan membentuk konsistensi seperti pasta dan perlahan
akan berubah mengeras jika terdapat kondisi sewajarnya. Konsistensinya akan berubah
dari tektur seperti pasta basah sampai menyerupai lilin keras.10

10
Pada beberapa literatur, dijelaskan bahwa perubahan jaringan lemak dapat terjadi
dengan waktu yang cukup singkat. Dimulai dari beberapa hari (diatas 16 hari) sampai
dengan 3 minggu. Beberapa penulis mengamati perkembagan jaringan lemak setelah satu
sampai dua bulan. Pada beberapa kasus, perubahan jaringan lemak yang sempurna tidak
dapat terjadi dalam waktu 3 bulan, bahkan dalam 2 tahun organ dalam dapat tidak
mengalami perubahan. Secara umum bagaimanapun, pembentukan lilin yang sempurna
membutuhkan beberapa bulan dalam air hangat, dan 12-18 bulan dalam air dingin.
Penyebaran pembentukan adiposera pada musculature paling cepat setelah 6 bulan.
Perubahan adiposera yang sempurna membutuhkan waktu kira-kira 2 tahun. Hal yang
mempengaruhi pembentukan adiposera antara lain suhu air, kedalaman dan pergerakan.
Selain itu konsentrasi elektrolit yang lebih tinggi dan suhu yang lebih panas dapat
mempercepat pembentukan adiposera, karena suhu yang dingin dapat memperhambat
proses tersebut. Kondisi kedalaman yang lebih dalam, dapat secara tidak langsung
memperlambat proses impregnation dan proses pengerasan pada adiposera. Saat
pembentukan adiposera telah lengkap, kondisi tersebut akan relatif menetap selamanya,
dengan catatan kondisi lingkungan saat perubahan adiposera tidak berubah.10
Jika kondisi lingkungan berubah, maka lama waktu kematian tidak dapat
ditentukan. Sebenarnya penetapan waktu kematian melalui identifikasi adiposera sangat
sulit. Semakin lama waktu lamanya kematian, semakin sulit di deteksi. Pada awalnya
memang beberapa pengamat mengatakan bahwa estimasi waktu kematian dapat
ditentukan melalui identifikasi komposisi jaringan lemak pada jasad. Hasilnya kurang
memuaskan. Menurut beberapa penelitian dan pengamatan dengan waktu yang bervariasi
dengan hasil inkorelasi dengan beberapa faktor yang mempengaruhi adiposera. Sehingga
penggunaan identifikasi jaringan lemak untuk mentukan waktu kematian kurang
ideal/kurang tepat.10

2.7 Tanda-tanda Adiposera yang Ditemui pada Mayat


Adiposera dapat terbentuk diseberang lemak tubuh, bahkan di dalam hati, tetapi
lemak superfisial yang pertama kali terkena. Biasanya perbahan berbentuk bercak, dapat
terlihat di pipi, payudara, bokong, bagian batang tubuh dan ekstremitas. Jarang seluruh
lemak tubuh berubah menjadi adiposera.1

11
Pada stadium awal pembentukan adiposera yaitu tampak pucat, berwarna putih
kelabu diikuti dengan bau tengik yang khas yaitu campuran bau tubuh, keju, amoniak,
manis dan tengik ada pula yang mengatakan bau tengik seperti bau minyak kelapa. Di
stadium awal ini pembentukannya sebelum makroskopik jelas, adiposera paling baik
dideteksi dengan analisis asam palmitat. Sedangkan stadium hidrolisis, mayat akan
berubah menjadi lebih rapuh, dan lebih putih, Dan pada stadium adiposera akan tampak
mayat berwarna abu-abu, keras, dan akan terbentuk seperti lilin yang mengikuti bentuk
tubuh mayat.11
Waktu terbentuknya adiposera bervariasi biasanya akan terbentuk dalam beberapa
minggu atau bulan, pembentukan adiposera paling cepat yang pernah dilaporkan yaitu
sekitar 3(tiga) bulan. Pada ketiga stadium pembentukan tersebut, adiposera dapat
ditemukan pada fase mumifikasi dan pembusukan.11

2.8 Analisa Kasus


Kasus 1:
Ditemukan tubuh seorang perempuan yang di kolam dangkal pada musim hujan
dekat daerah Gokulpuri di Delhi. Tubuh tersebut dibuang dalam kantong plastik.
Pemeriksaan post mortem tubuh dilakukan di rumah sakit Guru Teg Bahadur. Pada
pemeriksaan kantung ditemukan utuh. Tubuh terurai dengan adiposera pada seluruh tubuh
(Gambar 8) dan berbau keju dan ammonia yang kuat.12

Gambar 8 Adiposera

12
Pada pemeriksaan lebih lanjut didapatkan luka berupa luka iris pada leher bawah
sisi depan. Struktur internal leher termasuk trakea, baik karotis dan kerongkongan yang
telah di transaksi (Gambar 9). Usia tubuh diperkirakan 40 - 50 tahun melalui pemeriksaan
simfisis pubis. Pemeriksaan tubuh lain tidak membuahkan hasil yang signifikan.
Penyebab kematian diberikan sebagai cedera tenggorokan yang dipotong oleh senjata
tajam.12

Gambar 9 Sebuah potongan luka tenggorokan dan struktur internal leher


secara jelas menunjukkan cedera yang disebabkan oleh senjata tajam
Diskusi
Kondisi hangat dan lembab merupakan kondisi yang memfasilitasi terjadinya
pembentukan adiposera. Meskipun begitu, tidak semua jaringan tubuh yang berubah
menjadi adiposera harus ditemukan di air. Seperti contoh, jaringan tubuh yang ditemukan
di dalam tas plastik yang mengakibatkan suasana lingkungan menjadi lembab, dapat juga
mendukung perubahan ini. Adiposera baru dapat diketahui terbentuk dalam waktu 3
minggu 6 bulan setelah kematian, melewati waktu terpendek dari pembentukan
adiposera, yaitu selama 3 hari (seperti yang dilaporkan di India).12
Hal ini menjadi kesulitan terbesar untuk menentukan sebab kematian pada jasad
yang telah berada pada stadium lanjut pembusukan/ dekomposisi. Perubahan dari
dekomposisi seperti pembentukan adiposera dan mumifikasi, menjaga tubuh dari
perubahan lanjut sehingga memungkinkan untuk penentuan luka, seperti luka tusuk atau
luka tembak yang dapat membantu menentukan sebab kematian. Fitur wajah biasanya
dapat dikenali dan waktu sejak kematian dapat diperkirakan pada adiposera. Kehadiran
dari adiposera telah berguna di masa lalu untuk mengungkap seseorang dalam berbagai

13
kejahatan dan menentukan teknik yang digunakan atau senjata dimanfaatkan untuk
melakukan kejahatan.12
Dalam kasus yang dilaporkan Sigrist T. dan kawan - kawan, dalam rangka
manusia yang terdapat penonjolan adiposera, dapat diidentifikasikan cedera akibat luka
tembak. Peluru yang ditemukan terlindung dibawah benjolan memungkinkan
indentifikasi dari senjata yang digunakan.12
Kasus lainnya yang dilaporkan oleh Masahiko kobayashi, dkk dimana terdapat
dua defek teridentifikasi dalam kasus adiposera, satu buah luka tembak dan satu lagi
lainnya berupa lesi lubang kunci. Pada kasus dimana adiposera berkembang pada tubuh
seorang perempuan yang terendam selama sekitar tiga bulan, tanda karena kabel kawat
dilehernya yang digunakan untuk membantu dalam tenggelamnya tubuh dapat
dibuktikan. Kasus ini penting karena pembentukan adiposera yang mengakibatkan
bertahannya cedera fatal sebagai penyebab kematian. Sebuah potongan luka tenggorokan
dan struktur internal leher secara jelas menunjukkan cedera yang disebabkan oleh senjata
tajam. Juga fakta mengenai tas plastik yang berisi jasad tubuh utuh, mengesampingkan
kemungkinan kerusakan oleh predator atau pengaruh eksternal lainnya. Namun, dalam
hal ini fitur wajah tidak terpelihara dengan baik sehingga menghambat identifikasi dari
almarhum.12
Dalam hal ini pendapat mengenai penyebab kematian dimungkinkan hanya karena
pelestarian atau bertahannya luka akibat pembentukan adiposera. Hal ini sangat sulit
untuk menentukan penyebab kematian pada tubuh yang membusuk. Meskipun demikian,
perubahan dekomposisi seperti pembentukan adiposera, membantu untuk melestarikan
cedera yang dapat membantu para ahli forensik dalam berpendapat soal penyebab
kematian sehingga membantu penegak hukum dalam administrasi keadilan.12

Kasus 2 :
Pada tahun 1996, sebuah jenazah dalam kondisi adiposera ditemukan di teluk Brienzer
See di Swiss. Beberapa bagian luar dari tubuh tersebut tertutupi warna kebiruan.
Pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan bahwa warna kebiruan menutupi bagian tubuh
jenazah tersebut adalah mineral dikenal sebagai vivianite. Vivianite (Fe3(PO4)-2 (H2O)8)
adalah mineral besi fosfat. Biasanya hal ini terkait dengan konteks arkeologi organik dan
material geologi (beberapa di antaranya berusia seratus hingga jutaan tahun).11

14
Para peneliti berhasil merekonstruksi beberapa fakta tentang jenazah yang dinamakan
Brienzi ini. Jenazah ini adalah seorang laki-laki yang tenggelam di di tepi danau
Brienzs atau di sungai sejak tahun 1700an. Tubuh itu kemudian diselimuti oleh
sedimentasi dan terkubur di bawah air. Gempa bumi yang terjadi menghasilkan sebuah
tanah longsor di dalam air yang pada akhirnya memunculkan jenazah tersebut.11

Gambar 10 Vivianite pada tubuh yang mengalami adiposera

Gambar 11 Vivianite pada jaringan lunak dan tulang

Hasil Pemeriksaan:
1. Temuan :

15
Terdapat batang tubuh dalam kondisi adiposera, lengan kiri atas dan kedua paha
dalam kondisi lengkap. Kepala, tangan kanan, lengan kiri bawah, dan kedua kaki bagian
bawah menghilang. Kedua paha dan lengan kiri atas memiliki jejak adiposera di
bagian akhir proksimal, di bagian distal berakhir tanpa adanya jaringan lunak.11
2. Sampel dan metode pemeriksaan eksternal :
Selama pemeriksaan eksternal, sampel laboratorium diambil dari berbagai bagian
tubuh. Pada kasus ini, sampel biologis (misalnya, mikroorganisme, serbuk sari) dan
jejak mineralogi (misalnya kerak kebiruan) dipisahkan. Setelah itu dilakukan
pembedahan tulang-belulang untuk diukur dan dilakukan pemeriksaan antropologi.11
3. Dokumentasi fotografi dan radiologi:
Dilakukan dokumentasi fotografi secara rinci disertai dengan deskripsi tertulis dan
pemeriksaan radiologi.11
4. Penentuan jenis kelamin:
Karena adanya kesulitan dalam penilaian karakteristik seks primer dan/atau
sekunder pada tubuh yang tidak lengkap, penentuan jenis kelamin didasarkan pada
karakteristik morfologik-antropologik dan analisis DNA. Dalam kasus ini penentuan
jenis kelamin secara antropologik dilakukan terutama pada panggul. Dari hasil
pemeriksaan didapatkan bahwa jenazah yang ditemukan berjenis kelamin laki-laki.
Pada pemeriksaan otopsi didapatkan vesika seminalis dan prostat. Hasil pemeriksaan ini
juga dikonfirmasi ulang dengan pemeriksaan DNA.11
5. Estimasi usia pada saat kematian:
Untuk menentukan usia individu di waktu kematian, pemeriksa menggunakan
karakteristik tulang. Sayangnya usia di waktu kematian tidak memungkinkan
untuk ditentukan pada kranium atau pada karena kepala tersebut hilang. Namun
ujung medial dari clavicula (facies articularis sternalis), tulang kemaluan dan
bagian lunak dari kedua tulang femur. Dari hasil pemeriksaan didapatkan usia
jenazah ini berkisar antara 25-30 tahun.11
6. Penentuan tinggi badan:
Dilakukan pengukuran femur dan tinggi tubuh diperkirakan 155-165 cm.11
7. Diatoms/ batu ganggang sungai:
Sampel diambil dari air di danau ditemukannya jenazah, dari bagian permukaan
sampai ke bagian dasar, agar analisis diatom dapat dilakukan secara bertingkat.

16
Dilakukan pemeriksaan diatom karena hasil dari pemeriksaan ini dapat memberi
sebuah petunjuk penting apabila sebelumnya korban ini tenggelam dan bahkan
mungkin dapat mengungkapkan keadaan lingkungan sekitar saat orang tersebut
meninggal. Dari hasil pemeriksaan didapatkan bahwa jenazah ini tenggelam di danau
Brienz dekat dengan pantai.11
8. Penentuan waktu sejak kematian:
Pemeriksaan ini dilakukan dengan rasemisasi asam aspartat dan radiokarbon. Hasil
yang didapatkan adalah kemungkinan waktu kematian yaitu pada tahun 1770.11

Gambar 12 Adiposera pada hepar dan sklerosis pada koroner

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

17
Adiposera (adipo = lemak, cere = wax) adalah terbentuknya bahan yang berwarna
keputihan, lunak atau berminyak dan berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak
tubuh pasca mati. Adiposera dibagi menjadi segar atau lama, dan tipikal atau atipikal.
Clostridium perfringens merupakan etiologi yang paling sering membantu dalam proses
adiposera. Adapun faktor-faktor yang berperan yaitu usia, jenis kelamin, kondisi tanah,
kelembaban, suhu, pH, distribusi lemak tubuh, pakaian yang digunakan mayat dan
mikroorganisme. Adiposera terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh
hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh
pasca mati yang bercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang
mengalami mumifikasi dan kristal-kristal sferis gambaran radial. Proses ini terjadi karena
adanya hidrolisis dan hidrogenasi dari asam lemak tubuh yang tidak jenuh menjadi asam
lemak jenuh (asam palmitat,asam stearat) oleh kerja endogen lipase dan enzim bakteri
intestinal (lesitinase).
Proses adiposera dapat dimulai dari beberapa hari (diatas 16 hari) sampai dengan 3
minggu. Beberapa penulis mengamati perkembagan jaringan lemak setelah satu sampai
dua bulan. Pada beberapa kasus, perubahan jaringan lemak yang sempurna tidak dapat
terjadi dalam waktu 3 bulan, bahkan dalam 2 tahun organ dalam dapat tidak mengalami
perubahan, 12-18 bulan dalam air dingin. Penyebaran pembentukan adiposera pada
musculature paling cepat setelah 6 bulan. Perubahan adiposera yang sempurna
membutuhkan waktu kira-kira 2 tahun.
Pada stadium awal pembentukan adiposera yaitu tampak pucat, berwarna putih kelabu
diikuti dengan bau tengik yang khas yaitu campuran bau tubuh, keju, amoniak, manis dan
tengik ada pula yang mengatakan bau tengik seperti bau minyak kelapa. Sedangkan
stadium hidrolisis, mayat akan berubah menjadi lebih rapuh, dan lebih putih, Dan pada
stadium adiposera akan tampak mayat berwarna abu-abu, keras, dan akan terbentuk
seperti lilin yang mengikuti bentuk tubuh mayat.
3.2 Saran
Pengetahuan mengenai tanatologi terutama adiposera memiliki peranan penting dalam
ilmu kedokteran kehakiman karena dapat membantu proses penyidikan. Oleh karena itu
penulis menyarankan agar adanya penelitian lebih lanjut mengenai adiposera mengingat
terbatasnya sumber informasi yang diperoleh.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Dahlan Sofwan. Tanatologi. Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi ketujuh.


Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.2007.h.61.

19
2. Moses Randloph J. Experimental Adipocere Formation: Implication for
Adipocere Formation on Buried Bone. 2011. Forensic Science International,
Volume 57, p. 590-597. Available online at: onlinelibrary.wiley.com.

3. Howard C.,Adelman.M.Establishing The Time of Death in : Forensic Medicine.


New York :Infobase Publishing. 2007. p.20-26.

4. Ubelaker, Douglas H. et al.Adipocere: What Is Known After Over Two Centuries


Of Research". N.p. 2010. Forensic Science International , Volume 208 , Issue 1 ,
p.167 172.

5. Nushida H. et al. Adipocere formation via hydrogenation of linoleic acid in a


victim kept under dry concealment. 2008. Forensic Science International.p.160-
165. Available online at www.sciencedirect.com.

6. Budiyanto A, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. 1997. Jakarta: Bagian


Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

7. Liu C, Park HM, Monsalve MV, Chen DY, Free Fatty Acids Composition in
Adipocere of the Kwday Dn Tsinchi ancient remains found in a glacier. J
Forensic Sci, 53..2010.p.1039-1052.

8. Makristathis A, Schwarzmeier J, Mader RM, Varmuza K, Simonitsch I, Chavez


JC, Fatty Acid Composition and Preservation of the Tyrolean Iceman and Other
Mummies, J lipid res. 43.2009.p.2056-2061.

9. Dix J. 2011. Time of Death, Decomposition and Identification.2011.New York:


CRC.

10. 10. Thali Michael J, et al. Brienzi The blue Vivianite man of Switzerland:
Time since death estimation of an adipocere body. 2011. Forensic Science
International.p.34-40. Available online at

11. www.elsevier.com/locate/forsciint.

20
11. Nishat AS. The Appearance of The Body After Death. Indian Journal Forensic
Medicine&Toxicology. Chapter 5. Available online at
http//www/forensic/journal.php.htm.

21

Anda mungkin juga menyukai