Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang1
Ekshumasi atau penggalian mayat kadang perlu dilakukan ketika dicurigai
kematian seseorang dianggap tidak wajar. Ekshumasi sekarang ini di luar negeri sering
diminta ketika timbul masalah pada asuransi kesehatan. Beberapa kasus di luar negeri
lebih banyak diminta oleh asuransi kesehatan daripada oleh keluarga. Pada prinsipnya,
keluarga berhak menolak autopsi yang diminta oleh pihak asuransi, namun resiko yang
harus dihadapi oleh keluarga adalah kehilangan seluruh klaim yang seharusnya mereka
dapatkan sebagai konsekuensi asuransi.
Dibandingkan autopsi yang segera dilakukan setelah kematian, ekshumasi
membutuhkan lebih banyak biaya tambahan untuk penggalian kubur, transport,
pembersihan, biaya bagi pemeriksa medis dan untuk penguburan kembali. Selain itu hasil
pemeriksaan terhadap jenazah yang telah lama dikubur tidak akan memberikan hasil lebih
baik bila dibandingkan dengan pemeriksaan pada jenazah yang masih baru.
Perbedaan jangka waktu post – mortem memiliki beberapa variable yang
mempengaruhi pembusukan, antara lain : faktor suhu lingkungan, kondisi tanah, dan
bahan penyusun peti mayat.
Menurut hasil survey yang dilaksanakan oleh Department of Pathology,
Occupational Association Hospital, Bergmannsheil-Bochum selama tahun 1967 – 1998,
didapatkan dari 371 ekshumasi, rata – rata jumlah hari setelah dikubur adalah selama 74
hari. Waktu tersingkat adalah 9 hari dan waktu terlama 478 hari. Semuanya laki – laki
berusia 27 – 87 tahun saat meninggal ( rata – rata 66 tahun ).
Pertanyaan yang sering diajukan lebih ke arah penyakit yang diderita ( 93 % ).
Dan 12 % diantaranya merupakan pertanyaan mengenai dampak kecelakaan pada korban,
baik kecelakaan itu sendiri atau gabungan dengan penyakit yang dideritanya juga. Pada
99,2 % kasus tujuan utama asuransi kesehatan adalah apakah seseorang berhak
mendapatkan klaim atau ganti rugi.

1
Di India penggalian jenazah jarang dilakukan karena kebiasaan di India yang
membakar jenazah dan hanya suku tertentu saja yang menguburkan jenazah jadi
Ekshumasi relevan bagi suku tersebut.
Batas waktu permintaan dilakukan Exshumasi di tiap-tiap negara berbeda-beda.Di
Perancis contohnya batas waktunya hanya sampai 10 tahun sedangkan di Jerman batas
waktunya sampai 30 tahun
Bila penyidik dalam rangkaian penyidikannya memerlukan bantuan dokter untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jenazah yang telah dikubur maka seorang dokter wajib
melaksanakan pemeriksaan tersebut. Oleh karena itu, dokter perlu memahami dengan
benar peranannya dan pemeriksaan apa saja yang harus dilakukan terhadap jenazah yang
telah dikubur sehingga dapat memberi keterangan yang bermanfaat untuk kepentingan
peradilan saat dilaksanakan ekshumasi.

BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Ekshumasi
Kata Ekshumasi berasal dari bahasa latin yaitu “ex” yang artinya diluar dan
“humus” yang artinya tanah. Jadi gabungan dari kedua kata itu adalah diluar tanah, yang
artinya menggali kembali kuburan orang yang sudah meninggal untuk mencari penyebab
kematiannya dan mencari identitas seseorang.
Ekshumasi adalah suatu tindakan medis yang dilakukan atas dasar undang –
undang dalam rangka pembuktian suatu tindakan pidana dengan menggali kembali
jenazah yang sudah dikuburkan dan berdasarkan izin dari keluarga korban. 2,3 Definisi
ekshumasi tersebut berlaku secara universal tetapi penekanan tujuannya yang berbeda. Di
luar negeri ekshumasi diperkenankan untuk kepentingan asuransi sedangkan di Indonesia
hal tersebut belum pernah dilaporkan karena penekanan tujuan ekshumasi di Indonesia
adalah untuk kepentingan peradilan khususnya tindak pidana.

Penggalian kuburan atau ekshumasi diperlukan untuk tujuan tertentu sesuai


dengan kepentingan2 :
1. Penggalian atau pembongkaran kuburan untuk kepentingan peradilan. Untuk
kepentingan penyidikan kepolisian kadang – kadang suatu kuburan perlu digali
kembali untuk memeriksa dan membuat visum et rapertum dari jenazah yang
yang beberapa waktu lalu dikubur. Hal ini terjadi atas dasar laporan atau
pengaduan masyarakat agar polisi dapat melakukan penyidikan atas kematian
tersebut tidak wajar dan menimbulkan kecurigaan. Kadang – kadang korban suatu
pembunuhan atau tidak kejahatan lain dimana korban dikubur disuatu tempat atau
suatu kematian yang pada waktu itu dianggap atau dibuat seolah – olah kematian
wajar sehingga pada waktu itu tidak dimintakan Visum et Repertum. Ternyata
beberapa waktu kemudian diketahui bahwa kematian itu tidak wajar.

2. Penggalian non forensik atau bukan untuk peradilan.


3
a. Biasanya dilakukan untuk keperluan kota – kota, pengembangan gedung –
gedung dan sebagainya atas perintah dari penguasa pemerintah setempat.
Untuk pelaksanaan biasanya ada petunjuk pelaksanaan yang diatur oleh
pemerintah setempat yang bekerjasama dengan keluarga. Oleh karena itu
sifatnya lebih sederhana dan sifatnya tidak perlu ikut serta kepolisian dari
segi pengamanan pelaksanaan sehingga hanya untuk mencegah seandainya
terjadi hal – hal yang tidak diinginkan.
b. Kadang – kadang atas kemauan keluarga sendiri untuk memindahkan
kuburan seseorang ke kuburan lain atau ke kota lain. Untuk tujuan ini
sudah ada cara tertentu dan biasanya tidak menjadi urusan kepolisian.
c. Untuk identifikasi4

Ekshumasi harus dilakukan sesuai hukum dan mentaati prosedur pemeriksaan dan
dilakukan secara ilmiah oleh pakar dari institusi yang netral dan imparsial. Semakin dini
ekshumasi dilakukan semakin baik. Selain itu pengamanan barang bukti harus dilakukan
semaksimal mungkin sejak awal penggalian dengan melibatkan ahli. Penggalian awal
biasa dilakukan oleh orang yang bukan ahli forensik, tetapi begitu sudah kelihatan ada
mayat atau peti maka menjadi bagian ahli forensik untuk melanjutkan.

B. Alasan Ekshumasi
1. Tertangkapnya terdakwa
2. Pengakuan terdakwa sudah membunuh dan mengubur seseorang
3. Adanya kecurigaan tindak pidana
4. Pemeriksaan ulang atas permintaan hakim, karena pada awalnya sudah diperiksa
tetapi hanya pemeriksaan luar. Tetapi kemudian ada kecurigaan penyebab
kematian karena tindak pidana maka dilakukan autopsi.
5. Awalnya dianggap mati wajar, kemudian ditemukan bukti bahwa penyebab mati
tidak wajar.

4
C. Prosedur Ekshumasi5
Bila mayat baru beberapa hari dikuburkan maka penggalian kuburan harus segera
dilakukan, tidak boleh ditunda tunda. Tetapi bila telah beberapa bulan dikuburkan maka
penundaan beberapa hari tidak menjadi masalah yang penting. Segala persiapan harus
rapi dan lengkap.
Penggalian kubur atau Ekshumasi sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau siang
hari, jadi hakim dan petugas yang meminta penggalian kubur harus hadir pada tempat
penggalian kuburan.
Untuk pelaksanaan pembongkaran kuburan perlu persiapan – persiapan dan syarat
kelengkapan serta sarana sarana tertentu serta pengadaan sarana untuk pelaksanaan
penggalian.
Secara teknis, prosedur ekshumasi dibagi menjadi :
1. Persiapan Penggalian Kuburan :
a. Surat persetujuan dari keluarga yang meninggal yang menyatakan tidak
berkeberatan bahwa makam atau kuburan tersebut dibongkar.
b. Surat pernyataan dari keluarga, juru kubur, petugas pemerintah setempat atau
saksi – saksi lain yang menyatakan bahwa kuburan tersebut memang kuburan dari
orang – orang yang meninggal yang dimaksudkan.
c. Surat penyitaan dari kuburan yang akan digali sebagai barang bukti yang dikuasai
oleh penyidik ( Kepolisian ) untuk sementara.
d. Surat permintaan Visum et Repertum kepada Dokter pemerintah, Dokter Polri
atau Dokter setempat untuk pemeriksaan mayat Cq. penggalian kuburan.
e. Berita acara pembongkaran kuburan harus dibuat secara kronologis serta sesuai
metode kriminalistik yang membuat semua kejadian kejadian sejak pertama kali
kuburan itu dibongkar.
f. Peralatan dan sarana lain yang diperlukan.

2. Pelaksanaan Penggalian Kuburan :


a. Perlu dihadiri oleh dokter, penyidik, pemuka masyarakat setempat, pihak
keamanan, petugas pemakaman dan penggali kuburan.

5
b. Memastikan kuburan yang harus digali dengan kehadiran pihak keluarga
atau ahli waris atau saksi yang mengetahui dan menyaksikan penguburan
diperlukan kehadirannya .
c. Sebelum penggalian, sekitar kuburan harus ditutup dengan tabir ( dari
bahan apa saja ).
d. Mencatat kronologis acara pembongkaran kuburan.
o Siapa saja yang hadir di tempat penggalian ( nama & alamat )
o Tempat dan alamat penggalian
o Jam berapa dimulai pemeriksaan kuburan ( dari luar )
o Tanda – tanda yang ada dicatat, misalnya nisan dibuat dari apa, berapa
tingginya, dan bagaimana bentuknya.
o Identitas, nama, tanggal kematian, dan sebagainya.
o Keadaan cuaca, mendung, panas, dan sebagainya.
o Setiap mencapai kedalaman tertentu harus dicatat diukur dengan mistar
dan difoto. Misalnya jam 09.30 mencapai kedalaman 1 meter.
o Keadaan tanah , komposisi tanah, pasir, tanah liat warna merah atau coklat
dan sebagainya.
Tanah yang berada disekitar jenazah diatas, dibawah dan disisi kanan kiri
jenazah. Sebaiknya harus diambil dan dimasukkan kedalam gelas kaca,
yang ditempel kertas label identitas.Sebaiknya sekurang-kurangnya dua
sampel tanah diambil dengan jarak kurang lebih 25 sampai 30 kaki dari
kuburan, hal ini sangat penting pada kasus keracunan. Pada kasus
keracunan Arsenic racun akan ditemukan di tubuh jenazah pada saat
penggalian kubur dan tanah disekitar jenazah akan mengandung arsenic.
o Pada jam berapa mencapai papan penutup liang lahat atau peti mayat dan
sebagainya dan pada kedalaman berapa meter jangan lupa selalu dibuat
fotonya.
o Jam berapa peti mayat atau papan penutup diangkat, atau bila tidak ada
peti, jenazah diangkat dari liang lahat.

6
o Bagaimana keadaan jenazah, posisi mayat, keadaan kain kafan dan lain
lain.
o Barang barang yang ditemukan.
o Saat dokter mulai mengadakan pemeriksaan ( autopsi ) sampai selesai.
e. Seandainya autopsi akan dilakukan di Rumah Sakit maka mayat atau peti mayat
sebagai barang bukti harus dibungkus, disegel, dan sebagainya sebelum dikirim
ke Rumah Sakit dan harus disertai dengan Berita Acara dan sebagainya.
Pertimbangan melakukan pemeriksaan di tempat atau TPU :
 Transportasi yang sulit atau tidak memungkinkan.
 Penghematan waktu
 Mendapat hasil pemeriksaan lebih cepat.
 Menghindari kesalahpahaman pandangan masyarakat
 Mempermudah penguburan kembali
Pertimbangan melakukan pemeriksaan dirumah sakit.
 Pemeriksaan dapat dilakukan dengan tenang
 Diharapkan lebih teliti
 Mendapat hasil lebih baik karena dapat dilakukan pemeriksaan yang lebih
lengkap seperti pemeriksaan histopatologik dan toksikologik.
f. Untuk mengukur dapat disediakan mistar kayu 1 meter atau meteran dari pita
logam 2 – 5 meter.
g. Peralatan fotografi dilengkapi flash unit dengan film hitam putih oleh petugas
Polri sendiri. Tidak diperkenankan wartawan / wartawan foto berada dilokasi
pengadilan.

3. Penyerahan ke Penyidik
Tahapan teknis yang terakhir dari ekshumasi adalah dilakukan penyerahan kembali
ke penyidik bahwa pemeriksaan terhadap jenazah telah selesai. Dimana selanjutnya
akan dibuat
- Berita acara pemakaman kembali
- Berita acara penyerahan kembali kuburan kepada keluarga
Dan yang kemudian selanjutnya jenazah yang telah diotopsi dimakamkan kembali.
7
D. Aspek Legal Ekshumasi6
Sebab kematian tidak dapat ditentukan hanya dari pemeriksaan luar saja.
Sehingga perlu dilakukan autopsi atau bedah mayat untuk mengetahui penyebab
kematian seseorang dimana sebelumnya pihak penyidik wajib memberitahukan kepada
pihak keluarga korban bahwa prosedur itu harus dilakukan untuk kepentingan peradilan.
Mengenai hal ini diatur dalam :
 KUHAP pasal 134 ayat ( 1 )
“Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat
tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada
keluarga korban.“
 KUHAP pasal 134 ayat ( 2 )
“Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas –
jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.“

Jika setelah penyidik menerangkan kepada keluarga korban tentang maksud dan
tujuan pembedahan mayat dengan sejelas – jelasnya tetapi keluarga korban tetap
keberatan maka keluarga dianggap dengan sengaja menghalang – halangi, merintangi
atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan maka perbuatan itu diancam
dengan pidana seperti dalam pasal 222 KUHP.
Penyidik menetapkan waktu dua hari untuk menanti tanggapan dari keluarga
jenazah yang akan di autopsi, maupun untuk mencari keluarga jenazah yang tidak
dikenal. Jika dalam waktu dua hari itu tidak adak ada tanggapan dari pihak keluarga atau
keluarga jenazah tidak ditemukan maka autopsi akan tetap dilaksanakan. Hal ini diatur
dalam KUHAP pasal 134 ayat ( 2 )
“Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau
pihak yang perlu diberitahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat ( 3 ) undang – undang
ini.“

8
Jika jenazah yang akan diautopsi telah dikuburkan maka perlu dilakukan
ekshumasi atau penggalian kubur. Tentang ekshumasi atau penggalian kubur ini diatur
dalam KUHAP pasal 135
“Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian
mayat, dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133
ayat (2) dan pasal 134 ayat ( 1 ) undang – undang ini.”
Yang dimaksud dengan “penggalian mayat” termasuk pengambilan mayat dari semua
jenis tempat dan cara penguburan.
Karena proses penggalian mayat dan autopsi bertujuan untuk kepentingan
peradilan maka semua biaya yang dikeluarkan ditanggung oleh negara. Hal tersebut
sebagaimana diatur dalam KUHAP pasal 136
“Semua biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam bagian kedua bab XIV ditanggung oleh negara.”

E. Pemeriksaan Terhadap Jenazah Ekshumasi (Autopsi)


Autopsi berasal dari kata auto = sendiri dan opsis = melihat. Yang dimaksud
dengan autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, meliputi pemeriksaan terhadap
bagian luar maupun bagian dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau
adanya cedera, melakukan interpretsi atas penemuan – penemuan tersebut, menerangkan
penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan – kelainan yang
ditemukan dengan penyebab kematian.7
Autopsi pada ekshumasi harus dengan bukti – bukti penting yang dikumpulkan
sebaik – baiknya. Untuk itu, sampel dari tanah juga harus dikumpulkan. Penelitian secara
hati – hati seharusnya dilakukan pada semua benda – benda yang dapat digunakan
sebagai bukti. Materi – materi tersebut harus dikumpulkan sebelum dan selama proses
penggalian kubur9 :
 sampel tanah dari permukaan atas kubur.
 sampel tanah diatas dan didalam kubur.
 sampel tanah dari tiap sisi kubur.

9
 sampel tanah dibawah kubur ( jika dibawah kubur itu ada air, sampel air juga harus
diambil ).
 sampel kontrol tanah dari bagian pemakaman lainnya.
Sampel – sampel tersebut di atas harus di segel dan diberi label.

Pemeriksaan autopsi pada ekshumasi dibagi menjadi dua bagian8 :


1. Identifikasi ( setiap hal harus direkam atau dibuat dokumentasi )
a. Batu nisan.
b. Gambaran kuburan.
c. Berat, jenis kelamin, jaringan parut, sidik jari , dan lain – lain.
Jika identitas jenazah telah diketahui maka tahap identifikasi ini tidak perlu
dilakukan.
2. Penyebab kematian
a. Lakukan foto rontgen atas tubuh jenazah.
b. Tubuh jenazah harus di foto.
c. Autopsi seluruh tubuh harus dilakukan dan jaringan tubuh di ambil untuk
pemeriksaan histologi, lalu diawetkan. Pengawet terbaik adalah alkohol.
d. Semua jaringan harus dikirim untuk diperiksa. Pada kasus – kasus ekshumasi
sebaiknya disimpan semua jaringan, juga semua cairan dari kubur, rambu, kuku,
dan kulit.

Adapun teknik autopsi yang dapat digunakan antara lain6 :


1. teknik Virchow
Setelah dilakukan pembukaan rongga tubuh, organ – organ dikeluarkan satu persatu
dan langsung diperiksa. Dengan demikian kelainan – kelainan yang terdapat pada
masing – masing organ yang tergolong dalam satu sistem menjadi hilang. Teknik ini
kurang baik bila digunakan pada autopsi forensik, terutama pada kasus penembakan
dengan senjata api dan penusukan dengan senjata tajam.
2. teknik Rokitansky
Setelah rongga tubuh dibuka, organ dilihat, dan diperiksa dengan melakukan beberapa
irisan in situ, baru kemudian seluruh organ – organ tersebut dikeluarkan dalam

10
kumpulan – kumpulan organ ( en bloc ). Teknik ini pun tidak baik digunakan untuk
autopsi forensik.
3. teknik Letulle
Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher, dada, diafragma, dan perut dikeluarkan
sekaligus ( en masse ). Kepala diletakan di atas meja dengan permukaan posterior
menghadap ke atas. Plexus coeliacus dan kelenjar para aortal diperiksa, aorta dibuka
sampai arcus aortae dan Aa. renales kanan dan kiri dibuka serta diperiksa. Aorta
diputus di atas muara a. Renalis. Rectum dipisahkan dari sigmoid. Organ urogenital
dipisahkan dari organ lain. Bagian proksimal jejunum diikat pada dua tempat dan
kemudian diputus antara dua ikatan tersebut dan usus dapat dilepaskan. Esofagus
dilepaskan dari trakhea, tetapi hubungannya dengan lambung dipertahankan. Vena
cava inferior serta aorta diputus di atas diafragma dan dengan demikian organ leher
dan dada dapat dilepas dari organ perut. Dengan pengangkatan organ – organ tubuh
secara en masse ini, hubungan antar organ tetap dipertahankan setelah seluruh organ
dikeluarkan dari tubuh. Kerugian teknik ini adalah sukar dilakukan tanpa pembantu,
serta agak sukar karena ”panjang”nya kumpulan organ – organ yang dikeluarkan
sekaligus.
4. Teknik Ghon
Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher dan dada, organ pencernaan bersama hati
dan limpa, organ urogenital diangkat keluar sebagai 3 kumpulan organ ( bloc ).

Pada autopsi jenazah yang baru meninggal dunia, terkadang sulit untuk
menentukan penyebab kematiannya. Apalagi autopsi pada kasus ekshumasi dimana
jenazah yang sudah dikuburkan mulai dari beberapa hari sampai beberapa tahun sehingga
tidak semua autopsi pada ekshumasi dapat menjelaskan tentang penyebab kematiannya,
terutama pada jenazah yang telah mengalami pembusukan.

11
BAB III
KESIMPULAN

Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa eksumasi merupakan suatu


tindakan medis yang dilakukan atas dasar undang – undang dalam rangka pembuktian
suatu tindakan pidana dengan menggali kembali jenazah yang sudah dikuburkan dan
berdasarkan izin dari keluarga korban. Adapun dasar undang-undang yang dipakai untuk
melakukan eksumasi ini adalah : KUHAP pasal 134 ayat (1), (2), (3), KUHAP pasal 135,
KUHAP pasal 136, dan KUHP pasal 222.
Eksumasi sendiri dapat bertujuan untuk kepentingan peradilan (forensik) maupun
bukan untuk kepentingan peradilan (non-forensik), tetapi tujuan non peradilan hanya
berlaku di luar negeri. Prosedur yang dilakukan dalam eksumasi ini pada prinsipnya harus
dilakukan sesegera mungkin dan seteliti mungkin. Peranan dokter adalah sangat penting
dalam eksumasi ini dimana dokter, sebagai saksi ahli, harus hadir sejak penggalian kubur
sampai melakukan pemeriksaan terhadap tubuh mayat yang diekshumasi dan
menyimpulkan apa yang didapatkan dari pemeriksaan tersebut dan jika memungkinkan
mencari sebab kematian.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. http://geradts.com/anil/ij/vol_008_no_001/papers/paper002.html
2. Gordon, I ; H. A. Sharpiro dan S. D Berson. Forensic Medicine (a guide to
principles) third edition. Chirchill Livingstone. 1988.
3. www.yahoo.com ( Anil Aggrawal’s Internet journal of Forensic Medicine and
Toxicology )
4. Gresham, G.A dan A. F. Turner. Post Mortem Procedures (an illustrated textbook).
Published by Wolfe Medical Publications Ltd. 1979.
5. www.itsoke.net/mako/vet.htm-91k
6. Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana. Karya Anda, Surabaya.
7. Teknik Autopsi Forensik. Bagian Kedokteran Forensik. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
8. Gonzales, Thomas. A ; Morgan Vance ; dkk. Legal Medicine Pathology And
Toxicology second edition. Appleton – Century – Crofts Inc. 1825.
9. Camps, Francis. E. Ed. Legal Medicene. Bristol : John Wright & Sons LTD.
1968.

13

Anda mungkin juga menyukai