Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penggalian jenazah (Exhumation) berasal dari bahasa Latin yaitu Ex yang
berarti keluar dan Humus yang berarti tanah.1Ada terdapat banyak alasan
mengapa penggalian kuburan (ekshumasi) dilakukan, namun sebelum ekshumasi
dilakukan terlebih dahulu harus ada permintaan dari penyidik. Beberapa alasan
mengapa ekshumasi perlu dilakukan antara lain kesalahan identifikasi mayat,
studi toksikologi yang tidak lengkap, jejak bukti hilang atau terabaikan
sebelumnya, dan analisis luka yang tidak benar atau tidak lengkap.2
Ekshumasi atau penggalian jenazah merupakan hal yang tidak asing di
Indonesia karena cukup sering dilakukan. Penggalian jenazah biasanya dilakukan
untuk kepentingan pengadilan guna mencari penyebab kematian serta
memutuskan seseorang bersalah atau tidak bersalah.3
Selain alasan – alasan di atas, ekshumasi juga dilakukan karena mayat
akan dipindahkan ke lokasi yang lain.Seperti pada kasus pemindahan mayat luka
bakar yang sekujur tubuhnya hancur dan pihak keluarga terlambat mengetahui
berita tersebut sehingga mayat telah dikubur.4 Namun beberapa kasus ekshumasi
lainnya dilakukan karena adanya permintaan dari pengadilan untuk mengulang
kembali otopsi guna menghasilkan bukti forensic yang baru. Keperluan
melakukan ekshumasi bervariasi antar satu daerah dengan daerah lainnya. Untuk
melakukan suatu ekshumasi diperlukan izin dari pemegang otoritas setempat dan
juga persetujuan dari pihak keluarga.2,5,6
Pada kasus dimana penguburan baru dilakukan, maka periksaan harus
dilaksanakan segera, tetapi bila telah dikubur satu bulan atau lebih maka
penggalian mayat ditunda hingga ditentukan waktu yang tepat, sebab penundaan
tidak akan membawa pengaruh buruk terhadap pemeriksaan.1
Mengenai ekshumasi penggalian mayat sebaiknya dilakukan pada pagi
hari untuk mendapatkan cahaya yang cukup terang, udara masih segar, matahari
belum terlalu terik dan terlebih penting untuk menghindari kerumunan masyarakat

1
yang akan mengganggu proses pemeriksaan. Bila tidak memungkinkan
dilaksanakan pada pagi hari maka pemeriksaan dapat juga dilaksanakan pada
siang hari dengan cuaca cerah, sedangkan pemeriksaan pada sore hari sebaiknya
dihindari karena bila berlangsung lama bias masuk ke malam hariyang suasananya
tidak nyaman karena kurang penerangan.1

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Penggalian mayat ( exhumation) adalah pemeriksaan terhadap mayat yang
sudah dikuburkan dari dalam kuburannya yang telah disahkan
oleh hukum untuk membantu peradilan. Ex dalam bahasa latin berarti keluar dan
humus berarti tanah. Pada umumnya, penggalian mayat dilakukan kembali karena
adanya kecurigaan bahwa mayat mati secara tidak wajar, adanya laporan yang
terlambat terhadap terjadinya pembunuhan yang disampaikan kepada penyidik
atau adanya anggapan bahwa pemeriksaan mayat yang telah dilakukan
sebelumnya tidak akurat1.
Ekshumasi tidak hanya dilakukan pada penggalian kuburan personal
namun juga dapat dilakukan penggalian kuburan massal seperti penggalian
kuburan massal di hutan Situkup selama 3 hari. Penelitian massal ini bertujuan
untuk mengungkapkan jumlah korban pembunuhan, penahanan, penyiksaan, dan
pelanggaraan HAM. Menurut keterangan dr. Handoko (Tim Forensik), dari
proyektil – proyektil yang ditemukan pada kerangka yang digali bisa ditarik
kesimpulan bahwa pembunuhan ini dilakukan dengan menggunakan senjata laras
panjang maupun pendek yang diduga hanya dimiliki oleh militer.7

2.2 Indikasi Eksumasi


Indikasi dilakukan penggalian mayat adalah sebagai berikut:
1. Terdakwa telah mengaku dia telah membunuh seseorang dan telah
menguburnya di suatu tempat.8
2. Jenazah setelah dikubur beberapa hari baru kemudian ada kecurigaan
bahwa jenazah meninggal secara tidak wajar.8
3. Atas perintah hakim untuk melakukan pemeriksaan ulang terhadap
jenazah yang telah dilakukan pemeriksaan dokter untuk membuat
visum et repertum.8
4. Penguburan mayat secara ilegal untuk menyembunyikan kematian
atau karena alasan criminal.1

3
5. Pada kasus dimana sebab kematian yang tertera dalam surat
keterangan kematian tidak jelas dan menimbulkan pertanyaan
seperti keracunan dan gantung diri.1 Dalam pembongkaran dua
kuburan seperti yang dilakukan oleh aparat TNI/Polri di Kecamatan
Kuta baro yang hanya ditemukan tulang berulang korban. Melihat dari
kondisi korban, korban ditembak di pelipisnya dalam posisi jongkok
di depan lubang yang telah disediakan dengan kedua tangan dan kaki
terikat, selanjutnya dilakukan pemeriksaan bagian rambut dan gigi di
lab forensik. Sedangkan satu kuburan lagi yang hanya ditemukan
tengkorak kepala bersama separuh rahang bawah kiri dan empat
tulang rusuk serta tulang tangan dan kaki tidak ditemukan. Proses
penggalian tersebut disaksikan oleh keuchik dan tokoh masyarakat.9
6. Pada kasus dimana identitas mayat yang dikubur tidak jelas
kebenarannya atau diragukan.1
7. Pada kasus criminal untuk menentukan penyebab kematian yang
diragukan, misalnya pada kasus pembunuhan, yang ditutupi seakan
bunuh diri.1

2.3 Hal –Hal yang Harus Diperhatikan Dalam Exhumasi


Untuk melaksanakan penggalian kuburan harus dilaksanakan hal- hal
sebagai berikut1 :
1. Persiapan penggalian kuburan,
a. Dokter harus mendapat keterangan lengkap tentang peristiwa kematian
agar dapat memusatkan perhatian dan periksaan pada hal yang
dicurigai.
b. Jika pemeriksaan dilakukan lokasi penggalian harus disiapkan tenda
lengkap dengan dinding penutup, meja pemeriksaan, air wadah, dan
perlengkapan pengankatan mayat.

4
Perlengkapan yang diperlukan dalam penggalian kubur :
a. Kendaraan
b. Perlengkapan untuk melakukan penggalian misalnya cangkul, ganco,
linggis, secrop.
c. Perlengkapan untuk melakukan otopsi, yaitu pisau dapur, scalpel,
gunting, pinset, gergaji, jarum (jarum karung goni), benang, timbangan
berat, gelas pengukur,alat penggaris, ember, stoples berisi alkohol 95%
ini bila ada indikasi mati oleh keracunan dan stoples berisi formalin
10%.
1 dan 2 disediakan penyidik. Perlu membawa 1 atau 2 pembantu.

2. Waktu yang baik


a. Waktu yang baik untuk melakukan ekshumasi adalah :
b. Jika mayatnya masih baru maka di lakukan secepat mungkin
sedangkan jika mayatnya sudah lama atau lebih dari satu bulan dapat
dicari waktu yang tepat untuk penggalian.
c. Penetapan batas waktu ekshumasi di India, Inggris dan Indonesia tidak
mempunyai batas waktu. Di Prancis sekitar 10 tahun, Skotlandia 20
tahun, Jerman 30 tahun.
d. Waktu penggalian dilakukan pada pagi hari untuk mendapatkan cahaya
yang cukup terang, udara masih segar, matahari belum terlalu terik dan
untuk menghindari kerumunan masyarakat yang sering mengganggu
pemeriksaan. Bila tidak memungkinkan dilakukan pada pagi hari,
pemeriksaan dilakukan pada siang hari dengan cuaca yang baik.
Penggalian mayat pada sore hari sebaiknya dihindari.

3. Kehadiran petugas
Pada saat pelaksanaan penggalian harus dihadiri oleh :
a. Penyidik atau polisi beserta pihak keamanan
b. Pemerintah setempat / pemuka masyarakat.
c. Dokter beserta pembantunya

5
d. Keluarga korban / ahli waris korban
e. Petugas pengamanan/ penjaga kuburan.
f. Penggali kuburan
Dalam penggalian kuburan, kewenangannya dimiliki oleh Tim
Penyidik sebagaimana yang dikatakan oleh Direktur I Keamanan Trans
Nasional Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri Brigjen Pol
Aryanto Sutadi bahwa TNI tidak memiliki kewenagan untuk
melakukan penggalian kuburan massal di Aceh meskipun sedang
diberlakukan darurat militer karena dapat merusak barang bukti, akan
tetapi penyidik memerlukan izin dari penguasa darurat militer karena
tugas PDM adalah mengamankan.10

4. Keamanan, yaitu penyidik harus mengamankan tempat penggalian dari


kerumunan massa.

5. Proses penggalian kuburan


a. Untuk menentukan lokasi, bila dikuburan umum, adalah keluarga atau
juru kunci kuburan. Bila letaknya tersembunyi maka tersangka yang
menunjukan.Kadang tersangka sulit menunjukkan letaknya secara pasti
sehingga penggalian dapat mengalami kegagalan.
b. Saat peti diangkat ke atas, penutup peti sebaiknya dibuka sedikit dengan
membuka mur atau engsel peti agar gas-gas di dalamnya bias
dikeluarkan ke udara bebas. Selanjutnya peti dikirim ke kamar mayat,
apabila terjadi pembusukan maka ditempatkan potongan kayu atau
kerangka fiberglass di dasarnya. Tanah dan lumpur harus dipindahkan
sebelum peti dikirim ke kamar otopsi untuk menghindari pencemaran.

6. Pemeriksaan mayat
Pemeriksaan mayat mayat sebaiknya dilakukan ditempat
penggalian agar mempermudah penguburan kembali selain karena
mengingat adanya masalah transportasi dan waktu. Akan tetapi

6
pemeriksaan dikamar mayat lebih baik karena dapat dilakukan dengan
tenang tanpa harus ditonton oleh masyarakat banyak dan lebih teliti.1
Sebelum ahli patologi melakukan pemeriksaan terhadap mayat,
terlebih dahulu dipastikan bahwa mayat yang akan diperiksa adalah benar.
Pada umumnya, kerabat atau teman dekat korban yang melihat wajah
mayat dan kemudian menyatakan secara verbal kepada polisi, petugas
kamar mayat atau dokter bahwa benar itu mayat yang dimaksud. Apabila
mayat terbakar dan tidak dapat dikenali, dimutilasi, maka identifikasi
dilakukan dengan cara menunjukkan dokumen atau benda- benda seperti
pakaian dan perhiasan milik mayat kepada kerabat.1
Petugas pemeriksa mayat harus memakai sarung tangan dan
masker yang telah dicelupkan ke dalam larutan potassium permanganas.
Bila mayat telah mengalami pembusukan dan mengeluarkan cairan, maka
kain pembungkus mayat harus diambil juga untuk pemeriksaan
laboratorium, setentang daerah punggung mayat. Bila mayat telah hancur
semuanya maka setiap organ yang tinggal harus dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Jika organ dalam tidak dijumpai lagi maka yang diperiksa
adalah rambut, gigi, kuku, tulang dan kulit korban.1
Pemeriksaan mayat mencakup pemeriksaan luar dan dalam.1
Pemeriksaan luar yaitu :
a. Label mayat
b. Tutup dan pengbungkus mayat
c. Pakaian
d. Perhiasan
e. Tanda – tanda kematian
f. Identifikasi umum : usia, jenis kelamin, TB
g. Identifikasi khusus : tato, tahi lalat, kelainan bawaan
h. Pemeriksaan local : kepala, rambut, mata, telinga, mulut, leher,
dada, perut, ekstremitas, alat kelamin, punggung dan dubur.
i. Pemeriksaan luka

7
Tahap pemeriksaan dalam yaitu11 :
a. Pembukaan jaringan kulit dan otot
b. Pembukaan rongga tubuh, dapat dilakukan dengan dua metode
yaitu insisi I dan insisi Y
c. Pengeluaran organ dalam tubuh, dapat dilakukan dengan teknik :
 Teknik Virchow, yang paling sering dilakukan dengan
ketelitian yang lebih rendah.
 Teknik Rokitansky
 Teknik Letulle
 Teknik Gohn
Teknik Letulle dan Gohn memiliki ketelitian yang lebih tinggi.11
Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan untuk membuktikan bahwa
kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan
umur, tinggi badan, ciri – ciri khusus, dan deformitas serta tidak
memungkinkan dilakukan rekonstruksi wajah. Dicari juga apakah terdapat
tanda – tanda kekerasan pada tulang serta memperkirakan sebab kematian.
Perkiraan saat kematian ini dapat dilakukan dengan memperhatikan
kekeringan tulang. Bila terdapat dugaan bahwa itu seseorang tertentu,
maka identifikasi dilakukan dengan membandingkan data antemortem
orang tersebut. Dapat dilakukan identifikasi dengan teknik superimposisi
yaitu suatu system pemeriksaan untuk melakukan jatidiri seseorang
dengan membandingkan korban semasa hidup dengan kerangka atau
tengkorak yang ditemukan. Kesulitan – kesulitan dalam teknik imposisi
adalah korban tidak pernah membuat foto semasa hidup, foto korban harus
baik kondisi dan kualitasnya, tengkorang yang ditemukan sudah hancur
dan tidak terbentuk lagi, dan kesulitan proses kamar gelap yang butuh
banyak biaya.11

8
2.4 Prosedur Penggalian Jenazah
a. Permintaan secara tertulis oleh penyidik, disertai permintaan untuk otopsi.
b. Penyidik harus memberikan keterangan tentang modus dan identitas
korban sehingga dokter dapat mempersiapkan diri. Misalnya korban
pencekikan maka pemeriksaan leher akan lebih berhati-hati. Korban
keracunan, maka dipersiapkan alkohol 95% untuk pengawet.
c. Yang harus diperhatikan dalam identitas korban adalah :
1. Jenis kelamin, laki-laki atau perempuan
2. Tinggi badan.
3. Umur korban.
4. Pakaian, perhiasan yang menempel pada tubuh korban.
5. Sidik jari. (dari Satlantas saat mengambil SIM).
6. Tanda-tanda yang ada pada tubuh korban :
d. Warna dan bentuk rambut serta panjangnya.
e. Bentuk dan susunan gigi. Memakai gigi palsu / tidak.
f. Ada tatou di kulit atau tidak. (bentuk dan lokasinya)
g. Adanya cacat pada tubuh korban misalnya : Adanya luka perut, pada kulit,
penyakit-penyakit lainnya.
Label identitas diikat erat pada ibu jari atau gelang tangan dan kaki.1
Pada kasus non kriminal, seperti mati mendadak ( sudden death),
kecelakaan, dan bunuh diri, maka identitas mayat disertakan dengan label oleh
polisi, perawat, atau petugas kamar mayat, yang berisi nama, alamat, nomor seri
dan detail lain yang relevan.1
Ahli patologi harus mencocokkan dokumen resmi tentang label tersebut.
Bila ada ketidaksamaan maka otopsi tidak boleh dilakukan sampai didapatkan
identitas yang benar dari polisi.1
Jika ada kecurigaan tertentu, sampel tanah harus diambil pada permukaan
kuburan, bagian di sekitar makam dan tanah di atas peti mayat. Saat peti telah
dipindahkan, ahli forensik akan mengambil sampel tanah dari pinggir dan bawah
peti mayat. Saat ada kecurigaan atau diduga tindak criminal, rekaman gambar

9
pada setiap bagian identifikasi dimakamkan harus diambil ( biasa difoto oleh
polisi) untuk menemukan bukti-bukti selama otopsi1.
Jika dicurigai diracun, contoh dari kain kafan, pelengkapan peti mati dan
benda yang hilang seperti cairan harus dianalisis. Mayat dipindahkan dilucuti
pakaian dan dilakukan otopsi sesuai kondisi pada tubuh. Pembusukan, adiposere
dan mumifikasi merupakan penyulit pemeriksaan, kadang ketiganya berada pada
tubuh yang sama. Pada posisi yang tinggi akan membuat keadaan mayat lebih
baik daripada tanah yang berisi air ditempat penguburan1.
Sebelum mayat dikubur kembali harus dipastikan apakah bahan – bahan
yang diperlukan sudah cukup untuk menghindari penggalian ulang1.

2.5 Aspek Hukum


Identifikasi kuburan harus dilakukan dengan perencanaan dan dicatat
segala sesuatunya atas ijin petugas pemakaman dan pihak yang berwenang.
Prosedur penggalian mayat di atur dalam KUHAP dan memerlukan surat
permintaan pemeriksaan dari penyidik. Di samping itu, masih diperlukan
persiapan lain yaitu koordinasi dengan pihak pemerintah daerah (Dinas
Pemakaman), untuk memperoleh bantuan penyediaan tenaga para penggali kubur,
juga perlu dipersiapkan kantong plastic besar untuk jenazah serta kantong plastic
untuk wadah /sample pemeriksaan laboratorium1.
KUHAP Pasal 135
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian
mayat, dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133
ayat 2 dan pasal 134 ayat 1 undang-undang ini.
Dalam penjelasan pasal 135 KUHAP ini lebih lanjut disebut : yang dimaksud
dengan “penggalian mayat” termasuk pengambilan mayat dari semua jenis tempat
dan penguburan.1
KUHAP Pasal 133 ayat 2
Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka
atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.1

10
KUHAP Pasal 134 ayat 1
Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat
tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu
kepada keluarga korban.
Mengenai biaya untuk kepentingan penggalian mayat, bila merujuk ke dalam
ketentuan hukum KUHP dinyatakan ditangguang oleh Negara, walaupun dalam
pelaksanaannya ada ketegasan dan kejelasan.1
KUHAP Pasal 136
Semua biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam bagian kedua BAB XIV ditanggunga oleh Negara.1
KUHAP Pasal 7 ayat 1 h
Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara.
KUHAP Pasal 180
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di
sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula
minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
(2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat
hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.
(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian
ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2).
Bagi yang menghalang- halangi atau menolak bantuan pihak pengadilan dapat
dikenakan sanksi hokum seperti tercantum dalam pasal 222 KUHP.1
KUHP pasal 222
Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalangi, atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan dihukum dengan penjara selama-lamanya 9
bulan atau denda sebanyak- banyaknya tiga ratus ribu rupiah.1
Profesionalisme kedokteran forensik di Indonesia dapat ditingkatkan apabila
didukung oleh undang – undang yang memberinya kewenangan, kelembagaaan
dan dukungan financial yang memadai.1

11
Tujuan utama penggalian jenazah : membantu mengumpulkan jejas-jejas
yang ada pada jenazah atau kelainan-kelainan yang ada pada jenazah atau
pakaiannya.1 Bila mayat baru dikubur (beberapa hari) segera dilakukan
penggalian kubur (ekshumasi). Semakin ditunda maka mayat semakin busuk dan
dapat menghilangkan barang bukti. Apabila sudah sebulan atau lebih, maka
penggalian dapat ditunda dan disesuaikan dengan cuaca dan keadaan. Setelah
dilakukan penggalian mayat, maka segera otopsi di RS terdekat atau di tempat
penggalian.1
Cara Mengambil Kesimpulan dari Hasil Pemeriksaan1.
1. Pada penggalian ditemukan jenazah dalam keadaan membusuk.
a. Pada otopsi ditemukan patah tulang kepala yang hampir separuh
kepala.
b. Patah tulang tersebut mempunyai tanda-tanda akibat persentuhan
dengan benda tajam.
c. Kesimpulannya ialah :
Ditemukan patah tulang kepala akibat persentuhan dengan benda
tajam.Kekerasan oleh benda tajam pada kepala korban. tersebut
dapat menimbulkan kematian.

2.6 Aspek Budaya


Ditinjau dari aspek budaya, pelaksanaan ekshumasi (penggalian kubur)
seperti di India, Srilanka dan lain – lain yang mayoritas penduduknya beragama
hindu jarang dilakukan ekshumasi karena jenazah yang sudah meninggal tidak
dikubur melainkan dibakar1.

12
BAB III
KESIMPULAN

Penggalian mayat merupakan pemeriksaan terhadap mayat yang sudah


dikubur. Ada beberapa kemungkinan mengapa penggalian mayat harus dilakukan.
Biasanya berkenaan dengan tindak pidana, dimana diperlukan keterangan
mengenai penjelasan yang masih kabur bagi penyidik ataupun pengadilan.
Prosedur penggalian mayat diatur dalam KUHAP, dalam pasal 135 dan
disini terkait pada pasal 133, 134, dan 136 KUHAP. Dan bagi yang menghalangi
atau menolak bantuan phak peradilan dapat dikenakan sanksi hukum seperti
tercantum dalam pasal 222 KUHP. Tidak Semua jenazah dimakamkan, namun
ada juga yang dikremasi. Untuk menghindari konflik kepentingan dalam sebuah
investigasi forensic perlu diupayakan agar penyelidikan dilakukan dengan
melibatkan para penyelidik yang netral dan pnting juga melibatka peran
masyarakat.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Amir, A. 2007. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Kedua. Bagian


Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
2. Anonimous. 2010. Exhuming a Corpse For Forensic Analysis. (Online)
(Available at http://www.exploreforensics.co.uk/exhuming-a-corpse-for-forensic-
analysis.html. diakses 1 April 2010)
3. ________. 2008. Exhumation. (Online). (available at
calcaneuser.blogspot.com/2008_07_01_archive.html. diakses 1 April 2010)
4. ________ . 2000. Kuburan mayat berluka bakar digali. (Online). (Available at
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/2000/05/11/0017.html. Diakses 4
April 2010)
5. ________ . 2010. Exhumation. (Online). (Available
athttp://www.enotes.com/forensic-science/exhumation . diakses 4 April 2010)
6. ________ . 2010. Exhume Law and Legal Definition. (Online). (Available
athttp://definitions.uslegal.com/e/exhume .diakses 4 April 2010)
7. ________. 2000. Sekitar Penggalian Kuburan Massal di Wonosobo. (Online).
(Available athttp://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/2000/11/29/0007.html.
Diakses 2000)
8. Solichin, S. 2008. Penggalian Jenazah. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
9. ________ . 2000. Aparat Bongkar Dua Kuburan. (Online). (Available
athttp://www.indomedia.com/serambi/image/200324.htm diakses 4 April 2010)
10. ________ . 2003. Polri : TNI Tak Punya Kewenangan Gali Kuburan Massal
Aceh. (Online). (Available
at http://www.dephan.go.id/modules.php?name=news&file=article&sid=4342.
Diakses 4 April 2010)
11. Amir, A. 2004. Autopsi Medikolegal Edisi Kedua. Medan: Percetakan Ramadan.

14

Anda mungkin juga menyukai