Anda di halaman 1dari 10

Asma pada Anak

Malvin Himawan
102014018 / F7
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email : malvinhmn@gmail.com

Pendahuluan

Asma adalah gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan dimana banyak sel inflamasi.
Inflamasi saluran pernapasan ini meluas tetapi obstruksi saluran pernapasan dapat reversible
baik secara spontan maupun dengan terapi. Asma juga ditandai dengan peningkatan respon
saluran pernapasan dengan stimulus fisiologis dan lingkungan seperti aktivitas fisik, udara
dingin, dan debu.
Makalah ini diharapkan dapat membantu penulis dan pembaca mengerti mengenai asma
dalam hal anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, working diagnosis,
differential diagnosis, manifestasi klinik, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,
penatalaksanaan, komplikasi, prognosis, pencegahan.

Anamnesis

Pada penyakit sistem pernapasan salah satunya menimbulkan gejala batuk. Berikut hal yang
dapat ditanyakan: 1

- Apakah batuk kering atau produktif?


- Jika produktif, apa warna sputum? Apakah hijau dan purulen? Apakah batuk
berdarah? Apakah berkarat atau merah muda dan berbusa?
- Apakah faktor pencetus dan yang memperberat?
- Apakah ada sesak dan nyeri dada?
- Apakah ada penurunan berat badan?

Perlu ditanyakan pula mengenai riwayat penyakit dahulu:1

- Apakah pasien memiliki riwayat kelainan pernapasan?


- Immunocompromised? (HIV/pemakai kortikkosteroid)
- Adakah riwayat vaksinasi BCG?

1
- Riwayat alergi pasien

Selain itu, perlu juga ditanyakan mengenai riwayat keluarga dan sosial: 1

- Apa pekerjaan pasien?


- Adakah riwayat penyakit pernapasan dalam keluarga?
- Apakah pasien memelihara hewan, termasuk burung?
- Lingkungan sekitar pasien? (berdebu/kotor/asap rokok)

Hasil anamnesis dari pasien diketahui bahwa, pasien mengeluh batuk, produktif terutama
pada malam hari. Dalam seminggu terakhir, pasien sering mengalami batuk pilek. Riwayat
imunisasi pasien lengkap. RPK menyatakan adanya riwayat alergi di keluarga.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik awal yang dilakukan adalah memeriksa tanda-tanda vital. Hasil
pemeriksaan didapatkan bahwa tanda-tanda vital pasien dalam batas normal, dengan
peningkatan frekuensi napas. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik pada toraks, terdiri
dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi pada bagian anterior dan posterior.2

Pada inspeksi, yang diperhatikan adalah bagaimana bentuk dada (normal / barrel chest /
pectus excavatum / pectus carinatum). Selain itu perlu inspeksi mengenai bagaimana cara dan
pola bernapasnya (torakal / abdominal / torakoabdomial / abdominotorakal), adanya retraksi
sela iga atau tidak. Selanjutnya dilakukan palpasi statis dan dinamis untuk mengevaluasi area
toraks, kesimetrisan toraks, dan vokal fremitus. Saat melakukan palpasi, evaluasi apakah
pasien merasa nyeri saat ditekan dan memeriksa vocal fremitus. Palpasi KGB juga kadang
perlu dilakukan. 2

Hasil perkusi pada paru normalnya sonor, perubahan suara normal dari hasil perkusi dapat
membantu menegakkan diagnosis, contohnya: hipersonor pada emfisema, redup pada
pneumonia. Lalu selanjutnya akan dilakukan auskultasi untuk mendengarkan adanya bunyi
patologis pada lapang paru.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan adanya suara mengi (wheezing).

2
Pemeriksaan Penunjang

1. Spirometri
Pada tes fungsi paru ini menggunakan spirometri didapatkan adanya batasan FEV1,
FEV1/FVC.Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan
diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%.
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga
penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi. 3,4

2. Foto rontgen thorax


Untuk penyakit asma tidak ditemukan adanya kelainan. Pemeriksaan ini dilakukan
untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran nafas dan adanya kecurigaan
terhadap penyakit lain. 3

3. Tes gas NO
Tes ini bertujuan untuk mendiagnosis asma atau inflamasi pada saluran pernapasan.
Yang diperiksa adalah seberapa banyak gas NO yang diekspirasi. NO merupakan
suatu molekul gas yang diproduksi oleh sel tertentu dalam respon preadangan. Pada
asma jumlahnya akan meningkat dan digunakan sebagai mulainya terapi serta
kegunaan lainnya adalah untuk memeriksa khasiat dari obat anti inflamasi apakah
manjur atau tidak. 3,4

4. Test alergi

Working Diagnosis

Dari kasus yang didapat dapat didiagnosis pasien menderita asma. Asma adalah gangguan
peradangan kronik disaluran nafas yang menyebabkan serangan berulang mengi, sesak, dada
terasa tertekan, dan batuk, terutama malam dan/atau dini hari. Gejala-gejala ini biasanya
disebabkan bronkokontriksi dan hambatan aliran udara yang bersifat reversibel. Diduga
bahwa peradangan menyebabkan peningkatan responsitivitas saluran napas (bronkospasme)
terhadap berbagai rangsangan. 5

3
Tabel 2. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis. 6

Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru


I. Intermiten - Gejala < 1x / minggu - < 2x sebulan - - VEP1 > 80% nilai prediksi
- - Tanpa gejala di luar serangan - APE > 80% nilai terbaik
- - Serangan singkat

II. Persisten - Gejala > 1x/minggu, tetapi < - > 2x sebulan - VEP1 > 80% nilai prediksi
Ringan 1x/hari - APE > 80% nilai terbaik
- Serangan dapat mengganggu
aktivitas dan tidur
III. Persisten - Gejala setiap hari - > 1x seminggu - VEP1 60-80% nilai prediksi
Sedang - Serangan mengganggu - APE 60-80% nilai terbaik
aktivitas dan tidur
- Membutuhkan bronkodilator
setiap hari
IV. Persisten - Gejala terus menerus - Sering - VEP1 < 60% nilai prediksi
Berat - Sering kambuh - APE < 60% nilai terbaik
- Aktivitas fisik terbatas

Differential Diagnosis

Etiologi

Faktor-faktor pencetus serangan asma: 7

1. Alergen
Alergen adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat meninbulkan
serangan asma misalnya debu rumah, tungau debu rumah, spora, jamur, bulu
binatang, bebeapa makanan laut, dan sebagainya.
2. Infeksi saluran pernapasan

Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza


merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronkial.

4
3. Olahraga / kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asma bronkial akan mendapatkan serangan asma bila melakukan
olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda adalah dua
jenis kegiatan yang paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma
karena kegiatan jasmani (exercise induced asma EIA) terjadi setelah olahraga atau
aktivitas fisik yang cukup berat.
4. Obat-obatan
Beberapa orang dengan asma bronkial sensitif atau alergi terhadap obat tertentu
seperti penisilin, salisilat, beta blocker, kodein, dan sebagainya.
5. Polusi udara
Orang dengan asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik kendaraan, asap
rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau
yang tajam.

Epidemiologi

Asma dapat ditemukan pada laki laki dan perempuan di segala usia, terutama pada usia
dini. Perbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja
menjadi 1:1. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah
penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini
akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025. 4

Gejala Klinis

Pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan
pada waktu serangan tampak penderita bernapas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan
tangan menyangga ke depan serta tampak otot-otot bantu pernapasan bekerja dengan
keras.
Gejala klinis yang khas untuk asma ialah mengi (wheezing), dispnea, dan batuk-batuk
berulang terutama pada malam atau awal pagi hari juga dapat disertai sesak di dada.
Untuk beberapa pasien dapat mengeluarkan sekret berupa mukoid, berwarna putih
ataupun purulen dalam tenggorokan yang bersifat susah dikeluarkan sehingga
menghalangi jalur pernapasan.

5
Selain itu, pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap faktor pencetus non-
alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang, infeksi saluran napas ataupun
perubahan cuaca. Jika dilihat dari pemeriksaan fisik, ditandai dengan inspirasi serta
ekspirasi yang memanjang serta bunyi ronki yang berasal dari dada.3,8

Patofisiologi

Triger (pemicu) yang berbeda-beda dapat menyebabkan eksaserbasi asma oleh karena
inflamasi saluran napas atau bronkospasme akut atau keduanya. Sesuatu yang dapat memicu
serangan asma ini sangat bervariasi diantaranya adalah alergen, polusi udara, infeksi saluran
napas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat, atau ekspresi emosi yang berlebihan. 9

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, penyumbatan
mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi
karena secara fisioiogis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini menyebabkan
udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi
peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernapas
pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT) yang akhirnya menyebabkan
paru menjadi hiperinflasi. Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka
dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot
bantu napas. 9

Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara obyektif dengan VEP 1
(Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi), sedang
penurunan KVP (Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan derajat hiperinflasi paru.
Penyempitan saluran napas dapat terjadi, baik pada saluran napas besar, sedang maupun
kecil. Gejala mengi (wheezing) menandakan adanya penyempitan disaluran napas besar,
sedangkan penyempitan pada saluran napas kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan
dibanding mengi. 9

Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata diseluruh bagian paru. Ada daerah-daerah
yang kurang mendapatkan ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut
mengalami hipoksemia. Untuk mengurangi kekurangan oksigen, tubuh melakukan
hiperventilasi, agar kebutuhan oksigen terpenuhi. 9

6
Tetapi akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga PaCO2 menurun yang
kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang lebih berat lagi
banyak saluran napas dan alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak memungkinkan lagi
terjadinya pertukaran gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernapasan
bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi CO2 yang
disertai dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2 (hiperkapnia) dan
terjadi asidosis respiratorik atau gagal napas. 9

Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar
bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda- benda
asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai
berikut: seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody
IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi
dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang
terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen
bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi
lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. 9

Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada
dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus
dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sangat meningkat. Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan
bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan
selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama
selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan
adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas
residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma
akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel
chest. 9

7
Tata Laksana

Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah menghilangkan obstruksi jalan nafas
dengan segera, mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan
asma, dan memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit
asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya. Pengobatan pada asma
eksaserbasi akut terbagi 2, yaitu: 4
Medikamentosa
- Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
1. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin) :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan
semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk
bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan
bronkodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah
menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup. 4

2. Santin (teofilin):
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda.
Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut,
dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang
lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya
penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam
anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum obat
per-oral. 4

8
3. Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid secara sistemik harus diberikan kecuali derajat
eksaserbasinya ringan. Agen ini tidak bersifat bronkodilator tetapi sangat
efektif dalam menurunkan inflamasi pada saluran napas. Pemberian
hidrokortison 800mg atau 160mg metilprednison dalam 4 dosis terbagi setiap
harinya umumnya sudah memberikan efek yang adekuat. 4

Non-medikamentosa 4
- Memberikan penyuluhan
- Menghindari faktor pencetus
- Pemberian cairan
- Fisiotherapy
- Beri O2 bila perlu.
.

Prognosis
Asma eksaserbasi akut bila segera diketahui dan mendapatkan penanganan optimal, maka
akan mengurangi frekuensi serangan dan akan meningkatkan kualitas hidup, jadi
prognosanya akan lebih baik. 8

Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah : 8
1. Status asmatikus
Status asmatikus merupakan suatu eksasebasi akut dari asma yang tidak berespons
terhadap pengobatan awal dengan bronkodilator

2. Atelektasis
Atelektasis merupakan kondisi paru-paru yang mengerut baik sebagian atau keseluruhan
akibat penyumbatan saluran udara di bronkus atau bronkiolus. Bisa juga disebabkan oleh
pernapasan yang sangat dangkal.
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Gagal nafas

9
Kesimpulan

Asma adalah gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan dimana banyak sel inflamasi
yang. Asma dapat ditemukan pada laki laki dan perempuan di segala usia, terutama pada
usia dini. Gejala asma seperti serangan berulang mengi, sesak, dada terasa tertekan, dan
batuk, terutama malam dan/atau dini hari. Pengobatan yang dapat diberikan pada penderita
asma adalah obat-obat antikolinergik, kortikosteroid, dan teofilin. Prognosis baik jika asma
segera ditangani, sebaliknya jika penanganan tidak adekuat akan terjadi komplikasi.

Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2006. h.
26-7.
2. Swartz MH. Textbook of physical diagnosis history and examination. 5th edition.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. h. 373-83.
3. Ward J, Leach R, Wiener C. Asma. Et A Glance system respirasi. ED II. Erlangga.
Jakarta.2008
4. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi ke-6.
Jakarta: Interna Publishing; 2014.
5. Robin dan Corwan. Dasar patologis penyakit. Edisi ke-7. Jakarta : EGC;2009.h.742
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma: pedoman diagnosis dan penatalaksanaan
di Indonesia. 2003. Diunduh dari http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.pdf,
12 Juli 2016.
7. Muttaqin A. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
pernapasan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.h.173-5,186.
8. Isselbacher, Kurt J. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam edisi 13 volume 5.
Jakarta : EGC ; 2000.
9. McPhee SJ, Ganong WF. Patofisiologi penyakit:pengantar menuju kedokteran klinis.
5th ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2010. h. 253-4

10

Anda mungkin juga menyukai