Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

ASPEK MEDIKOLEGAL TOKSIKOLOGI


Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi
Persyaratan Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik RS Islam Sultan Agung Semarang

Pembimbing : dr. Istiqomah, Sp.KF, MH


Oleh :
1. Arum Diannitasari

(012106093)

2. Lelly Kurnia F

(012106207)

3. Yoga Arfyan

(012106297)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2014

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Toksikologi merupakan ilmu yang sangat luas yang mencakup
berbagai disiplin ilmu yang sudah ada seperti Ilmu Kimia, Farmakologi,
Biokimia, Forensik Medicine dan lain-lain. Toksikologi didefinisikan sebagai
ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat racun, gejala-gejala dan
pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada korban
yang meninggal.Sedangkan yang dimaksud dengan toksikologi forensik
adalah pemanfaatan atau penerapan ilmu toksikologi untuk kepentingan
peradilan. Racun adalah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan
faali, yang dalam dosis toksik dapat menyebabkan gangguan kesehatan atau
dapat berakhir dengan kematian.
Kematian akibat intoksikasi kasusnya jarang terjadi tetapi menurut
data tahun 2014 angka kematian akibat intoksikasi di Indonesia mengalami
peningkatan. Dilaporkan, banyak kasus intoksikasi dengan sebab yang sangat
berariasi. Insiden intoksikasi akibat pangan mendominasi sebanyak 540
kasus, kemudian disusul dengan itoksikasi akibat pestisida di peringakat
kedua

sebanyak

465

kasus.

Organisasi

Kesehatan

Dunia

(WHO)

memperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 25 juta kasus keracunan pestisida


atau sekitar 68.493 kasus setiap hari. Latar belakang intoksikasi terbanyak
adalah upaya untuk suicide (85,57%). Salah satu jenis pestisida yang biasa
digunakan utuk suicide adalah rodentisida. Pada tahun 20111 menurut data
AAPC dilaporkan kasus keracunan rodentisida sejumlah 12.886, 78% oleh
karena jenis antikoagulan dan 97% karena jenis superwarfarin. 80% terjdi
pada anak kecil kurang dari 6 tahun.
Pestisida merupakan zat untuk membunuh atau mengendalikan hama.
Beberapa jenis hama yang paling sering ditemukan adalah serangga. Selain
gangguan serangga, gangguan yang amat penting bagi petani adalah rumput
liar. Herbisida dapat dipergunakan untuk mengatasi gangguan tersebut.

Pestisida juga telah dikembangkangkan untuk mengendalikan hama lain


seperti jamur (fungisida) dan hewan pengerat (rodentisida). Pestisida tidak
saja beracun terhadap organisme sasaran tetapi terhadap organisme lainnya
seperti manusia dan hewan.
Kurang lebih 90% dari seluruh pestisida yang dihasilkan digunakan
untuk tujuan komersil, sisanya untuk pengawasan hama, perkebunan, dan
penggunaan pada rumah dan taman. Pestisida sendiri mudah didapatkan dan
banyak tersimpan di dalam rumah terutama golongan racun serangga
(insektisida) dan racun tikus (rodentisida). Penggunaan pestisida yang tidak
tepat dapat memberikan akibat keracunan hingga kematian pada manusia
walaupun dalam jumlah dan ukuran kecil. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi ketidaktepatan penggunaan pestisida antara lain tingkat
pengetahuan, sikap/prilaku pengguna pestisida, serta kuragnya informasi yang
berkaitan dengan resiko penggunaan pestisida.
Oleh karena itu, kita harus peduli akan adanya pestisida di lingkungan
sekitar kita, sehingga dengan kepedulian kita terhadap jenis, gejala dan tanda
keracunan pestisida kita dapat melakukan penanganannya jika terjadi
kecelakaan akibat intoksikasi pestisida.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana aspek medis toksikologi
1.2.2. Bagaimana aspek yuridis toksikologi
1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui aspek medis toksikologi
1.3.2. Mengetahui aspek yuridis toksikologi
1.4. Manfaat
1.4.1. Menambah informasi mengenain apek medis dan yuridis
toksikologi
1.4.2. Menambah pengetahuan tentang toksikologi
1.4.3. Dapat dijadika sumber referansi dalam praktis klinis dokter untuk
kepentingan di bidang kedokteran forensik.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspek Medis Toksikologi


a. Definisi
Toksikologi ialah ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta
khasiat racun, gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan
yang didapatkan pada korban yang meninggal.
Racun adalah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan
fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan
atau mengakibatkan kematian.

b. Klasifikasi
1. Berdasarkan Sumber
Tumbuh-tumbuhan : opium (dari papaver somniferum), kokain,
kurare, aflatoksin (dari aspergilus niger).
Hewan : bias/toksin ular/laba-laba/hewan laut
Mineral : arsen, timah hitam
Sintetik : heroin
2. Berdasarkan Tempat
Alam bebas : gas racun di alam
Rumah tangga : deterjen, desinfektan, insektisida, pembersih

(cleanser).
Pertanian : pestisida
Pestisida berasal dari kata pest berarti hama dan cide berarti
racun/mematikan. Jadi pestisida adalah racun hama yang
digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Berdasarkan
fungsi/sasaran penggunaannya pestisida dibagi menjadi 6 jenis,
yaitu:
a. Insektisida
Adalah pestisida yang digunakan untuk membasmi
serangga seperti belalang, kepik, wereng, ulat, nyamuk,
kutu busuk, rayap, dan semut. Contoh: basudin, basminon,
tiodan, diazinon, dll.
b. Fungisida
Adalah
pestisida
mencegah/memberantas

yang

digunakan

pertumbuhan

untuk

jamur/cendawan

seperti cercak daun, karat daun, busuk daun, dan cacar


daun.

Contoh:

carbendazim,

organomerkuri,

natrium

dikromat, dll.
c. Bakterisida
Adalah pestisida untuk memberantas bakteri atau virus.
Salah satunya adalah tetramisin untuk membunuh virus
CVPD yang menyerang tanaman jeruk.
d. Rodentisida
Adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas hama
tanaman berupa hewan pengerat seperti tikus, babi hutan.
Lazimnya diberikan sebagai umpan yang sebelumnya
dicampur dengan beras atau jagung. Contoh: warangan.
e. Nematisida
Adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas hama
tanaman berupa nematode (cacing), serangga dan jamur.
Hama jenis ini menyerang bagian akar dan umbi tanaman.
Biasa digunakan pada perkebunan kopi atau lada.
Nematisida

dapat

meracuni

tanaman

sehingga

penggunaannya 3 minggu sebelum musim tanam. Contoh:


DD, Vapam, dazomet.
f. Herbisida
Adalah pestisida yang digunakan untuk membasmi tanaman
pengganggu (gulma) seperti alang-alang, rerumputan,

eceng gondok, dll.


Industri dan laboratorium : asam dan basa kuat, logam berat
Makanan : sianida dalam singkong, toksin botulinus, bahan
pengawet, zat aditif, racun dalam bentuk obat (hipnotik,

sedatif).
3. Berdasarkan Organ Tubuh
Racun yang bersifat hepatotoksik, nefrotoksik.
4. Berdasarkan Mekanisme Kerja
Racun yang mengikat gugus sulfhidril (-SH) misalnya
timbal (Pb), yang berpengaruh pada ATP-ase, yang membentuk
methemoglobin misalnya nitrat dan nitrit. (Nitrat dalam usus oleh
flora usus diubah menjadi nitrit).
5. Berdasarkan efek yang ditimbulkan

Lokal : menimbulkan reaksi perangsangan, peradangan, atau


korosif (asam dan basa kuat : H2SO4, HNO3, NaOH, KOH;
golongan halogen seperti fenol, lisol, dan senyawa logam).
Keadaan ini dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan

dapat menyebabkan kematian akibat syok neurogenik.


Sistemik : mempunyai afinitas terhadap salah satu sistem
misalnya barbiturate, alcohol, morfin terhadap susunan saraf
pusat, digitalis, oksalat terhadap jantung, CO terhadap

hemoglobin darah.
Lokal dan sistemik : asam karbol menyebabkan erosi lambung
dan sebagian yang diabsorpsi akan menimbulkan depresi
susunan saraf pusat. Tetra etil lead mempunyai efek iritasi yang
dapat menimbulkan hemolisis akut.

c. Faktor yang Mempengaruhi Keracunan


Cara masuk : inhalasi, intravena, intramuskular, intraperitoneal,

subkutan, peroral, dan kulit yang sehat.


Umur : orang tua dan anak-anak sensitif barbiturat, bayi prematur
lebih rentan terhadap obat karena ekskresi ginjal belum sempurna

dan aktifitas mikrosom hati belum cukup.


Kondisi tubuh : pada penderita penyakit ginjal, penderita demam
dan penyakit lambung absorpsi terjadi dengan lambat. Bentuk fisik

dan kondisi fisik lambung berisi atau kosong.


Kebiasaan : racun golongan alkohol dan morfin
Alergi : vitamin E, penisilin, streptomisin, proksin. Makin tinggi

takaran, makin cepat (kuat) keracunan.


Konsentrasi : konsentrasi lebih besar lebih merugikan, misalnya

racun yang bersifat korosif.


Bentuk racun : gas lebih merugikan dari bentuk cair, dan cairan

lebih merugikan dari bentuk padat.


Efek sinergistik/potensiasi : barbiturate dengan alkohol
Efek antagonistik : saling melemahkan sehingga dapat sebagai

antidotum, yaitu morphin dengan nalorphin.


Waktu pemberian : jika racun ditelan sebelum makan, absorpsi
terjadi lebih baik sehingga efek akan timbul lebih cepat.

d. Pemeriksaan Kedokteran Forensik

1. Pemeriksaan di Tempat Kejadian


Menentukan penyebab kematian dan cara kematian.
Pemeriksaan ditujukan untuk menjelaskan apakah orang itu mati
akibat keracunan, dengan memeriksa tempat obat, apakah ada sisa
obat atau pembungkusnya. Jika diduga korban adalah seorang
morfinis, cari bubuk heroin, pembungkusnya dan alat penyuntik.
Bila ada muntahan, apakah bau fosfor (bau bawang putih).
Sifat muntahan misalnya seperti bubuk kopi (zat kausatik),
berwarna hitam (H2SO4 pekat), kuning (HNO3), biru kehijauan
(CuSO4).

Adakah

gelas

atau

alat

minum,

surat

perpisahan/peninggalan jika kasus bunuh diri.


Mengumpulkan keterangan tentang saat kematian, kapan
terakhir kali ditemukan dalam keadaan sehat. Bila sebelumnya
sakit, apa penyakitnya dan obat apa yang diberikan serta siapa yang
member. Obat yang tersisa dihitung jumlahnya.
Bagaimana keadaan emosi korban sebelumnya dan apa
pekerjaan korban, sebab mungkin saja racun diambil dari tempat ia
bekerja atau mengalami industrial poisoning.
Mengumpulkan barang bukti, obat-obatan dan bungkusnya,
muntahan diambil dengan kertas saring dan disimpan dalam toples,
serta memeriksa tempat sampah.
2. Pemeriksaan Luar
a. Bau
Bau amandel : sianida
Bau minyak tanah : larutan insektisida
Bau kutu busuk : malation
Bau ammonia, alkohol, eter, kloroform
b. Segera
Menekan dada mayat dan menentukan adakah bau yang tidak biasa
keluar dari lubang hidung dan mulut.
c. Pakaian
Ditemukan bercak-bercak oleh tercecernya racun yang ditelan atau
muntahan. Misalnya bercak berwarna coklat karena asam sulfat
atau kuning karena asam nitrat. Perhatikan penyebaran distribusi
bercak, yaitu apakah racun ditelan karena bunuh diri atau
pembunuhan.
d. Lebam Mayat

Warna lebam mayat yang tidak biasa juga mempunyai makna,


karena warna lebam mayat pada dasarnya adalah manifestasi warna
darah yang tampak pada kulit. Lebam mayat yang tidak biasa
misalnya pada cherry pink colour pada keracunan CO; merah
terang pada keracunan sianida; kecoklatan pada keracunan nitrit,
nitrat, aniline, fenasetin, dan kina.
e. Perubahan Kulit
Keracunan arsen kroik : hiperpigmentasi atau melanosis

dan keratosis telapak tangan dan kaki.


Keracunan perak (Ag) kronik : kulit berwarna kelabu

kebiru-biruan.
Keracunan tembaga (Cu) dan fosfor : kulit berwarna kuning

akibat hemolisis.
Keracunan insektisida hidrokarbon dan arsen : kulit

berwarna kuning karena gangguan fungsi hati.


Keracunan kronik salisilat, bromide, arsen, dan talium :

sebabkan dermatitis.
Keracunan karbon monoksida dan barbiturat akut : vesikel

atau bula pada tumit, bokong, dan punggung.


f. Kuku
Keracunan arsen kronik : kuku menebal secara tidak teratur
Keracunan talium kronik : kelainan trofik kuku
g. Rambut
Keracunan talium, arsen, air raksa, boraks : sebabkan
kebotakan (alopesia).
h. Sklera
Keracunan fosfor dan karbon tetra klorida : sklera ikterik
Keracunan bias ular dan pemakaian dicoumarol :
perdarahan.
3. Pembedahan Jenazah
Inspeksi in situ
Perhatikan warna otot, peradangan usus untuk keracunan air
raksa pada kolon asenden dan transversum ditemukan kolitis.
Lambung tampak hiperemik atau kehitaman dan perforasi pada
keracunan zat korosif. Hati mungkin berwarna kuning karena
degradasi lemak dan nekrosis pada keracunan zat-zat

hepatotoksik (kloroform, alkohol, arsen, fosfor).


Lidah

Perhatikan noda warna tablet atau kapsul obat yang disebabkan

oleh karena zat korosif.


Esofagus : adakah regurgitasi dan selaput lender diperhatikan

akan adanya hiperemi dan korosi.


Epiglottis dan glottis : adakah hiperemi atau edema oleh
inhalasi. Edem glottis pada kematian akibat syok anafilaktik

oleh penisilin.
Paru : biasanya ditemukan pembendungan dan edema pada
keracunan akut morfin, barbiturat, kloroform. Emfisema akut

karena terjadi batuk-batuk, dispnea dan spasme bronki.


Lambung dan usus dua belas jari : adakah bau yang tidak biasa.
Bila terdapat kapsul atau tablet diambil dengan sendok dan

disimpan untuk mencegah disintegrasi kapsul/tablet.


Usus : diperlukan pada kematian yang terjadi beberapa jam
setelah korban menelan zat beracun dan ingin diketahui lama

waktunya.
Hati : adakah degradasi lemak pada peminum alkohol atau

nekrosis pada keracunan fosfor, karbon tetraklorida, kloroform.


Ginjal : pada keracunan bismuth, air raksa, sulfonamide, fenol,
lisol, karbon tertaklorida ginjal agak membesar, korteks
membengkak, gambaran tidak jelas dan berwarna suram kelabu

kuning.
Urin : diambil dari kandung kemih untuk pemeriksaan

toksikologi.
Otak : keracunan akut (barbiturate, eter) ditemukan edema
otak, keracunan kronik (CO, arsen, timah hitam, air
raksa)ditemukan

perdarahan

kecil-kecil

pada

otak.

Ensefalomalasi globus palidus pada keracunan CO yang

sempat hidup selama beberapa hari.


Jantung : racun-racun menyebabkan degenerasi parenkim,
lemak pada epithelium ginjal sebabkan degenerasi sel-sel otot
jantung sehingga jantung lebih lunak, berwarna pucat atau

coklat kekuningan dan ventrikel mungkin melebar.


Limpa : selain pembendungan akut, limpa tidak menunjukkan
kelainan patologik.

Empedu : bahan yang baik untuk menentukan morfin, heroin,

glutetimida.
Jaringan lemak : racun cepat diabsorpsi dalam jaringan lemak

dan kemudian dengan lambat dilepas ke dalam darah.


Jaringan sekitar tempat suntikan : kulit, jaringan lemak dan otot
pada tempat suntikan diambil 5-10 cm bila terdapat dugaan

korban meninggal akibat penyuntikan.


Rambut dan kuku : pada prasangkaan keracunan arsen rambut
kepala dan kuku harus diambil. Rambut diikat lebih dahulu dan

dicabut beserta akar-akarnya.


Korban mati akibat asfiksia :
1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena
fibrinolisin darah yang meningkat pasca mati.
2. Busa halus di dalam saluran pernapasan
3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh
sehingga menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap, dan
pada pengirisan banyak mengeluarkan darah.
4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus,
epikardium

bagian

belakang

jantung

daerah

aurikulovebtrikular, subpleura viseralis paru, kulit kepala


sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa
epiglottis dan daerah subglotis.
5. Edema paru, sering terjadi

pada

kematian

yang

berhubungan dengan hipoksia.


6. Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan,
seperti fraktur laring, perdarahan faring.
e. Kriteria Diagnostik Keracunan
1. Anamnesis kontak korban dengan racun
2. Adanya tanda dan gejala yang sesuai dengan racun penyebab
3. Dari sisa benda bukti, dapat ditemukannya racun/sisa racun dalam
tubuh/cairan tubuh korban
4. Dari bedah mayat, dapat ditemukan kelainan pada tubuh korban yang
sesuai dengan racun penyebab.
5. Analisa kimia atau pemeriksaan toksikologi, dapat dibuktikan danya
racun pada sisa barang bukti.
f. Pemeriksaan Toksikologi
1. Darah yang berasal dari jantung, diambil secara terpisah dari sebelah
kanan dan kiri masing-masing sebanyak 50 ml. darah tepi sebanyak
10

30-50 ml, diambil dari vena iliaka komunis, bukan darah dari vena
porta.
2. Bilasan lambung, diambil lambung beserta isinya, catat kelainankelainan yang didapat, baru dikirim ke laboratorium sehingga dapat
diperkirakan jenis racunnya.
3. Usus beserta isinya, berguna terutama bila kematian terjadi dalam
waktu beberapa jam setelah menelan racun sehingga dapat
diperkirakan saat kematian.
4. Hati, untuk menentukan racun memerlukan bahan pemeriksaan yang
cukup banyak yaitu 500 gram. Hati juga merupakan tempat detoksikasi
sehingga kadar racun dalam hati sangat tinggi.
5. Ginjal, keduanya harus diambil, ginjal penting pada keadaan
intoksikasi logam, pemeriksaan racun secara umum, dan pada kasus
dimana secara histologik ditemukan Ca-oksalat dan sulfonamid.
6. Otak, jaringan lipoid otak mampu untuk menahan racun misalnya
CHCL3 walaupun jaringan otak telah membusuk. Otak bagian tenga
untuk intoksikasi sianida karena tahan terhadap pembusukan.
7. Urin, penting karena tempat ekskresi sebagian besar racun sehingga
dapat untuk tes pendahuluan (spot test).
8. Empedu, sebaiknya kandung empedu tidak dibuka agar cairan empedu
tidak mengalir ke hati dan mengacaukan pemeriksaan.
g. Pengobatan Keracunan
Terutama berdasarkan cara masuk racun ke dalam tubuh.
1. Bila racun tertelan, memuntahkan sebanyak mungkin dengan
merangsang dinding faring atau diberikan emetic misalnya sirup
ipecacuanha.
2. Aspirasi dan bilas lambung, indikasi untuk mengeluarkan racun non
korosif dan racun yang menekan susunan saraf pusat. Dapat diberikan
air garam/garam lemah, atau diberikan norit.
3. Pemberian pencahar, misalnya natrium sulfat 30 g dalam 200 cc air.
Mempercepat ekskresi dengan dialisis (pemberian diuretic merupakan
kontraindikasi). Pemberian antidotum spesifik pada keracunan morfin
diberikan nalorfin atau naloxon.
4. Demulcen, pemberian putih telur sebanyak 3 butir yang dilarutkan
dalam 500cc air/susu dengan maksud untuk menghambat absorbsi.
5. Pengobatan simptomatik dan suportif, tergantung dari gejala yang
timbul. Bila racun masuk secara inhalasi, keluarkan korban dari
11

ruangan. Bila secara parenteral, pertimbangan untuk pemaasangan


tourniquet. Bila masuk melalui kulit atau mengenai mata, bersihkan
dengan air leding mengalir, jangan dengan bahan kimia.
2.2 Aspek Medis Rodentisida
a. Definisi
Rodentisida merupakan salah satu golongan pestisida. Pestisida berasal
dari kata pest yang berarti hama dan cide yang berarti mematikan/ racun.
Jadi pestisida adalah racun hama. Hama adalah binatang atau hewan yang
secara langsung atau tidak langsung dapat mengkontaminasi dan
menyebabkan kerusakan makanan atau minuman, termasuk burung, hewan
pengerat (tikus), dan serangga. Sedangkan Hewan pengerat merupakan
salah satu ordo dari binatang menyusui dan dalam bahasa latin dikenal
dengan rodentia. Rodent tidak hanya tikus, tapi juga termasuk didalamnya
tupai, babi hutan, dan binatang lainnya. Rodent, manusia, anjng, dan
kucing semuanya termasuk kedalam mamalia sehingga efek kerja ditubuh
sama mekanismenya. Rodentisida dapat diartikan sebagai suatu bahan
yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk
mematikan berbagai jenis binatang pengerat
b. Klasifikasi
Berdasarkan kecepatan kerjanya, rodentisida ibagai menjadi dua jenis,
yaitu :
1. Racun akut (bekerja cepat)
Racun akut adalah jenis racun yang menyebabkan kematian setelah
mencapai dosis letal dalam waktu 24 jam atau kurang. Contoh bahan
aktif rodentisida yang tergolong racun akut adalah seng fosfida,
brometalin, crimidine, dan arsenik trioksida yang bekerja cepat
dengan cara merusak jaringan saluran pencernaan, masuk ke aliran
darah dan menghancurkan liver.
2. Racun kronis (bekerja lambat)
Racun kronis adalah racun yang bekerja secara lambat dengan cara
mengganggu metabolisme vitamin K serta mengganggu proses
pembekuan darah. Contoh bahan aktif rodentisida yang tergolong
racun kronis antara lain bahan aktif kumatetralil, warfarin, fumarin,
dan pival yang termasuk racun

antikoagulan generasi I, serta


12

brodifakum, bromadiolon, dan flokumafen yang termasuk racun


antikoagulan generasi II
c. Dosis

o Antikoagulan
- Warfarin: digunakan sebagai antikoagulan terapetik, warfarin
yang

digunakan

sebagai

rodentisida

di

rumah

tangga

mempunyai kadar 0,005 0,25 %. Dosis warfarin yang


direkomendasikan untuk pengobatan adalah 0,5-0,7 mg/kg
sebagai therapeutic loading doses, sedangkan dosis terendah
yang dilaporkan bersifat fatal pada kasus menelan warfarin
dosis tunggal adalah 6,667 mg/kg. Dosis berulang sebesar 1-2
mg/kg selama 6-15 hari menyebabkan sakit serius dan

13

kematian. Sakit serius yang pernah dilaporkan adalah


disebabkan oleh usaha bunuh diri dengan cara menelan
-

warfarin sebanyak 1,7 mg/kg/hari selama 6 hari berturut-turut.


Brodifakum
Bromadiolon

Racun ini juga diproduksi dalam bentuk tepung atau bubuk.


Bromadiolon mempunyai toksisitas oral yang akut (LD50=1-3
mg/kg). Toksisitas dermal juga tinggi (LD50=9.4 mg/kg).
Bromadiolon tidak mudah terlarut dalam air.
d. Mekanisme
Antikoagulan
Rodentisida yang merupakan protein yang terikat dalam plasma.
Antikoagulan rodentisida geerasi pertama memiliki waktu paruh 14
jam sedangkan yang generasi kedua memiliki waktu paruh 6 hari.
Rodentsida jenis ini dimetabolisme di hati dan di sekresikan dalam
urin.
Bekerja dengan cara mempengaruhi sintesis faktor pembekuan darah
tergantung dari vitamin K seperti faktor pembekuan II, VII, IX dan X
melalui karbosilasi. Diabsorbsi diusus haus dan memasuki sirkulasi
darah, dimetabolisme di mikrosom sel hati, dan akan menghambat
kerja vitamin K. Penghambatan kerja vitamin K menyebabkan
penurunan sintesis faktor pembekuan II, VII, IX, dan X di dalam sel
hati. Awalnya vitamin K berbentuk vitamin K epoksid yang tidak dapat

14

mengaktifkan faktor pembekuan. Vitamin K menjadi aktif melalui


kerja enzim epoksid reduktase. Kerja utama antikoagulan rodentisida
dengan menghambat kerja enzim epoksid reduktase, sehingga
perubahan vitamin K epoksid menjadi vitamin K terganggu, akibatnya
terjadi penumpukkan prekursor faktor-faktor tergantung vitamin K
karena terjadi penurunan sintesis faktor II, VII, IX, dan X. Selain itu
juga dapat menghambat vitamin K menjadi vitamin K 1 hidrokuinon.

Non-Antikoagulan
Seng Fosfida Zn3P2
o
Seng fosfat berubah menjadi gas fosfin dengan adanya air dan
asam. Gas fosfin sangat beracun, memblok sel-sel tumbuh
dalam membentuk energi sehingga dapat menyebabkan
kematian sel. Merusak sel darah merah melalu proses
hemolisis. Paparan fosfin sangat merusak jantung, otak, ginjal,
o

dan hati.
Arsenik trioksida
Arsen dapat masuk kedalam tubuh melalui mulut, inhalasi dan
melalui kulit.setelah diabsorbsi melalui mukosa usus, arsen

15

kemudian ditimbun dalam hati, ginjal, kulit dan tulang. Pada


keracunan kronik, arsen juga ditimbun dalam jaringan lain,
misalnya kuku dan rambut yang banyak mengandung keratin
yang mengandung disulfida. Ekskresi terjadi dengan lambat
mellui feses dan urin sehingga terjadi akumulasi dalam tubuh.
Arsen menghambat sistem enzim sulfhidril dalam sel sehingga
o

metabolisme sel dihambat.


Brometalin
Brometalin menghentikan

kerja

sel-sel

di

SSP untuk

menghasilkan energi. Sel-sel saraf membengkak sehingga


memberikan tekanan pada otak dan dapat diikuti kelumpuhan
serta kematian otak.
e. Tanda dan gejala
Antikoagulan
o
Gejala dan tanda keracunan berupa perdarahan.
a. Paparan jangka pendek
Terhirup : dapat meneyababkan batuk berdarah,
darah dalam urin, perdarahan di bawah kulit,
kebingugan, tetapi munculnya gejala keracunan

dapat tertunda
Kontak dengan kulit : dapat diabsorbsi kulit dan

menimbulkan keracunan sistemik


Kontak degan mata : tidak terdapat informasi
Tertelan : dapat menyebabkan diare, mual,
muntah,

nyeri

gastrointestinal.

Pada

perut,
umumnya,

perdarahan
menelan

wafarin dosis tunggal dalam jumlah kecil (1020 mg) tidak menyebabkan keracunan serius
(sebagian

besar

rodentisida

warfarin

mengandung warfarin 0,05%


b. Paparan jangka panjang
Terhirup : dapat menyebabkan perdarahan
Kontak dengan kulit : hematoma, epistaksis,

perdarahan di mulut
Kontak dengan mata : tidak terdapat informasi

16

Tertelan : paparan jangka panjang atau berulang


meskipun dalam jumlah kecil (2 mg/hari) dapat
mmenimbulkan

antikoagulasi

yang

nyata.

Risiko tertinggi adalah pada pasien dengan


disfungsi hepatik, malnutrisis, atau diatesis
perdarahan

(kecenderungan

untuk

terjadi

perdarahan). Pada paparan berulang, gejala


dapat muncul setelah hari keenam atau ketujuh,
berupa nyeri punggung dan perut yang disertai
muntah, hidung dan gusi berdarah, serta timbul
lebam yang lebar.
Brodifakum diabsorbsi baik di traktus gastrointestinal
dengan kadar puncak 12 jam setelah mengkonsumsinya.
lima hari post ingestion konsentrasi serum brodifakum
adalah 1302 ng/ml dan kemudian. secara bertahap
menurun sampai tidak terdeteksi lagi pada hari ke 209.
Jalur eliminasi utama secara oral kemudian melalui fese.
Melalui urin merupakan jalur eliminasi minor. Tanda-tanda
klinis biasanya tidak terlihat selama 24-36 jam pasca
konsumsi hingga faktor pembekuan habis. Tanda dan
gejala keracunan akut pada manusia dimulai dari
perdarahan ringan hingga berat. prdarahan ringan seperti
mimisan, gusi berdarah, ekimosis, hematuria, nyeri perut
dan pinggang, atau memar. Perdarahan berat dapt
menyebabkan syok dan kematian. Keracunan bradifakum
disertai dengan takikardi, hipotensi, dan kegagalan organ
multiple akibat kehilangan darah sehingga mengganggu
o

perfusi dan oksigenasi.


Non-Antikoagulan
Seng fosfida berbentuk tepung yang berwarna hitam
keabu-abuan, dengan bau seperti bawang putih, yang
diproduksi dengan cara mengkombinasikan antara seng
dengan fosfor. Seng fosfida tidak dapat larut dalam
alkohol dan air. Racun ini termasuk sebagai racun akut
17

yang efektif. Gejala yang ditimbulkan seperti muntah


setelah 1 jam setelah paparan, tetapi tanda-tanda
toksisitas tidak terlihat selama 4 jam atau > 18 jam.
Tanda-tanda lainnya

adalah kegembiraan, cemas,

menggigil, sesak napas, batuk, deirium, kejang, dan


koma. Ketika zinc fosfat tertelan kemudian bereaksi
dengan air dan asam lambung sehingga menghasilkan
gas fosfin yang dapat menyebar ke paru-paru, hati,
ginjal, jantung, dan sistem saraf pusat melalui aliran
darah. Zat ini juga mudah diserap oleh kulit dan dihirup
dari asapnya. Jika terjadi paparan yang berulang, zat ini
akan terakumulasi di dalam tubuh dengan berbagai
tingkatan. Tanda keracunan seng fosfida ringan
termasuk diare dan sakit perut. Dalam kasus yang lebih
berat seperti mual, muntah, sesak dada, kegembiraan,
kedinginan, tidak sadar, koma, dan kematian akibat

terjadinya edema paru dan kerusakan hati.


Brometalin tidak termasuk sebagai

rodentisida

antikoagulan, tetapi termasuk sebagai rodentisida akut


yang dapat menyebabkan kematian terhadap hewan
pengerat dalam satu kali pemberian umpan. Kematian
terjadi antara 24 sampai 36 jam setelah racun dicerna.
Bromethalin dianggap sebagai rodentisida dosis tunggal
Paparan brometalin memperlihatkan gejala tremor,
kejang, peningkatan sensitivitas terhadap cahaya dan
suara, dan hipereksitabilitas. Brometalin merupakan
neurotoksin, berbeda dengan rodentisida lainnya. Racun
ini

mempengaruhi

kemampuan

tubuh

dalam

mengendalikan kontraksi otot. Hal tersebut dapat


menyebabkan pembengkakan otak, tulang belakang dan
saraf sehingga menyebabkan kerusakan selubung mielin
saraf dan akhirnya terjadi penurunan impuls saraf dan
kematian. Efek akut paparan seperti iritasi kulit dan

18

mata, kelemahan kaki, hilangnya sensasi taktil, dan

kematian akibat berhentinya organ pernapasan.


Arsen dalam bentuk Na/K-arsenit terdapat dalam bahan
yang digunakan untuk penyemprotan buah-buahan,
insektisida, fungisida, rodentisida, pembasmi tanaman
liar dan pembunuh lalat.As2O3 (arsenious acid), adalah
racun umum yang sekarang telah jarang digunakan lagi,
terdapat dalam racun tikus.

As2O3 terdapat dalam

bentuk bubuk berwarna putih atau kristal jernih, tidak


mempunyai rasa dan tidak berbau. Dalam larutan juga
tidak

berwarna

sehingga

dapat

diberikan

tanpa

menimbulkan kecurigaan korban. Bentuk bubuk dikenal


sebagai arsen putih. Keracunan akut. Timbul gejala
gastro-intestinal hebat. Diawali dengan rasa terbakar
didaerah tenggorok dengan rasa logam pada mulut,
diikuti mual dan muntah-muntah hebat. Isi lambung dan
isi duedenum dapat keluar, muntahan dapat megandung
bubuk berwarna putih (As2O3) , terkadang sedikit
berdarah.
Kemudian terjadi nyeri epigastrium yang menjalar
dengan cepat keseluruh perut hingga teraa nyeri pada
perabaan dan terjadi diare hebat. Terkadang, terlihat
bubuk putih pada kotoran yang tampak seperti air
cucian beras dengan jalur darah. Muntah dan BAB
hebat dapat berhenti spontan dan kemeduian timbul
kembali. Akibatnya terjadi dehidrasi dan syok.
As juga memperlemah kerja otot jantung

dan

mempengaruhi endotel kapiler yang mengakibatkan


dilatasi kapiler sehingga menyebabkan syok bertambah
berat. Kematian terjadi akibat dehidrasi jaringan dan
syok hipovolemik.Pada keracunan kronik, korban
tampak lemah, melanosit arsenik berupa pigmentasi
kulit yang berwarna kuning coklat, lebih jelas pada
daerah fleksor, puting susu dan perut sebelah bawah
19

serta aksila. Pigmentasi berbintik-bintik halus berwarna


coklat, umumnya terlihat pada pelipis, kelopak mata
dan leher yang meyerupai pigmetasi penyakit addison
tetapi mukosa

mulut tidak terkena. Dapat pula

menyerupai pitiriasis rosea dalam gamabarn serta


distribusinya tetapi menetap. Keratosis dapat ditemukn
paa telapak tangan dan kai (eratosis arsenik).
Gejala-gejala lain yang tidak khas seperti malaise, berat
badan menurun, mata berair, fotofobi, pilek kronis,
mulut kering, lidah menunjukkan bulu-bulu halus
berwarna putih perak di atas jaringan berwarna merah.
Gejala neurologik berupa neuritis perifer, mula-mula
rasa tebal dan kesemutan pada tangan dan kaki,
kemudian terjadi kelemahan otot, tidak stabil, kejang
otot (kram) terutama pada malam hari.
f. Pemeriksaan Forensik
As2O3
Korban mati keracunan akut. Pada pemeriksaan luar ditemukan tandatanda dehidrasi. Pada pembedahan jenazah ditemukan tanda-tanda
iritasi lambung, mukosa berwarna merah, kadang-kadang dengan
perdarahan

(flea

bitten

appearance).

Iritasi

lambung

dapat

menyebabkan produksi musin yang menutupi mukosa dengan akibat


partikel-partikel arsen dapat tertelan. As2O3 tampak sebagai partikel
berwarna putih.
Pada jantung ditemukan perdarahan subendokard pada septum.
Histopatologik jantung menunjukkan infiltrasi sel-sel radang bulat
pada miokard. Sedangkan organ lain parenkimnya dapat mengalami
degenerasi bengkak keruh.
Pada korban meninggal perlu diambil semua organ, dara h, urin, isis
usus, isis lambung, rambut, kuku dan tulang.
Bahan-bahan yang perlu diambil untuk pemeriksaan toksikologik pada
korban hiup adalah muntahan, urin, tinja, bias lambung, darah, rambut,
dan kuku.
Korban mati akibat keracunan kronis. Pada pemeriksaan luar tampak
keadaan gizi buruk. Pada kulit terdapat pigmentasi coklat (melanosis
arsenik), keratosis telapak tangan dan kaki. Kuku memperihatkan
20

garis-garis putih (Mees lines) pada bagian kuku yang tumbuh dan
dasar kuku. temuan pada pemeriksaan dalam tidak khas.
g. Diagnosis
As2O3
Pada kasus keracunan As, kadar dalam darah, urin, rambut dan kuku
meningkat. Nilai batas normal kadar As adalah sebagai berikut :
o Rambut kepala normal : 0,5 mg/kg
Curiga keracunan : 0,75 mg/kg
Keracunan akut : 30 mg/kg
Kuku
normal
: sampai 1 mg/kg
o
Curiga keracunan : 1 mg/kg
Keracunan akut : 80 ug/kg
Dalam urin arsen dapat ditemukan dalam waktu 5 jam setelah diminum
dan dapat terus ditemukan hingga 10-12 hari. Pada keracunan kronik,
arsen diekskresikan tidak terus menerus tergantung pada intake. Titiktitik basofil pada eritrosit dan leukosit muda mungkin ditemukan pada
darah tepi, menunjukkan beban sumsum tulang yang meningkat. Uji
kopo-por-firin urin memberikan hasil positif. Kematian dapat terjadi
sebagai akibat malnutrisi dan infeksi.
Pemeriksaan toksikologik.
Uji Reinsch. Berdasarkan hukum deret volta, unsur yang lletaknya
disebelah kanan akan mengendap bila ada unsur yang letaknya lebih
kiri dalam larutan tersebut. Letak As dalam deret adalah lebih kanan
dari pada Cu. 10 cc darah + 10 c HCl pekat dipanaskan hingga
terbentuk AsCl3. Celupkan batang tembaga ke dalam larutan, akan
terbentuk endapan kelabu sampai hitam dari As pada permukaan
batang tembaga tersebut. Untuk membedakan dari Ba digunakan sifat
sublimasi As.
Uji Gutzeit : Noda coklat-hitam pada kertas saring
Uji marsh : zat : Hcl + Zn (logam)cermin As
Fisika : As menunjukkan nyala api yang khas kromatografi gas.
Keracunan Zinc fosfat didiagnosis dengan mendeteksi gas fosfin dalam
perut

Antikoagulan

21

Uji laboratorium dapat digunakan untuk mengidentifikasi racun


rodentisida dalam jaringan (terutama hati) dalam pemeriksaan postmortem. Terkadang racun dapat ditemukan di isi lambung
2.3 Aspek Yuridis Toksikologi
o Pada KUHP dicantumkan pasal mengenai keracunan, yaitu:
Pasal 202
(1) Barangsiapa memasukkan barang sesuatu ke dalam sumur, pompa, sumber
atau ke dalam perlengkapan air minum untuk umum atau untuk dipakai oleh
atau bersama-sama dengan orang lain, padahal diketahuinya bahwa karena
perbuatan itu air lalu berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang ber- salah diancam dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling
lama dua puluh tahun.
Pasal 203
(1) Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan bahwa barang
sesuatu dimasukkan ke dalam sumur, pompa, sumber atau ke dalam
perlengkapan air minum untuk umum atau untuk dipakai oleh, atau bersamasama dengan orang lain, sehingga karena perbuatan itu air lalu berbahaya bagi
nyawa atau kesehatan orang, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan
paling lama satu tahun.
Pasal 204

22

(1) Barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan


barang yang diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang,
padahal sifat; berhahaya itu tidak diberi tahu, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakihatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling
lama dua puluh tahun.
Pasal 205
(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan barang-barang
yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, dijual, diserahkan atau di
bagi-bagikan tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau yang
memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan
paling lama satu tahun.
(3) Barang-barang itu dapat disita.
KUHP

tidak menyinggung meracuni seseorang, karena perbuatan ini

merupakan suatu tindakan yang direncanakan untuk menghilangkan


nyawa seseorang yang diancam dengan KUHP pasal 340 Barangsiapa
dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa
orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana
mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling
lama dua puluh tahun.

23

o Peraturan pemerintah

No. 7 Tahun 1973 Tentang : Pengawasan Atas

Peredaran, Penyimpanan Dan Penggunaan Pestisida .


Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksudkan dengan:
1. Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus
yang dipergunakan untuk:
Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakitpenyakit
yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil

pertanian;
Memberantas rerumputan;
Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak

diinginkan;
Mengatur atau

bagianbagian tanaman tidak termasuk pupuk;


Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewanhewan

piaraan dan ternak;


Memberantas atau mencegah hama-hama air;
Memberantas atau mencegah binatang binatang dan jasadjasad

merangsang

pertumbuhan

tanaman

atau

renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat

pengangkutan;
Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu

dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.


2. Peredaran adalah impor-ekspor dan jual-beli pestisida didalam negeri
termasuk pengangkutannya.
3. Penyimpanan adalah memiliki dalam persediaan di halaman atau dalam
ruang yang digunakan oleh importir, pedagang atau diusahausaha
pertanian.
4. Penggunaan adalah menggunakan pestisida dengan atau tanpa alat dengan
maksud seperti tersebut dalam sub a Pasal ini.
5. Pemohon adalah setiap orang atau badan hukum yang mengajukan
permohonan pendaftaran dan izin pestisida.
Pasal 2
1. Setiap orang atau badan hukum dilarang menggunakan pestisida yang
tidak didaftar dan atau memperoleh izin Menteri Pertanian.

24

2. Prosedur permohonan pendaftaran dan izin diatur lebih lanjut oleh Menteri
Pertanian.
Peredaran dan penyimpanan pestisida diatur oleh Menteri Perdagangan
atas usul Menteri Pertanian.
Pasal 3
1. Izin yang dimaksudkan dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah ini diberikan
2.

sebagai izin tetap, izin sementara atau izin-percobaan.


Izin sementara dan izin percobaan diberikan untuk jangka waktu, 1 (satu)

tahun.
3. Izin tetap diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, dengan ketentuan
bahwa izin tersebut dalam jangka waktu itu dapat ditinjau kembali atau
dicabut apabila dianggap perlu karena pengaruh samping yang tidak
diinginkan.
4. Peninjauan kembali atau pencabutan izin tetap, izin sementara atau izin
percobaan dilakukan oleh Menteri Pertanian.
Pasal 6
Setiap orang atau badan hukum dilarang mengedarkan, menyimpan
atau menggunakan pestisida yang telah memperoleh izin, menyimpang
dari petunjuk-petunjuk yang ditentukan pada pemberian izin..
Pasal 8
Barang siapa melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
ketentuan Pasal 2, 6, 7 dan 9 Peraturan Pemerintah ini, diancam dengan
hukuman berdasarkan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 11 Tahun
1962.

o Permenkes No. 472/Menkes/Per/V/1996.


Arsen dan warfarin termasuk bahan berbahaya yang sifat bahayanya racun
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Bahan berbahaya adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam
bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membayakan kesehatan dan

25

lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai


sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi.
2. Lembaran Data pengaman (LDP) adalah lembar petunjuk yang berisi
informasi tentang sifat fisika, kimia dan bahan berbahaya, jenis bahaya
yang dapat ditimbulkan, cara penanganan dan tindakan khusus yang
berhubungan dengan keadaan darurat di dalam penanganan bahan
berbahaya.
3. Direktur Jenderal adalah Direkiur Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan.

BAB III
KESIMPULAN
1.

Kematian akibat intoksikasi kasusnya sering dijumpai. Terutama


keracunan pestisida gologan rodentisida. Secara garis besar rodentisida
terbagi menjadi dua jenis antikoagulan dan non-antikoagulan. Walaupun
menelan dalam dosis kecil dapat menyebabkan kondisi yang fatal dan

26

berakibat kematian. Untuk jenis non-antikoagualan akan menyebabkan


hemolisis dan nekrosis jaringan tubuh.
2. Tanda dan gejala keracunan didapatkan dari tanda-tanda mati lemas, pada
pemeriksaan luar didapatkan sianosis atau pucat dan keluarnya busa halus
dari hidung
3. Secara yuridis kasus ini tergolong pembunuhan

yang direncanakan,

diancam dengan KUHP pasal 340 Barangsiapa dengan sengaja dan


dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam
karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh
tahun.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 Tentang :

Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan Dan Penggunaan Pestisida,


melanggar pasal 6 karena adanya penyalahgunaan bahan pestisida.

DAFTAR PUSTAKA
Abraham S, Rahman A, dkk., 2009, Tanya Jawab Ilmu Kedokteran Forensik,
Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, edisi 1; 74-81.
Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu
kedokteran forensic edisi pertama, 1997, Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
KedokteranUniversitas Indonesia; 55-86.

27

Sofwan D. Ilmu kedokteran forensik pedoman bagi dokter dan penegak hokum,
2005, Semarang: Balai Penerbit Universitas Diponegoro; 107-123.
http://ik.pom.go.id/v2014/ (Badan pengawas obat dan makanan).
Fakultas Kedokteran Univ. Lambung Mangkurat. Keracunan Insektisida. 2011
Mariana Raini. Toksikologi pestisida dan penaganan akibat keracunan pestisida.
Media litbang kesehatan vol.XVII no. 3 tahun 2007
Bagian Kedokteran Forensik FK UKI. Bahan Ajar Ilmu Kedokteran Forensik
2009
Bagian kedokteran forensik fakultas kedokteran universitas Indonesia. Ilmu
Kedokteran Forensik. 1997
NCAMP FACTSHEET. Rodenticides. 2001
Aryata Rizka, Preferensi makan tikus pohon terhadap umpan dan rodentisida.
IPB.
2006
Dunayer, Eric. Bromethalin : The other rodenticide. Toxicology Brief.2003
Valentina Merola. Anticogulant rodenticides. Toxicology brief.2003
Palmer, Robert et.al. Fatal Brodifacum Rodentiide Poisoning: Autopsy and
Toxicologic Findings. Journal of Forensic Sciences. 2000

28

Anda mungkin juga menyukai