Anda di halaman 1dari 18

IDENTIFIKASI MEDIK PADA PERORANGAN DAN BENCANA MASSAL

--------------------------------------------------------------------------------------------

dr Slamet Poernomo. SpF, DFM

Pendahuluan Pengetahuan mengenai identifikasi seseorang pada awalnya berkembang karena kebutuhan dalam proses penyidikan suatu tindak pidana khususnya menandai ciri pelaku kriminal. Dengan adanya perkembangan masalah masalah sosial dan perkembangan ilmu pengetahuan maka identifikasi dimanfaatkan juga untuk keperluan keperluan yang berhubungan dengan kesejahteraan umat manusia. Pengetahuan identifikasi ( pengenalan jati diri ) secara ilmiah diperkenalkan pertama kali oleh dokter Perancis pada awal abad 19 bernama Alfonsus Bertillon ( 1853 1914 ) dengan memanfaatkan ciri ciri umum seseorang seperti ukuran ukuran anthropometri, warna rambut, mata, dll. Cara ini banyak kendala kendalanya oleh karena perubahan perubahan yang terjadi secara biologis pada seseorang dengan bertambahnya usia selain sulitnya menyimpan data secara sistematis, walaupun demikian sistem Bertillon saat ini masih dipakai untuk menambah khasanah data seseorang. Sistem yang berkembang kemudian adalah pendeteksian melalui sidik jari ( daktiloskopi ) yang diperkenalkan dokter Hanry Fauld ( 1880 ) dan Francis Dalton ( 1892 ) keduanya orang Inggris. sama adalah 64 x 10 9 : 1 - ( 64 triliun : 1 ) Dengan kemungkinan seperti di atas sistem ini sangat handal dalam mendeteksi jati diri seseorang, hanya sayangnya diperlukan data sidik jari seluruh penduduk sebagai pendamping. 2 Berdasarkan perhitungan mereka secara matematis kemungkinan adanya 2 orang yang memiliki sidik jari yang

Adanya kendala kendala diatas serta perkembangan ilmu pengetahuan, saat ini berbagai disiplin ilmu ternyata dapat dimanfaatkan untuk identifikasi seperti ilmu fisika, kimia, biologi, dll namun yang banyak.berperan adalah ilmu kedokteran mengingat yang akan dikenali adalh manusia. Identifikasi melalui sarana ilmu kedokteran dikenal sebagai identifikasi medik. Manfaat Identifikasi Seperti telah dikemukakan di atas identifikasi korban kejahatan sangat penting dalam suatu proses penyidikan perkara pidana. Banyak kasus kasus pembunuhan saat ini pelaku kejahatan berusaha untuk menghilangkan tanda tanda khas, bila ini terjadi maka penyidikan menjadi sangat sulit dan lambat ( misalnya kasus potong 13 ). Dikenal dalam suatu penyidikan : teori pertukaran dari Edmond Loccard yang dijelaskan sebagai suatu segitiga barang bukti dari gambar ini terlihat keterkaitan antara korban, TKP dan alat yang digunakan serta pelaku kejahatan. Dengan demikian apabila korban dikenal maka penyidikan kasus menjadi sangat dipermudah. Identitas sebetulnya adalah hak azazi dari setiap manusia dan bila orang tersebut meninggal hak ini akan menjadi milik ahli warisnya, oleh karena adalah kewajiban bagi instansi yang berwenang untuk mencari tahu identitas jenazah yang sedang ditangani. Kepentingan lain dari identifikasi adalah : 1. Dalam kasus kasus perdata misalnya untuk penentuan keturunan, asusransi, ahli waris, dll 2. Menelusuri sebab akibat suatu kejadian khususnya kecelakaan. Dengan mengetahui mana pilot / penumpang misalnya, suatu dapat diketahui secara tidak langsung sebab akibat suatu kecelakaan pesawat terbang dan untuk selanjutnya dapat dibuat cara cara pencegahan. 3

Metode dan Proses Identifikasi Secara umum dikenal 2 metode pokok identifikasi yaitu : 1. Metode sederhana : a. Visual b. Pemilikan ( pakaian, perhiasan dll ) c. Dokumentasi ( KTP, Paspor, ID card lain ). 2. Metode ilmiah : a. Sidik jari b. Medik c. d. e. Odontologi Antropologi Biologi, dll.

Pada prinsipnya penentuan identitas seseorang memerlukan berbagai metode mulai dari yang sederhana sampai yang rumit. 1. Metode Sederhana Cara visual dapat bermanfaat bila kondisi mayat masih baik, cara ini mudah karena identitas dikenal melalui penampakan luar baik berupa profil tubuh/muka. Cara ini tidak dapat diterapkan terutama bila mayat telah busuk, terbakar, mutilasi dan cara pengenalan oleh keluarga harus memperhatikan faktor psikologi ( keluarga, sedang stres berduka, sedih, dll ). Melalui kepemilikan identifikasi cukup dapat dipercaya terutama bila kepemilikan tersebut ( pakaian, perhiasan, surat jati diri ) masih melekat pada tubuh korban. 2. Metode Ilmiah Cara cara ini sekarang berkembang dengan pesat, berbagai disiplin ilmu ternyata dapat dimanfaatkan untuk identifikasi korban tidak dikenal. 4

Dengan metode ilmiah ini selain didapat akurasi yang sangat tinggi juga dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Metode ilmiah yang paling mutakhir saat ini adalah DNA Profiling (Sidik jari DNA), cara ini banyak mempunyai keunggulan keunggulan tetapi memerlukan pengetahuan dan sarana yang canggih dan mahal. Dalam melakukan identifikasi selalu diusahakan cara-cara yang mudah dan tidak rumit, apabila dengan cara yang mudah tidak bisa baru meningkat ke cara yang rumit, selanjutnya dalam melakukan identifikasi tidak hanya menggunakan satu cara saja, segala cara yang mungkin dilakukan harus diperiksa hal ini penting karena semakin banyak kesamaan yang ditemukan semakin akurat identifikasi tersebut, minimal harus menggunakan 2 cara. Pada prinsipnya proses identifikasi mudah yaitu hanya membandingkan dat-data tersangka korban dengan data dari korban tak dikenal, semakin banyak kecocokan semakin tinggi akurasinya. INDENTIFIKASI MEDIK Identifikasi medik adalah cara identifikasi dengan memanfaatkan ilmu

kedokteran, cara ini dibagi dalam beberapa jenis : 1. Identifikasi medik umum 2. 3. 4. 5. Identifikasi tulang belulang Identifikasi serologis Rekontruksi wajah dan superimposed Psyhological personality profiling.

1.

Identifikasi Medik Umum Cara ini memperhatikan ciri-ciri umum seseorang seperti : tinggi badan,

berat badan, warna kulit, warna/type rambut, warna mata, cacat-cacat yang menyolok, tanda-tanda khas dan bekas-bekas penyakit/operasi. Biasanya setiap formulir pemeriksaan jenazah secara standart telah mencantumkan hal ini. 2. Identifikasi Tulang Belulang Tidak jarang jenazah yang ditemukan telah menjadi tulang belulang, pertama-tama harus ditentukan dulu dari kumpulan tulang tersebut tulang manusia atau binatang, bila tulang manusia satu orang atau lebih. Selanjutnya a. b. c. d. e. dari kumpulan tulang-tulang tersebut secara medis antropologis dapat diungkapkan hal-hal sebagai berikut : Jenis kelamin Tinggi badan Umur Parturitas Golongan darah

Apabila ditemukan seluruh tulang lengkap maka ketepatan data-data di atas dapat mencapai 90 100 % dan sudah sangat menguntungkan bila mendapat tulang tengkorak, panggul dan salah satu tulang panjang. a. Penentuan jenis kelamin Biasa digunakan adalah tulang panggul dan tengkorak akan tetapi dengan tulang panggul saja penentuan jenis kelamin mempunyai kepastian sampai 95 % Dari tulang panggul antara lain dapat dibedakan rongga panggul wanita lebih bulat dan luas, sudut yang dibentuk oleh bagian bawah tulang pubis lebih lebar bila dibandingkan dengan tulang panggul pria. 6

Secara umum tulang tengkorak wanita tampak lebih bulat, halus sedangkan pada pria tampak lebih lonjong, kasar, tonjolan-tonjolan tulang tengkorak lebih nyata ( mastoid, tonjolan tulang oksipitalis; tulang alis mata ). Beberapa tulang lain dapat pula dimanfaatkan seperti misalnya tulang panjang, sternum, dll. b. Tinggi badan Untuk memperkirakan tinggi badan biasanya digunakan tulang-tulang pajang dan yang paling baik adalah tulang paha dan tulang kering/tulang betis. Beberapa rumus yang diajukan oleh peneliti-peneliti Barat / Indonesia, antara lain : Laki laki : TB = 1177.29 + 1.134 ( Panj. Femur ) TB = 1117.34 + 1.489 ( Panj. Tibia ) Wanita : TB = 1091.76 + 1.201 ( Panj. Femur ) TB = 80.807 + 2.018 ( Panj. Tibia ) Laki-laki : TB = 72.57 + 2.15 P.FEMUR +/- 3.27 Rumus TB = 81.45 + 2.39 P.TIBIA +/- 3.80 Laki-laki : TB = 75.98 + 2.3922 ( F ) (T) Rumus D jaja CS Wanita : TB = 77.471 + 2.188 ( F ) TB = 76.227 + 2.252 ( T ) 7 Trotter & Glesser Rumus Neuman

= 80.807 + 2.278

Faktor multiplikasi : Laki laki : TB = 4,430 x P. Tibia cm 4.461 x P. Fibula cm Wanita : TB = 4.426 x P. Tibia cm 4.483 x P. Fibula cm c. Penentuan Ras Dari berbagai tulang belakang dapat ditentukan pula ras seseorang yang sering digunakan adalah tulang tengkorak. Penampakan tulang tengkorak untuk membedakan ras, antara lain :
No. 1. 2. 3. 4. 5. Tl.Tengkorak Penampakan Umum Sagital Countour Rongga Hidung Rongga Mata Bentuk Palatum Kaukasoid Massif,kasar, ovoid Bulat Sempit Angular Sempit Negroid Massif, halus, oval Rata Luas Rectangular Luas Mongoloid Kecil, halus, bulat Berupa bususr Sempit Bulat Sedang

Selain itu dapat pula dilakukan pengukuran bagian tengkorak (cranio metry), seperti :
No. 1. 2. 3. 4. 5. Tl.Tengkorak Panjang tengkorak Lebar tengkorak Tinggi tengkorak Lebar muka Tinggi muka Kaukasoid Panjang Sempit Tinggi Sempit Tinggi Negroid Panjang Sempit Rendah Sempit Rendah Mongoloid Panjang Luas Sedang Luas Tinggi

Selain itu penentuan ras dapat pula menggunakan tulang panggul, tulang belikat dan tulang-tulang panjang. d. Umur Umur dapat diperkirakan dengan memperhatikan beberapa tulang yaitu : Tulang tengkorak, tulang-tulang panggul, persambungan tulang dan rawan iga, rawan gondok, dll. 1. Penentuan umur dengan tulang tengkorak Di sini diperhatikan adalah persambungan (sutura) dari tulangtulang atap tengkorak, sampai seberapa jauh telah terjadi penutupan-penutupan pada sutura-sutura tersebut, makin rapat sutura-sutura yang ada umur semakin tua. Sutura sebelah dalam (endo cranial) ternyata lebih akurat dalam perkiraan umur dibandingkan dengan sutura luar (ecto cranial). Satu sutura yang cukup baik untuk perkiraan umur adalah sutura basilaris, bila telah menutup diperkirakan umur telah > 23 tahun. Beberapa tabel dikemukakan oleh peneliti-peneliti antara lain : Tood & Lyon (1925) Mc Kern & Stewart (1957) dan yang paling baik adalah tabel dari penelitian Ascadi & nemeskeri (1970), peneliti ini membagi : Sutura coronal dalam 3 bagian Sutura sagital dalam 4 bagian Sutura lamboidea dalam 3 bagian.

Bagian bagian tersebut dinilai kerapatan dan diberi score o --> 4. Jumlah dari seluruh nilai dibagi 16 dan hasilnya dilihat pada tabel yang mereka buat, sebagai contoh : 9

Nilai 0.4 1.5 ; Phase I, umur 15 40 tahun, rata-rata 28,6 tahun. Nilai 1,6 2,5 : Phase II. Umur 30 60 tahun, rata-rata 43,7 tahun. Nilai 2,6 2,9 : Phase III, Umur 35 65 tahun, rata-rata 49,1 tahun. 2. Penentuan umur melalui tulang-tulang panggul. Menurut beberapa peneliti tulang-tulang panggul lebih akurat dalam memperkirakan umur, yang paling baik dipakai dari tulang-tulang panggul adalah gambaran bagian dalam simphisis pubis. Menurut Tood gambaran bagian dalam ini menunjukkan umur seseorang, dalam penelitiannya ia membagi 10 phase umur berdasarkan perubahan-perubahan bentuk permukaan dalam simphisis. Mc Kern & Stewart lebih memperinci lagi dengan membagi-bagi permukaan simphisis itu dalam 3 komponen (bagian belakang, depan dan bingkai) dan masing-masing mempunyai score 1-5 dan hasilnya dilihat pada tabel, contoh : score 2.0.0. total = 2. Dari tabel terlihat score 1-2 umur rata-rata 17,3 tahun. Selain tulang simphisis, penentuan umur dapat pula diperkirakan dari penutupan epiphuse tulang usus(os.illium) yang berada pada bagian atas tulang tersebut, mulai penutupan pada usia 17 tahun dan lengkap setelah 23 tahun. e. Parturitas Dari tulang kemaluan wanita, dapat pula ditentukan apakah orang tersebut telah melahirkan atau belum, kalau telah melahirkan sudah berapa kali.

10

Gambaran ini dapat dilihat pada bagian dalam tulang kemaluan. Secara teoritis dikatakan kehamilan dan proses melahirkan akan menarik otot-otot perut dan pelvis yang mempunyai insertio pada tulang kemaluan, akibat tarikan tersebut juga akan menyebabkan perubahan-perubahan pada bagian dalam tulang kemaluan, semakian kasar gambarannya berarti semakin sering orang ini hamil dan melahirkan. IDENTIFIKASI MELALUI PEMERIKSAAN SEROLOGIS Pemeriksaan serologis adalah pemeriksaan komponen-komponen atau enzym-enzym tertentu yang ada dalam jaringan, cairan tubuh manusia. Beberapa pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk mengidentifikasi seseorang adalah : 1 1. Golongan darah / sub. gol. darah, dapat diperiksa dari : Darah Ludah Semen Rambut Gigi Tulang

2. Enzym enzym seperti antigen, antibody atau protein, dapat diperiksa dari : Darah 3. HLA dapat diperiksa dari : Darah Dan yang dapat dimasukkan dalam kategori ini adalah pemeriksaan DNA Profiling ( Sidaik jari DNA ). Pemeriksaan serologis ini dilakukan di laboratorium ( kecuali golongan darah dapat ditempat bila masih segar ) dan kebanyakan memerlukan darah yang masih segar ( enzym & HLA ). 11

DNA Profiling DNA Profiling merupakan suatu sarana identifikasi yang paling baru, cara ini diperkenalkan oleh Jeffreys tahun 1985 sebagai DNA Finger Priting . Cara ini dikatakan sangat dipercaya untuk mengindentifikasi seseorang oleh karena tidak ada dua manusia yang mempunyai urutan DNA yang tepat sama, kecuali kembar identik ( berasal dari satu telur ). DNA adalah susunan / rangkaian dari 41 komponen ( gen ) basa ( Adenin, Guanin, Timin dan Sitosin ) yang membentuk chromosom pada inti sel dan merupakan pembawa sifat, menentukan kehidupan suatu mahluk serta mempunyai spesifikasi pada setiap orang. Basa-basa pada DNA ini akan saling berikan (A-T, D-S) membentuk 2 rantai DNA (Double Helix); susunan-susunan basa inilah yang dimanfaatkan untuk profiling oleh karena ada bagian-bagian tertentu dari untaian tersebut sangat spesifik untuk setiap orang, daerah ini disebut Mini Satellite ( hanya terdiri 18 basa ). Proses pemeriksaannya sangat rumit dan memerlukan pengetahuan, ketrampilan dan ketelitian yang canggih, secara garis besar prosesnya sebagai berikut : 1. Mula-mula DNA dipisahkan (diisolasi) dari bagian-bagian jaringan kemudian 2. pasangan rantai DNA dipisahkan satu sama lainnya (denaturasi). Selanjutnya untaian DNA dipotong-potong (restriksi) dengan enzym tertentu, dimana potongan-potongan ini dekat / di luar daerah mini satellite, potongan DNA yang diperlukan diberi tanda tangan probe (pelacak). 3. Potongan akan digambarkan melalui proses elektrophoresis dan tergantung pada panjang potongan maka untaian DNA yang pendek akan berjalan jauh, untaian DNA yang panjang berjalan lebih dekat sehingga terbentuk garis-garis untaian DNA. 12

Bila digunakan multi locus probe akan didapat garis-garis yang banyak, bila menggunakan single locus probe hanya ada 2 garis / 1 garis saja. 4. Gambaran garis-garis DNA inilah yang diperbandingkan antara korban tidak dikenal dan terduga. Semua jaringan pada tubuh manusia prinsipnya dapat digunakan untuk DNA profiling bahkan dalam jumlah yang sangat sedikit, misalnya akar rambut. Kegunaan DNA profiling selain identifikasi korban tidak dikenal adalah : 1. Melacak garis keturunan. 2. Melacak pelaku kejahatan. 3. Melacak pelaku pemerkosaan ( 1 atau banyak pelaku ). PSYCHOLOGICAL PERSONALITY PROFILING Identifikasi biasanya ditujukan untuk mengenal korban yang mati, sejak tahun 1971. FBI mengembang suatu sistem pelacakan pelaku kejahatan yang disebut sebagai Criminal Personality Profiling . Sistim ini merupakan suatu penggabungan dari berbagai disiplin seperti psikologi, psikiatri, kedokteran forensik, kriminalistik bahkan ilmu-ilmu sosial, dengan memanfaatkan / menganalisa data-data yang ditemukan di TKP, keadaan korban, hasil penyelidikan lainnya serta data-data kejahatan terdahulu yang sejenis. Kemudian dapat ditarik kesimpulan seperti apa pelaku kejahatan, sehingga polisi akan lebih dapat mempertajam penyidikan / mencari pelakunya. Kunci keberhasilan profiling ini adalah pengumpulan / data-data kejahatan terdahulu dan sekarang serta juga kemampuan penyidik dalam menangani TKP. FBI telah demikian maju menggunakan teknik personality profiling sehingga mereka mempunyai ketepatan sekitar 80 % dan banyak kasus-kasus sukar diungkapkan dengan teknik ini. 13

Tidak semua kasus kejahatan dapat dilakukan profiling, hanya kasus-kasus yang menunjukkan kelainan patopsikologi baik di TKP maupun pada tubuh korban dapat dicirikan pelakunya, kasus-kasus tersebut antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Kasus penyiksaan seksual yang sadis. Mutilasi dan penyayatan post mortem. Post mortem exploration. Pembakaran tanpa motif. Pembunuhan sadis dan serial. Kejahatan yang berhubungan dengan ritual. Pemerkosaan.

REKONTRUKSI WAJAH DAN SUPERIMPOSED Tidak jarang diperlukan suatu pemeriksaan untuk memperkirakan profil dari suatu tengkorak. Tehnik yang digunakan untuk hal ini adalah : rekontruksi wajah. Tehnik ini dikembangkan oleh ahli antropologi barat setelah mereka meneliti ketebalan kulit / otot di daerah muka. tampang dari suatu tengkorak. Tehnik ini mempunyai kendala kendala karena tidak bisa menggambar secara tepat mengenai daerah mata, bibir maupun model rambut sehingga sering hasilnya kurang memuaskan. Superimposed lebih menawarkan cara yang lebih mudah dan akurat untuk memperkirakan bentuk wajah seseorang. Prinsip tehnik superimposed adalah mencocokkan tengkorak yang tidak dikenal dengan foto wajah orang diduga. Dengan diketahui ketebalan-ketebalan tersebut dan dengan tehnik-tehnik tertentu akhirnya dapat dibentuk perkiraan

14

Caranya adalah dengan menggunakan tehnik-tehnik fotografie dan Ro foto; tengkorak dironsen, kemudian pasfoto orang terduga dipotret kembali dan dibesarkan sesuai ukuran dan diperhatikan kecocokan-kecocokannya (dengan menggunakan titik-titik anatomi tertentu). Penting diperhatikan dalam melakukan superimposed : Foto ronsen tengkorak posisinya harus sama dengan pas foto terduga; usahakan dicari foto yang betul-betul lurus dari depan. Harus menggunakan 2 3 foto orang lain sebagai pembanding.

IDENTIFIKASI PADA KORBAN BENCANA MASSAL Pada prinsipnya identifikasi pada korban bencana massal sama dengan identifikasi perorangan, hanya pada bencana massal karena korbannya banyak maka memerlukan prosedur prosedur tertentu agar pelaksanaan identifikasi bejalan effesien dan effektif. Prosedur yang saat ini dipakai adalah yang dibuat oleh badan Kepolisian Internasional atau yang dikenal sebagai INTERPOL STANDING COMMITTEE ON - DISASTER VICTIM IDENTIFICATION yang berkedudukan di LYON PERANCIS. Prosedur DVI Interpol ini telah dipakai hampir disemua Negara di dunia karena telah dikaji dan uji coba beberapa tahun sehingga sudah baku. Prinsipnya identifikasi korban bencana massal dilaksanakan dala 4 tahap : Tahap I : Di sebut tahap Scene ( tempat kejadian ), pada tahap ini dilakukan pencarian jenazah, pemetaan daerah kejadian, pemberian label, dokumentasi , memasukan jenazah dalam kontong jenazah dan evakuasi.

Kegiatan diatas tidak saja dilakukan pada jenazah tapi juga diperlakukan untuk potongan jenazah, kejadian. Tahap ini sangat penting oleh karena penanganan yang baik pada tahap awal ini akan mempermudah proses identifikasi bahkan dapat membantu proses rekontruksi kejadian. Tahap II : Disebut korban mati pemeriksaan , tahap Ante mortem and Post mortem collecting data . Pada adalah pengumpulan data dari jenazah / kegiatan dilaksanakan pada / tempat-tempat yang tempat ditentukan ), oleh karena itu barang barang kepemilikan yang ditemukan di tempat

penggumpulan pata Post mortem

jenazah ( Rumah Sakit

kegiatan yang dilakukan adalah

melakukan registrasi jenazah / potongan memilah milah

jenazah / kepemilikan yang masuk dari tempat kejadian,

jenazah berdasarkan ras, jenis kelamin, umur dan potongan jenazah kemudian melakukan satu persatu pemeriksaan pada jenazah dengan urutan sebagai berikut : 1. 2. 3. Dokumentasi ( seutuhnya dan setelah dibuka pakaiannya termasuk perhiasan dan kelainan/ciri yang ditemukan ). Pemeriksaan forensik. ( meliputi perlukaan, kelainan fisik, tanda tanda khusus dan pemeriksaan gigi geligi ) Pengambilan sample untuk pemeriksaan DNA / Pemerksan labotaris lain ( darah, jaringan dll ). Data data yang dihasilkan dari pemeriksaan disini dicatat pada formulir khusus berwana merah jambu ( pink ) dan disebut Data Post Mortem. Penggumpulan data Ante mortem , kegiatan adalah penggumpulan data tersangka korban semasa masih hidup, data data ini dicari / didapat dari keterangan keluarga, teman atau dokter pribadi . Data ante mortem sangat penting karena meliput data vital, ciri khusus, pakaian, perhiasan serta data

data lain yang ada korban sebelum kejadian. Data dicatat pada formulir khusus berwarna kuning ( yellow ) dan diolah yang kemudian dinamakan data Ante Mortem. Tahap III : Disebut tahap rekonsilasi - yaitu tahap pembandingan data ante mortem dan post mortem. Kegiatan yang dilakukan data ante mortem dan post mortem kemudian rekonsiliasi untuk pengesahan. Sidang rekonsiliasi ini terdiri para ahli identifikasi dari berbagai metode dan pihak Kepolisian wilayah setempat, ahli ahli yang hadir adalah : Ahli forensik, Ahli odontologi forensik, Ahli sidik jari, ahli radiology, ahli fotografi dll. Hasil dari kepastian ientifikasi akan Kepolisian. Tahap IV : Disebut tahap Release - pada tahap ini dilaksanakan penyerahan jenazah kepada pihak keluarga atau yang mewakili keluarga, sebelum penyerahan jenazah dilakukan check dan recheck oleh Koordinator kamar jenazah dan dibuatkan berbagai surat administrasi penyerahan jenazah. Selain kegiatan kegiatan diatas juga diperlukan suatu unit kerja khusus dikeluarkan dalam bentuk sertifikat identifikasi yang ditanda tangani oleh ahli-ahli yang terlibat langsung serta dari adalah : mencocokan sidang di sajikan dalam

disebut Care and Assistant Unit yang mempunyai tugas untuk menangani keluarga korban al : dalam memberikan penjelasan-jelasan mengenai proses identifikasi, memberikan mental support dan mendorong keluarga korban untuk memberikan data ante mortem sebaik mungkin. Selain itu bertangung jawab terhadap kesehatan fisik dan mental unit ini juga petugas dari para

karena sering sekali kegiatan identifikasi harus dijalankan 24 jam penuh dengan jangka waktu yang cukup lama. Metoda identifikasi. Metoda identifikasi yang digunakan pada kasus korban bencana massal dibagi menjadi 2 bagian : 1. 2. Metoda primer : Sidik jari, Odontologi forensic dan DNA. Metoda Sekunder : Medik, Kepemilikan dan dokumen. digunakan maka cukup satu metoda saja telah

Bila metode primer yang

memastikan identitas dari korban, bila digunakan metoda sekunder maka identitas pasti, minimal menggunakan 2 metoda sekunder . Namun makin banyak metode yang dipakai tingkat ke pastian makin tinggi.

-- 0 --

Keputusan : 1. 2. 3. Christanto. Th. : Identifikasi manusia, Warta Kedokteran Kepolisian dan Kesehatan. Thn. VI (24) Maret, 1990. Djaja Surya Atmadja : Penentuan umur berdasarkan gambaran fasies simpisis. Bag. Kedokteran Forensik FKUI. Djaja Surya Atmadja : Persamaan regresi tinggi badan terhadap panjang tulang tungkai bawah. Tesis Program Studi Ilmu Kedokteran Forensik. Dokter Spesialis I-FKUI. Jakarta 1990. Interpol : International standards DVI . Version 2008 Krogman. W.M, Iscan. M.Y. : The human skeleton in forensic medicine. Second ed. Springfield. Illinois. Charies Thomas, 1986 : 103 348. Tim Unit Doksik : Aplikasi DNA profiling di bidang forensik. Rakernis Diosdokkes Polri 1991. Jakarta Slamet Poernomo : Criminal personality profiling. Warta Kedokteran Kepolisian dan Kesehatan Thn. VI (24). Maret 1990 Slamet Poernomo : Identifikasi korban bencana massal. Majalah Kedokteran ABRI. Thn. XXIII (1). 1991/1992. --------------- **** ---------------

4. 5. 6. 7. 8.

Anda mungkin juga menyukai