Anda di halaman 1dari 43

CASE PRESENTATION SESSION

Nama : Ny. YM

Umur : 70 Tahun

Tanggal Pemeriksaan : 14 April 2021

Alamat : Marga asih

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Keluhan utama : Penurunan pendengaran

Anamnesis Khusus :

Pasien datang ke poli THT RS Dustira dengan keluhan penurunan pendengaran

pada kedua telinga sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan dirasakan berangsur-angsur

semakin memberat hingga saat ini, sehingga mengganggu aktivitas pasien. Pasien

merasakan pendengaran telinga kanan lebih baik dari pada telinga kiri.

Pasien tidak bisa memahami suara yang didengar terutama bila ditempat ramai

atau tidak berbicara berhadapan. Keluhan penurunan pendengaran disertai dengan

telinga berdenging, terutama pada telinga kiri.

Pasien mengatakan keluhan penurunan pendengaran tidak disertai nyeri telinga

dan telinga terasa penuh. Pasien tidak pernah mengeluhkan adanya riwayat keluar

cairan dari telinga. Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat terpajan suara bising

yang lama ataupun suara keras. Pasien tidak pernah menggunakan obat antibiotik

dalam jangka panjang.

1
Pasien memiliki riwayat penyakit kolesterol dan hipertensi sejak ±18 tahun

yang lalu, pasien rutin kontrol setiap 1 bulan sekali. Pasien tidak memiliki kebiasaan

merokok. Tidak ada riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran. Pasien belum

pernah berobat untuk keluhan gangguan dengarnya.

Status Generalis :

Keadaan Umum : Kesadaran : Compos Mentis, Kesan Sakit : Tidak tampak sakit

Tanda Vital : Tekanan Darah : 130/90 mmHg

Nadi : 78 x/menit r.e.i.c

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36,5 oC

Status Lokalis :

ADS :

Bagian Kelainan Auris Dextra Auris Sinistra


Preaurikula C: Fistula, Kista Tidak ada Tidak ada
Brakhialis, Tragus
Assesorius,
I: Abses kista Tidak ada Tidak ada
brakhialis, Parotitis,
Limfadenitis
N: Tumor parotis, Tidak ada Tidak ada
T: Hematom, Laserasi Tidak ada Tidak ada
A: -

2
Aurikular C: Mikrotia, Makrotia, Tidak ada Tidak ada
Anotia
I: Perikondritis Tidak ada Tidak ada
N: Melanoma, Basal Tidak ada Tidak ada
cell carcinoma
T: Hematom aurikula, Tidak ada Tidak ada
laserasi
A: - Tidak ada Tidak ada

Retroaurikular C: -
I: Abses subkutan, Tidak ada Tidak ada
absesn periosteal
N: -
T: Fraktur basis cranii, Tidak ada Tidak ada
fraktur temporal
A: -

Otoskopi
CAE Kulit Tenang Tenang
Serumen Tidak ada Tidak ada
Sekret + +
Massa/benda asing Tidak ada Tidak ada

Membran timpani Intak Intak Intak


Refleks cahaya + +

Gambar membran timpani :

3
AD AS
Tes suara Telinga kanan Telinga kiri mendengar
mendengar suara normal dengan jarak <25 cm
dengan jarak 1 meter dengan suara teriakan
Tes Rinne + +
Tes Weber Lateralisasi ke telinga kanan
Tes Swabach Memendek Memendek
Kesan Gangguan dengar sensorineural

Pemeriksaan Hidung Luar

Bentuk Simetris
Deformitas Tidak ada
Krepitasi Tidak ada
Inflamasi Tidak ada

Pemeriksaan Rinoskopi Anterior

Dextra Sinistra
Vestibulum Nasi Tenang Tenang
Mukosa Tenang Tenang
Sekret Tidak ada Tidak ada
Massa/benda asing Tidak ada Tidak ada
Konka Eutrofi Eutrofi
Konka media Eutrofi Eutrofi
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)
Pasase udara (+) (+)

Gambar rinoskopi anterior

4
Pemeriksaan Orofaring

Kavum Oris Mukosa Tenang


Lidah Atrofi (-), Ulkus (-)
Palatum durum Normal
Gigi geligi Tidak ada karies
Trismus Tidak ada

Tonsil Mukosa Tenang/Tenang


Besar T1-T1
Kripta Tidak melebar/Tidak
melebar
Detritus Tidak ada
Faring Mukosa Tenang
Granula -
Post nasal drip -
Gag reflex -

Rinoskopi Posterior Sekret (-)


Koana Terbuka/ terbuka
Muara Tuba Eustachius Terbuka/ terbuka
Torus Tubarius Tenang/ tenang
Fossa Rosenmuller Massa (-)/ massa (-)

Pemeriksaan Laringoskopi Indirek

5
Laring Epiglotis Tenang, massa (-)
Kartilago arytenoid Tenang/ Tenang
Plica aryepiglotica Tenang/ Tenang
Plica vokalis Simetris, Massa -/-,
Tenang/ Tenang
Rima glotis Terbuka
Cincin trakea di tengah

Pemeriksaan Maksilofasial
Bentuk : Simetris
Parese Nervus Cranialis : Tidak ada
Sinus paranasal
Sinus Frontalis : Nyeri tekan -/-
Nyeri ketok -/-
Sinus maksilaris : Nyeri tekan -/-
Nyeri ketok -/-
Sinus Ethmoidalis : Nyeri tekan -/- , Nyeri ketok -/-
Allergic salute (-), allergic crease (-), allergic shinner (-/-)
Leher
KGB : Tidak teraba membesar
Massa : Tidak ada

6
Pemeriksaan Audiometri

7
Interpretasi Audiogram Dextra

IF = AC 500 + AC 1000 + AC 2000 + AC 4000


4
IF = 30 + 30 + 40 + 50 = 37,5
4
Kesan : Gangguan dengar Sensorineural derajat ringan telinga kanan

Interpretasi Audiogram Sinistra

IF = AC 500 + AC 1000 + AC 2000 + AC 4000

8
4
IF = 40 + 50 + 80 + 90 = 65
4
Kesan : Gangguan dengar sensorineural derajat ringan AD, derajat berat AS

CASE OVERVIEW
Data Keterangan
Pendengaran kedua telinga menurun sejak Diagnosis banding Penurunan
2 minggu yang lalu pendengaran :
C :-
I : OMA, OE, Perforasi MT, OMSK,
Labirintitis
N : Neuroma akustik
T : NIHL, Trauma akustik,barotrauma
A : Sumbatan serumen, Benda asing,
Prebiskusis, Gangguan dengar oleh
obat ototoksik
Keluhan pendengaran menurun dirasakan Gangguan pendengaran bersifat
semakin lama semakin memberat, progresif
sehingga mengganggu aktivitas
Pasien dapat mendengar suara percakapan Gejala dari Presbikusis
tetapi sulit untuk memahaminya, terutama
bila diucapkan dengan cepat ditempat
dengan latar belakang bising.
Penurunan pendengaran disertai disertai Gejala penyerta presbikusis
telinga berdenging terutama pada telinga
kiri.
Penurunan pendengaran tidak disertai Mempertimbangkan Diagnosis lain
nyeri telinga, dan telinga terasa penuh, Penyakit Telinga Luar ( Otitis
tidak ada riwayat keluar cairan dari Eksterna) dan Telinga Tengah ( Otitis
telinga. Media )

9
( Laserasi ataupun Hematom )
Pasien tidak memiliki riwayat terpajan Menyingkirkan NIHL dan barotrauma
suara bising yang lama ataupun suara
keras sesaat.
Pasien memiliki riwayat penyakit Faktor Risiko Presbikusis
kolesterol dan hipertensi sejak ±18 tahun
yang lalu, pasien rutin kontrol setiap 1
bulan sekali. Rutin mengkonsumsi obat
miniaspi dan candesartan.
Riwayat mengkonsumsi obat antibiotik Menyingkirkan Diagnosis Ototoxic
dalam jangka waktu lama hearing loss
Pasien belum pernah berobat untuk Tidak ada riwayat pengobatan
keluhan gangguan dengarnya

Kesadaran: komposmentis
Tekanan darah: 130/90 mmHg Nadi: 78 x/menit
Respirasi: 20 x/menit Suhu: 36,5°C

Status Generalis: dalam batas normal


Status Lokalis:
Auris Dekstra-Sinistra :
Kanalis Akustikus Eksternus: kulit : tenang/tenang serumen -/-, sekret -/- tragus
sign -/-
Membran Timpani : sulit dinilai / sulit dinilai refleks cahaya +/+
Retro Aurikuler : tenang +/+ nyeri tekan -/- edema -/-
Cavum nasi : Mukosa tenang +/+, Sekret -/-, Konka eutrofi/eutrofi ,

Massa -/-, Pasase udara + /+

Rongga mulut : Dalam batas normal

Tonsil : Dalam batas normal

10
Faring : Dalam batas normal

Leher: : Dalam batas normal

Maxillofacial : Dalam batas normal

Pemeriksaan pendengaran
 Uji garpu tala: Auris Dekstra-Sinistra:
- Rinne : +/+
- Weber : Lateralisasi ke telinga kanan
- Schwabah : AD Memendek / AS Memendek
 Tes Suara :
- Telinga kanan mendengar suara normal dengan jarak 1 meter (gangguan
dengar ringan)
- Telinga kiri mendengar dengan jarak <25 cm dengan suara teriakan
(gangguan dengar berat)
Pemeriksaan Audiogram
AD : Gangguan dengar sensorineural derajat ringan
AS : Gangguan dengar sensorineural derajat berat

Diagnosis banding :
1. Presbikusis
2. Noise Induced Hearing Loss

Concept Map
Anatomi telinga Struktur dan fungsi Fisiologi
Histologi telinga normal Tanda dan gejala:
pendengaran
- Berkurangnya
Faktor risiko : pendengaran secara
Usia, jenis kelamin, perlahan dan
progresif,
Etiologi :simetris
genetik, hipertensi, DM,
padasecara
Belum diketahui kedua pasti,
telinga
diduga
hiperkolesterolemia, - Tinnitus nada tingi
berhubungan dengan proses
paparan bising, merokok - Bila intensitas suara
degenerasi.
Patofisiologi ditinggikan akan
11nyeri di
timbul rasa
telinga
1. Degenerasi koklea
Degenerasi stria vaskularis

Potensial endolimfe menurun

2. Degenerasi sentral
Hilangnya fungsi nervus
auditorius

Meningkatkan CAP

Refleksi fungsi input-output
CAP pada potensial saraf pusat

Asinkronisasi aktivitas nervus
auditorius
Penatalaksanaan: ↓
1. Penggunaan alat bantu Penurunan pendengaeran dan
dengar pemahaman bicara buruk
2. Lip reading atau auditory
training 3. Mekanisme molekuler
3. Impan koklea
4. Gangguan transduksi sinyal
Pemeriksaan penunjang :
1. Audiometri

Prognosis Diagnosis Kerja :


Quo ad vitam: ad bonam 1. Presbikusis
Quo ad1. functionam:
BASIC SCIENCE 2. Noise Induced Hearing
dubia ad malam Loss
1 1.1 Anatomi Telinga
Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu: telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam. Telinga luar dan tengah terutama berperan dalam penghantaran suara ke
telinga dalam yang didalamnya juga terdapat organ keseimbangan.

12
Gambar 2.1 Anatomi telinga
1.1 Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari aurikula dengan struktur seperti kerang disebut pinna.
Pinna mengumpulkan suara dan menyalurkannya ke liang telinga sampai membran
timpani. Aurikula terdiri dari tulang rawan elastin yang ireguler dan dilapisi kulit.
Kedalaman liang telinga pada orang dewasa sekitar 2-3 cm. Sepertiga bagian luar dari
saluran ini merupakan tulang rawan yang dilapisi kulit sedangkan duapertiganya
terdapat tulang dan juga dilapisi oleh kulit yang tipis seperti lapisan terluar pada
membran timpani. Pada sepertiga liang telinga terluar terdapat kelenjar serumen dan
sebasea yang menghasilkan serumen.

13
Gambar 2.2 Membran Timpani

Membran timpani adalah membran semi transparan berbentuk oval, tipis dengan
diameter 1 cm yang terletak pada medial liang telinga. Membran ini memisahkan
antara liang telinga dengan kavum timpani pada telinga tengah. Membran timpani
dilapisi oleh kulit seperti liang telinga di bagian lateral dan dilapisi membran mukosa
telinga tengah di bagian medial. Jika dilihat melalui otoskop, membran timpani
tampak konkaf terhadap liang telinga. Sumbu tengah dari membran timpani dilewati
oleh umbo seperti pegangan payung secara anterior dan inferior ke arah lateral.
Superior dari prosesus lateralis maleus, membran tipis dan disebut pars flaksida. Pada
bagian ini serat radial dan sirkuler yang terkandung lebih sedikit daripada bagian pars
tensa (bagian membran selain pars flaksida). Membran timpani bergerak sebagai
respon dari getaran udara yang datang dari liang telinga. Getaran ini diteruskan ke
tulang pendengaran.

14
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan
prosesus langus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga
didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan, serta bawah-belakang,
untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. Bila melakukan miringotomi
atau parasentesis, dibuat insisi di bagian bawah belakang membrane timpani, sesuai
dengan arah serabut membran timpani. Di daerah ini tidak terdapat tulang
pendengaran.
Permukaan terluar membran timpani sebagian besar dipersarafi oleh saraf
aurikulotemporal yang merupakan cabang nervus V3. Beberapa inervasi berasal dari
nervus vagus (nervus X) cabang aurikular. Permukaan dalam membran timpani
dipersarafi nervus glossofaringeus (nervus IX). Aurikulum dialiri arteri aurikularis
posterior dan arteri temporalis superfisialis. Aliran vena menuju ke gabungan vena
temporalis superfisialis, vena aurikularis posterior dan vena emissary mastoid.
Inervasi oleh cabang nervus cranial V, VII, IX dan X.
MAE dialiri arteri temporalis superfisialis dan arteri aurikularis posterior serta
arteri aurikularis profundus. Darah vena mengalir ke vena maksilaris, jugularis
eksterna dan pleksus venosus pterygoid. Aliran limfe menuju ke lnn. aurikularis
anterior, posterior dan inferior. Inervasi oleh cabang aurikularis dari n. vagus dan
cabang aurikulotemporalis dari n. mandibularis.
MT bagian medial disuplai cabang arteri aurikularis posterior, lateral oleh ramus
timpanikus cabang arteri aurikularis profundus. Aliran vena menuju ke vena
maksilaris, jugularis eksterna dan pleksus venosus pterygoid. Inervasi oleh nervus
aurikularis cabang nervus vagus, cabang timpanikus nervus glosofaringeus of
Jacobson dan nervus aurikulotemporalis cabang nervus mandibularis.
1.2 Telinga Tengah
Kavum timpani adalah ruangan sempit yang berisi udara pada bagian keras di
tulang temporal. Kavum timpani dilapisi oleh membrane mukosa yang merupakan
kelanjutan dari lapisan tuba faringotimpani, sel mastoid dan antrum mastoid.
Telinga tengah terdiri dari:

15
 Tulang pendengaran (malleus, incus dan stapes)
 Stapedius dan otot tensor timpani
 Saraf korda timpani (cabang nervus VII)
 Pleksus saraf timpani

Gambar 2.3 Batas-batas Kavum Tympani


Telinga tengah berbentuk kubus sempit dengan sisi-sisinya cembung dan terdiri
dari enam sisi yaitu:
 Dinding tegmental (atap) yang memisahkan kavum timpani dengan dura
mater di fossa kranial.
 Dinding jugular (lantai) memisahkan kavum timpani dengan bulbus superior
vena jugularis interna.
 Dinding membranosa (lateral) terbentuk hampir seluruhnya oleh sudut
kecembungan dari membran timpani dan secara superior oleh resesus
epitimpanikus.
 Dinding labirin (medial) memisahkan kavum timpani dari telinga dalam.. Ciri
khas dinding ini yaitu adanya promontorium.
 Dinding mastoid (posterior) mempunyai ciri adanya pintu pada bagian
superior disebut aditus antrum mastoid, menghubungkan kavum timpani ke
sel mastoid saluran untuk saraf fasial turun di antara dinding posterior dan
antrum, medial ke aditus.

16
 Dinding karotis (anterior) memisahkan kavum timpani dengan saluran karotis.
Di atasnya terdapat pintu tuba faringotimpani dan saluran untuk tensor
timpani.

Antrum mastoid adalah kavum pada prosesus mastoid di tulang temporal dan
dipisahkan oleh tegmen timpani. Antrum dan sel-sel mastoid dilapisi oleh membran
mukosa yang merupakan kelanjutan dari telinga tengah. Antrum berhubungan dengan
saluran saraf fasial secara antero-inferior. Tuba faringotimpani menghubungkan
kavum timpani dengan nasofaring yang secara posterior berhubungan dengan meatus
nasi inferior. Sepertiga bagian posterolateral tuba tersebut terdiri dari tulang dan
sisanya merupakan tulang rawan. Tuba faringotimpani dilapisi oleh membran
mukosa, lapisan lanjutan dari kavum timpani (posterior) dan nasofaring (anterior).
Tuba faringotimpani berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan di telinga tengah
dengan tekanan atmosfer. Hal ini menyebabkan membran timpani dapat bergerak
secara bebas. Karena bebasnya udara keluar masuk kavum timpani, tuba ini juga
berfungsi menyeimbangkan tekanan pada kedua sisi membran. Tuba harus dibuka
secara aktif dengan cara kontraksi levator veli palatini secara longitudinal dan
mendorong ke satu sisi sementara tensor veli palatini mendorong sisi lainnya. Contoh
gerakan yang menyeimbangkan tekanan yaitu menguap dan menelan.
Struktur penting lainnya pada telinga tengah adalah tulang pendengaran. Tulang
pendengaran terdiri atas rangkaian tulang kecil yang dapat bergerak, menghubungkan
membran timpani dengan jendela oval. Malleus menempel pada membran timpani.
Kollum malleus terletak pada pars flaksida dan manubrium malleus menempel pada
membran timpani dengan ujungnya berada di umbo sehingga bergerak bersamaan
dengan membran timpani. Malleus berfungsi sebagai pengangkat yang menempel
pada membran timpani. Inkus terletak di antara malleus dan stapes. Badan inkus
berartikulasi dengan kaput malleus. Stapes merupakan tulang pendengaran terkecil
dan dasar tulang stapes lebih kecil dibandingkan membran timpani sehingga kekuatan

17
getaran pada stapes meningkat 10 kali lipat. Akibatnya, tulang pendengaran
meningkatkan kekuatan tapi menurunkan amplitudo getaran ke telinga dalam.
Saat menerima getaran, muskulus tensor timpani menarik manubrium ke arah
dalam dan menegangkan membran timpani serta menurunkan amplitudopada tulang
pendengaran. Gerakan ini mencegah kerusakan pada telinga dalam. Muskulus
stapedius menarik stapes ke arah posterior dan mengayunkan dasarnya di jendela oval
dan mengencangkan cincin ligamen serta menurunkan jarak osilasi. Hal ini juga
untuk mencegah gerakan berlebihan dari stapes.
Suplai darah untuk kavum timpani oleh arteri timpani anterior, arteri
stylomastoid, arteri petrosal superficial, arteri timpani inferior. Aliran darah vena
bersama dengan aliran arteri dan berjalan ke dalam sinus petrosal superior dan
pleksus pterygoideus.
1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari tiga buah kanalis semi sirkularis. Ujung atau puncak
koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala
vestibule. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala
vestibule sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah, dan skala media (ductus
koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan
skala media berisi endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala
vestibule disebut sebagai membrane vestibule (Reissner’s membrane) sedangkan
dasar skala adalah membrane basalis. Pada membrane ini terletak organ corti. Pada
skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membrane tektoria,
dan pada membrane basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel
rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.

18
Gambar 2.4 Koklea

Telinga dalam disuplai oleh arteri auditorius interna cabang dari arteri cerebelaris
inferior. Aliran darah vena bersama dengan arteri. Sel-sel rambut di dalam OC
diinervasi oleh serabut aferen dan eferen dari saraf koklearis cabang dari nervus VIII,
88 % Serabut aferen menuju ke sel rambut bagian dalam dan 12 % sisanya menuju ke
sel rambut luar. Serabut aferen dan eferen ini akan membentuk ganglion spiralis yang
selanjutnya menuju ke nuleus koklearis yang merupakan neuron primer, dari nucleus
koklearis neuron sekunder berjalan kontral lateral menuju lemnikus lateralis dan ke
kolikulus posterior dan korpus genikulatum medialis sebagai neuron tersier,
selanjutnya menuju ke pusat pendengaran di lobus temporalis tepatnya di girus
transversus.
2 Histologi Telinga
Telinga dibagi atas telinga luar, tengah dan dalam. Ketiga bagian ini memiliki
fungsi dan histologi yang berbeda-beda.
2.1 Telinga Luar
Aurikula (pinna) terdiri atas suatu lempeng kartilago elastis iregular berbentuk
corong, yang ditutupi secara erat oleh kulit dan menghantarkan gelombang suara ke
dalam telinga. Meatus auditorius eksternus (MAE) merupakan saluran gepeng hingga
dalam tulang temporalis. Terdiri dari suatu epitel skuamosa berlapis yang berlanjut
dari kulit auricula. Terdapat folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar keringat
apokrin termodifikasi yang disebut kelenjar seruminosa. Ujung bagian dalam MAE

19
adalah suatu membran lonjong, yaitu membran timpani. Permukaan luarnya dilapisi
oleh epidermis tipis dan permukaan dalamnya dilapisi oleh epitel selapis kuboid,
yang menyatu dengan cavum timpani. Diantara kedua lapisan epitel tersebut, terdapat
lapisan tipis jarigan ikat fibrosa yang terdiri atas serat-serat kolagen, elastin dan
fibroblas.

Gambar 2.5 Gambaran histologi telinga luar

2.2 Telinga Tengah


Telinga tengah atau cavum timpani berada di dalam tulang temporalis. Di sebelah
anterior, ruangan ini berhubungan dengan faring melalui tuba eustachius, dan di
sebelah posterior terdapat rongga prossesus mastoid, yang berisi udara pada rongga
nya. Telinga tengah dilapisi oleh epitel selapis kuboid. Di dekat tuba eustachius,
epitel selapis ini secara berangsur berubah menjadi epitel bertingkat silindris bersilia.
Membran timpani berhubungan dengan foramen ovale melalui tiga tulang
pendengaran, yaitu malleus, incus dan stapes. Ketiga tulang pendengaran ini
dilengkapi dengan dua otot yang berinsersi pada melleus dan stapes berfungsi
mengatur konduksi udara.

20
2.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri atas dua labirin, labirin osseus terdiri atas ruangan di dalam
pars petrosa tulang temporal yang dihuni labirin membranosa. Labirin membranosa
merupakan rongga berlapis epitel yang kontinu dan berasal dari ektoderm. Labirin
membranosa dibagi atas utrikulus dan sakulus. Utrikulus kemudian berubah menjadi
duktus semisirkularis dan duktus koklearis berasal dari sakulus. Pada keduanya
dilapisi oleh epitel pelapis khusus membentuk sensor sensorik seperti makula, krista
duktus semisirkularis dan organ korti.
Labirin osseosa terdiri atas rongga-rongga di tulang temporalis. Rongga sentral
yang tidak teratur, dinamakan vestibulum yang berisi sakulus dan utrikulus. Di
belakang struktur ini terdapat tiga kanalis semisirkularis yang berisi duktus
semisirkularis, koklea anterolateral yang mengandung duktus koklearis. Koklea (35
mm) membentuk dua-setengah putaran yang mengelilingi bagian pusat tulang dikenal
dengan modiulus. Modiulus memiliki celah-celah pembuluh darah dan badan sel,
serta cabang nervus akustikus dari nervus cranialis VIII. Dari lateral modiulus terjulur
suatu rabung tipis yaitu lamina spiralis osseasa. Labirin osseasa berisikan perilimf
dengan komposisi ekstrasel dengan kandungan protein rendah. Labirin membranosa
terdiri dari endolimf dengan kandungan natrium rendah dan kalium yang tinggi, serta
protein yang rendah.
Sakulus dan utrikulus terdiri atas epitel selapis gepeng . labirin membarnosa
melekat pada pars osseus melalui berkas halus jaringan ikat, pembuluh darah yang
kaya akan nutrisi untuk epitel labirin membranosa. Makula merupakan sel-sel
neuroepitel yang telah berkembang dipersarafi oleh nervus vestibularis. Makula
sakulus terletak di dasar, sedangkan makula utrikulus terletak di dinding lateral,
sehingga kedua makula tegak lurus. Kedua makula ini memiliki struktur histologis
yang sama dan memiliki 2 reseptor, sel penyokong dan ujung saraf aferen dan eferen.
Sel reseptor (sel rambut) ditandai dengan 40–80 stereosilia kaku dan panjang
yang sebenarnya adalah mikrovili khusus dan satu silium. Terdapat dua jenis sel
rambut yaitu sel tipe I memiliki ujung besar berbentuk mangkuk yang mengelilingi

21
sebagian besar dasar sel, sedangkan tipe II memiliki banyak ujung aferen. Kedua sel
ini memiliki aferen yang bersifat inhibitorik. Sel penyokong diantara sel rambut
berbentuk silindris dengan mikrovili pada apikal. Neuroepitel dilapisi oleh gelatinosa
tebal yang berasal dari endapan kristal dan sekresi dari sel-sel penyokong, terdiri dari
kalsium karbonat atau otolit.
Duktus semisirkularis terdapat daerah reseptor dengan ampula berbentuk rabung
panjang disebut krista ampularis. Secara struktur histologis sama dengan makula,
namun lapisan glikoprotein lebih tebal; lapisan ini berbentuk seperti kerucut yang
disebut kupula, dan tidak ditutupi otolit.
Bagian awal duktus endolimfatikus dilapisi epitel selpais gepeng, makin
mendekati sakus endolimfatikus, epitel berubah menjadi silindeis tinggi dengan dua
jenis sel; mikrovili dan vesikel pinositik vakuol. Diduga sel tersebut berfungsi
sebagai endositosis materi asing dan sisa sel pada endolimfe.
Duktus koklearis adalah divertikulum sakulus khusus untuk reseptor suara.
Koklea dibagi atas skala vestibuli, skala media, dan skala timpani. Duktus koklearis
mengandung endolimf berakhir di apeks koklea. Kedua skala lain mengandung
perilimef yang berawal dari tingkap lonjong dan berakhir di tingkap bundar. Skala-
skala ini berhubungan di apeks koklea melalui suatu muara yang dikenal dengan
helikoterma. Duktus koklearis terdiri atas membran vestibularis dan stria vaskularis.
Membran vesttibularis terdiri dari dua lapisan epitel gepeng, satu lapisan dari skala
media dan lapisan lain dari skala vestibuli. Stria vasklaris terdiri dari epitel vasskular
di dinding lateral duktus koklearis. Stria ini terdiri dari sel-sel dengan banyak lipatan
plasma dalam dan banyak mitokondria.
Struktur telinga dalam yang mengandung reseptor auditori khusus disebut organ
Corti, terdiri dari sel rambut dengan respons berbagai frekuensi. Organ Corti terletak
pada lapisan substans dasar tebal atau membrana basilaris. Terdapat sel rambut luar
dan dalam serta stereosilia. Pada organ Corti tidak ditemukan adanya kinosilium,
sehingga transduksi sensorik dapat berjalan.

22
Gambar 2.6 Koklea.
3 Fisiologi pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya gelombang bunyi oleh telinga
luar. Telinga luar terdiri dari auricular (pinna), canalis acusticus externus (CAE), dan
membran timpani. Pinna akan mengumpulkan gelombang suara dan
menghubungkannya dengan canalis acusticus externus. Pinna juga berfungsi untuk
mengetahui penentuan arah suara yang berasal dari depan dan di belakang, yaitu
berdasarkan perbedaan waktu masuknya suara ke telinga kanan dan kiri serta
perbedaan intensitas suara yang masuk ke telinga kanan dan kiri.
Dinding sepanjang canalis acusticus externus (CAE) kemudian akan
mengamplifikasi suara yang akan berujung pada bergetarnya membran timpani.
Membran timpani berfungsi sebagai resonator yang menghasilkan ulang getaran dari
sumber suara dan akan berhenti bergetar hampir segera setelah suara berhenti.
Kemudian, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran
(maleus-incus-stapes) yang akan mengamplifikasikan kembali getaran tersebut
melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran
timpani dan tulang stapes.

23
Gerakan membran timpani disalurkan melalui bagian tulang maleus yang melekat
di membran timpani yaitu manubrium malleus. Ujung tangkai malleus melekat di
bagian tengah membran timpani, dan tempat perlekatan ini akan konstan tertarik oleh
otot muskulus tensor timpani ke arah medial, yang menyebabkan membran timpani
tetap tegang. Keadaan ini akan menyebabkan getaran pada setiap bagian membran
timpani akan dikirim ke tulang-tulang pendengaran, hal ini tidak dapat terjadi jika
membran tersebut longgar. Otot ini juga bersama dengan muskulus stapedius
(menarik stapes ke arah luar) berperan dalam melindungi koklea dari getaran suara
yang terlalu keras serta menutupi frekuensi suara yang terlalu rendah.
Malleus terikat pada incus oleh ligament yang kecil sehingga ketika malleus
bergerak incus juga bergerak. Ujung yang berlawanan dari incus akan berartikulasi
dengan batang stapes, dan bidang depan dari stapes terletak berhadapan dengan
membran labirin koklea pada muara fenestra ovalis. Dengan demikian, tulang-tulang
pendengaran berfungsi sebagai pengungkit. Sistem pengungkit tersebut mengurangi
jarak antar tulang dan meningkatkan tenaga 1,3 kali lebih kuat. Luas permukaan
timpani yang jauh lebih besar dari lempeng kaki stapes menyebabkan penekanan total
yang lebih kuat yang diberikan kepada cairan koklea. Hal ini diperlukan karena
inersia cairan jauh lebih tinggi daripada udara sehingga diperlukan getaran yang lebih
kuat guna menghasilkan frekuensi suara yang sama pada cairan koklea.
Energi getar yang telah diamplifikasikan akan diteruskan ke telinga dalam dan di
proyeksikan pada membran basalis, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membran basilaris dan membran tektoria.

24
Gambar 2.7 Skema Pendengaran
Koklea terdiri dari atas 3 tuba yaitu skala vestibuli, skala media dan skala
timpani. Skala vestibuli dan skala media dipisahkan satu sama lain oleh membran
Reissner. Diantara skala timpani dan skala media dipisahkan oleh membran basilar.
Skala vestibuli dan skala timpani mengandung perilimfe dan berhubung satu sama
lain di apeks koklea melalui lubang kecil yang helikotrema. Skala media atau disebut
juga duktus koklearis mengandung cairan yang berbeda yaitu endolimfe. Skala
vestibuli dan skala timpani terhubung langsung ke ruang subarachnoid sehingga
cairan perilimfe merupakan cairan dengan komposisi ion yang serupa dengan
komposisi LCS dengan kandungan proteinnya sangat rendah. Sedangkan endolimfe
dibentuk dalam stria vaskularis di dinding skala media yang memiliki komposisi
kalium lebih tinggi dan natrium yang lebih rendah.
Ketika kaki stapes menekan fenestra ovalis, getaran suara memasuki skala
vestibuli. Bidang stapes akan menyebabkan perilimfe pada skala vestibuli bergetar
hingga sampai helikotrema lalu kemudian menuju fenestra rotundum. Gelombang
tekanan pada skala vestibuli akan di transfer ke skala media melalui membran
reissner (membran yang cukup tipis sehingga tidak menghalangi getaran antara cairan

25
perilimfe dan endolimfe). Kemudian akan ditransfer ke skala timpani yang akan
menebabkan foramen rotundum bergerak masuk dan keluar. Fenestra ovale dan
fenestra rotundum bergerak ke dalam dan keluar sesuai dengan arah getaran suara.
Tujuan utama dari gelombang suara yang masuk ke fenestra ovale adalah untuk
menggerakkan membran basilar pada skala media. Pada permukaan membran basilar
tersebut terletak organ corti, yang mengandung serangkaian sel yang sensitif secara
elektromagnetik yaitu sel-sel rambut. Pada setiap ujung sel rambut terdapat stereosilia
yang tertanam pada lapisan gel membrana tektorial. Getaran menyebabkan timbulnya
rangsang mekanik pada membrana basilar (membran basiler bergerak ke atas dan ke
bawah) yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut tersebut,
sehingga merangsang pembukaan kanal ion dan masuknya ion K ke dalam badan sel
rambut.
Organ corti merupakan organ reseptor yang membangkitkan impuls saraf sebagai
respon terhadap getaran membran basilar. Reseptor pada organ corti merupakan tipe
sel saraf yang khusus yang disebut dengan sel rambut yang terdiri dari sel rambut
interna dan sel rambut eksterna. Sel rambut interna terutama terhubung langsung
dengan ganglion spiralis.
Stereocilia dari rambut-rambut tersusun mulai dari tinggi ke rendah dan diikat
oleh filamen penghubung yang merupakan CAMs (Cell Adhesion Mollecule). Ketika
membran basiler bergerak ke atas, stereocilia akan terdefleksi dan akan menarik
filamen penghubung. Kemudian, akan terjadi pembukaan kanal kation. Kalium-kaliun
yang berasal dari endolimfe akan masuk. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut.

26
Gambar
2.8 Skema
fisiologi

pendengaran
Ketika membran basilaris bergerak ke bawah maka akan terjadi hal yang
sebaliknya. Kanal ion akan tertutup dan terjadi hiperpolarisasi Gerakan membran
basilaris yang bergerak ke atas dan ke bawah secara sinkron akan menyebabkan
terjadinya depolarisasi dan hiperpolarisasi secara bergantian yang akan menyebabkan
terangsangnya ujung-ujung saraf koklea yang bersinap di sel-sel rambut. Depolarisasi
akan melepaskan neurotransmitter (diduga glutamat) ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus
auditorius sampai ke korteks pendengaran.

Gambar 2.9 Jaras Pendengaran


Jaras diatas menunjukkan bahwa ganglion spiralis dibawah sel rambut memasuki
nucleus koklearis dorsalis dan ventralis berjalan terus hingga nucleus olivarius
superior di batang otak (pons), lalu berlanjut ke otak tengah yaitu kolikulus inferior

27
dan selanjutnya akan berakhir di korteks auditorik pada girus superior lobus
temporalis.

2. DEFINISI PRESBIKUSIS
Presbikusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut akibat proses degenerasi
organ pendengaran, simetris (terjadi pada kedua sisi telinga) yang terjadi secara
progresif lambat, dapat dimulai pada frekuensi rendah atau tinggi serta tidak ada
kelainan yang mendasari selain proses menua secara umum.

3. ETIOLOGI
Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat dari proses degenerasi.
Diduga kejadian presbikusis mempunyai hubungan dengan faktor-faktor herediter,
pola makanan, metabolisme, arteriosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat
multifaktor. Menurunnya fungsi pendengaran secara berangsur merupakan efek
kumulatif dari pengaruh faktor-faktor tersebut diatas. Biasanya terjadi pada usia lebih
dari 65 tahun. Progesifitas penurunan pendengaran dipengaruhi oleh usia dan jenis
kelamin, pada laki-laki lebih cepat dibandingkan dengan perempuan.

4. FAKTOR RISIKO
Kejadian presbikusis diduga mempunyai hubungan dengan beberapa faktor risiko,
seperti usia, jenis kelamin, faktor herediter, metabolisme, dan gaya hidup. Presbikusis
diduga berhubungan dengan faktor herediter, metabolisme, aterosklerosis, bising,
gaya hidup, dan pemakaian beberapa obat.
a. Usia dan jenis kelamin
Presbikusis rata-rata terjadi pada usia 60-65 tahun ke atas. Pengaruh usia
terhadap gangguan pendengaran berbeda antara pria dan wanita. Pria lebih
banyak mengalami penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi dan hanya
sedikit penurunan pada frekuensi rendah bila dibandingkan dengan wanita.
Perbedaan jenis kelamin pada ambang dengar frekuensi tingg ini disebabkan

28
pria umumnya lebih sering terpapar bising di tempat kerja dibandingkan
wanita.
b. Hipertensi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat memperberat resistensi vaskuler
yang mengakibatkan disfungsi sel endotel pembuluh darah disertai
peningkatan viskositas darah, penurunan aliran darah kapiler, dan transpor
oksigen. Hal tersebut mengakibatkan kerusakan sel-sel auditori sehingga
proses transmisi sinyal mengalami gangguan yang menimbulkan gangguan
komunikasi. Kurang pendengaran sensorineural dapat terjadi akibat
insufisiensi mikrosirkuler pembuluh darah seperti emboli, perdarahan, atau
vasospasme.
c. Diabetes melitus
Pada pasien dengan diabetes melitus (DM), glukosa yang terikat pada
protein dalam proses glikosilasi akan membentuk advanced glicosilation end
product (AGEP) yang tertimbun dalam jaringan dan mengurangi elastisitas
dinding pembuluh darah (atreiosklerosis). Proses selanjutnya adalah dinding
pembuluh darah semakin menebal dan lumen menyempit yang disebut
mikroangiopati. Mikroangiopati pada organ koklea akan menyebabkan atrofi
dan berkurangnya sel rambut, bila keadaan ini terjadi pada vasa nervus VIII,
ligamentum dan ganglion spiral pada sel Schwann, degenerasi myelin, dan
kerusakan akson maka akan menimbulkan neuropati.
d. Hiperkolesterol
Hiperkolesterolemia dapat menyebabkan penumpukan plak /
aterosklerosis pada tunika intima. Patogenesis aterosklerosis adalah arteroma
dan arteriosklerosis yang terdapat secara bersama. Arteroma merupakan
degenerasi lemak dan infiltrasi zat lemak pada dinding pembuluh nadi pada
arteriosklerosis atau pengendapan bercak kuning keras bagian lipoid dalam
tunika intima arteri, sedangkan arteriosklerosis adalah kelainan dinding arteri
atau nadi yang ditandai dengan penebalan dan hilangnya elastisitas /

29
pengerasan pembuluh nadi. Keadaan tersebut dapat menyebabkan gangguan
aliran darah dan transpor oksigen.
e. Merokok
Rokok mengandung nikotin dan karbonmonoksida yang mempunyai
efek mengganggu peredaran darah, bersifat ototoksik secara langsung, dan
merusak sel saraf organ koklea. Insufisiensi sistem sirkulasi darah koklea
yang diakibatkan oleh merokok menjadi penyebab gangguan pendengaran
pada frekuensi tinggi yang progresif. Pembuluh saraf yang menyuplai darah
ke koklea tidak mempunyai kolateral sehingga tidak memberikan alternatif
suplai darah melalui jalur lain.
f. Riwayat bising
Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan pendengaran
tipe sensorineural yang awalnya tidak disadari karena belum mengganggu
percakapan sehari-hari. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya
ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan per hari, lama masa
kerja dengan paparan bising, kepekaan individu, usia, dan faktor lainnya yang
dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah
pajanan energi bising yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang
didapat. Hal tersebut dikarenakan paparan terus-menerus dapat merusak sel-
sel rambut koklea.

5. PATOFISIOLOGI PRESBIKUSIS
Penyebab berkurangnya pendengaran akibat degenerasi ini dimulai terjadinya
atrofi di bagian epitel dan saraf pada organ Corti. Lambat laun secara progresif terjadi
degenerasi sel ganglion spiral pada daerah basal hingga ke daerah apeks yang pada
akhirnya terjadi degenerasi sel-sel pada jaras saraf pusat dengan manifestasi
gangguan pemahaman bicara. Kejadian presbikusis diduga mempunyai hubungan
dengan beberapa faktor risiko, seperti usia, jenis kelamin, faktor herediter,
7,8
metabolisme, dan gaya hidup. Presbikusis diduga berhubungan dengan faktor

30
herediter, metabolisme, aterosklerosis, bising, gaya hidup, dan pemakaian beberapa
obat.
a. Usia dan jenis kelamin
Presbikusis rata-rata terjadi pada usia 60-65 tahun ke atas. Pengaruh usia
terhadap gangguan pendengaran berbeda antara pria dan wanita. Pria lebih banyak
mengalami penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi dan hanya sedikit
penurunan pada frekuensi rendah bila dibandingkan dengan wanita. Perbedaan jenis
kelamin pada ambang dengar frekuensi tingg ini disebabkan pria umumnya lebih
sering terpapar bising di tempat kerja dibandingkan wanita.
b. Hipertensi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat memperberat resistensi vaskuler yang
mengakibatkan disfungsi sel endotel pembuluh darah disertai peningkatan viskositas
darah, penurunan aliran darah kapiler, dan transpor oksigen. Hal tersebut
mengakibatkan kerusakan sel-sel auditori sehingga proses transmisi sinyal mengalami
gangguan yang menimbulkan gangguan komunikasi. Kurang pendengaran
sensorineural dapat terjadi akibat insufisiensi mikrosirkuler pembuluh darah seperti
emboli, perdarahan, atau vasospasme.
c. Diabetes melitus
Pada pasien dengan diabetes melitus (DM), glukosa yang terikat pada protein
dalam proses glikosilasi akan membentuk advanced glicosilation end product
(AGEP) yang tertimbun dalam jaringan dan mengurangi elastisitas dinding pembuluh
darah (atreiosklerosis). Proses selanjutnya adalah dinding pembuluh darah semakin
menebal dan lumen menyempit yang disebut mikroangiopati. Mikroangiopati pada
organ koklea akan menyebabkan atrofi dan berkurangnya sel rambut, bila keadaan ini
terjadi pada vasa nervus VIII, ligamentum dan ganglion spiral pada sel Schwann,
degenerasi myelin, dan kerusakan akson maka akan menimbulkan neuropati.
d. Hiperkolesterol
Hiperkolesterolemia dapat menyebabkan penumpukan plak / aterosklerosis pada
tunika intima. Patogenesis aterosklerosis adalah arteroma dan arteriosklerosis yang

31
terdapat secara bersama. Arteroma merupakan degenerasi lemak dan infiltrasi zat
lemak pada dinding pembuluh nadi pada arteriosklerosis atau pengendapan bercak
kuning keras bagian lipoid dalam tunika intima arteri, sedangkan arteriosklerosis
adalah kelainan dinding arteri atau nadi yang ditandai dengan penebalan dan
hilangnya elastisitas/pengerasan pembuluh nadi. Keadaan tersebut dapat
menyebabkan gangguan aliran darah dan transpor oksigen.
e. Merokok
Rokok mengandung nikotin dan karbonmonoksida yang mempunyai efek
mengganggu peredaran darah, bersifat ototoksik secara langsung, dan merusak sel
saraf organ koklea. Insufisiensi sistem sirkulasi darah koklea yang diakibatkan oleh
merokok menjadi penyebab gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi yang
progresif. Pembuluh saraf yang menyuplai darah ke koklea tidak mempunyai
kolateral sehingga tidak memberikan alternatif suplai darah melalui jalur lain.
f. Riwayat bising
Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan pendengaran tipe
sensorineural yang awalnya tidak disadari karena belum mengganggu percakapan
sehari-hari. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah
intensitas bising, frekuensi, lama pajanan per hari, lama masa kerja dengan paparan
bising, kepekaan individu, usia, dan faktor lainnya yang dapat berpengaruh.
Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising yang
diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat. Hal tersebut dikarenakan
paparan terus-menerus dapat merusak sel-sel rambut koklea.
Ada beberapa pendapat mengenai kemungkinan patogenesis terjadinya
presbikusis, yaitu degenerasi koklea, degenerasi sentral, dan beberapa mekanisme
molekuler, seperti faktor gen, stres oksidatif, dan gangguan transduksi sinyal.
1. Degenerasi koklea
Presbikusis terjadi karena degenerasi stria vaskularis yang berefek pada nilai
potensial endolimfe yang menurun menjadi 20 mV atau lebih. Pada presbikusis

32
terlihat gambaran khas degenerasi stria yang mengalami penuaan, terdapat penurunan
pendengaran sebesar 40-50 dB dan potensial endolimfe 20 mV (normal 90 mV).
2. Degenerasi sentral
Perubahan yang terjadi akibat hilangnya fungsi nervus auditorius meningkatkan
nilai ambang dengar atau compound action potensial (CAP). Fungsi input-output dari
CAP terefleksi juga pada fungsi input-output pada potensial saraf pusat,
memungkinkan terjadinya asinkronisasi aktifitas nervus auditorius dan penderita
mengalami kurang pendengaran dengan pemahaman bicara buruk.
3. Mekanisme molekuler
a. Faktor gen
Strain yang berperan terhadap presbikusis, yaitu C57BL/6J merupakan protein
pembawa mutasi dalam gen cadherin 23 (Cdh23), yang mengkode komponen ujung
sel rambut koklea. Pada jalur intrinsik sel mitokondria mengalami apoptosis pada
strain C57BL/6J yang dapat mengakibatkan penurunan pendengaran.
b. Stres oksidatif
Seiring dengan pertambahan usia kerusakan sel akibat stres oksidatif
bertambah dan menumpuk selama bertahun-tahun yang akhirnya menyebabkan
proses penuaan. Reactive oxygen species (ROS) menimbulkan kerusakan mitokondria
mtDNA dan kompleks protein jaringan koklea sehingga terjadi disfungsi
pendengaran.
4. Gangguan Transduksi Sinyal
Ujung sel rambut organ Corti berperan terhadap transduksi mekanik, merubah
stimulus mekanik menjadi sinyal elektrokimia Gen famili cadherin 23 (Cdh23) dan
protocadherin 15 (PCdh 15) diidentifikasi sebagai penyusun ujung sel rambut koklea
yang berinteraksi untuk transduksi mekanoelektrikal. Terkadinya mutasi menimulkan
defek dalam interaksi molekul ini dan menyebabkan gangguan pendengaran.

6. GEJALA KLINIS

33
Pada presbikusis sensorius yang ditandai dengan gangguan pendengaran nada
tinggi bilateral, simetris, dan dari penilaian audiometri terjadi penaikan ambang nada
murni yang tiba-tiba dan dimulai sejak usia pertengahan. Pembedaan kata-kata
berkaitan langsung dengan pendengaran nada tinggi.
Pada presbikusis neuralis terjadi penurunan fungsi pembedaan kata-kata yang
berat. Penurunan fungsi pembedaan ini lebih berat dari batas audiometri nada murni.
Meskipun presbikusis neuralis dapat terjadi pada semua usia, gejala klinis baru akan
timbul setelah jumlah saraf yang terlibat turun sampai tingkat kritis. Pada audiogram
akan ditemukan penurunan fungsi pendengaran dengan berbagai jenis.
Pada audiometri strial presbikusis ditemukan grafik datar pada nada murni dan
fungsi pembedaan kata-kata yang baik. Degradasi strial ini terjadi pada usia
pertengahan. Pada presbikusus konduktif penurunan fungsi pembeda kata-kata akan
berkurang seiring dengan besarnya pure tone loss.

7. DIAGNOSIS PRESBIKUSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan audiometri.
Hal yang ditanyakan pada anamnesis adalah riwayat penyakit yang dapat
menyebabkan gangguan dengar sensorineural. Gejala klinis bervariasi, biasanya
penderita akan mengalami kesulitan untuk mengerti pembicaraan yang dikatakan
secara cepat, kata-kata yang tidak familiar atau kompleks, serta pembicaraan pada
suasana yang bising. Pemeriksaan klinis pemeriksaan otoskopi untuk menilai external
acustic canal dan tympanic membrane, tidak ditemukan adanya kelainan. Pada
pemeriksaan audiometri nada murni biasanya ditemukan hasil yang khas yaitu suatu
tuli sensorineural, bilateral, simetris dengan konfigurasi tergantung tipe
presbikusisnya

8. KLASIFIKASI

34
Schuknect membagi presbikusis menjadi empat tipe berdasarkan kelainan
histopatologi dan hasil audiometri yaitu sensorik (outter hair cell), neural (ganglion-
cell), metabolik (strial arophy) dan mekanik (stiffness of basilar membrane).
Tabel 2.1 Klasifikasi tuli saraf pada geriatric (Presbikusis)

Jenis Patologi
1. Sensorik Lesi terbatas pada koklea. Atrofi organ Corti, jumlah
sel-sel rambut dan sel-sel penunjang berkurang.
2. Neural Sel-sel neuron pada koklea dan jaras auditorik
berkurang.
3. Metabolik Atrofi stria vaskularis. Potensial mikrofonik menurun.
(strial presbycusis) Fungsi sel dan keseimbangan bio-kimia/ bioelektrik
koklea berkurang.
4. Mekanik Terjadi perubahan gerakan mekanis duktus koklearis.
(Cochlear presbycusis) Atrofi ligamentum spiralis. Membrane basilaris lebih
kaku.

a. Presbikusis tipe sensoris


Pada keadaan ini penurunan pendengaran terjadi pada awalnya di
frekuensi tinggi dan bersifat bilateral simetris sehingga frekuensi percakapan
tidak terganggu. Skor diskriminasi bicara pada awalnya cukup baik.
Kemudian ambang dengar secara kontinyu menurun terus yang akhirnya
mengenai frekuensi rendah sehingga mengakibatkan kesulitan komunikasi
karena adanya kesulitan membedakan konsonan. Proses ini berjalan progresif
dalam kurun waktu yang lama.
Secara histologis ditemukan degenerasi atau atrofi organ korti pada
daerah basiler kemudian berjalan progresif kearah apikal tetapi hanya terbatas
sepanjang kurang lebih 1155 mm dari basal sehingga tidak mempengaruhi
pendengaran pada frekuensi bicara. Sehingga ciri khas dari tipe ini adalah
turunnya pendengaran secara tiba-tiba pada frekuensi tinggi (slooping). Pada
akhirnya sel rambut akan menghilang dan terjadi atrofi sel penyokong,

35
akibatnya sel sensori organ korti menjadi suatu massa yang undifferentiated
sepanjang membrane basalis pada ujung basal kokhlea.
Kehilangan sel penyokong mengakibatkan pula kerusakan serabut aferen
yang memepersarafi bagian basiler. Kerusakan neuron ini akibat dari
kerusakan ujung saraf aferen dan disebut degenerasi neural sekunder.

Gambar 10. Presbikusis Tipe Sensorik

b. Presbikusis Tipe Neural


Keluhan utama tipe ini adalah sulit mengartikan. Mengikuti pembicaraan.
Pada audiometri tampak penurunan pendengaran sedang yang hampir sama
untuk seluruh frekuensi. Berkurangnya skor diskriminasi bicara dengan
ambang dengar nada murni yang stabil disebut phonemic regression. Secara
histologis tampak atrofi sel ganglion spiralis dan organ korti, kehilangan
neuron tampak pada seluruh kokhlea terutama daerah basiler tetapi sangat
sedikit, sehingga tidak terlihat adanya penurunan pendengaran pada frekuensi
tinggi. Bila daerah apical juga terkena, maka frekuensi pembicaraan sangat
terhambat.

36
Gambar 11. Presbikusis Tipe Neural10

Pada presbikusis neural, terjadi pula kehilangan neuron secara umum


yang berupa perubahan SSP yang difus dan berhubungan dengan defisiti lain
seperti kelemahan, penurunan perhatian, dan penurunan konsentrasi.
Schuknect memperkirakan dari 35.000 total neuron terjadi kehilangan sebesar
2.100 neuron. Kehilangan neuron ini mulai terjadi pada usia muda yang
kemungkinan diturunkan secara genetik. Efek dari kehilangan neuron tidak
akan disadari oleh pasien karena baru akan memberikan gejala jika 90%
neuron tersebut sudah menghilang pada usia tua.
c. Presbikusis tipe strial/ metabolik
Pada audiometri tampak penurunan pendengaran dengan gambaran flat
(mendatar) pada seluruh frekuensi (dapat dimulai dari frekuensi rendah)
karena melibatkan seluruh daerah kokhlea dan diskriminasi bicara
dipertahankan dengan baik sampai batas minimum pendengaran melebihi 50
dB. Secara histologis pada kokhlea terlihat atrofi di daerah stria vaskularis.
Stria vaskularis berfungsi untuk keseimbangan kimia dan bioelektrik serta
metabolik pada kohlea. Selain itu juga tampak adanya degenerasi kistik dari
elemen stria dan atrofi ligament spiralis. Proses ini berjalan sangat lambat dan
diturunkan secara genetik. Pasien dengan penyakit kardiovaskular (heart

37
attack, klaudikatio intermitten, stroke) dapat mengalami presbikusis tipe ini,
dan gejala lebih nyata pada pasien jenis kelamin perempuan.

Gambar 12. Presbikusis tipe


Metabolik

d. Presbikusis tipe konduksi kokhlear/ mekanikal


Pada tipe ini terjadi penebalan dan pengerasan membrane basalis kokhlea
sehingga mengakibatkan gangguan pergerakan atau mobilitasnya. Gambaran
audiogram menunjukkan penurunan pendengaran dengan pola menurun pada
frekuensi tinggi secara lurus (ski sloop) disertai penurunan skor diskriminasi
bicara.
Penurunan perfusi pada kokhlea berhubungan dengan bertambahnya
umur yang mengakibatkan formasi dari metabolit oksigen reaktif memberikan
efek pada struktural neural telinga dalam menyebabkan terjadinya apoptosis
sel di daerah telinga dalam dan atrofi ligamentum spiralis sehingga membran
basalis lebih kaku.

38
Gambar 13. Presbikusis tipe Mekanik

9. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan presbikusis adalah untuk memperbaiki kemampuan
pendengarannya dengan menggunakan alat bantu dengar sehingga pasien dapat
berkomunikasi dengan lingkungan karena presbikusis merupakan gangguan dengar
tipe sensorineural sehingga tidak dapat disembuhkan. Alat bantu dengar berfungsi
untuk membantu penggunaan sisa pendengaran yang masih berfungsi untuk
berkomunikasi dengan cara mengamplifikasi bunyi sekitar. Alat bantu dengar baru
diperlukan bila penurunan pendengaran lebih dari 40 dB namun penelitian
menunjukkan hasil yang lebih baik pada penderita gangguan dengar dengan
pendengaran lebih baik dari 30dB - 40dB. Selain itu dapat juga digunakan assistive
listening devices, alat ini merupakan amplifikasi sederhana yang mengirimkan sinyal
pada ruangan menggunakan headset.
Tidak semua penderita presbikusis dapat diatasi dengan baik menggunakan alat
bantu dengar terutama pada presbikusis tipe neural. Pada keadaan dimana tidak dapat
diatasi dengan alat bantu dengar, penderita merasa adanya gangguan dari fungsi
sehari-hari. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dicoba dengan cara latihan
mendengar (auditory training) atau lip reading.

39
Penderita yang mengalami perubahan kokhlear tetapi ganglia spiralis dan jaras
sentral masih baik dapat digunakan kokhlear implant. Rehabilitasi perlu sesegera
mungkin untuk memperbaiki komunikasi. Hal ini akan memberikan kekuatan mental
karena sering orang tua dengan gangguan dengar dianggap menderita senilitas, yaitu
suatu hal yang biasa terjadi pada orang tua dan dianggap tidak perlu diperhatikan.
Rehabilitasi pada penderita presbikusis membutuhkan waktu dan kesabaran.
Dibutuhkan gabungan dari ahli THT, audiologi, neurologi, dan psikologi untuk
menangani penderita ini.
a. Teknik Lip Reading
Teknik Lip Reading adalah melihat bibir seseorang ketika berbicara kata yang
normalnya dapat didengar. Teknik ini bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan seseorang dalam mendengar apa yang dibicarakan orang lain
melalui membaca bibir, teknik ini merupakan bagian dari rehabilitasi. Hal-hal
yang perlu diperhatikan yaitu dilakukan oleh seseorang yang masih memiliki
kognitif dan penglihatan yang baik, karena teknik ini tidak dapat dilakukan pada
kamar gelap. Lip Reading melibatkan membaca beberapa bentuk bibir, dapat
medengar suara meskipun sedikit, mengenali dan menginterpretasikan ekspresi
wajah, bahasa tubuh, dan gerak tubuh. Cara melakukan teknik Lip Reading
dilakukan dengan lingkungan yang tenang, duduk secara berhadapan, berbicara
dengan jelas, suara dan intonasi tepat, tidak terlalu kencang juga tidak terlalu
keras dan menggunakan kalimat sederhana.
b. Alat Bantu Dengar
Pemasangan alat bantu dengar merupakan salah satu bagian yang penting
dalam penatalaksanaan gangguan dengar pada presbikusis agar dapat
memanfaatkan sisa pendengaran semaksimal mungkin. Fungsi utamanya adalah
untuk memperkuat (amplifikasi) bunyi sekitar sehingga dapat: Mendengar
percakapan untuk berkomunikasi, mengatur nada dan volume suaranya sendiri,
Mendengar dan menyadari adanya tanda bahaya, Mengetahui kejadian
sekelilingnya, dan Mengenal lingkungan. 11,12 Yang terpenting adalah bunyi untuk

40
berkomunikasi antar manusia sehingga alat ini harus dapat menyaring dan
memperjelas suara percakapan manusia yang berkisar antara 30-60 dB pada
frekuensi 500-2000 Hz. Alat bantu dengar terdiri dari mikrofon (penerima suara),
amplifier (pengeras suara), receiver (penerus suara), cetakan telinga/ear mold
(menyumbat liang telinga dan pengarah suara ke telinga tengah).
c. Implan koklea
Merupakan alat yang dapat mengganti fungsi dari koklea untuk dapat
meningkatkan kemampuan mendengarkan berkomunikasi pada pasien dengan
tuli saraf berat dan total bilateral. Namun pemasangan alat ini kontraindikasi
pada pasien dengan tuli saraf pusat (tuli sentral), proses penulangan koklea, dan
tidak berkembangnya koklea.

10. EPIDEMIOLOGI
Presbikusis di seluruh dunia umumnya terjadi pada masyarakat di atas umur 65
tahun dengan persentase sekitar 40%. Pada penelitian yang dilakukan oleh Weinstein
menyebutkan bahwa prevalensi gangguan pendengaran pada pasien usia lanjut yang
berusia 60 tahun berkisar 16%, 70-79 tahun sebesar 70%, usia 80-90 tahun sebesar
92%, dan usia lebih dari 90 tahun hampir 100%. Menurut WHO pada tahun 2005
terdapat 1,2 milyar orang yang berusia lebih dari 60 tahun dan dari jumlah tersebut
60% diantaranya tinggal di negara berkembang. Berdasarkan Survei Kesehatan
Indera Penglihatan-Pendengaran yang dilakukan di 7 provinsi di Indonesia pada
tahun 1994-1996, ditemukan presbikusis sebanyak 6,7%. Di Indonesia jumlah
penduduk yang berusia lebih dari 60 tahun pada tahun 2005 diperkirakan mencapai
19,9 juta atau 8,48% dari jumlah populasi.

11. BIOETOKA HUMANIORA

41
a. Medical Indication: Dokter diharapkan mampu menegakkan diagnosis
presbikusis pada pasien melalui anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang yang diperlukan. Hal tersebut sesuai dengan KDM
Beneficence
b. Quality of Life : Dokter diharapkan mampu menilai prognosis pasien tersebut,
hal tersebut sesuai dengan KDM Nonmaleficence
c. Patient Preferences : Dokter diharapkan mampu menghargai hak-hak pasien.
Hal tersebut sesuai dengan KDM Autonomi
d. Contextual Features : Dokter diharapkan memahami keragaman social budaya
pasien serta kepercayaan pasien yang dapat mempengaruhi keputusan pasien.
Hal tersebut sesuai dengan KDM Justice

12. PROGNOSIS
Pasien dengan presbikusis tidak dapat disembuhkan, semakin lama akan semakin
menurun fungsi pendengarannya. Penurunan fungsi dengar terjadi secara lambat,
sehingga pasien masih dapat menggunakan fungsi pendengaran yang ada. Sehingga
prognosis quo ad vitam adalah ad bonam, sedangkan quo ad fungsionam adalah dubia
ad malam. Pasien presbikusis perlu diingatkan mengenai faktor risiko yang dapat
memperburuk keadaanya, seperti penyakit hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit
metabolik.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Moore, K. L., Dalley, A. F., & Agur, A. M. (2014). Chapter 7 Head : Ear. In Moore
Clinically Oriented Anatomy (7th ed.). United States of America: Wolters Kluwer
Lippincots Williams and Wilkins.

2. Adams, George L. 2014. Boies: buku ajar penyakit THT (Boies fundamentals of
otolaryngology). Edisi ke-6. Jakarta: EGC.

3. Levine S. Audiologi. Dalam : BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC;1997; 46-74.

4. Snell Richard S. Anatomi Telinga in Anatomi Klinik, Ed 6, EGC 2006, hal : 782 –
792.

5. Junqueira LZ, Carneiro J. Histologi Dasar Teks&Atlas. Edisi 10. Jakarta: EGC. 2007.
Hal 465–70.

6. Guyton CA, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2012. Hal 681-92.
7. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher Edisi
Ketujuh. 2012. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

43

Anda mungkin juga menyukai