Anda di halaman 1dari 107

AUTOIMUNITAS DAN

PENYAKIT AUTOIMUN
RESPONS IMUN TERHADAP AUTOANTIGEN

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

SASARAN BELAJAR
1. Membedakan fenomena autoimunitas dengan
2.
3.
4.

5.
6.

penyakit autoimun
Menjelaskan patogenesis penyakit autoimun
dengan beberapa teori
Menjelaskan klasifikasi penyakit autoimun
Menjelaskan hubungan penyakit autoimun
dengan fenomena autoimun yang menyebabkan
kerusakan jaringan.
Memahami patogenesis beberapa penyakit
autoimun yang lazim
Memahami hubungan fenomena toleransi
imunologik dengan fenomena autoimunitas

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

AUTOIMUNITAS

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

PENYAKIT
AUTOIMUN

AUTOIMUNITAS
dianggap sebagai
bagian inheren dari
sistem imunitas.

6 November 2014

PENYAKIT
AUTOIMUN
dinyatakan
sebagai kulminasi
dari suatu proses
patologik.

Subowo: Imunologi klinik

AUTOIMUNITAS
Anggapan bahwa autoimunitas
merupakan bagian inheren dari
sistem imun mendapat dukungan
dari bukti-bukti bahwa tidak semua
autoantibodi bersifat patogenik,
sebab hanya sebagian dari autoantibodi yang menyebabkan
kerusakan. Untuk menjadi
patogenik, antibodi harus memiliki
sifat-sifat fisik dan struktural yang
khas.

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

Untuk mengatasi berbagai keraguan,


diperlukan pembedaan yang tegas antara
respons autoimun dan penyakit autoimun.
Istilah respons autoimun mengacu kepada
kondisi dapat ditunjukkan adanya antibodi
kepada antigen diri (autoantigen) atau
reaktivitas limfosit T yang disensitisasi
terhadap antigen diri.
Respons autoimun dapat atau tidak berkaitan
dengan suatu penyakit autoimun.
Penyakit autoimun merupakan sekelompok
penyakit yang biasanya kurang jelas
patogenesisnya, karena disertai suatu
manifestasi fenomena autoimunitas.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

Penyakit autoimun
Walaupun pada penyakit autoimun
ter-dapat dugaan bahwa kerusakan
jaringan yang menyertainya
disebabkan oleh respons autoimun,
namun belum dipastikan bahwa
fenomena autoimun merupakan
penyebabnya, sebagai akibat, atau
hanya merupakan temuan
autoimunitas yang berbarengan
dalam penyakit autoimun.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

Penyakit autoimun

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

Penyakit Autoimun
sistemik
1. Systemic Lupus Erythematosus

(SLE)
2. Rheumatoid Arthritis (RA)
3. Ankylosing spondylitis (AS)
4. SjOgren 'syndrome (SS)
5. Polymyositis/Dermatomyositis

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

PENYAKIT AUTOIMUN KHAS ORGAN

1. Autoimune Hemolytic Anemia (AHA)


2. Thyroiditis Hashimoto (TH)
3. Diabetes mellitus (DM)
4. Penyakit Auto-imun Susunan Saraf

Pusat
5. Myasthenia Gravis (MG)
6. Penyakit Autoimun Saluran
Pencernaan
7. Penyakit Autoimun pada Kulit
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

10

KONFIGURASI ASING

TOLERANSI

RESPONS IMUN

(ASPESIFIK) ALAMI

HUMORAL

6 November 2014

ADAPTIF (SPESIFIK)

SELULAR
HUMORAL
EFEKTOR

11

SELULAR

Subowo: Imunologi klinik

Toleransi imunologik adalah


ketidak-mampuan sistem untuk
melangsungkan respons imun
selular maupun humoral yang
diperoleh seseorang terhadap
determinan antigenik atau epitop
yang pada orang lain dapat
membangkitkan respons imun.
Toleransi imunologik bersifat
spesifik.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

12

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

13

TOLERANSI TERHADAP ANTIGEN DIRI


MENGUNTUNGKAN TUBUH.
Gangguan pada kemampuan tubuh ini
akan merugikan, karena akan dapat
menimbulkan penyakit autoimun.

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

14

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

15

Auto-antibody alami
Spesifisitas ikatan auto-antibodi alami selalu

ditujukan kepada molekul-molekul dalam


tubuh yang sangat dilestarikan dalam alam,
di antaranya terhadap: oksidase xantin,
cytochrome c, transferin, asam nukleat dan
filamen-filamen dalam sitoplasma.
Biasanya auto-antibodi alami berbentuk
sebagai IgM dan mempunyai afinitas sangat
rendah terhadap auto-antigen
tidak
merugikan.
Di samping itu sering dapat bereaksi silang,
bahkan dengan antigen ataupun hapten yang
berasal dari bahan organik.
16

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

Fungsi Natural auto-antibody


1. Membuang auto-antigen yang telah

hancur ataupun menua,


2. Sebagai pendahulu dari antibodi
terhadap antigen luar, dengan
kemampuan bereaksi silang dengan
antigen asing yang merupakan
permulaan yang menguntungkan.
3. Mencegah autoimunitas yang merugikan
dengan cara "membutakan" sistem
imun terhadap epitop lingkungan yang
bereaksi silang dengan auto-antigen. 17

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

AUTO-ANTIBODI TERHADAP
IDIOTIPE DAN IMUNOGLOBULIN
Sebuah auto-antibodi seperti halnya

molekul antibodi lainnya, mempunyai


marka idiotipe yang bersifat pribadi
ataupun umum.
Idiotipe pribadi hanya dimiliki oleh setiap
antibo-di sehingga dapat menunjukkan
keanekara-gaman populasi auto-antibodi
tersebut. Hal ini telah didemonstrasikan
dalam faktor rematik dari serum penderita
artritis rematika dan penderita
makroglobulinemia.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

18

Idiotop-2

Idiotop-1
Ag

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

19

Auto-antibodi Patogenik
1. Pada umumnya auto-antibodi dengan

spesifisitas tertentu mempunyai keterkaitan


dengan penyakit yang sedang diderita (misalnya
antibodi anti-sel pulau Langerhans pada
penderita diabetes).
2. Tetapi adanya korelasi demikian tidak berarti
bahwa auto-antibodi bersangkutan merupakan
penyebab penyakitnya.
3. Untuk mengetahui apakah antibodi tersebut
merupakan penyebab kerusakan pada penyakit
auto-imun, terdapat 5 macam metode yang
dapat diterapkan:
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

20

5 macam metode yang dapat


diterapkan: (1)
1. yang diduga sebagai auto-antibodi

disuntikkan pada subjek normal (hewan),


apabila terjadi kerusakan pada jaringan
subjek seperti pada penderita, maka
antibodi tersebut merupakan penyebab
penyakit,
2. apabila auto-antigen murni yang relevan
diimunisasikan pada hewan coba terjadi
kerusakan jaringan, maka antibodi yang
terbentuk merupakan penyebab
kerusakan,
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

21

5 macam metode yang dapat


diterapkan: (2)
3. melakukan kerusakan jaringan in vitro

dengan auto-antibodi penderita,


4. isolasi auto-antibodi yang diperoleh dari
kerusakan jaringan yang khas dari
penderita,
5. adanya korelasi kadar auto-antibodi
dengan tingkat aktivitas penyakit.

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

22

PATOGENESIS PENYAKIT
AUTOlMUN

Telah diidentifikasi paling sedikit ada 5

mekanisme (patogenesis) terjadinya


penyakit oleh auto-antibodi yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.

lisis sel sasarannya dengan komplemen,


opsonisasi,
pembentukan kompleks imun,
blokade reseptor untuk ligan dan
stimulasi reseptor permukaan sel.

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

23

Teori Patogenesis
Autoimunitas
Teori Klon Terlarang (Forbidden

clone theory)
Teori Antigen Terasing
(Squestered antigen theory)
Teori Defisiensi Imun
(Immunologic deficiency theory).

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

24

Teori Klon Terlarang (Forbidden clone


theory)
Teori ini didasarkan atas anggapan bahwa pada
keadaan biasa, apabila terjadi mutasi somatik dari
limfosit, antigen yang terdapat pada permukaan sel
limfosit mutan tersebut akan dikenal oleh sistem
imunnya sebagai hal yang asing. Dengan segera
mutan baru ini akan dihancurkan oleh limfosit dari
sistem imun sehingga tidak akan membawa efek
apa-apa terhadap tubuh.
Namun apabila kebetulan mutan tersebut tidak
memperagakan antigen yang dikenal asing oleh
sistem imun pada permukaan-nya, maka limfosit
mutan tersebut merupakan klon yang tidak
dikehendaki yang tetap hidup (forbidden clone).
Klon yang hidup ini bahkan akan mengenal sel
jaringan sendiri sebagai asing, sehingga terjadilah
respons imun terhadap sel jaringan tubuh sampai
6 November 2014
Subowo: Imunologi klinik
25
dapat menimbulkan kerusakan.

Bagan mekanisme perkembangan


autoimun berdasarkan teori klon
terlarang.

Klon terlarang

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

26

Teori Antigen Terasing


Teori ini didasarkan atas timbulnya fenomena toleransi
pada fetus. Menurut teori ini, semasa embrio, semua
jaringan yang dipaparkan kepada sistem imun akan dikenal
sebagai "dirinya". Apabila pada masa embrio tersebut
terdapat sel atau jaringan yang tidak sempat dipaparkan
kepada sistem imun, misalnya secara anatomis dipisahkan
(sequestered) dari sistem imun, maka sel tersebut tidak
akan dikenal sebagai "dirinya"-nya. Jaringan semacam itu
misalnya: lensa mata, sistem saraf pusat, testes dan
kelenjar tiroid yang memiliki sawar (barrier) dengan
peredaran darah.
Apabila di kemudian hari, misalnya oleh sesuatu sebab,
organ-organ tersebut terpapar kepada sistem imun
(sawarnya rusak), maka akan dikenal asing, sehingga
timbullah respons imun. Kerusakan sawar pemisah
terhadap sistem imun tersebut
misalnya disebabkan oleh
6 November 2014
Subowo: Imunologi klinik
27
adanya infeksi atau luka.

Bagan Teori Antigen terasing. A. Kelenjar tiroid embrional,


tahap pengenalan antigen. B. Kelenjar tiroid dewasa, C.
antigen yang tadinya terasing (tersembunyi) sekarang
terpapar karena kerusakan sehingga limfosit mengenal
sebagai asing.

Antigen
terasing

Antigen tidak
terasing lagi

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

28

Teori Defisiensi Imun


Teori ini didasarkan atas kemunduran fungsi sistem

imun,
yang tidak pernah dikemukakan pada 2 teori yang
terdahulu.
Timbulnya gagasan ini berkaitan dengan kenyataan
adanya kenaikan insidensi penyakit autoimun pada
individu yang mengalami kemunduran sistem imun
atau imunodefisiensi yang juga dijumpai pada hewan
percobaan.
Adanya kerusakan jaringan pada penderita penyakit
autoimun, dijelaskan bahwa dengan adanya
defisiensi imun tersebut, mutasi pada sel-sel limfosit
tidak diikuti oleh lenyapnya mutan yang merupakan
klon terlarang tersebut, sehingga nantinya dapat
menyerang jaringan tubuh yang merupakan sel
6 November 2014
Subowo: Imunologi klinik
sasaran ataupun mikroba
yang menempel pada sel 29

Bagan "Teori defisiensi imun". A. Mutan limfosit


tetap hidup. B. Kerusakan jaringan melalui
mekanisme Reaksi Hipersensitivitas Tipe II, III,
dan IV.

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

30

Penyakit Imun yang bukan Penyakit


Autoimun
Imunisasi dengan virus, bakteria, parasit, obatobatan, bahan-bahan kimiawi industri dan
antigen lingkungan lainnya dapat menyebabkan
kerusakan jaringan oleh antibodi yang terbentuk
ataupun limfosit T yang teraktifkan.
Dalam hal ini spesifisitas antibodi atau limfosit T
adalah terhadap imunogen eksogen, bukan
terhadap imunogen diri.
Kerusakan jaringan bukan karena autoimunitas

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

31

CONTOH
Vaskulitis pada penderita hepatitis oleh virus
hepatitis B dapat disebabkan oleh adanya
pembentukan kompleks imun yang terdiri atas
antibodi anti-virus dengan antigen permukaan
virus (HBsAg) yang menempel pada dinding
pembuluh darah.
Anemia hemolitika yang kadang-kadang terjadi
pada pengobatan dengan penicillin, kerusakan
dapat disebab-kan oleh pembentukan antibodi
anti-penicillin yang selanjutnya akan mengikat
antigen penicillin yang terdapat pada permukaan
eritrosit membentuk kompleks imun. Dalam hal
ini eritrosit yang mengalami lisis karena aktivasi
komplemen, berlakon sebagai "pendamping naif"
32

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

Penyakit autoimun karena


obat
obat-obat tertentu lainnya seperti methyldopa, procainamid dan hydralizine,
akan dapat membangkitkan penyakit
autoimun.
Sekitar 10% penderita yang diobati
dengan -methyldopa dengan jelas
menunjukkan adanya auto-antibodi antieritrosit dan sekitar 10% dari mereka
menderita anemia hemolitika
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

33

Anemia hemolitika karena obat

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

34

Penyakit
Autoimun
sistemik

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

35

Systemic Lupus Erythematosus


(SLE)-1
Gambaran klinik penyakit SLE sangat beraneka
ragam, sehingga lebih merupakan kumpulan
sindrom daripada gambaran klinik penyakit yang
khas.
Pada beberapa kasus, manifestasi penyakit
tersebut sangat parah, bahkan dapat
menyebabkan kematian walaupun diobati secara
intensif, sedang pada fihak lain gambaran klinik
penyakit tersebut dapat sangat ringan.
Aktivitas penyakit tersebut berfluktuasi: dalam
periode tenang yang lama dapat dengan tiba-tiba
terjadi letupan gejala yang nyata. Biasanya
kerusakan pada serangan tadi merupakan
36
ulangan dari serangan pada periode serangan

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

Systemic Lupus Erythematosus


(SLE)-2
Manifestasi dasar dari SLE yaitu: artritis, rash dan
glomerulonefritis.
Komplikasi umum yang menyertai biasanya
trombosito-penia, anemia hemolitika dan
keterlibatan sistem saraf pusat.
Sekitar 90% dari penderita terdiri dari wanita
muda berumur sekitar 29 tahun. Perbedaan
prevalensi antara kedua jenis kelamin tidak
tampak sebelum pubertas dan sesudah
menopause. Hal ini mencerminkan bahwa hormon
(estrogen) cukup berpengaruh terhadap
perkembangan SLE.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

37

Systemic Lupus Erythematosus


(SLE)-3
Dalam serum penderita SLE dapat diketemukan
beraneka ragam auto-antibodi mulai dari antibodi
terhadap antigen komponen inti sel (DNA, histon,
rRNA), sentromer sampai komponen dalam
sitoplasma sel.
Ciri khas dari auto-antibodi pada penderita SLE
yaitu anti-DNA, khususnya terhadap dsDNA
(double stranded DNA). Marka lain yaitu antibodi
anti-Sm yang mengikat ribonucleoprotein yang
banyak mangandung protein. Hampir 35 % dari
serum penderita lupus mengandung antibodi
anti-Sm.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

38

Systemic Lupus Erythematosus


(SLE)-4
Sebelum timbulnya gejala glomerulonefritis, seringkali dalam
serum penderita terjadi peningkatan kadar antibodi IgG antiDNA khususnya IgGI dan IgG3 yang merupakan subkelas
yang paling mudah meng-ikat komplemen.
Antibodi tersebut membentuk kompleks imun dengan
molekul DNA yang berasal dari sel yang telah rusak atau sel
yang menua. Biasanya molekul kompleks imun ini berukuran
sedang, sehingga mudah diendapkan pada membran
glomerulus ginjal, batas epidermis di kulit dan pada plexus
choroideus dalam otak. Konsentrasi antibodi yang terdapat
pada glomerulus dapat 1000 kali lebih pekat daripada yang
beredar dalam darah.
Adanya penimbunan kompleks imun ini dapat mengaktifkan
komplemen sehingga mengakibatkan reaksi radang.
Penggunaan komplemen pada endapan kompleks imun
tersebut menyebabkan penurunan
reaktivitas komplemen 39
6 November 2014
Subowo: Imunologi klinik
dalam serum.

Systemic Lupus Erythematosus


(SLE)-5
Patogenesis

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

40

Rheumatoid Arthritis
(RA)

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

41

Rheumatoid Arthritis (RA)-1


Penyakit RA juga melibatkan banyak organ
dengan disertai vaskulitis.
Penyakit RA merupakan penyakit khronik yang
merupakan anggota kelompok "Rheumatoid
diseases" yang meliputi penyakit: Rheumatoid
arthritis, SLE, Sjogren's Syndrome, Scleroderma,
Mixed Connective tissue disease,
dermatomyositis, polymyositis, Reiter's syndrome
dan Behcet's deseases.
Manifestasi pokok pada penyakit RA yaitu adanya
radang sendi yang biasanya mengenai banyak
sendi (polyarthritis) secara bersama-sama atau
bergantian.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

42

Rheumatoid Arthritis (RA)-2


Persendian mengalami kerusakan
sehingga mengakibatkan deformitas.
Penyebab kerusakan sendi sebenarnya
tidak diketahui, demikian pula reaksi
radang dalam sinovium belum diketahui
secara jelas penyebab dan mekanismenya.
Sebagai akibat adanya radang tersebut
diduga menyebabkan kerusakan pembuluh
darah kecil sehingga berkumpullah limfosit
dan monosit di celah-celah jaringan sekitar
pembuluh darah.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

43

Rheumatoid Arthritis (RA)-3


Pada kerusakan awal oleh radang tersebut
diketemukan sebagian besar adanya limfosit dari
subpopulasi set TH dengan CD4. Selain itu tampak
proliferasi sel-sel sinovial yang mirip sel makrofag
dan sel dendritik dengan disertai ekspresi antigen
MHC kelasi II yang sangat padat.
Radang sendi pada RA, sebagai hasil dari
interaksi yang rumit antara sel-sel sinovial
dengan berbagai unsur selular lain (beserta
produk humoralnya) yang berasal dari darah yang
menginfiltrasi lapisan sinovial.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

44

Rheumatoid Arthritis (RA)-4


Keadaan ini akan mengaktifkan sel-sel T untuk
mengekspresikan antigen MHC yang pada
gilirannya akan mendorong sel-sel B yang ada
dalam infiltrasi itu untuk menghasilkan
imunoglobulin.
Walaupun demikian belum diketahui spesifisitas
dari antibodi yang dibuat setempat tersebut,
tetapi sebagian adalah RF (antibodi anti Ig) yang
berbentuk IgG yang akan mengikat molekul IgG
lainnya untuk membentuk kompleks imun dalam
sendi.
RF atau Rheumatoid Factor adalah auto-antibodi
anti-Fc yang dapat berbentuk IgM, IgG atau IgA. 45

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

Rheumatoid Arthritis (RA)-5


Kompleks imun yang terbentuk akan
mengaktifkan komplemen sehingga
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah
dan infiltrasi sel-sel radang termasuk sel-sel
netrofil.
Sementara ini sendi penderita membengkak,
panas dengan disertai rasa sakit. Sel-sel netrofil
dan sel-sel fagositik sinovial terangsang setelah
menelan kompleks imun, untuk melepaskan
berbagai enzim protease, radikal oksigen bebas
dan metabolit arakhidonik seperti:
prostaglandin, tromboksan dan lekotrien.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

46

Rheumatoid Arthritis (RA)-6


Berbagai produk sel-sel sinovial ini akan
merusak serabut kolagen dan matriks kartilago
sendi yang terlibat.
Sel makrofag juga diaktifkan oleh -IFN yang
dihasilkan oleh sel T yang teraktifkan. Sel
makrofag yang teraktifkan tersebut akan
menghasilkan IL-1 yang pada gilirannya akan
merangsang sel-sel dendritik sinovial dan
khondrosit untuk berproliferasi.
Aktivator tersebut akan mengaktifkan
plasminogen yang masuk daerah radang untuk
berubah menjadi plasmin yang pada gilirannya
akan mengaktifkan kolagenase yang masih
47
dalam bentuk laten.

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

Rheumatoid Arthritis (RA)-7


Sedang protease dari lisosom akan
menghancurkan proteoglikan dan kolagen yang
membentuk matriks kartilago, ligamen dan tendo
dari sendi bersangkutan.
Demikianlah infiltrat radang awal akan
merangsang proliferasi sel-sel sinovium sehingga
membentuk granuloma yang pada gilirannya
akan merongrong kartilago dan unsur-ansur lain
dari sendi yang terlibat. Di antara tahap-tahap
peristiwa yang rumit tersebut belum seluruhnya
dikukuhkan oleh fakta
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

48

Rheumatoid Arthritis (RA)-8

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

49

Ankylosing
spondylitis (AS)

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

50

Ankylosing spondylitis (AS)1


Ankylosing Spondylitis merupakan kelainan
rematik yang bercirikan radang yang
menyerang sendi sakroiliaka dan sendisendi tulang belakang.
Maka keluhan yang sering dialami penderita
yaitu sakit pinggang, walaupun penyakit
tersebut dapat diawali dengan radang
persendian lain yang terletak di perifer
ataupun sebagai iridosiklitis akut yang
jarang dialami.
AS lebih banyak diderita oleh pria umur 20 40 tahun apabila dibandingkan dengan
penderita wanita.
51

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

Ankylosing spondylitis (AS)2


Patogenesis mendasar AS belum
diketahui.
Walaupun keberadaan sel-sel
mononuklear dan gambaran
histologik yang mirip RA dapat diduga
adanya keterlibatan mekanisme
imunologi, namun hal tersebut tidak
didu-kung oleh fakta yang kuat.
Tidak ada uji diagnostik imunologik
yang khas untuk penyakit ini.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

52

SjOgren syndrome
(SS)

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

53

SjOgren 'syndrome (SS)-1


Sjogren's syndrome (SS) dalam bentuk awal terdiri atas
gejala: keratoconjunctivitis sicca (mata kering) dan
xerostomia (mulut kering).
Sering pula SS terjadi pada penderita RA atau penyakit
jaringan pengikat lain seperti: scleroderma dan
polymyositis.
Selain gejala klinik tersebut di atas, pada SS selalu
diketemukan dengan jelas adanya reaktivitas
imunologik.
Dalam darah penderita dijumpai sel SLE, ANA, RF dan
pening-katan kadar imunoglobulin. Mungkin juga
diketemukan antibodi terhadap RNA, saluran kelenjar
ludah, otot polos, mitokhondria dan kelenjar tiroid.
Antibodi terhadap saluran kelenjar air mata lebih sering
diketemukan pada penderita SS dengan RA, daripada
penderita SS tanpa RA.
6 November 2014
Subowo: Imunologi klinik
54

SjOgren syndrome (SS)-2


Adanya hubungan antara penyakit SS dengan SLE
memberikan petunjuk bahwa pada penyakit SS
terjadi proses imunologik.
Dengan pengamatan melalui teknik
imunofluoresens dapat diketemukan infiltrasi selsel B, T, dan plasmasit dalam jaringan yang
terlibat pada penyakit SS.
Lagipula dapat ditunjukkan bahwa sejumlah IgM
dan IgG dihasilkan di tempat tersebut.
Kegiatan yang meningkat dari sel B mungkin
karena gangguan fungsi sel B atau gangguan dari
fungsi sel supresor.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

55

SjOgren syndrome (SS)-3


Abnormalitas humoral misalnya terdapat
hipergamaglobulinemia yang bersifat poliklonal.
Pada penderita SS sering dijumpai adanya
pertumbuhan limfoma yang belum diketahui
keterkaitannya. Penderita yang juga menderita
limfoma mengalami hipogamaglobulinemia yang
sangat parah sampai tidak dapat diketemukan
antibodi dalam serumnya.
Sekitar 90 % dari penderita mengandung RF
dalam serumnya dan sekitar 70 % memiliki ANA.
Sedangkan auto-antibodi anti-saluran kelenjar
ludah terdapat dalam 50 % serum penderita.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

56

Polymyositis /
Dermatomyositis

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

57

Polymyositis/Dermatomyositis (1)
Polymyositis adalah suatu penyakit dengan
kelainan autoimunitas dengan ciri-ciri patologi
adanya degenerasi dan radang dalam otot
kerangka.
Penyakit ini bermanifestasi sebagai kelemahan
otot-otot di bawah bahu dan panggul.
Dermatomyositis merupakan bentuk
polymyositis yang melibatkan kulit.
Penyakit ini tidak jelas etiologinya, meskipun
telah diketemukan adanya bukti-bukti
kerusakan otot kerangka melalui mekanisme
imun selular.
Hampir 20 % dari penderita penyakit ini
58
mengalami pertumbuhan keganasan terutama

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

Polymyositis/Dermatomyositis (2)

Walaupun kerusakan disebabkan oleh


lirnfosit T, di dalam darah
diketemukan juga adanya autoantibodi seperti: ANA, RF, dan
peningkatan kadar imunoglobulin
poliklonal.

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

59

Polymyositis/Dermatomyositis (3)

Mekanisme kerusakan otot kerangka


pada polymyositis oleh limfosit T.

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

60

Penyakit
Autoimun khas
organ

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

61

Autoimune
Hemolytic Anemia
(AHA)

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

62

Autoimune Hemolytic Anemia


(AHA)-1
Penyakit AHA merupakan penyakit anemia yang
heterogen dengan ciri-ciri adanya proses
hemolitik yang berkaitan dengan auto-antibodi
anti-eritrosit dalam serumnya.
Beberapa antibodi tersebut ada yang dapat:
mengaglutinasi eritrosit dan ada yang
melisis eritrosit dengan bantuan komplemen.

Maka AHA dipilah-pilah berdasarkan ciri fisik dari


antibodi yang terlibat, dalam 3 jenis AHA. (lihat
tabel)
Aktivasi auto-antibodi tersebut diuji pada
berbagai suhu.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

63

Autoimune Hemolytic Anemia


(AHA)-2
3 jenis AHA
ANTIBODI
Aktivitas

Kelas

Mengikat komplemen

Aglutinin
Panas: 37 C

IgG

Jarang

Aglutinin
Dingin 4 C

IgM

Jarang

Hemolisin
Dingin 4 C

IgG

Biasanya

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

64

Autoimune Hemolytic Anemia


(AHA)-3
Etiologi penyakit AHA belum jelas,
tetapi diduga adanya faktor luar
(obat, virus) yang berpengaruh
dengan mengubah struktur antigen
eritrosit hingga dikenal sebagai asing
oleh sistem imun.

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

65

Thyroiditis
Hashimoto (TH)

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

66

Thyroiditis Hashimoto (TH)- 1


Thyroiditis merupakan penyakit dengan berbagai kondisi
derajat kerusakan kelenjar tiroid yang disertai kumpulan
sel-sel radang.
Manifestasi penyakit tergantung pada derajat radang dan
waktu kelangsungannya dapat berbentuk akut, sub-akut
ataupun kronik.
Penyakit ini banyak menyerang wanita umur pertengahan
dan frekuensinya kira-kira 20 kali lipat lebih banyak dari
pada pria.
Manifestasi utama thyreoiditis yaitu adanya pembesaran
kelenjar tiroid; pada perkembangan lanjut disertai
penurunan produksi hormon tiroid, sehingga keadaan
hipotiroidisme ini memberikan berbagai jenis gejala,
terutama disebabkan oleh menurunnya metabolisme.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

67

Thyroiditis Hashimoto (TH) - 2


Kelenjar tiroid nampak jelas diinfiltrasi oleh sel-sel
dari populasi limfosit T CD4+ dan CD8+, sel
makrofag dan plasmasit.
Kumpulan limfosit ini membentuk folikel limfoid
sekunder dalam substansi kelenjar tiroid.
Dengan adanya infiltrasi tersebut kelenjar tiroid
mengadakan regenerasi, namun kelenjar tersehut
tidak mampu mengadakan regenerasi bahkan
kelenjar tiroid dapat mengalami kerusakan berat.
Fungsi kelenjar menurun yang dimanifestasikan
oleh timbulnya miksudem
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

68

Thyroiditis Hashimoto (TH) - 3


Patogenesis dan etiologi TH belum diketahui
dengan jelas.
Diduga sel-sel TH (CD4+) disensitisasi oleh autoantigen tiroid tertentu karena sebab-sebab yang
belum diketahui, atau pada orang-orang yang
secara genetik peka.
Sel-sel T auto-reaktif terhadap tiroid menjadi aktif
karena tidak adanya sel supresor spesifik. Sel-sel
T CD4+ mungkin rnembantu sel-sel B untuk
memproduksi auto-antibodi anti-tiroid.

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

69

Thyroiditis Hashimoto (TH) - 4


Serum penderita TH mengandung auto-antibodi:
anti-tiroglobulin.
anti-protein 107 kd yang spesifik terhadap auto-antigen
peroksidase tiroid dalam sitoplasma sel folikel.

Walaupun dikatakan bahwa tiroglobulin dan


peroksidase tersebut terasing dari sistem imun,
namun pada penderita TH pernah dibuktikan
bahwa auto-antigen tersebut terdapat pada
permukaan folikel tiroid.
Fakta tersebut dijelaskan dengan kemungkinan
adanya kerusakan dari kelenjar tiroid sehingga
autoantigen yang tadinya terasing akan terpapar.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

70

Thyroiditis Hashimoto (TH) - 5

Kerusakan folikel tiroid disebabkan oleh adanya


aktivisasi komplemen oleh kompleks imun yang
terbentuk dari reaksi IgG dengan autoantigen
tersebut.
Pernah ditunjukkan bahwa sel-sel T sitotoksik
yang ada dalam infiltrat dapat juga membunuh
tirosit (sel folikel) melalui mekanisme ADCC
(melalui antibodi).

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

71

Bagan kelenjar tiroid dengan proses


penglepasan hormon secara normal (atas) dan
proses kerusakan pada penyakit auto-imun
(bawah).

Gambar 4-9.

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

72

Penyakit Grave

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

73

Penyakit Grave
Penyakit Grave yang juga merupakan penyakit
autoimun menunjukkan manifestasi dengan
gejala utama hiperaktivitas kelenjar tiroid
(tirotoksikosis).
Penderita penyakit ini menghasilkan auto-antibodi
IgG anti-reseptor TSH (Thyroid stimulating
hormone).
Auto-antibodi tersebut akan merangsang reseptor
TSH seperti halnya apabila TSH yang dihasilkan
oleh hipofise mengikat reseptor pada permukaan
sel-sel folikel sehingga dihasilkan hormon tiroid
secara berlebihan.
Kelenjar tiroid juga diinfiltrasi oleh sel-sel limfosit TH
74
+
CD4 yang diduga membantu sel B untuk memproduksi

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

Diabetes
mellitus (DM)

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

75

Diabetes mellitus (DM)-1


Diabetes Mellitus merupakan penyakit karena
adanya gangguan metabolisme glukosa.
Hiperglikemia yang ditimbulkan menyebabkan rasa
haus yang sangat sehingga produksi urine yang
berlebihan.
Ada dua bentuk dasar dari penyakit Diabetes
Mellitus ini:
DM tipe I yang tergantung insulin dan
DM tipe II yang resisten terhadap insulin.

Penderita DM Tipe I sangat tergantung akan


tambahan insulin dari luar agar metabolisme glukosa
dapat dipertahankan. Di Amerika Serikat (Rossin,
1985) DM menyerang sekitar 0,2 - 0,5% penduduk
dan puncaknya pada anak-anak berumur 11-12
tahun. Oleh karena itu DM Tipe 1 merupakan
penyakit
yang dapat Subowo:
mengakibatkan
kematian
6 November
2014
Imunologi klinik
76
apabila tidak diobati. Di samping itu banyak

Diabetes mellitus (DM)-2


DM Tipe I dapat dianggap sebagai penyakit
autoimun yang disertai dengan kerusakan sel
penghasil insulin di pankreas.
Gepts dalam tahun 1985 melaporkan kasus
seorang anak yang menderita juvenile diabetes
mati setelah menunjukkan gejala insulitis (radang
pada pulau Langerhans pancreas).
Pada pemeriksaan histologik diketemukan adanya
infiltrasi sel-sel mononuklear di dalam dan
disekitar pulau Langerhans.

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

77

Diabetes mellitus (DM)-3


Gambaran insulitis menunjukkan adanya peran
autoimunitas yang menyerang sel-sel penghasil insulin (sel
).
Bottazzo et al., (1985) menunjukkan secara detil adanya
keterlibatan autoimun dalam insulitis tersebut.
Infiltrasi limfosit ternyata sebagian besar dari populasi selsel T sitotoksik/supresor CD8+, di samping sel-sel NK dan
sel T helper CD4+.
Kebanyakan sel-sel tersebut teraktifkan karena adanya
ekspresi antigen HLA-DR dan reseptor IL-2.
diketemukan juga IgG dan C9.
Penemuan-penemuan tersebut menunjang bahwa:
respons autoimun humoral dan selular ikut terlibat
dalam DM Tipe I.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

78

Diabetes mellitus (DM)-4


Sekarang telah diketahui bahwa prevalensi ICA
(ICA = islet cells antibody) , khususnya pada
penderita diabetes tanpa penyakit autoimun lain,
terkait dengan lamanya penderitaan.
Pada awal diagnosis DM, ICA diketemukan pada
sekitar 70-85% kasus yang cenderung menurun
sampai ICA menghilang setelah setahun
kemudian.
ICA biasanya dalam bentuk IgG yang sebagian
besar dari sub-kelas IgG2 dan IgG4.
Hampir 70% dari ICA yang ditemukan pada awal
diagnosis mengikat komplemen yang akan
menurun dengan berjalannya penyakit.
79

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

Diabetes mellitus (DM)-5


Pada penderita DM Tipe I diketemukan autoantibodi dengan spesifisitas selain ICA yaitu :
anti-insulin (sebelum pengobatan dengan
insulin)
anti-asam nukleat,
anti-reseptor insulin.
Namun belum diketahui dengan jelas apakah
antibodi tersebut ada kaitannya dengan
kemungkinan penyebab DM oleh virus.

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

80

Diabetes mellitus (DM)-6


Riset mendalam pada 20 tahun terakhir ini (Notkins, 2007.)
telah mengungkapkan adanya autoantibodi terhadap 3
autoantigen utama dari pankreas penderita DM tipe 1 yang
baru didiagnosis.
Autoantigen tersebut yaitu:
1) insulin yang diproduksi oleh sel (sel beta) dalam
pulau Langerhans pancreas,
2) sebuah enzim yang dinamakan GAD (glutamic acid
decarboxylase), dan
3) sebuah protein yang dinamakan IA-2 (Islet antigen-2).
Autoantigen IA-2 tersebut diungkapkan oleh kelompok
peneliti yang bekerja di National Instuitutes of Health (NIH)
di Amerika Serikat. Diungkapkan bahwa antigen tersebut
merupakan komponen-komponen kecil dari gelembunggelembung yang mengandung insulin yang berkumpul di
6 November
2014
Subowo: Imunologi klinik
81
sekitar
sel beta.

Diabetes mellitus (DM)-7


Para pakar tetap belum mengetahui apakah
autoantibodi yang mengikat potein autoantigen
tersebut berperan selama pembunuhan sel beta.
Tetapi mereka mengetahui berdasarkan data
yang diperoleh dari test yang sangat peka untuk
mendeteksi autoantibodi dalam upaya
menegakkan diagnosis DM tipe 1. Data dari
penderita DM tipe 1 tersebut diketahui bahwa
satu atau lebih jenis autoantibodi diketemukan
dalam 70 -90% penderita.
Kini laboratorium penelitian menggunakan test
tersebut dalam prosedur penegakan diagnosis
DM tipe 1 dan untuk membedakannya dengan
82
DM tipe 2.

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

Diabetes mellitus (DM)-8


Pengetahuan mekanisme autoimun selular pada
DM Tipe I didukung dari penemuan-penemuan
limfosit T baik pada manusia dan hewan
percobaan. Namun demikian masalah tersebut
belum dituntaskan.
Dukungan lain bahwa DM Tipe I merupakan
penyakit autoimun yaitu adanya keterkaitan
penyakit tersebut dengan HLA yang banyak
ditemukan pada penyakit autoimun lain yang
telah diakui. Baik HLA-DR3 dan HLA-DR4
mempunyai keterkaitan erat dengan DM Tipe I
pada orang-orang kaukasia, negro Amerika dan
Meksiko-Amerika.

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

83

Diabetes mellitus (DM)-9


DM tipe 2 biasanya dijumpai pada orang dewasa
yang beratnya berkelebihan serta patogenesisnya
bukan oleh adanya autoantibodi.
Tetapi sangat mengejutkan bahwa test
autoantibodi terasebut telah mengungkapkan
adanya autoantibodi dalam 5 % penderita yang
didiagnosis DM tipe 2.
Penemuan terakhir ini memberikan saran adanya
2 kemungkinan, yaitu kesalahan dalam
mengklasifikasi penderita DM atau penderita
tersebut mengidap kombinasi DM tipe 1 dan tipe
2.(lihat gambar berikut)
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

84

Kerusakan sel beta penghasil insulin


oleh sel T, serta ikatan auto-antibodi
anti-insulin.

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

85

Penyakit Autoimun Susunan


Saraf Pusat

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

86

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

87

Myasthenia Gravis
(MG)

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

88

Myasthenia Gravis (MG)-1


Myasthenia gravis merupakan penyakit yang
menye-rang mekanisme transmisi impuls
neromuskuler yang belum diketahui secara pasti
penyebabnya.
Penyakit ini cenderung menyerang orang-orang
muda umumnya para wanita.
Dugaan bahwa patogenesis penyakit ini
melibatkan sistem imun, didasarkan adanya
kenyataan bahwa umumnya dibarengi dengan
adanya timoma, hiper-plasia timus, autoantibodi atau penyakit-penyakit autoimun.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

89

Myasthenia Gravis (MG)-2


HAMBATAN TRANSMISI IMPULS
Belakangan ini diketahui bahwa:
antibodi anti-reseptor untuk asetilkolin yang
ada akan menghambat transmisi neromuskuler
apabila auto-antibodi tersebut mengikat
reseptor pada "motor endplate".
karena terjadinya peningkatan endositosis
reseptor oleh sel otot
di samping terjadinya kerusakan motor
endplate oleh aktivitas komplemen karena
terbentuknya kompleks imun.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

90

Myasthenia Gravis (MG)-3


Dengan adanya gangguan transmisi
neromuskuler tersebut maka:
penderita mengalami kelemahan pada otototot seran lintang, tidak saja pada otot-otot
kerangka, tetapi juga dapat menyerang otot
penggerak bola mata, otot-wajah dan otot
pengunyah, otot faring, sehingga individu
tersebut mengalami penderitaan sebagai
akibat kelemahan otot-otot bersangkutan.

Hampir pada 90% dari penderita MG


diketemu-kan antibodi anti-reseptor
asetilkolin dalam serumnya.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

91

PERSARAFAN MOTORIK OTOT SKELET

IMPULS SARAF

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

92

Penyakit
Autoimun Saluran
Pencernaan

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

93

Penyakit Autoimun Saluran


Pencernaan

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

94

Anemia Perniciosa
(AP)-1
Anemia Perniciosa
adalah penyakit kekurangan
darah dengan ciriciri:
radang selaput lendir lambung yang dapat
mengaki-batkan atrofi selaput lendirnya
sehingga tidak mampu menghasilkan asam
lambung, pepsin dan Faktor Intrinsik (FI).
Lebih dari 95 % penderita dengan kelainan ini
memiliki:
serum yang mengandung antibodi anti-sel
parietal atau anti-Fl.
Bahkan pernah diketemukan antibodi dalam
getah lambung
serta infiltrasi sel-sel limfoid dalam selaput
95
lendir usus.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

Anemia Perniciosa
(AP)-2
Untuk absorbsi Vitamin B diperlukan dalam
12

bentuk kompleks molekul dengan FI yang


dihasilkan oleh sel pariental.
Sedang auto-antibodi anti-FI secara spesifik
ditujukan kepada 2 epitop, sehingga dibedakan
antibodi Tipe I dan Tipe II.
Antibodi Tipe I apabila mengikat FI akan
menghalangi pembentukan kompleks, FI
dengan vit. BI2. Walaupun demikian kejadian
terakhir ini tetap mempersulit absorbsi vid B12
oleh selaput lendir.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

96

Penyakit Autoimun
pada Kulit

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

97

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

98

Pemphigus Vulgaris
(PV)-1

PV adalah penyakit kulit dengan lepuh-lepuh


kronik, yang ternyata penyakit ini dapat diderita
oleh berbagai suku bangsa ataupun kelompok
etnik.
PV pernah dilaporkan mempunyai kaitan dengan
penyakit-penyakit: "pemphigoid bollosa",
thymoma, myasthenia gravis dan SLE.
Kematian pada PV disebabkan adanya
abnormalitas cairan dan elektrolit, kaheksi, dan
sepsis, karena infeksi sekunder pada kulit yang
terkelupas.
Lepuh-lepuh pada kulit sebenarnya terbentuk
dalam epidermis
99

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

Pemphigus Vulgaris
(PV)-2
Untuk membedakan dengan pemphigoid bullosa perlu
diadakan pemeriksaan biopsi kulit dengan teknik
imunofluoresensi langsung dari kulit yang menderita lepuh.
Pada sediaan diketemukan timbunan IgG, komponen
komplemen (C1, C4, C3, properdin dan faktor B) terutama
dalam celah-celah antara sel-sel epidermis.
Bukti-bukti lain sangat mendukung dugaan bahwa lepuhlepuh terbentuk karena terlepasnya hubungan antar sel
epidermis, sehingga dapat disimpulkan bahwa antibodi-lah
yang bertanggung jawab pada pembentukan lepuh
tersebut.
Dengan diketemukan beberapa komponen komplemen,
beberapa peneliti menduga bahwa komplemen ikut
berperan juga
Untuk menegakkan diagnosis, pemeriksaan biopsi kulit juga
dibutuhkan pembuktian
adanya auto-antibodi terhadap 100
6 November 2014
Subowo: Imunologi klinik
substansi interselular epidermis.

Pemphigoid Bullosa (PB)-1


Penyakit PB merupakan penyakit
khronis yang menyerang orangorang setengah baya dan usia lanjut
dengan gejala lepuh-lepuh pada
daerah fleksor.
Lepuh-lepuhnya agak berbeda
dengan yang terdapat pada
Pemphigus vulgaris karena lebih kuat
dan tegang.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

101

Pemphigoid Bullosa (PB)-2


Pada pemeriksaan sediaan biopsi dengan
imunofluoresensi secara langsung
diketemukan sepanjang membrana
basalis kulit yang terben-tuk lepuh :
adanya timbunan Ig dari semua kelas dan
komponen komplemen C1q, C4, C3, C5,
properdin, faktor B.

Lepuh terbentuk oleh karena terlepasnya


epidermis dari dermis sepanjang
perbatasan-nya.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

102

Pemphigoid Bullosa (PB)-3


Pengkajian pada serum penderita
didapatkan bahwa:
hampir 80% dari penderita mengandung
antibodi anti-membran basalis dari kelas IgG,

lebih jauh orang menduga bahwa autoantibodi tersebut ditujukan secara khas
terhadap hemi-desmosom pada sel-sel
basal epidermis.
Mudah diduga bahwa lepuh-lepuh
terbentuk karena adanya kerusakan oleh
antibodi tersebut.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

103

RANGKUMAN

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

104

Sistem imun secara hati-hati


menyeimbangkan antara respons efektif
terhadap antigen lingkungan (eksternal)
dan pengendalian pengaturan terhadap
sederetan respons pembunuhan diri yang
potensial terhadap molekul-molekul diri
(antigen internal).

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

105

Autoimunitas terkait dengan penyakit


tertentu yang membentuk sebuah
spektrum yang ter-bentang antara dua
kutub.
Di satu kutub dicontohkan oleh thyrioditis
Hashimoto dengan autoantibodi dan jejasnya
spesifik organ dengan organ berindak sebagai
sasaran dari serang-an autoimun;
pada kutub lain merupakan penyakit-penyakit
tidak spesifik organ atau penyakit autoimun
sistemik, seperti misalnya SLE.
Pada penyakit-penyakit yang bersifat sistemik
ini, ter-dapat sejumlah autoantibodi yang
mempunyai reakti-vitas sangat luas dan
jejasnya mengingatkan kita pa-da penyakit
serum sickness yang berkaitan dengan
106
pengendapan kompleks imun yang ada di

6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

Terdapat kecenderungan pada gangguan


spesifik organ, seperti thyrioditis dan
anemia perniciosa, adanya saling tindih
pada individu tertentu.
Terdapat sejumlah model pada hewan
coba (mencit galur NZW) dari penyakit
autoimun spesifik organ dan penyakit
autoimun sistemik yang muncul secara
spontan.
Penyakit autoimun bersifat multifaktorial.
6 November 2014

Subowo: Imunologi klinik

107

Anda mungkin juga menyukai