Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit adalah gangguan kesehatan pada tubuh makhluk hidup yang
baiasanya disebabkan oleh virus, bakteri,zat-zat asing kelainan sistem yang ada
dalam tubuh. Normalnya seseorang tidak akan mudah terserang penyakit ketika
sistem imun dalam tubuhnya bekerja dengan baik, juga tidak perlu mengkonsumsi
obat-obatan untuk menyembuhkan diri, karena sistem imun akan dengan
sendirinya menetralisir penyebab penyakit-penyakit yang memperburuk kondisi
tubuh.
Sistem imun dapat diartikan sebagai suatu sistem yang ada dalam tubuh
makhluk hidup yang berfungsi untuk menegnali, menghambat, dan
menghilangkan berbagai organisme dan zat-zat asing yang mengganggu fungsi
tubuh. Bukan hanya sistem imun yang kehilangan fungsi saja yang dapat
menyebabkan penyakit, akan tetapi sistem imun juga bisa menjadi penyebab
utama dari suatu penyakit, jenis penyakit dengan gangguan yang berasal dari
sistem imun itu sendiri dikenal dengan istilah penyakit Autoimun.
Berdasarkan data dari Indonesia Autoimmune Compaign (IAC), yang
diresmikan oleh Kementrian Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia (KPPPA RI) bersama Marisza Cardoba Foundation (MCF)
ditahun 2014 di Indonesia terdapat 40 juta orang yang terkena penyakit Autoimun
dengan 100 jenis penyakit yang berbeda, dan 75% diantaranya wanita dan anak.
59,5% kematian yang terjadi di Indinesia juga disebabkan oleh penyakit
Autoimun. Dalam data tersebut juga disampaikan dokter rata-rata membutuhkan
waktu 3,5 tahun dalam memutuskan diagnosa karena sulit terdeteksinya penyakit
ini. Dari 100 ribu orang yang terkena penyakit Autoimun, penyakit yang termasuk
Autoimunne Systemic, 860 orang menderita Rheumatoid Arthritis, 24 orang
menderita Systemic Lupus Erythemathosus, dan kategori Autoimunne Organ
Spesific, 201 orang menderita inflammatory Boweldisiase (Crolin,s Disease &
Ulcerative Colitis.

1
Autoimun atau Immunodeficiency adalah suatu penyakit yang terjadi
ketika sistem imun yang seharusnya hanya menyerang organisme atau zat-zat
asing yang membahayakan tubuh, mengalami gangguan sehingga menyerang sel,
jaringan dan organ tubuh penderitanya sendiri. Penyakit Autoimun terjadi ketika
respon autoimun atau respon sistem kekebalan tubuh mengalami gangguan
kemudian menyerang jaringan tubuh itu sendiri sehingga memunculkan
kerusakan jaringan atau gangguan fisiologis, padahal seharusnya sistem imun
hanya menyerang organisme atau zat-zat asing yang membahayakan tubuh
(Robbins,2007). Penderita Autoimun harus melewati pengobatan sepanjang
hidupnya karemna penyakit ini belum dapat disembuhkan secara total dan hanya
mengalami remisi atau kesembuhan sementara. Bila Autoimun tidak diobati, akan
sangat mungkin penderita mengalami kerusakan jaringan organ yang berat, serta
komplikasi-komplikasi penyakit lain yang tergantung pada jenis Autoimun yang
diderita. Ada banyak jenis penyakit Autoimun yang bahkan tercatat lebih dari 150
jenis penyakit, karena jenisnya yang beragam tersebut maka penyakit ini termasuk
penyakit yang diagnosanya sulit untuk didapat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Autoimun ?
2. Apa saja teori-teori mengenai Autoimun?
3. Apa saja jenis Imunodifesiensi?
4. Apa saja penyebab Autoimun?
5. Apa saja penyakit yang berkaitan dengan Autoimun?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengertian dari penyakit Autoimun.
2. Untuk mengetahui teori-teori mengenai Autoimun.
3. Untuk mengetahui jenis Imunodefisiensi
4. Untuk mengetahui penyebab penyakit Autoimun.
5. Untuk mengetahui penyakit yang berkaitan dengan Autoimun

2
D. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode
kepustakaan yaitu, metode yang dilakukan dengan mempelajari dan
mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan alat, baik berupa
buku maupun informasi di internet.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Autoimun
Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen tubuh sendiri yang
disebabkan oleh mekanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan
self tolerance, sel B, sel T, atau keduanya. Respon imun terlalu aktif menyebabkan
disfungsi imun, menyerang bagian dari tubuh tersebut dan merupakan kegagalan
fungsi sistem kekebalan tubuh yang membuat badan menyerang jaringannya
sendiri. Sistem imunitas menjaga tubuh melawan pada apa yang terlihatnya
sebagai asing atau berbahaya. Bahan seperti itu termasuk mikro jasad, parasit
(seperti cacing), sel kanker, dan pencangkokan organ dan jaringan.
Penyakit Autoimun adalah penyakit dimana sistem kekebakan yang
terbentuk salah mengidentifikasi benda asing, dimana sel, jaringan, atau organ
tubuh manusia justru dianggap sebagai benda asing sehingga dirusak oleh
antibodi. Jadi adanya penyakit Autoimun tiak memberikan dampak peningkatan
ketahanan tubuh dalam melawan suatu penyakit, tetapi justru terjadi kerusakan
tubuh akibat kekbalan yang terbentuk.

B. Teori-Teori Autoimun
a. Teori Forbidden Clones
Teori ini menyatakan bahwa tubuh menjadi toleran terhadap jaringannya
sendiri oleh karena sel-sel yang autoreaktif selama perkembangan embrio
logiknya akan musnah.
b. Teori Sequestered Antigen atau Hidden Antigen
Teori ini menyatakan bahwa Sequestered adalah antigen yang karena
sawar anatomic tak pernah berhubungan dengan system imun : misalnya
antigen sperma,lensa mata, dan saraf pusat. Bila sawar tersebut rusak maka
dapat timbul penyakit yang meyerang autoimun.

c. Teori Defisiensi imun

4
Teori ini menyatakan bahwa hilangnya self tolerance mungkin disebabkan
oleh karena adanya gangguan system limfoid. Penyakit autoimun sering
ditemukan bersamaan dengan defisiensi imun, misalnya pada usia lanjut.
d. Reaksi silang dengan mikroorganisme
Kerusakan jantung pada demam reumatik anak diduga terjadi akibat
produksi antibodi terhadap streptokok A yang bereaksi silang dengan miokard
penderita.
e. Virus sebagai pencetus autoimunitas
Virus yang terutama menginfeksi system limfosid dapat mempengaruhi
mekanisme control imunologik sehingga terjadi autoimunitas
f. Autoantibodi dibentuk sekunder akibat kerusakan jaringan
Autoantibodi terhadap jantung ditemukan pada infark jantung. Pada
umumnya kadar autoantibody disini terlalu rendah untuk dapat menimbulkan
penayakit autoimun. Autoantibodi dapat dibentuk pula terhadap antigen
mitokondria pada kerusakan hati atau jantung. Pada tuberculosis dan
tripanosomiasis yang menimbulkan keruskan luas pada berbagai jaringan,
dapat pula ditemukan autoantibodi terhadap antigen jaringan dalam kadar
yang rendah
Ada golongan penyakit autoimun yang disebabkan oleh karena
terbentuknya antibodi terhadap reseptor. Contohnya ialah tirotoksitosis yang
disertai dengan autoantibodi terhadap reseptor thyroid stimulating hormone
yang menimbulkan tirotoksitosis.
Diabetes mellitus yang resisten terhadap insulin ternyata disertai dengan
autoantibodi terhadap reseptor insulin yang menghambat aktivitas insulin.
Miastenia gravis juga disertai dengan autoantibodi terhadap reseptor
asetilkolin pada sel otot skeletal yang menghamabat neurotransmisi. Antibodi
tersebut dapat menembus plasenta dan melinimbulkan kelemahan otot
sementara pada fetus.
Kerusakan jaringan apada penayakit autoimun dapat terjadi melalui reaksi
hipersensitivitas tipe II, TIPE III, dan tipe IV. Contoh penyakit autoimun tipe
II ialah anemia hemolitik, trombositopenia, tiroiditis, sedang contoh penyakit
autoimun tipe III ialah arthritis rheumatoid, lupus eritematosus sistemik dan

5
glomerulonefritis. Contoh penyakit autoimun tipe IV ialah tiroiditis, colitis
ulseratif, dan diapetes yang insulin dependen.

C. Jenis Imunodifesiensi
1. Imunodifesiensi Spesifik Organ
Contoh alat tubuh yang menjadi sasaran penyakit autoimun adalah
kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, lambung, dan pankreas. Hal ini yang menarik
perhatian ialah adanya anti bodi yang tumpang tindih (over lapping), misalnya
antibodi terhadap kelenjar tiroid dan antibodi terhadap lambung sering
ditemukan pada satu penderita. Tetapi antibodi terhadap organ spesifik jarang
ditemukan bersamaan dengan antibodi terhadap non organ spesifik seperti
antibodi terhadap komponen nukleus dan nukleoprotein.
Penderita anemia pernisiosa lebih cenderung menderita penyakit tiroid
autoimun dibanding dengan orang normal dan juga sebaliknya penderita
dengan penyakit tiroid autoimun lebih cenderung untuk menderita anemia
pernisiosa.
Pada anemia pernisiosa ditemukan antibodi yang menghalangi absorbsi
normal vitamin B12. Pada keadaan normal, vitamin B12 tidak langsung
diabsorbsi tetapi harus diikat terlebih dahulu oleh protein yang disebut faktor
intrinsik (F1). Kompleks vitamin B12 dan F1 tersebut baru dapat diangkut
melewati selaput lendir intestinal. Pada penderita anemia pernisiosa, sel
plasma yang terdapat dalam selaput mukosa lambung membentuk antibodi
terhadap F1 yang kemudian dilepaskan ke dalam lumen lambung. Dari sana
antibodi tersebut mengikat F1 sehingga tidak terbentuk lagi kompleks vitamin
B12 dan F1 yang dapat diangkut melalui selaput mukosa intestinal. F1 sendiri
dibentuk oleh selaput parietal lambung.
2. Imunodifesiensi Spesifik Non Organ
Penyakit autoimun yang non organ spesifik terjadi karena dibentuknya
antibodi terhadap autoantigen yang tersebar luas di dalam tubuh, misalnya
DNA. Antibodi yang tumpang tindih ditemukan pula pada golongan penyakit
autoimun ini, misalnya anti DNA yang dapat ditemukan pada golongan seperti
penyakit reumatoid dan lupus eritematosus sistemik. Selanjutnya, pada

6
penyakit autoimun yang non oegan spesifik, sering juga dibentuk kompleks
imun yang dapat diendapkan pada dinding pembuluh darah, kulit, sendi, dan
ginjal, serta menimbulkan kerusakan pada alat tersebut.

Perbedaan antara penyakit autoimun yang organ spesifik dan yang non organ
spesifik :
Organ spesifik Non organ spesifik

Antigen Terdapat di dalam alat Tersebar diseluruh


tubuh tertentu tubuh

Kerusakan Antigen dalam alat Penimbunan kompleks


tubuh imun terutama dalam
ginjal, sendi, dan kulit

Tumpang tindih Dengan antibodi Dengan antibodi non


organ spesifik dan organ spesifik dan
penyakit lain penyakit lain

D. Penyebab Autoimun
Reaksi autoimun dapat dicetuskan:
a. Senyawa yang ada di badan yang normalnya dibatasi di area tertentu
(disembunyikan dalam sistem kekebalan tubuh) dilepaskan ke dalam aliran
darah. Cairan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk mengenali mata
sebagai benda asing dan menyerangnya.
b. Senyawa normal di tubuh berubah, misalnya oleh virus, obat, sinar matahari,
atau radiasi. Bahan senyawa yang berubah mungkin kelihatannya asing bagi
sistem kekebalan tubuh, mislanya virus bisa menulari dan demikian mengubah
sel di badan. Sel yang ditulari oleh virus merangsang sistem kekebalan tubuh
untuk menyerangnya.
c. Senyawa asing yang menyerupai senyawa badan alami mungkin memasuki
badan. Sistem kekebalan tubuh dengan kurang hati-hati dapat menjadikan
senyawa badan mirip seperti bahan asing sebagai sasaran. Misalnya bakteri
penyebab sakit kerongkongan mempunyai beberapa antigen yang mirip

7
ddengan sel janntung manusia. Jarang terjadi, sistem kekebalan tubuh dapat
menyerang jantung orang sesudah sakit kerongkongan (reaksi ini bagian dari
demam rheumatik).
d. Sel yang menontrol produksi antibodi misalnya Limfosit B (salah satu sel
darah putih) mungkn rusak dan menghasilkan antibodi abnormal yang
menyerang beberapa sel baru.
e. Keturunan mungkin terlibat pada beberapa kekacauan autoimun. Kerentanan
kekacauan daripada kekacauan itu sendiri mungkin diwarisi pada orang yang
rentan satu pemicu seperti infeksi virus atau kerusakan jaringan, dapat
membuat kekacauan berkembang. Faktor hormonal juga mungkin dilibatkan
karena banyak kekacauan autoimun lebih sering terjadi pada wanita.
E. Mekanisme Terjadinya Autoimun
Jika tubuh dihadapkan sesuatu yang asing maka tubuh memerlukan
ketahanan berupa respon imun untuk melawan substansi tersebut dalam
upaya melindungi dirinya sendiri dari kondisi yang potensial menyebabkan
penyakit. Untuk melakukan hal tersebut secara efektif maka diperlukan
kemampuan untuk mengenali dirinya snediri sehingga dapat memberikan
respon pada kondisi asing atau bukan dirinya sendiri. Pada penaykit autoimune
terjadi kegagalan untuk mengenali beberapa bagian dari dirinya (NH,1998).
Ada 80 grub penyakit autoimun serius pada manusia yang memberikan
tanda kesakitan kronis yang menyerang pada hampir seluruh tubuh manusia.
Gejala-gejala yang ditimnulkan mencakup gangguan nervous, gastrointestinal,
endokrin sistem, kulit dan jaringan ikat lainnya,mata, darah, dan pembuluh darah.
Pada gangguan penyakit tersebut diatas, problema pokoknya adalah terjadinya
gangguan sistem imun yang menyebabkan terjadinya salah arah sehingga merusak
berbagai organ yang seharusnya dilindunginya.

8
F. Penyakit yang berkaitan dengan Autoimun
1. Lupus eritematosus sistemik
Lupus eritematosus sistemik atau systemic lupus erithematosus (SLE)
adalah penyakit radang multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan
perjalanan peyakit yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan
penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik, dengan remisi dan
eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi. Dulu
penyakit ini disebut juga lupus eritematosus diseminata.
a. Patogenesis/patofisiologi
Pendapat yang umum dianut sekarang ialah bahwa faktor geness
dan infeksi virus memegan peranan penting pada terjadinya SLE,
sedangkan gejala-gejala yang timbul merupakan proses imunologis.
Perbedaan distribusi SLE pada berbagai ras berdasarkan atas
perbedaan genetik. Perbedaan genetik ini menyebabkan perbedaan
konstelasi sistem H-LA. Jenis-jenis HL-A tertentu lebih mudah
mengalami infeksi virus. HL-A mana yang menentukan pad SLE masih
belum diketahui dengan jelas.
Faktor lain yang berperan penting pada patognesis SLE ialah
kekebalan selular. Gangguan pada fungsi sel T merupakan predisposisi
terhadap infeksi virus dan pembentukan autoantibodi. Sebaliknya
gangguan fungsi sel T dapat disebabkan oleh infeksi virus kronik. Dengan
demikian, SLE dapat terjadi karena infeksi virus kronik dimana telah
terdapat gangguan fungsi sel T yang mungkin terjadi secar kongenital,
didapat atau karena infeksi virus lain (infeksi multivirus) . virus yag masuk
ke dalam sel berintegrasi dengan genom sel yang akibatnya menimbulkan
rangsangan terhadap tubuh membentuk autoantibodi terhadap komponen-
komponen inti sel misalnya DNA, nukleoprotein, RNA dan sebagainya.
Antibodi ini secara bersama-sama disebut ANA (Anti-nuclear
antibody). Dengan antigen spesifik, ANA membentuk kompleks imun
yang beredar dalam sirkulasi. Kompleks imun ini akan mengendap pada
berbagai macam organ dengan akibat terjadinya fiksasi komplemen pada

9
tempat bersangkutan. Peristiwa ini menyebabkan aktivasi komplemen
yang menghasilkan substansi penyebab timbulnya reaksi radang. Reaksi
radang inilah yang menyebabkan timbulnya keluhan/gejala pada organ
atau tempat bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus,
kulit dan sebagainya.
b. Gejala klinis dan komplikasi
Gejala klinis dan perjalanan penyakit pada SLE sangat bervariasi.
Pennyakit dapat timbul mendadak disertai tanda-tanda terkenanya
berbagai sistem dalam tubuh. Dapat juga menahun dengan gejala satu
sistem yang lambat laun diikuti oleh gejala terkenanya sistem lain. Pada
tipe menahun dimana terdapat remisi dan eksaserbasi, remisinya mungkin
berlangsung bertahun-tahun.
Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi
seperti kontak dengann sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat misalnya
golongan sulfa penghentian kehamilan dan trauma fisik/psikis.
Setiap serangan biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti
demam, maliase, kelemahan, nafsu makan berkurang, berat badan
menurun, dan iritabilitas. Yang paling menonjol ialah demam, kadang-
kadang disertai menggigil.
c. Kriteria diagnosis
1. Ruam (rash) didaerah malar
Ruam berupa eritema terbatas, rata atau meninggi, letaknya
didaerah malar, biasanya tidak mengenai lipat lasolabialis.
2. Lesi diskoid
Lesi ini berupa bercak eritematosa yang meninggi dengan sisik
keratin yang melekat disertai penyumbatan folikel. Pada lesi yang
lama mungkin terbentuk sikatriks.
3. Fotosensitivitas
Terjadi lesi kulit sebagai akibat reaksi abnormal terhadap cahaya
matahari.

Hal ini diketahui melalui anamnesis atau melalui pengamatan dokter.

10
1. Ulserasi mulut
Ulserasi di mulut atau nasofaring ,biasanya tidak nyeri, diketahui
melalui pemeriksaan dokter.
2. Artritis
Artritis non-erosif yang mengenai 2 sendi perifer, ditandai oleh
nyeri, benkak atau efusi.
3. Serosistis
a. Pleuritis, adanya riwayat nyeri pleural atau terdengarnya bunyi
gesekan pleura oleh dokter atau adanaya efusi pleura.
b. Perikarditis, diperoleh dari gambaran EKG atau terdengarnya
bunyi gesekan perikard atau adanya efusi perikard.
4. Kelainan ginjal
a. Proteinuria yang selalu > 0,5 g/hari atau >3+
b. Ditemukan silinder sel, mungkin eritrosit, hemoglobulin granular,
tubular atau campuran.
5. Kelainan neurologis
a. Kejang, yang timbul spontan tanpa adanya obat-obat yang dapat
menyebabkannya atau kelainan metabolik seperti uremia,
ketoasidosis dan gangguan keseimbangan elektrolit.
b. Psikosis
6. Kelainan hematologi
a. Anemia hemolitik dengan retikulositosis
b. Leukopenia, kurang dari 4000/mm3 pada 2 kali pemeriksaan atau
lebih
c. Limfopenia, kurang dari 1500/mm3 pada 2 kali pemeriksaan atau
lebih
d. Trombositopenia, kurang dari 100.000/mm3 , tanpa adanya obat
yang mungkin menyebabkannya.
7. Kelainan imonologi
a. Adanya sel LE
b. Anti-DNA : antibodi terhadap native DNA dengan titer abnormal
c. Anti-SM : adanya antibodi terhdap antigen inti otot polos

11
d. Uji serologi untuk sifilis yang positif semu selama paling sedikit
6 bulan dan diperkuat oleh uji imobilisasi teponema pallidum atau
uji fluoresensi absorpsi antibodi treponema.
8. Antibodi antinuklear
Titer abnormal antibodi antinuklear yang diukur dengan cara
imunofluoresensi atau cara yang lain yang setara pada wkatu yang
sama dan dengan tidak adanya obat-obat yang berkaitan dengan
sindrom lupus karena obat.
2. Polimiositis dan Dermatomiositis
Berdasarkan definisi/pengertian, maka polimiositis adalah difus otot skelet
yang menyebabkan kelemahan simetris disertai atrofi otot, terutama
mengenai otot-otot proksimal gelang bahu dan panggul, leher dan faring.
Sedangkan dermatomiositis isalah miositis disertai lesi kulit yang khas.
a. Patogenesis/patofisiologis
Patogenesis penyakit ini masih belum diketahui dengan jelas.
Umumnya dimasukkan dalam penyakit lenyakit autoimun.
b. Gejala klinis dan komplikasi

Klasifikasi menurut Person (1963) adalah sebagai berikut,


polimiositis/dermatomiositis menjadi 6 tipe, yaitu :

Tipe I : Polimiositis yang khas

Tipe II : Dermatoniositis yang khas

Tipe III : Dermatomiositis (kadang-kadang polimiositis) yang


khas dengan keganasan

Tipe IV : Dermatomiositis pada anak-anak

Tipe V : Miolisis akut

Tipe VI : Polimiositis yang berkaitan dengan sindrom Sjogren

Manifestasi klinis yang utama ialah kelemahan otot yang dapat


mengenai sebagian atau semua otot skelet; timbulnya akut atau subakut.

12
Paling sering mengenai otot proksimal gelang bahu dan gelang panggul.
Kadang-kadang dapat juga mengenai otot lain, sehingga menimbulkan
kesulitan mengangkat kepala, berjalan lurus dan sebagainya. Kesulitan
menelan menyebabkan adanya bahaya aspirasi yang dapat mengancam
jiwa. Pada kasus berat semua otot skelet terkena, sehingga penderita
terpaksa tinggal di tempat tidur karena tidak dapat bergerak. Nyeri otot
hanya djtemukan pada sebagian kecil penderita. Gejala sistemik berupa
badan lemah, demam, malaise, ankreksia dan berat badan menurun.
Keluhan utama dapat berupa keluhan nyeri sendi, kaku dan bengkak,
dapat juga berupa erupsi kulit. Jika mengenai paru akan timbul keluhan
dyspnoe d'effort, batuk kering.

Penyakit-penyakit lain yang sering ditemukan bersama-sama dengan


polimiositis/ dermatomiositis

1. Penyakit jaringan ikat lain


2. Tumor ganas
Ditemukan pada lebih kurang 20% kasus dan lebih sering pada
dermatomiositis. Umumnya tumor berasal dari paru, prostat, ovarium,
uterus, payudara, dan kolon.

c. Diagnosis

Diagnosis polimiositis/ dermatomiositis pada hakikatnya


merulakan diagnosis klinis, didasarkan pada pemeriksaan fisik dengan
menemukan adanya kelemahan otot skelet dan dilerkuat oleh pemeruksaan
laboratorium tang sesuai. Lesi kulit yang klasik pada dermatomiositis
merupakan gejala klinis yang paling spesifik; gabungan dengan

13
kelemahan otot proksimal menghasilkan kecenderungan kuat untuk
diagnosis polimiositis / dermatomiositis.

Biopsi yang diambil dari otot yang terkena secara klinis, penting untuk

3. Poliarteritis Nodosa (PAN)

Poliarteritis nodosa ialah penyakit sistemik yang ditandai dengan


peradangan akut disertai nekrosis fibrinoid arteri kecil dan sedang.
Penyakit ini dulu disebut periarteritis nodosa.

a. Pathogenesis
Etilogi poliarteritis nodosa masih belum jelas. Diduga
infeksi dan mekanisme hipersensitivitas memegang peranan dalam
oatogenesisnya. Hal ini berdasarkan fakta bahwa kasus poliarteritis
nodosa timbul setelah terjadi reaksi alergik terhadap obat (sulfa,
penisilin, yodium, tiourasil, da sebagainya), antigenemia HBsAg
dan infeksi bakteri.
b. Patofisiologis
Perubahan pada arteri berypa edema hebat disertai
thrombosis dan fibrosis dapat menyebabkan penyumbatan lumen
arteri. Akibatnya terjadi iskemia atau infark jaringan yang
bersangkutan. Selain tu terjadi rupture (pecahnya) dinding
pembuluh darah yang nekrotik atau aneuristik sehingga
menyebabkan perdarahan.
c. Gejala klinis dan kmplikasi
Poliarteritis nodosa merupakan vaskulitis nekrotisasi
sistemik (systemic necritizing vasculitis). Istilah nekrotisasi
sistemik tampaknya lebih dapat diterima, karena beberapa
penyakit yang terdapat dalam kelompok ini tidak hanya mengenai
arteri atau arteriol saja, melainkan juga vena, kapiler, dan kadang-
kadang malah mengenai pembuluh limfe.
Gejala poliarteritis nodosa bergantung pada beratnya
penyakit dn arteri mana yang terkena. Keluhan umum berupa

14
demam kontinu atau intermiten sampai 39,4ºC disertai malaise,
lemah, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun. Kadang
kadang manifesrtasi penyakit yang berat muncul sebagai keluhan
pertama.
Penyakit ini mempunyai organ organ (target organ). Yang
merupakan organ sasaran pertama ialah ginjal, jantung, susunan
saraf dan saluran pencernaan.
d. Diagnosis dan kriteria minimal diagnosis
Diagnosis poliarteritis nododsa harus diperkirakan apabila
timbul demam dengan gejaa-gejala multisystem yang tidak lazim
berupa kelianan di ginjal yang menyerupai glomerulonephritis akit
dengan atau tanpa hipertensi, infark jantung, pyah jantung,
pericarditis, keluhan yang mnyerupai akut abdomen, foot atau wist-
drop, sakit epala atau gejala fokal susunan saraf pusat, asam
bronkial, nodul subkutan atau ruam kulit, keluhan musculoskeletal,
orkitis, dan manifestasi pada mata; terutama pada pria
Diagnosis pasti ditegakkan dengan melihat gambaran
histopatologis organ terkena. Misalya melalui biopsy nodul
subkutan, ruam kulit, otot yang nyeri, jaringan disekitar saraf yang
terkena dan sebaginya. Diperlukan pewarnaan elastis untuk
melihat pecahnya lamina elastika.
Gambaran angiografi yang khas juga dapat memastikan
diagnosis. Tampak aneurisma multiple dengan penyempitan
segmental pada arteri.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen tubuh sendiri yang


disebabkan oleh mekanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan
self tolerance, sel B, sel T, atau keduanya Jenis autoimun ada dua yaitu
imunodefisiensi spesifik organ dan imunodefisiensi non organ. Penyakit yang
diderita akibat imunodefisiensi ada banyak, salah satunya adalah penyakit lupus.
Kriteria ketika kita diserang penyakit ini kita akan merasakan Kelelahan, Pegal
otot, Ruam kulit, Demam ringan, Rambut rontok, Sulit berkonsentrasi ,Kesemutan
ditangan dan kaki

B. Saran

Makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca


dan untuk mengantisipasi dengan gejala-gejala penyakit yang diakibatkan
autoimun. Agar kita tidak terserang kita harus menegakkan pola hidup sehat.
Dengan makan bergizi seimbang, menjaga olahraga agar teratur dan selalu
membersihkan lingkungan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Soeparman, dkk. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Soeparman, dkk. 1990. Ilmu Penyakit Dalam II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Kusumo, Pratiwi Dyah. 2012. “Gangguan Imunodefisiensi Primer”.


https://media.neliti.com, diakses pada tanggal 15 Maret 2019 pukul 13.17.

17

Anda mungkin juga menyukai