Anda di halaman 1dari 82

• Hypersensitivity

• Immunodeficiency
• Autoimmune disease
• Tumor Immunology
ANTIGEN → substansi yang menyebabkan sistem imun membentuk
antibodi
• Antigens can be proteins, polysaccharides, conjugates of lipids
with : proteins (lipoproteins) and polysaccharides (glycolipids)
• An antigen may be a foreign substance from the environment
such as chemicals, bacteria, viruses, or pollen.
• An antigen may also be formed within the body, as with
bacterial toxins or tissue cells.
ANTIBODY → protein plasma globular yang diproduksi oleh sel B.
• Unit fungsional dasar dari masing-masing antibodi adalah
immunoglobulin
• Reaksi hipersensitifitas adalah respon imun yang
berlebihan yang dapat merusak jaringan tubuh sendiri
• 6 tipe reaksi hipersensitifitas berdasarkan mekanisme
reaksi dan lama waktu reaksi hipersensitifitas:
• Reaksi hipersensitifitas tipe I
• Reaksi hipersensitifitas tipe II
• Reaksi hipersensitifitas tipe III by Gell and Coombs
• Reaksi hipersensitifitas tipe IV
• Reaksi hipersensitifitas tipe V
• Reaksi innate hypersensitivity Addition
• Hipersensitivitas merupakan reaksi yang terjadi akibat terpajan
antigen yang berulang yang menyebabkan memicu reaksi patologi .

• Ada beberapa ciri-ciri yang umum pada hipersensitivitas yaitu antigen


dari eksogen atau endogen dapat memicu reaksi hipersensitivitas

• Penyakit hipersensitivitas biasanya berhubungan dengan gen yang


dimiliki setiap orang

• Reaksi hipersensitivitas mencerminkan tidak kompaknya antara


mekanisme afektor dari respon imun dan mekanisme kontrolnya.
• Hipersensitivitas tipe I atau immediate tipe hipersensitivitas
atau anaphylactic type
• Mast cells atau basophils adalah sel yang berperan penting
• Patogenesis diawali dengan IgE mengikat antigen
• Mast cell atau basophil diaktifasi oleh komplek Ag-Ab
• Sel yang teraktifasi melepaskan granule
• Vasoactive amines and chemical mediatorys
• Primary and secondary mediators
 Kontak pertama:
▪ Alergen yang dideposit di membran mukosa akan ditangkap dan presentasikan oleh APC (sel
B atau sel dendritik) untuk selanjutnya dikenali oleh TH2 sebagai antigen sehingga TH2 akan
melepaskan sitokin untuk menstimulasi sel B untuk memproduksi antibodi (Ig E) yang akan
masuk dalam aliran darah dan berikatan dengan sel mast dan basofil melalui Fc receptor
sehingga menjadi tersensitisasi
 Kontak ulang:
▪ allergen akan berikatan dengan Ig E yang berikatan dengan antibody di sel mastosit atau
basofil dan menyebabkan terjadinya granulasi. Degranulasi menyebakan pelepasan mediator
inflamasi primer dan sekunder.
• The local anaphylactic reaction
to injection of antigen into the
skin of atopic patients is
manifest as a wheal and flare
(Figure 14.6), which is maximal
at 30 minutes or so and
• resolves within about an hour; it
may be succeeded by a late
phase response involving an
infiltration by eosinophils which
peaks at around 5 hours.
• Contact of the allergen with
cellbound IgE in the bronchial
tree produces the symptoms of
asthma whilst encounters in the
nose and eyes results in allergic
rhinitis and conjunctivitis
(hayfever).
• Local reaction - skin or mucosa
• Sengatan lebah, alergi makanan, hay fever (pollinosis), asthma
bronchiale, urticaria

• Systemic reaction
• anaphylactic shock
• Minutes - Breathing problems, abdominal pain, vomiting,
diarrhea
• During several min - death due to collapse of circulation
• Fenomena anafilaksis ditandai dengan kontriksi kuat pada
bronkiolus dan bronkus, kontraksi otot polos, dan dilatasi
kapiler.
• Respons anafilaksis yang mengancam jiwa dapat terjadi pada
individu yang sangat alergi terhadap sengatan serangga,
serbuk sari, makanan, obat-obatan seperti penisilin, atau agen
lainnya.
• Dalam banyak kasus, injeksi epinefrin yang tepat waktu, yang
dengan cepat membalikkan aksi histamin pada kontraksi otot
polos dan dilatasi kapiler, dapat mencegah kematian.
• Mediator → histamin, newly synthesized mediator, ECF-A, PAF,
dan heparin
• Mediator histamin →
• kontraksi otot polos bronkus→bronkokonstriksi.
• histamin meninggikan permeabilitas kapiler dan venula pasca kapiler.
Perubahan vaskular ini menyebabkan respon wheal-flare (triple respons
dari Lewis) dan bila terjadi sistemik dapat menimbulkan hipotensi,
urtikaria dan angioderma.
• Pada traktus gastrointestinalis histamin meninggikan sekresi mukosa
lambung dan bila penglepasan histamin terjadi sistemik maka aktivitas
otot polos usus dapat meningkat menyebabkan diare dan hipermotilita
• Newly synthesized mediator terdiri dari leukotrien, prostaglandin dan
tromboksan.
• Leukotrien dapat menimbulkan efek kontraksi otot polos, peningkatan
permeabilitas dan sekresi mukus.
• Prostaglandin A dan F menyebabkan kontraksi otot polos dan juga
meningkatkan permeabilitas kapiler, sedangkan prostaglandin E1 dan E2 secara
langsung menyebabkan dilatasi otot polos bronkus.
• Eosinophyl chemotacting factor-anaphylazsis (ECF-A) dilepaskan segera
waktu degranlasi. ECF-A menarik eosinofil ke daerah tempat reaksi alergi untuk
memecah kompleks antigen-antibodi dan menghalangi aksi newly synthesized
mediator dan histamin.
• Plateletes Activating Factor (PAF) menyebabkan bronkokonstriksi dan
meninggikan permeabilitas pembuluh darah. PAF juga mengaktifkan faktor XII
yang akan menginduksi pembuatan bradikinin. Bradikinin dapat menyebabkan
kontraksi otot bronkus dan vaskular secara lambat, lama dan hebat.
• Serotonin tidak ditemukan dalam sel mast manusia tetapi dalam trombosit dan
dilepaskan waktu agregasi trombosit yang juga akan menyebabkan kontraksi
otot bronkus tapi hanya sebentar
 Reaksi sitotoksik
 Hipersensitivitas tipe II melibatkan
IgG dan IgM.
 Antibodi ditujukan pada antigen
yang berada di permukaan sel atau
matriks ekstraseluler.

© Dr JG Lawrenson 2001
Mekanisme kerusakan :
1. Sitolisis oleh sel efektor : reaksi tergantung Antibodi →IgG,IgM bebas
berikatan dengan Ag yang berada dipermukaan sel / jaringan →
kompleks AgAb pada permukaan sel target (berukuran besar) akan
dihancurkan oleh sel efektor (makrofak,monosit, sel Tc, sel NK→sel
lisis = reaksi imun normal
2. Sitolisis oleh komplemen : kompleks AgAb → aktivitas C1q →jalur
klasik →sel lisis
3. Sitolisis oleh sel efektor dan komplemen : sel target dilapisis
komplemen →lisis oleh sel efektor melalui C3 → jalur alternativ
1. Kerusakan pada eritrosit
- IgM menimbulkan aglutinasi, aktivasi komplemen
dan hemolisis intravaskular pada sistem ABO.
- IgG menembus barier plasenta masuk ke sirkulasi
janin, melapisi permukaan eritrosit janin →
hipersensitivitas tipe II. Terjadi pada sistem rhesus.
- Misal. reaksi transfusi dan penyakit hemolitik yang
baru lahir
2. Kerusakan jaringan transplantasi
- Antigen sel pada organ transplantasi dianggap
asing.
- Antibodi pada darah resipien bereaksi dengan
antigen pada organ transplantasi yang
menyebabkan aktivasi komplemen dan neutrofil.
3. Reaksi karena obat
- Obat berikatan dengan unsur tubuh menjadi hapten
lengkap, yang meyebabkan orang-orang tertentu
menjadi sensitif.
- Obat membentuk kompleks antigenik dengan
permukaan suatu elemen yang ada pada darah dan
merangsang pembentukan antibodi.
- Contoh:
Pemakaian terus menerus klorpromazin atau
fenacetin pada agranulositosis
Hipersensitivitas kompleks imun (tipe
III)
 Merupakan reaksi hipersensitivitas
yang dipicu oleh terbentuknya
kompleks antigen dan antibodi
 Antibodi IgG dan IgM mengikat
antigen yang ada di sirkulasi
darah, dan kompleks antibodi-
antigen mengendap di jaringan
yang pada akhirnya akan
menginduksi proses inflamasi.
Mekanisme Reaksi
 Antibodi bereaksi dengan antigen bersangkutan membentuk kompleks AgAb
 Kompleks menginduksi agregasi platelet
 Kompleks meningkatkan permeabilitas vaskular
 Aktivasi sistem komplemen, menyebabkan pelepasan berbagai mediator oleh
mastosit.
 Vasodilatasi dan akumulasi PMN yang menghancurkan kompleks AgAb.
 Merangsang PMN sehingga sel–sel tersebut melepaskan isi granula berupa enzim
proteolitik diantaranya proteinase, kolegenase, dan enzim pembentuk kinin.
 Kompleks antigen-antibodi itu mengendap dijaringan, proses diatas bersama–sama
dengan aktivasi komplemen dapat sekaligus merusak jaringan sekitar kompleks.
Gejala Klinis Umum

• Demam, nyeri, malaise


• Gatal, edema
• Pengurangan komplemen di dalam darah
• Glomerulonephritis (ginjal)
• Arthritis (persendian)
• Rheumatik penyakit jantung
Prekursor Umum Hipersensitifitas tipe III

 Sensitisasi sel B dengan sejumlah besar antigen disajikan dalam


waktu lama
 Infusi intravena obat antigenik
 Injeksi sejumlah besar obat antigenik (tidak cepat dibersihkan)
 Sejumlah besar infeksi (contoh, Streptococcus, dengan demam
rematik)
 Autoantigen yang tidak dapat dihindari
 Tipe lambat (Delayed type hypersensitivity)
 Melibatkan Sel T Helper yang akan mengaktifkan TDTH sehingga
menghasilkan sitokin.
▪ IL-8, MCP Makrofag kemotaktik
▪ IFN-ɣ, TNF-β Aktifasi Makrofag
▪ IL-3, GM-CSF Perkenalan prekursor neutrofil dan
makrofag
▪ IL-8, TNF-α Makrofag kemotaktik

 Reaksi setelah 12 jam,terjadi rangsangan alergen terus menerus


 contoh: contact dermatitis and tuberculin reaction, penolakan graft
 APC menangkap dan
mempresentasikan antigen,
selanjutnya migrasi ke regional
lymph nodes yang kemudian akan
mengaktifkan sel limfosit T (TH1,
TH2, CTLs )
 Sel T yang tersensitisasi akan
kembali ke kulit dan memproduksi
sitokin yang akan mengaktifkan
makrofag untuk menyebabkan
kerusakan jaringan
• Klasifikasi tipe V diperkenalkan untuk respon imun yang
merangsang atau menghambat fungsi reseptor endokrin.
• Respon ini telah ditemukan pada penyakit autoimun.
• Agonis atau reaksi stimulasi terjadi pada penyakit Graves di
mana antibodi terhadap reseptor hormon penstimulasi tiroid
merangsang produksi hormon tiroid, dan sebagai akibatnya
menginduksi goitre dan gejala tirotoksikosis lainnya.
• Banyak infeksi memicu sindrom syok toksik yang ditandai dengan
hipotensi (tekanan darah rendah), hipoksia (kekurangan oksigen),
oliguria (penurunan output urin), dan kelainan mikrovaskuler dan
dimediasi oleh unsur-unsur sistem imun bawaan secara independen
dari respons imun yang didapat/ acquired immune response.
• Sindrom gangguan pernapasan akut yang terkait dengan bakteri
Gram-negatif terutama disebabkan oleh endotoksin
lipopolisakarida (LPS) yang memicu invasi besar-besaran paru-paru
oleh neutrofil.
• Organisme Gram-positif menyebabkan pelepasan TNF dan faktor
penghambat migrasi makrofag (MIF) melalui aksi langsung pada
makrofag dan stimulasi keluarga sel T yang dipilih oleh enterotoksin
superantigen
• Immunodeficiency = immune + deficiency
• Immunodeficiency: Fungsi sistem immune yang abnormal
• Defisiensi imun terjadi oleh karena adanya defek salah satu
komponen sistem imun dan menimbulkan penyakit berat/ fatal
• Defisiensi imun secara umum dibagi menjadi 2 yaitu
1. Defisiensi kongenital/ Primer
merupakan defek genetik yang meningkatkan kerentanan
terhadap infeksi
2. Defisiensi didapat/ Sekunder
timbul akibat malnutrisi, kanker yang menyebar, pengobatan
imunosupresan, infeksi sel sistem imun yang nampak jelas
pada infeksi virus HIV/ AIDS.
• Peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan jenis infeksinya
tergantung dari sistem imun yang defek
• Penderita dengan defisiensi rentan terhadap berbagai jenis kanker
• Defisiensi imun dapat terjadi akibat defek pematangan limfosit atau
aktivasi atau dalam mekanisme efektor imunitas non spesifik dan
spesifik
• Immunodefisiensi tertentu berhubungan dengan autoimunitas. Diduga
berhubungan dengan defisiensi Tregulator
• Penyebab primer immunodefisiensi :
• undifferentiated stem cell, T atau B lymphocyte yang tidak berkembang
• Berkaitan dengan penyakit genetik
• Manifestasi defisiensi imun tergantung dari sebab dan responnya.
• Defisiensi sel B ditandai dengan infeksi rekuren bakteri dengan kapsel. Defisiensi ini
mengakibatkan produksi Ig yang rendah sehingga rentan sakit. defisiensi IgG
terutama mengakibatkan penderita mudah sakit
• Defisiensi sel T ditandai dengan infeksi virus, jamur dan protozoa rekuren. Sel T
juga berpengaruh pada aktivasi proliferasi sel B, sehingga defisiensi ini disertai
dengan gangguan produksi Ig.
• Defisiensi fagosit dengan ketidakmampuan untuk memakan dan mencerna patogen
yang biasanya terjadi pada infeksi bakteri yang rekuren
• Defisiensi komplemen menunjukkan defek aktivasi jalur klasik, alternatif dan lektin
yang meningkatkan mekanisme spesifik
• Sering ditemukan
• Mengenai fungsi fagosit dan limfosit
• Penyebab sekunder immunodefisiensi :
• Autoimmune disease = auto + immune +disease
• Autoimmune: sistem immun melawan self antigen
• Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri
yang disebabkan oleh mekanisme normal yang gagal berperan untuk
mempertahankan self-tolerance (sel B, sel T, atau keduanya)
• Self-Tolerance/ Toleransi merupakan mekanisme proteksi yang kuat
untuk mencegah terjadinya autoimun, melindungi individu dari limfosit
yang potensial sel reaktif terhadap antigen sel tubuh sendiri.
• Dasar dari toleransi ini adalah teori clonal selection


• Mekanisme tersebut dapat terjadi pada organ limfoid primer (sumsum
tulang dan timus) yang disebut dengan toleransi sentral, dan di organ
limfoid sekunder (yang disebut toleransi perifer
• Toleransi terhadap antigen sendiri terjadi selama hidup fetal melalui
inaktivasi atau dihancurkannya limfosit self-reaktif. Proses ini disebut
dengan clonal abortion/ clonal deletion/ seleksi negatif.
• Toleransi dicapai dengan beberapa kombinasi berikut:
1. 1. Penghilangan clonal (clonal deletion)
- clone sel T imaature dengan TCR yang mengenali diri sendiri
berkurang selama perkembangan
- sel B imature dengan antigen spesifik tidak responsive tanpa
berkurang jumlahnya (clonal energy)
1. 2. supresi limfosit autoreaktif
1. Komponen T-supresor menekan antibody yang mengikat antigen Idiotypes (antigen yang
berikatan dengan Ig permukaan atau TCR)
Kriteria Autoimun:
1. Autoantibodi atau sel T autoreaktif dengan spesifisitas untuk organ yang
terkena ditemukan pada penyakit → ditemukan kebanyakan pada penyakit
endokrin autoimun.
2. Autoantibodi dan atau sel T ditemukan di jaringan dengan cedera →
ditemukan pada beberapa penyakit endokrin, LES (lupus) dan beberapa
glomerulonefritis
3. Ambang autoantibodi atau respons sel T menggambarkan aktivitas penyakit
→ ditemukan pada autoimun sistemik akut dengan kerusakan progresif cepat,
contoh LES, vaskulitis sistemik
4. Penurunan respons autoimun memberikan perbaikan penyakit → keuntungan
imunosupresi terlihat pada beberapa penyakit, terbanyak imunosupresan
tidak spesifik dan berupa antiinflamasi
5. Transfer antibodi atau sel T ke pejamu sekunder menimbulkan penyakit
autoimun pada resipien → ditemukan pada model hewan
6. Imunisasi dengan autoantigen dan kemudian induksi respons autoimun
menimbulkan penyakit → contoh pada imunisasi rabies
• Toleransi dapat dipertahankan jika sel Th atau sel B (atau ke2
nya) berubah inaktif
• Secara umum,
• Toleransi Sel T untuk jangka panjang dengan antigen dosis
rendah (low zone tolerance),
• Toleransi sel B untuk antigen dosis tinggi (high zone tolerance)
dengan relative berumur pendek.
• Toleransi terhadap diri sendiri predominan berasal dari
toleransi sel T, sel B sangat kompeten
• Reaksi autoimun disebabkan:
• 1. menghindari toleransi sel T-helper dengan aktivasi sel B non
toleran
• 2. menghindari toleransi idiotipe
• 3. kedaruratan antigen yang sebelumnya terasing

• Mikroba, hormon, radiasi UV, ROS, obat dan agen bahan lain
seperti logam.
1. Sequestered antigen
• adalah antigen sendiri yang karena letak anatominya tidak
terpajan dgn sek B atau sel T dari sistem imun.
• Dalam keadaan normal tidak ditemukan, dalam keadaan
abnormal antigen ini baru teropajan
2. Gangguan presentasi
• Gangguan terjadi pada presentasi antigen, infeksi yang
meningkatkan respon MHC, kadar sitokin yang rendah, dan
gangguan respon terhadap IL-2.
• Bila terjadi kegagalan sel Tsupresor atau Tregulator dalam
pengawasan sel autoreaktif, maka sel Th teraktivasi dan autoimun
terjadi
3. Ekspresi MHC-II yang tidak benar
• Sel β pankreas pada penderita IDDM mengekspresikan kadar
MHC-I dan MHC-II yang tinggi dibandingkan dengan Sel β
pankreas subjek sehat yang mengekspresikan MHC-I lebih sedikit
dan tidak mengekspresikan MHC-II sama sekali
4. Aktivasi sel B poliklonal
• Autoimunitas dapat terjadi oleh aktivasi sel B poliklonal oleh virus,
LPS bakteri dan parasit
5. Peran CD4 dan reseptor MHC
• CD4 merupakan efektor utama pada autoimun
• Pencegahan autoimun dapat dengan antibodi anti-CD4
• Sel T mengenali antigen melalui TCR dan MHC serta peptida
antigenik
6. Keseimbangan Th1-Th2
• Keseimbangan Th1 dan Th2 mempengaruhi autoimunitas
• Th 1 menunjukkan peran pada autoimunitas, Th2 menekan atau
melindungi terhadap induksi penyakit.
7. Sitokin pada Autoimunitas
• Efek kontrol tubuh: melindungi efek sitokin patogenik, yaitu dengan
ekspresi sitokin yang bersifat sementara, reseptor serta produksi
antagonis dan inhibitor sitokin. Adanya gangguan mekanisme
menyebabkan adanya upregulasi atau prosuksi yang tidak benar
dan menimbulkan efek patofisiologik.
• Contoh : ekpresi TNFα berlebih dampaknya : IBD (inflamatory bowel
disease, artritis, vaskulitis; ekpresi TNFα berkurang dampaknya :
LES; ekpresi IL2, IL7, IL10 berlebih dampaknya: IBD, dll
• List of autoantibody-mediated autoimmune diseases and their
clinical symptoms and mechanisms
Tumor/ Neoplasma → pertumbuhan sel yang tidak dapat di
kontrol, membentuk klon yang berkembang
Macam tumor:
1. Benigna/ Jinak → tumbuh tidak terus menerus, dan tidak
menginvasi secara luas
2. Ganas/ Kanker → terus tumbuh dan menjadi progresif dan
invasif. Memiliki kecenderungan bermetastasis, gerombol sel
tumor dapat terlepas, menginvasi pembulu darah atau limfe
dan dibawa ke organ lain untuk berproliferasi. Bila pada satu
tempat disebut dengan tumor primer, bila timbul ditempat
lain disebut tumor sekunder.
1. Transformasi sel maligna
• Transformasi adalah perubahan yang diturunkan dalam sel.
• Contoh: transformasi limfosit, transformasi genetik,
• sel yang menunjukkan transformasi neoplastik memiliki
kemampuan berproliferasi yang tidak terbatas
2. Tumor merupakan penyakit gen
• Adanya kerusakan molekuler yang mengatur proliferasi dan
homeostasis pada semua jenis sel
Tumor primer yang berkembang dan menunjukkan perubahan sifat, salah satu
sel terlepas dan masuk kedalam pembuluh darah, kemudian melakukan adesi
pada pembuluh darah dan keluar dari pembuluh darah untuk membentuk tumor
kedua
• Imunitas tumor adalah proteksi sistem imun terhadap timbulnya
tumor.
• Macamnya:
1. Tumor spesifik antigen (TSA)→ antigen sasaran ideal untuk
terapi imun tumor
Contoh: Protein yang diproduksi akibat mutasi satu atau
lebih gen, protein dakan tumor yang diinduksi oleh virus.
2. Tumor Associated antigen (TAA) → tidak ditemukan pada sel
normal, dapat timbul akibat mutasi sel tumor yang memproduksi
protein sel yang berubah.
Ada 2 macam : TSTA (Tumor spesifik Transplantation
Antigen) dan TATA (Tumor Associated Transplantation
Antigen)
A. Imunitas Humoral
• Peran tidak banyak
• Yang berperan adalah antibodi.
• Mekanisme kerja: menghancurkan sel tumor secara langsung
atau dengan bantuan komplemen atau melalui sel efektor
ADCC (Antibody Dependent Cell (mediated) Cytotoxixity)
B. Imunitas Selular
• Peran banyak
• Yang berperan : CTL (Cytotoxic T Lymphocyte)/ Tc, Sel NK,
Makrofag
• Mekanisme : Menghancurkan sel tumor oleh CTL / Tc, Sel NK,
Makrofag
- CTL
• Tumor mengekspresikan antigen unik untuk mengaktifkan
CTL/Tc spesifik yang dapat menghancurkan tumor. CTL
mengenali peptida asal TSA yang diikat MHC-I.
- Sel NK
• Sel NK adalah limfosit sitotoksik yang mengenal sel sasaran
yang bukan antigen spesifik dan juga MHC-dependen.
• Fungsi penting sel ini adalah antitumor
• Sel ini mengekspresikan yang dilapisi antibodi yang dapat
mengikat sel tumor dan dapat membunuh sasaran melalui
ADCC dan pelepasan protease, perforim dam granzim
- Makrofag
- Fungsi : inisiator dan efektor imun terhadap tumor
Mekanismenya:
• Makrofag memiliki enzim dengan fungsi sitotoksok dan melepas
mediator oksidatif seperti superoksid dan oksida nitrit
• Makrofag juga melepas TNF-α yang mengawali apoptosis
• Makrofag mengenal sek tumor melalui IgG-R yang mengikat
antigen tumor
• Makrofag dapat memakan dan mencerna sel tumor dan
mempresentasikan ke sel CD4
1. Leukimia dan Limfoma → tumor ganas pada jaringan
pembentuk darah/ sel hematopoetik sumsum tulang, misalnya
sumsum tulang, leukemia, tumor kelenjar limfoid
2. Karsinoma → tumor ganas pada jaringan endodermal/
ektodermal seperti kulit atau epitel organ internal dan
kelenjar, misalnya: kulit, kolon, lambung, payudara
3. Sarkoma → tumor ganas berasal dari jaringan ikat
mesodermal, misalnya: tulang, lemak, dan tulang rawan
4. Glioma → tumor ganas pada susunan saraf, misalnya sel glia
pada SSP.

Anda mungkin juga menyukai