Anda di halaman 1dari 26

ANTITUBERKULOSIS

RIMA PARWATI SARI


PENGGOLONGAN ANTITUBERKULOSIS
Berdasarkan keefektivitasan dan toksisitasnya serta
resistensi, maka Obat anti TB dikelompokkan ke dalam
2 kelompok yaitu :
obat lini pertama : obat lini kedua :
• Isoniazid (H) • gol. Fluorokuinolon
• Rifampisin (R) (siprofloksasin, oflofloksasin,
• Pirazinamid (Z) levofloksasin)
• Streptomisin (S) • sikloserin
• Etambutol (E) • etionamid
• amikasin
• kanamisin
• kapreomisin
• paraaminosalisilat
ALASAN PENGGOLONGANNYA

 kelompok lini pertama memperlihatkan


efektivitas yang tinggi dengan toksisitas yang
dapat diterima
 kelompok lini kedua kurang efektif namun
terpaksa digunakan karena pertimbangan
resistensi atau kontraindikasi pada penderita.
Obat lini kedua mempunyai toksisitas yang lebih
tinggi.
ISONIAZID (1)
Mekanisme kerja
 Diduga menghambat biosintesis asam mikolat yang merupakan
unsur penting dinding sel mikobakterium.
 Pada kadar rendah mencegah perpanjangan rantai asam lemak yang
merupakan bentuk awal molekul asam mikolat
 menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jumlah lemak
yang terekstraksi oleh methanol dari mikobakterium.
 Hanya sel yang peka yang menyerap obat ini ke dalam selnya dan
proses ini terjadi pada kondisi bakteri yang aktif.

Resistensi
 kegagalan obat mencapai kuman atau kuman tidak menyerap obat.
 Perubahan sifat dari sensitive menjadi resisten biasanya terjadi
dalam beberapa minggu setelah pengobatan dimulai.
ISONIAZID (2)
Efek samping
 Reaksi hipersensitivitas

 Reaksi hematologic

 Neouritis perifer, profilaksisnya dengan pemberian phyridoxin

 Perubahan neouro pathologic yang berhubungan dengan efek


samping INH antara lain menghilangnya vesicle sinape,
membengkaknya mitokondria dan pecahnya akson terminal,
perubahan pada ganglia di daerah lumbal dan sacrum.
Pemberian phyridoxin mencegah perubahan tersebut
 INH dapat mencetuskan terjadinya kejang pada pasien dengan
riwayat kejang.
 Neuritis optic dengan atropi dapat juga terjadi.
ISONIAZID (3)
Efek samping
 Kelainan mental dapat juga terjadi selama menggunakan
obat ini diantaranya eouphoria, kurangnya daya ingat
sementara, hilangnya pengendalian diri, dan psikosis.
Sedasi yang berlebihan atau inkoordinasi dapat muncul
bila isoniazid diberikan bersama fenitoin karena isoniazid
menghambat parahidrosilaksi antikonvuslan tersebut. Efek
samping ini terutama terjadi pada pasien aselitator lambat,
sehingga perlu dilakukan penyesuaian dosis bila
diperlukan. Dosis INH tidak boleh di rubah.
ISONIAZID (4)
Efek samping
 Gambaran lain neurotoksitas ialah kedut otot, vertigo,
ataksia, parestasia, stupor, dan ensefalopati toksik yang
berakibat fatal.
 INH dapat menimbulkan ikterus dan kerusakan hati yang
fatal akibat terjadinya nekrosis multilobular. Hal yang
mungkin terjadi karena metabolit INH yaitu asetilhidrazin
menyebabkan kerusakan hati
RIFAMPISIN
Mekanisme kerja (Istiantoro dan Setiabudi, 2007)
 Rifampisin terutama aktif terhadap sel yang sedang bertumbuh.

Kerjanya menghambat subunit β DNA-dependent RNA polymerase dari


mikobakteria dengan menekan mula terbentuknya rantai dalam sintesis
RNA.Inti RNA polymerase dari berbagai sel eukariotik tidak mengikat
rifampisin dan sintesis RNAnya tidak dipengaruhi. Rifampisin dapat
menghambat sintesis RNA mitokondria mamalia tetapi diperlukan
kadar yang lebih tinggi dari kadar untuk penghambatan pada kuman

Resistensi (Petri, 2003)


 Resistensi rifampisin disebabkan oleh mutasi tahap tunggal pada

kodon 507 dan 533 yang menyebabkan perubahan gen rpoB


polymerase pada DNA-dependent RNA polymerase
RIFAMPISIN
Efek samping (Istiantoro dan Setiabudi, 2007)
 Pada dosis besar sering terjadi flu like syndrome, nefritis
interstisial, nekrosis tubular akut dan trombositopenia
 Ikterus
 Pemberian rifampisin intrmitten (2 kali seminggu) dihubungkan
dengan timbulnya sindrom hepatorenal
 Gangguan saluran cerna berupa mual, muntah, kolik, dan diare
 Berbagai keluhan yang berhubungan dengan system saraf seperti
rasa lelah, mengantuk, sakkit kepala, pening, ataksia, bingung,
sukar berkonsentrasi, sakit pada tangan dan kaki dan melemahnya
otot dapat juga terjadi
RIFAMPISIN
Efek samping (Istiantoro dan Setiabudi, 2007)
 Reaksi hipersensitivitas berupa demam, pruritus,
urtikaria,berbagai macam kelainan kulit, eosinofilia dan rasa sakit
pada mulut dan lidah, serta hemolisis, hemoglobinuria, hematuria,
insufisiensi ginjal dan gagal ginjal akut
 Trombositopeni, leukopeni sementara dan anemia dapat terjadi
selama terapi berlangsung
 Kemungkinan efek teratogenik (masih belum terbukti) karena
dapat menembus sawar uri
PIRAZINAMID

Mekanisme kerja (Petri, 2003)


 Sasaran pirazinamid tampaknya adalah gen asam
lemak sintase I mikobakteri yang terlibat dalam
biosintesis asam mikolat

Resistensi (Petri, 2003)


 Resistensi berkembang lebih cepat bila
pirazinamid diberikan sebagai obat tunggal
PIRAZINAMID

Efek samping
 Efek samping yang paling umum dan sering adalah
kelainan hati, oleh karena itu hendaknya dilakukan
pemeriksaan fungsi hati sebelum pengobatan
dengan pirazinamid dan pemantauan transaminase
serum selama pengobatan berlanngsung
 Pirazinamid menghambat ekskresi asam urat dan
dapat menyebabkan kambuhnya pirai
 Efek samping lain adalah artralgia, anoreksia, mual
dan muntah serta disuria, malaise dan demam
STREPTOMISIN

Mekanisme kerja (Istiantoro dan Gan, 2007)


Streptomisin menghambat proses normal polimerisasi asam amino setelah
terbentuk kompleks awal peptide. Ketergantungan mikroba terhadap streptomisin
diduga berhubungan dengan salah baca (mis reading) kode genetic yang
mengakibatkan fungsi ribosom berubah, sehingga sintesis protein terganggu

Resistensi (Istiantoro dan Gan, 2007 ; Chambers, 2003)


Streptomisin merupakan antibiotic gol. Aminoglikosida yang cepat / mudah
mengalami resistensi. Bakteri dapat resisten terhadap aminoglikosida karena
kegagalan penetrasi ke dalam kuman, rendahnya afinitas obat pada ribosom atau
inaktivasi obat oleh enzim kuman. Namun diperkirakan bahwa kurang lebih dari
separuh galur yang resisten terhadap streptomisin terjadi akibat perubahan struktur
ribosom.
STREPTOMISIN
Efek samping (Istiantoro dan Setiabudi, 2007)
 Sakit kepala sebentar atau malaise

 Paraestesi di muka terutama di sekitar mulut atau kesemutan di tangan

 Reaksi hipersensitivitas terjadi dalam minggu-minggu pertama

pengobatan
 Neurotoksin pada saraf cranial ke VIII bila diberikan dalam dosis besar

dan jangka panjang


 Ototoksisitas dan Nefrotoksisitas pada kelompok usia dia atas 65 tahun

 Reaksi anafilaktik, agranulositosis, anemia aplastik, dan demam

 Efek teratogenik masih belum diketahui dengan jelas tetapi tidak

dianjurkan pada kehamilan trimester pertama. Selain itu pada


kehamilan 5 bulan terakhir dosis total tidak boleh melebihi 20 gram
untuk mencegah ketulian
ETAMBUTOL

Mekanisme kerja
Obat ini menekan pertumbuhan kuman tuberculosis yang telah
resisten terhadap INH dan streptomisin. Bekerja dengan
menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel
terhambat dan sel mati. Karena itu obat ini hanya aktif
terhadap sel yang betumbuh dengan khasiat tuberkulostatik

Resistensi (Petri, 2003)


Resistensi terjadi melalui perubahan asam amino tunggal pada
gen embA jika etambutol diberikan tanpa adanya obat efektif
lain
ETAMBUTOL
Efek samping (Istiantoro dan Setiabudi, 2007)
 Pada dosis harian 15 mg/kg BB menimbulkan gangguan
penglihatan, biasanya bilateral yang merupakan neuritis
retrobulbar yaitu berupa penurunan ketajaman penglihatan,
hilangnya kemampuan membedakan warna, mengecilnya
lapang pandangan dan skotoma sentral maupun lateral.
Insiden efek ini makin tinggi sesuai dengan peningkatan
dosis, tetapi bersifat mampu pulih
 Peningkatan kadar asam urat darah, akibat penurunan
ekskresi asam urat melalui ginjal. Efek samping ini
diperkuat oleh INH dan piridoksin
ETAMBUTOL
Efek samping (Istiantoro dan Setiabudi, 2007)
 Rasa kaku dan kesemutan di jari sering terjadi

 Reaksi anafilaksis dan leucopenia jarang terjadi


 Efek samping yang lain adalah ruam kulit, demam,
pruritus, nyeri sendi, gangguan saluran cerna, malaise,
sakit kepala, pening, bingung, disorientasi, dan halusinasi
MECHANISM OF ANTITUBERCULOLOSIS
TUJUAN PENGOBATAN

Pengobatan TB bertujuan untuk


menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan,
memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap OAT.
PRINSIP PENGOBATAN
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip sebagai berikut:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Tahap awal (intensif)
 Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan
 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama
 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
PADUAN / KOMBINASI ANTI TB YANG DIGUNAKAN DI
INDONESIA

Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
 Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
 Pasien baru TB paru BTA positif.
 Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
 Pasien TB ekstra paru
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
 Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan
obat sisipan (HRZE)
 Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA
positif yang telah diobati sebelumnya:
 Pasien kambuh
 Pasien gagal
 Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat
(default)
DOSIS UNTUK PADUAN OAT KDT KATEGORI 2
Berat Badan Tahap Intensif Tahap Lanjutan
tiap hari 3 kali seminggu
RHZE (150/75/400/275) + S RH (150/150) + E(400)
Selama 56 hari Selama 28 hari

30-37 kg 2 tab 4KDT 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT


+ 500 mg Streptomisin inj. + 2 tab Etambutol
38-54 kg 3 tab 4KDT 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT
+ 750 mg Streptomisin inj. + 3 tab Etambutol
55-70 kg 4 tab 4KDT + 1000 mg 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab Etambutol
Streptomisin inj.
≥71 kg 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT
+ 1000mg Streptomisin + 5 tab Etambutol
inj.
KATEGORI ANAK: 2HRZ/4HR

Anda mungkin juga menyukai