Anda di halaman 1dari 25

A L I S I S M O D

N E L
A
Kelompok A3
1 Belinda Natasha 22.37
2 Faza Shabrina 22.38

3 Kayla Sekarning 22.39

ANGGOTA 4 Ilma Dalila M 22.40

KELOMPOK 5 Dyah Kusuma F 22.41


6 Herlin Widya N H 22.42
7 Damar Faiz R 22.43
Lengkung Geligi
Lengkung geligi merupakan lengkung yang dibentuk oleh
mahkota gigi geligi dan menggambarkan hubungan ukuran
mahkota gigi geligi dengan kedudukan serta inklinasi gigi geligi
itu sendiri.

Cara menentukan bentuk lengkung geligi :


Model dilihat dari oklusal kemudian diamati bentuk lengkung
geliginya. Bentuk lengkung geligi yang normal adalah parabola.
Bentuk yang tidak normal : lebar, menyempit, dll.
Bentuk kepala biasanya berhubungan dengan bentuk lengkung
geligi.
Macam : Parabola, Long & Narrow (menyempit), Broad (melebar).
Lengkung Geligi
Menurut Raberin (1993) bentuk lengkung geligi rahang bawah
dibagi menjadi 5 bentuk yaitu : Narrow (Menyempit), Wide
(Melebar), Mid (Rata-rata), Pointed (Meruncing) dan Flat
(Mendatar).
Titik referensi pada sistem pentamorphic adalah pada garis median
i1, cusp C, cusp mesio-bukal gigi M1, cusp disto-bukal M2
k L e n g k u n g G
n t u e l i
B e g i

Bentuk lengkung geligi pada Model


Rahang Atas : Parabola
Rahang Bawah : Parabola
Untuk mendapat oklusi yang baik diperlukan ukuran gigi yang
proporsional. Tooth size analysis atau analisi Bolton
mempelajari pengaruh perbedaan ukuran gigi rahang bawah
terhadap ukuran gigi rahang atas dengan keadaan oklusinya.
Dilakukan dengan mengukur lebar mesiodistal tiap gigi
permanen.
ANALISIS
UKURAN GIGI Rasio yang diperoleh membantu dalam mempertimbangkan
hubungan overbite dan overjet yang mungkin akan tercapai
setelah perawatan selesai, pengaruh pencabutan pada oklusi
posterior dan hubungan insisif, serta oklusi yang tidak tepat
karena ukuran gigi yang tidak sesuai.
11 = 0,8 21 = 0,9
12 = 0,6 22 = 0,7
13 = 0,7 23 = 0,6
14 = 0,7 24 = 0,7
15 = 0,6 25 = 0,6
16 = 1 26 =0,9

31 = 0,5 41 = 0,5
32 = 0,6 42 = 0,6
33 = 0,6 43 = 0,6
34 = 0,6 44 = 0,6
35 = 0,7 45 = 0,6
36 = 0,9 46 = 1
(Dalam cm)

Rasio keseluruhan diperoleh dengan cara menghitung jumlah lebar 12 gigi rahang bawah dibagi dengan
jumlah 12 gigi rahang atas dan dikalikan 100. Rasio keseluruhan sebesar 91,3 berarti sesuai dengan
analisis Bolton, yang akan menghasilkan hubungan overbite dan overjet yang ideal. Jika rasio
keseluruhan lebih dari 91,3 maka kesalahan terdapat pada gigi rahang bawah. Jika rasio kurang dari
91,3 berarti kesalahan ada pada gigi rahang atas.
PADA MODEL

Jumlah RB /Jumlah RA x 100

74 / 76 x 100

= 97,3
DISKREPANSI

RA= 70 MM

ukuran yang di butuhksn


RA

RB = 81 MM
diskrepansi adalah perbedaan antara
tempat yang tersedia dengan tempat yang ukuran yang dibutuhkan
dibutuhkan. RB =
KURVA SPEE

Lengkung yang menghubungkan insisal


insisivi dengan bidang oklusal molar
terakhir rahang bawah, dalam keadaan
normal besarnya tidak melebihi 1,5 mm.

kurva spee positif -> bentuk kurvanya jelas


dan dalam, biasanya pada gigi insisivi yang
supraposisi atau gigi posterior yang
infraposisi atau gabungan kedua keadaan
tadi

Pada kasus kurva spee negatif,


yaitu kedalamannya normal
tidak lebih dari 1,5mm
DIASTEMA

Ruang antara dua gigi yang berdekatan, gingiva di antara gigi-gigi kelihatan.
Adanya diastema pada fase gigi geligi pergantian masih normal, tetapi
adanya diastema pada fase gigi permanen perlu diperiksa lebih lanjut.

Pada kasus merupakan gigi


permanen dan normal tidak
terdapat diastema
RELASI GIGI ANTERIOR
OVERJET

Merupakan jarak horizontal antara


insisal insisivi atas dengan bidang labial
insisivi bawah. Overjet normal yaitu 2-3
mm

OVERBITE
Merupakan jarak vertikal antara
insisal insisivi atas dengan insisal
insisivi bawah. Overbite normal
yaitu 2mm.
RELASI GIGI ANTERIOR MODEL
OVERJET
OVERBITE

Overjet : 4 mm Overbite : 5 mm
Pada model mengalami protrusif RA Pada model mengalami deep
bite/gigitan dalam

Pada model terdapat pergeseran garis


median pada rahang bawah kearah dextra
RELASI GIGI POSTERIOR JURUSAN
SAGITAL
Netroklusi :tonjol mesiobukal

molar pertama permanen RA terletak pada lekukan bukal molar


pertama permanen RB
Distoklusi : tonjol distobukal mlum erupsiolar pertama permanen atas terletak pada lekukan bukal
molar pertama permanen RB
Mesioklusi : tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas terletak pada tonjol distal molar
pertama permanen RB
Gigitan tonjol : tonjol mesiobukal molar pertama permanen RA beroklusi dengan tonjol mesiobukal
molar pertama permanen bawah
Tidak ada relasi : bila salah satu molar permanen tidak ada misalnya oleh karena pencabutan, atau
bila kaninus permanen belum erupsi
RELASI GIGI POSTERIOR JURUSAN
SAGITAL

Sisi Sinistra

Relasi gigi posterior sisi sinistra memiliki relasi netroklusi


yang dimana tonjol mesiobukal m1 RA terletak pada bukal
grove m1 RB.
Relasi gigi posterior sisi dextra mengalami open bite pada
molar m1 RA dan terdapat gigitan tonjol pada cusp lingual.
Pada sisi dextra terdapat kontak prematur pada gigi
posterior. Hal ini dapat disebabkan oleh karena adanya
Sisi Dextra
pergeseran garis median mandibula. Bisa jadi pada pasien
mengalami displacement mandibula.
RELASI GIGI JURUSAN
TRANSVERSAL
Gigi yang terletak salah
Versi : mahkota gigi miring ke arah tertentu tetapi
akar gigi tidak (misalnya mesioversi, distoversi,
labioversi, linguoversi).
Infra oklusi : gigi yang tidak mencapai garis oklusal
dibandingkan dengan gigi lain dalam lengkung geligi.
Supra oklusi : gigi yang melebihi garis oklusal
dibandingkan dengan gigi lain dalam lengkung geligi.
Rotasi : gigi berputar pada sumbu panjang gigi, bisa
sentris atau eksentris.
Transposisi : dua gigi yang bertukar tempat, misalnya
kaninus menempati tempat insisivi lateral dan insisivi
lateral menempati tempat kaninus.
Ektostema : gigi yang terletak di luar lengkung geligi
(misalnya kaninus
Gigi yang terletak salah
penyebutan kelainan gigi secara individual

Mesioversi : mesial terhadap posisi normal gigi


Distoversi : distal terhadap posisi normal gigi
Linguoversi : lingual terhadap posisi normal gigi
Labioversi : labial terhadap posisi normal gigi
Infraversi : inferior terhadap garis oklusi
Supraversi : superior terhadap garis oklusi
Aksiversi : inklinasi aksial yang salah (tipped)
Torsiversi : berputar menurut sumbu panjang gigi
Transversi : perubahan urutan posisi
Gigi yang terletak salah
Kelainan letak sekelompok gigi

Protrusi : kelainan kelompok gigi anterior


atas yang sudut inklinasinya bawah
terhadap sudutnya > 90° garis terhadap
maksila garis > mandibula.
Retrusi : kelainan kelompok gigi anterior
atas yang sudut inklinasinya terhadap garis
maksila < 110°, untuk rahang bawah < 90°.
Berdesakan : gigi yang tumpang-tindih.
Diastema : terdapat ruangan di antara dua
gigi yang berdekatan
GIGI YANG TERLETAK SALAH

Rahang Atas

13 Distolabial rotasi eksentris


15 mesiopalatal rotasi eksentris
16 distobukal rotasi eksentris

21 mesiolabial rotasi eksentris


25 palatoversi
GIGI YANG TERLETAK SALAH

Rahang Bawah

31, 41 distolabial rotasi eksentris


32, 33 distolabial rotasi sentris
45 distolingual rotasi eksentris
pergeseran garis median
rahang atas
membuat tiga titik pada papila insisiva, pertemuan rugae
palatina kanan dan kiri, dan rafe palatina, lalu ditarik garis
lurus. Pada keadaan normal garis ini melewati titik kontak
insisivi sentral atas.
rahang bawah
membuat titik pada perlekatan frenulum labial dan lingual.
Titik ini biasanya melewati titik kontak insisivi sentral
bawah.

Cara melihat pergeseran garis median adalah dengan melihat apakah garis median
muka melewati titik kontak insisivi sentral masing-masing rahang. Bila titik kontak
terletak pada garis median berarti tidak terdapat pergeseran akan tetapi bila titik
kontak terletak di sebelah kiri atau kanan garis median muka maka terdapat
pergeseran ke kiri atau ke kanan.k
PERGESERAN GARIS MEDIAN

TERJADI PERGESERAN GARIS


MEDIAN PADA RAHANG BAWAH
KEARAH SINISTRA
1. Raberin M, Laumon B, Martin JL, Brunner F. Dimensions and form
of dental arches in subjects with normal occlusions. Am J Orthod
Dentofacial Orthop. 1993 Jul;104(1):67-72. doi: 10.1016/0889-

Referensi 5406(93)70029-N. PMID: 8322725.


2. Rahardjo, P. (2011). Diagnosis Ortodontik. Surabaya: Airlangga
University Press.
3. Rahardjo, Pambudi (2008). Diagnosis Ortodontik. Airlangga
University Press, Surabaya. p53-68.
Kelompok A3

Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai