S (Sella) : jarak 3,5 mm dari dasar batas garis cekungan fossa pituitary
(Nasion) : titik paling anterior dari permukaan antara tulang frontak dan sutura frontalis
nasalis
Beberapa titik di maksila yang sering digunakan
A (Subspinale): titik paling dalam pada kontur premaksila di antara spina nasalis anterior dan gigi
insisivi
SNA (Spina Nasalis Anterior) : Ujung spina nasalis anterior
SNP (Spina Nasalis Posterior) : batas posterior palatum
Beberapa titik di mandibula yang sering digunakan
B (Submentale) : titik yang paling dalam pada kontur mandibula di antara insisivi dan dagu.
Merupakan proyeksi alveolaris biasanyaterletak anterior setinggi apeks gigi insisiv
Po (Pogonion) : titik paling anterior/menonjol pada dagu
Letak maksila dan mandibula dapat dilihat pada sudut SNA, SNB, dan ANB. Sudut SNA
adalah sudut yang dibentuk oleh garis SN dan titik A. Sudut ini menyatakan posisi maksila yang
diwakili titik A terhadap basis kranial (SN) dalam arah antero-posterior Besar sudut SNA untuk
populasi surabaya rata – rata adalah 840. Normalnya SNA adalah 82 ±2 (80-84). Besar sudut SNA
dipengaruhi letak titik A dalam arah sagital apakah lebih anterior atau posterior sedangkan garis
SN bisa dianggap stabil letaknya. Bila sudut SNA lebih besar dari normal, berarti maksila terletak
lebih ke anterior (kelas 2 skeletal) atau prognati maksila. Jika SNA lebih kecil dari normal maka
retrognati maksila.
Sudut SNB adalah sudut yang dibentuk oleh garis SN dan titik B. Normalnya sudut SNB
adalah 800 ±2 (78-82). Sudut ini menyatakan posisi mandibula terhadap basis kranial. Besar sudut
dipengaruhi letak titik B dalam arah sagital apakah lebih anterior atau posterior. Bila sudut SNB
lebih besar dari normal, berarti mandibula terletak lebih ke anterior (kelas 3 skeletal) atau prognati
mandibula. Jika SNB lebih kecil dari normal, berarti retrognati mandibula.
Sudut ANB merupakan perbedaan antara sudut SNA dan SNB yang menyatakan hungan
maksila terhadap mandibula.Untuk menginterpretasikan sudut ANB, harus diketahui besar sudut
SNA dan SNB karena hanya dengan melihat besar sudut ANB belum dapat diketahui rahang mana
yang tidak normal. ANB di peroleh dari SNA-SNB.
Nilai rata-rata ANB adalah 2 ±2. Bila hanya diketahui besar sudut ANB, hanya dapat
diketahui kecenderungan maloklusi yang terjadi ialah bila besarnya lebih besar daripada 40
cenderung terdapat maloklusi kelas II skeletal, sedangkan bila besarnya lebih kecil dari 0 0
(misalnya -20) berarti terdapat maloklusi kelas III skeletal. Semakin besar sudut ANB semakin
besar perbedaan letak maksila dan mandibula.
Sudut fasial yaitu sudut yang dibentuk oleh bidang FH-N-Pog, menggambarkan posisi
dagu dengan FH. Menggambarkan kedudukan mandibula terhadap profil wajah.
FH merupakan bidang yang melalui porion kanan dan kiri ke orbital kanan dan kiri.
Porion adalah titik tengah paling superior/kontur akar, paling posterior dari ear rod
Nilai rata-ratannya 87 ±3. Apabila lebih dari normal berarti protusif, apabila lebih rendah
dari normal berarti retrusive.
I1 I2 CP1P2M1 M2M3
RA (tahun)7-8 8-9 11-1210-1110-126-7 12-1317-21
RB (tahun)6-7 7-8 9-1011-1211-126-7 11-1317-21
D. Parabola: bentuk lengkung yang normal, devergen ke posterior (dari P2 sampai M2 kanan-kiri)
dan melengkung parabola ke anterior (dari C sampai C kanan-kiri).
Lyra: lengkung dengan adanya penyempitan di daerah caninus & premolar, melebar di molar
Omega: lengkung dengan adanya penyempitan di daerah molar
Sempit: lengkung dengan adanya penyempitan di daerah anterior & posterior (palatum yang
dalam)
E. Tempat yang tersedia adalah panjang lengkung gigi disebelah mesial gigi M1 permanen kiri
sampai dengan mesial gigi M1 permanen kanan untuk tumbuhnya gigi permanen pengganti
dalam lengkung yang benar.
Tempat yang dibutuhkan tempat yang dibutuhkan untuk gigi pengganti permanen untuk
erupsi dalam lengkung yang benar.
Tempat yang tersedia: membagi lengkung geligi menjadi empat segmen yang membentuk
garis lurus mulai dari mesial gigi molar pertama permanen kiri sampai mesial gigi molar
pertama permanen kanan melalui titik kontaknya, kemudian diukur berapa jaraknya tiap segmen
dengan menggunakan jangka yang kedua ujungnya lancip dan dijumlahkan.
• Segmen 1: mesial molar pertama permanen kiri sampai distal insisiv dua kiri
• Segmen 2: distal insisiv dua kiri sampai midine
• Segmen 3: midline sampai distal insisiv dua kanan
• Segmen 4: distal insisiv dua kanan sampai mesial molar pertama permanen kanan.
Tempat yang dibutuhkan (Moyers): menghitung jumlah lebar mesio-distal gigi permanen
pengganti yang akan erupsi dengan melihat tabel moyers dimana hasil penjumlahan lebar
merio-distal 4 insisiv RB dapat sebagai acuan perkiraan jumlah lebar gigi pengganti permanen
untuk RA dan RB pada tabel moyers.
Cara menghitung: X+2Y
x = lebar mesio-distal pada lengkung terbesar empat gigi insisiv rahang bawah atau rahang atas
y = nilai perkiraan jumlah lebar mesio-distal gigi pengganti permanen RA/ RB dari tabel
moyers yang dilihat berdasarkan jumlah dari mesio-distal empat gigi insisiv rahang bawah
Indikasi: jika gigi terdapat di lengkung yang benar dan kehilangan tidak lebih dari satu pada
setiap segmen.
Diskrepansi model adalah kondisi panjang lengkung rahang kekurangan / kelebihan tempat saat gigi
permanen pengganti telah erupsi.
Diskrepansi model dapat diguakan untuk menentukan macam perawatan, dimana macam perawatan
dibidang orthodonti meliputi ekstraksi dan non ekstraksi.