Anda di halaman 1dari 34

IMPAKSI

Disusun oleh:
Kelompok J 2015
Claudia 1506731662 Nadhira Dewi H. I. 1506727942
Claritasha Adienda 1506668662 Rivandy Holil 1506730281
Hasti Raissa 1506734185 Saint Fabia C. 1506732021
Hernandia Astika 1506668826 Siska Yurfina 1506668744
Nadhifa Putri 1506669141 Zhiara Aulia 1506669210

PEMBIMBING

DRG. M. ADHITYA LATIEF. SP.BM(K)

DEPARTEMEN BEDAH MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS INDONESIA

JAKARTA

2020
KLASIFIKASI IMPAKSI

1. Klasifikasi Impaksi Molar Tiga Mandibula


1.1. Klasifikasi Pell dan Gregory
Klasifikasi Pell dan Gregory terbagi menjadi 2, yaitu klasifikasi posisi yang
didasarkan dari hubungan gigi molar tiga dengan bidang oklusal, dan kelas yang
didasarkan antara hubungan gigi molar tiga dengan ramus mandibula.
Klasifikasi kelas Pell dan Gregory terbagi
menjadi 3. Kelas I, yaitu apabila mahkota dari gigi
molar tiga yang impaksi berada di anterior dari
anterior border ramus mandibula dan jarak antara
distal molar 2 dengan ramus mandibula mencukupi
lebar mesiodistal gigi molar 3. Hubungan kelas I
memberikan aksesibilitas yang baik terhadap gigi
yang impaksi sehingga paling mudah untuk
dilakukan tindakan.
Kelas II, yaitu apabila posisi gigi lebih
posterior sehingga sebagian gigi tertutup oleh
ramus, dan apabila jarak antara distal molar 2
dengan ramus kurang mencukupo sampai setengah
dari lebar mesiodistal gigi molar 3.
Kelas III, yaitu apabila seluruh bagian gigi
molar tiga yang impaksi berada di dalam ramus
mandibula. Hubungan kelas 3 menyebabkan
aksesibilitas yang minim sehingga sangat sulit
untuk dilakukan pengangkatan.

Klasifikasi posisi impaksi Pell dan Gregory


dibagi menjadi posisi 3, yaitu :
Posisi A, yaitu apabila permukaan oklusal dari gigi molar tiga mandibula yang
impaksi sejajar atau mendekati permukaan oklusal gigi molar dua yang berdekatan.

Posisi B, yaitu apabila permukaan oklusal


dari gigi molar tiga mandibula yang impaksi
berada di antara permukaan oklusal dan garis
servikal gigi molar dua yang berdekatan,

Posisi C, yaitu apabila permukaan oklusal


dari gigi molar tiga mandibula yang impaksi
berada di bawah dari garis servikal gigi molar dua
yang berdekatan.

1.2. Klasifikasi Winter


Sistem klasifikasi yang paling umum digunakan sehubungan dengan rencana
perawatan adalah dengan menentukan angulasi dari sumbu vertikal gigi impaksi molar
tiga dengan sumbu vertikal dari gigi molar dua yang bersebelahan. Sistem klasifikasi ini
memberikan evaluasi awal yang cukup baik untuk menilai tingkat kesulitan ekstraksi1.
Klasifikasi Winter dibagi menjadi 4, yaitu mesioangular, distoangular, vertikal,
dan horizontal. Gigi molar
tiga mandibula dikatakan
impaksi mesioangular
apabila derajat kemiringan
gigi molar tiga terhadap
molar dua adalah 11˚ sampai
79˚.
Impaksi molar tiga
horizontal adalah apabila derajat
kemiringan gigi molar tiga
terhadap molar dua adalah 80˚
sampai 100˚.

Impaksi molar tiga vertikal


adalah apabila derajat kemiringan
gigi molar tiga terhadap molar dua
adalah 10˚ sampai -10˚.

Impaksi gigi molar tiga


distoangular adalah apabila derajat
kemiringan gigi molar tiga
terhadap molar dua adalah -11˚
sampai -79˚.

Selain itu Winter juga membagi klasifikasi posisi yang tidak umum, yaitu
impaksi bukolingual, dan impaksi inverted. Impaksi bukolingual adalah apabila posisi
mahkota dan akar yang saling tumpang tindih secara radiograf . Sedangkan impaksi
inverted adalah impaksi dengan posisi gigi yang terbalik, dengan kemiringan antara
111˚ sampai -80˚.

A. B.

1.3. Hubungan Gigi Molar Tiga Mandibula Impaksi dengan Kanalis Mandibula
Kanalis mandibula adalah kanal yang memanjang dari foramen mandibula
hingga foramen mentale. Kanalis mandibula berisi arteri dan vena alveolar inferior,
serta saraf alveolar inferior yang mempersarafi gigi geligi bawah. Diameter kanal
kurang lebih adalah 3,4 mm. Letak arteri dan saraf di dalam kanalis mandibula adalah
sejajar, namun dapat bervariasi posisinya. Secara radiograf kanalis mandibula nampak
radiolusen dengan batas radiopak yang jelas, dan memiliki tulang kortikal
disekelilingnya.
Rood dan Shehab (1990) mengemukakan 5 jenis hubungan gigi molar tiga
mandibular yang mengalami impaksi dengan kanalis mandibula. Adapun hubungannya
dijelaskan dengan sebutan relasi A, B, C, D, dan E.
Pada relasi A terdapat penurunan densitas pada akar dari molar tiga mandibular.
Pada relasi B terjadi deviasi dari kanalis mandibula. Garis putih dari kanalis mandibula
terputus pada relasi C. Selanjutnya, pada relasi D terjadi defleksi dari akar molar tiga
mandibula oleh kanalis mandibula, dan pada relasi E terjadi penyempitan akar molar
tiga mandibula. Gigi molar tiga mandibula impaksi yang tidak berhubungan dengan
kanalis mandibula dinyatakan dengan Tidak Berelasi.

2. Klasifikasi Impaksi Molar Tiga Maksila


2.1. Klasifikasi Pell- Gregory:
Kelas A: permukaan oklusal gigi impaksi sejajar oklusal gigi M2 (a)
Kelas B: Permukaan oklusal gigi impaksi berada diantara oklusal dan servikal M2 (b)
Kelas C: permukaan oklusal gigi impaksi berada dibawah servikal gigi M2 (c-e)
2.2. Klasifikasi Winters:
1. Mesioangular,
2. Distoangular,
3. Vertical,
4. Horizontal,
5. Buccoangular,
6. Linguoangular,
7. Inverted

2.3. Klasifikasi berdasarkan Hubungan dengan Sinus


Maksila:
- Sinus Approximation (SA): tidak ada tulang antara
gigi M3 dengan dasar sinus maksila
- No Sinus Approximation (NSA): terdapat 2 mm
tulang atau lebih antara gigi M3 dengan dasar sinus
maksila

3. Klasifikasi Impaksi Kaninus


3.1. Kaninus Mandibula Berdasarkan Kedalamannya
- Level A, apabila mahkota gigi impaksi kaninus berada di servikal gigi yang
berdekatan.
- Level B, apabila mahkota gigi impaksi kaninus berada diantara servikal hingga
apical gigi yang berdekatan
- Level C, apabila mahkota gigi impaksi kaninus berada di bawah apikal gigi yang
berdekatan

3.2. Klasifikasi Impaksi Kaninus Maksila Berdasarkan Archer

- Posisi gigi impaksi kaninus maksila berada di labial atau palatal


- Posisi intermediate:
o Apabila mahkota gigi impaksi kaninus berada diantara gigi insisivus
lateral dan premolar
o Apabila mahkota dari gigi impaksi kaninus berada di apical dengan
orientasi berada di labial/palatal dari gigi insisivus lateral dan premolar.
- Abberant position: gigi impaksi kaninus maksila berada di sinus maksila atau
nasal cavity
- Kelas I: Impaksi kaninus maksila berada di palatal, dengan posisi horizontal,
vertikal, atau semivertikal.
- Kelas II: Impaksi kaninus maksila berada di labial atau bukal, dengan posisi
horizontal, vertikal, atau semivertikal.
- Kelas III: Impaksi kaninus maksila berada di bukal dan palatal, contoh apaila
mahkota berada di palatal dan akarnya berada di bukal.
- Kelas IV: Impaksi kaninus maksila berada di prosesus alveolar antara gigi
insisiv dan premolar pertama
- Kelas V: Impaksi kaninus maksila pada kasus edentulous
3.3. Yamamoto
- Tipe I: gigi impaksi kaninus berada diantara insisiv lateral dan premolar satu
- Tipe II: mahkota gigi kaninus miring ke arah mesial
- Tipe III: mahkota gigi kaninus miring ke arah distal
- Tipe IV/V: posisi gigi impaksi kaninus horizontal kea rah mesial / distal
- Tipe VI: posisi gigi impaksi kaninus vertikal kea rah fossa orbital
- Tipe VII: posisi gigi impaksi kaninus horizontal dengan mahkota berada di
bukal atau posisi gigi kaninus bertukar dengan gigi yang berdekatan.

4. Klasifikasi Impaksi Gigi Supernumerary


4.1. Berdasarkan lokasi
Mesiodens Paramolar
Gigi supernumerary pada garis midline
Gigi supernumerary di antara gigi molar
diantara insisif sentral

Distomolar Parapremolar
Gigi supernumerary yang tumbuh pada Gigi supernumerary yang terdapat pada
lokasi paling distal molar ketiga daerah premolar
4.2. Berdasarkan bentuk
Supplemental
Conical Seperti gigi normal
Peg shaped

Tuberculate Odontoma
Memiliki lebih dari satu cusp/ tubercle Tidak berbentuk gigi, massa jaringan gigi

4.3. Berdasarkan Angulasi

Vertikal: orientasi normal sesuai dengan


sumbu gigi pada normalnya

Inverted: orientasi gigi terbalik


Transverse: orientasi horizontal
TATALAKSANA GIGI IMPAKSI

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kasus impaksi seringkali terlihat mudah pada awal pemeriksaan. Tetapi pada
saat dilakukan odontektomi lebih sulit daripada yang diperkirakan. Disamping itu, dapat
terjadi masalah yang tidak diduga sebelumnya seperti fraktur ujung akar atau trauma
dan rusaknya kanalis mandibula. Untuk menentukan tingkat kesulitan prosedur
odontektomi, dokter gigi harus melakukan pemeriksaan secara sistematis. Pemeriksaan
yang cukup penting dalam menentukan tingkat kesulitan odontektomi adalah
pemeriksaan radiograf.

Pemeriksaan radiograf ini dapat membantu menentukan lokasi dan bentuk gigi,
teknik pencabutan yang akan digunakan dan struktur anatomis yang harus dihindari
pada saat tindakan. Selain itu pemeriksaan radiograf ini juga berfungsi untuk
menentukan resiko pengambilan jaringan serta timbulnya trauma akan dapat dibatasi
seminimal mungkin sehingga sangat dapat menghindari komplikasi ataupun kegagalan
dalam perawatan.

1. Teknik Periapikal
Proyeksi periapikal sendiri merupakan proyeksi pertama yang lazim digunakan
untuk melihat gigi dan jaringan periapikal dibawahnya. Pada kasus gigi impaksi,
proyeksi ini dapat memperlihatkan bentuk akar gigi yang sangat berperan dalam
menentukan tingkat kesulitan perawatan. Pemakaian teknik radiografi periapikal
bertujuan untuk mendapatkan gambaran gigi, daerah apikal akar gigi secara
individual beserta struktur jaringan sekitarnya. Radiografi yang dihasilkan dapat
memuat 3 sampai 4 gambar gigi serta jaringan pendukungnya dan sudah cukup
memberikan informasi yang detail dari gigi dan jaringan sekitarnya

2. Teknik Oklusal
Proyeksi oklusal (crossection) yang dapat memberikan informasi mengenai
inklinasi gigi dalam bidang frontal dan atau rotasi gigi molar tiga rahang bawah.
Rotasi gigi impaksi dapat menimbulkan kesan yang salah terhadap morfologi akar.
Selain itu, proyeksi oklusal memberikan informasi mengenai lengkung akar apakah
sangat membengkok (dilaserasi), lurus atau hanya sedikit membengkok. Akar yang
sangat bengkok akan mempersulit prosedur odontekdomi. Sehingga pada radiograf
harus diperhatikan daerah apeks dengan teliti dengan cara menelusuri tepinya untuk
memperoleh gambaran ada atau tidaknya ujung akar yang membengkok atau
abnormal yang dapat mengarah ke fraktur.

3. Teknik Lateral Oblique


Lateral oblique merupakan teknik radiografi ekstra oral yang memperlihatkan
rahang dan diambil dengan menggunakan dental Sinar-X. Sebelum peralatan
dental panoramik mengalami kemajuan seperti sekarang, teknik lateral oblique
ini merupakan teknik ekstra oral rutin yang digunakan di rumah sakit dan
praktek umum dokter gigi. Dalam beberapa tahun terakhir, popularitasnya telah
berkurang, namun keterbatasan dari dental tomograf panoramik menjadikan
teknik ini tetap memiliki peran penting dalam ilmu radiologi.

4. Tube Shift Technique - Buccal Object Rule (SLOB)


Metode selanjutnya adalah Buccal Object Rule. Metode ini digunakan untuk
menentukan posisi benda asing atau struktur anatomis yang saling tumpang tindih,
apakah terletak di bukan dan lingual. Prinsip metode ini adalah apabila dilakukan
dua proyeksi yang berbeda pada sepasang obyek pada bukal dan lingual, maka
pergeseran obyek di bukal terhadap obyek di lingual akan searah dengan arah
pergeseran sinar-X.
Radiograf pertama biasanya dilakukan dengan teknik periapikal standar,
sedangkan yang kedua dengan cara mengubah arah cone dalam arah vertikal dan
atau horizontal. Metode ini dikenalkan oleh Richard (1952) untuk menentukan
lokasi kanalis mandibula terhadap gigi molar tiga rahang bawah yang impaksi.
Untuk merencanakan prosedur perawatan, informasi mengenai posisi kanalis
mandibula terhadap ujung akar ini sangat penting.
Untuk menentukan posisi kanalis mandibula terhadap gigi molar tiga rahang
bawah, radiograf pertama dilakukan dengan teknik standar. Pengambilan
selanjutnya dilakukan dengan sudut vertikal -20o. Jika kanalis mandibula terletak di
bukal apeks, maka gambaran kanalis mandibula akan bergerak ke arah atas atau
superior apeks gigi. Sebaliknya, jika kanalis mandibula terletak di lingual apeks,
maka ia akan bergerak ke arah bawah atau berlawanan arah dengan perubahan
sudut vertikal kon, jika tidak terjadi perubahan, maka kanal dan ujung akar berada
dalam posisi yang sama.

Gambar ini merupakan periapikal standar (kiri atas), kemudian vertikan sudut
-15o (kanan atas), dan vertikal -30o kiri bawah. Tampak kanalis mandibula bergeser ke
kranial yang menunjukan posisinya ada di bukal akar gigi.

5. Panoramik
Radiografi panoramik adalah metode diagnostik standar untuk pemeriksaan awal
dari hubungan antara impaksi gigi molar ketiga mandibula dengan kanal alveolar
inferior. Radiografi panoramik dapat menjangkau area yang luas dari tulang wajah
dan gigi dengan dosis radiasi yang rendah. Kerugian utama dari radiografi
panoramik adalah gambar yang dihasilkan tidak dapat menampilkan gambaran
anatomi secara detail.

6. CBCT
Karena teknik panoramik merupakan pencitraan dua dimensi yang tidak
memberikan informasi bidang aksial, koronal dan sagital. CBCT adalah metode
yang lebih dapat diandalkan untuk pemeriksaan pra-operative dari molar ketiga
mandibula. Cone Beam computed tomography (CBCT) scanning adalah sebuah
penyederhanaan pemindaian CT medis yang dilakukan di kedokteran gigi dan
disiplin terkait. Pemindai CBCT didasarkan pada tomografi volumetrik. Sumber
sinar-x dan detektor daerah reciprocating serempak bergerak di sekitar kepala
pasien. Program perangkat lunak diterapkan pada data gambar untuk menghasilkan
kumpulan data volumetrik 3D yang dapat digunakan untuk memberikan gambar
rekonstruksi dalam arah aksial, sagital dan koronal.
Gambar CBCT dapat digunakan untuk menemukan posisi yang tepat dari gigi
impaksi dan untuk membuat strategi perancangan diagnosis serta perancangan yang
akurat yang akan menghasilkan intervensi bedah yang kurang invasif. CBCT
menghasilkan kontras yang tinggi sehingga lebih jelas dalam menampilkan jaringan
keras, dengan CBCT dapat menghindari kesalahan posisi dari struktur gigi. CBCT
dapat menentukan lokasi yang tepat dari gigi impaksi dan hubungannya dengan
struktur sekitarnya. Data yang dikumpulkan dari gambar dapat diformat ulang
untuk menunjukkan bagian oral dan kompleks maksilofasial pada bidang aksial,
koronal dan sagital. Data ini dapat dimanipulasi untuk menghasilkan rekonstruksi
3D yang tepat dari area yang ingin dievaluasi ahli bedah, membantu menemukan
gambaran yang jelas tentang lokasi gigi yang tepat.

7. Dynamic Surgical Navigation System

Dynamic surgical navigation system adalah sebuah sistem operasi yang


melacak gerakan handpiece dan posisi pasien secara realtime. Posisi dan angulasi dari
handpiece dan bur dihitung secara tepat dan disesuaikan dengan hasil CBCT pasien
secara langsung dan ditampilkan di layar. Umumnya, alat dan sistem ini digunakan
untuk perawatan implant, namun saat ini telah mulai dikembangkan untuk digunakan
dalam tindakan odontektomi dan bedah mulut lainnya. Navigation system ini digunakan
saat melakukan proses osteostomi, dimana melakukan pembedahan pada tulang,
sebelum mengekstraksi gigi impaksi.

Navigation system ini memiliki beberapa komponen yang dibutuhkan selama


proses, yaitu stereotatic camera, tracking array, dan komputer dengan sistem navigasi.
Tracking array sendiri terbagi menjadi 2 komponen, dimana yang satu tersambung
dengan handpiece dan yang satunya tersambung dengan pasien. Stereotatic camera dan
tracking array berguna untuk mendeteksi gerakan dari handpiece terhadap angulasi dan
posisi pasien, serta disesuaikan dengan posisi yang telah disesuaikan sebelumnya dalam
software.

Kelebihan dari penggunaan navigation system ini adalah:

• Foto CBCT, perencanaan dan operasi dapat dilakukan dalam satu pertemuan
• Mengurangi bahaya terhadap pasien:
• Operasi dengan minimal invasif
• Mengurangi ketidaknyamanan pasien,
• Mengurangi risiko infeksi
• Dan mempercepat penyembuhan
• Meningkatkan keamanan dan predikbilitas karena panduan dengan akurasi tinggi
dari alat
• Perencanaan cepat dan simpel
• Mengurangi risiko kerusakan tulang akibat overheat
• Meningkatkan ergonomik saat pengerjaan
• Dapat menghindari struktur vital seperti sinus maksilaris, mandibular lingual
cortex, nervus alveolaris inferior
Sedangkan kelemahan dari penggunaan navigation system ini adalah biaya alat
yang tinggi, dan technical issue, dimana software dari tiap merk dagang memiliki
komponen yang berbeda.

Tahapan penggunakan dynamic surgical navigation system dalam melakukan


osteostomi adalah:

• Pasien melakukan foto CBCT, setelah itu hasil CBCT di kirim ke sistem
navigasi (software)
• Tahapan persiapan berikutnya adalah mencari tempat dimana akan dilakukan
osteotomi yang paling efektif, dan menggambarkan posisi osteotomi yang akan
dilakukan dalam software
• Selanjutnya memasuki tahap operasi:
• Lakukan anestesi dan insisi gingiva
• Kemudian memasang tracking device pada pasien
• Setelah itu, lakukan kalibrasi bur yang akan digunakan
• Melanjutkan osteotomi sesuai dengan panduan dari sistem navigasi
(posisi dan angulasi handpiece)
• Setelah selesai dilakukan osteotomi, maka gigi impaksi akan terekspos.
• Gigi yang sudah terekspos dapat diekstraksi dengan elevator dan forcep
• Kemudian dilakukan hecting
TEKNIK TERBARU DALAM TATA LAKSANA IMPAKSI

Prosedur Bedah Impaksi Gigi menggunakan Teknik Piezoelektrik

Prosedur bedah untuk kasus impaksi gigi secara konvensional menggunakan


conventional rotary technique yang dapat menyebabkan berbagai efek samping pasca
operasi. Efek samping tersebut seperti nyeri, pembengkakan, trismus, cedera saraf,
perdarahan dan dry socket. Seiring berkembangnya teknologi, mulai dikenalkan teknik
operasi menggunakan piezoelektrik.

Uji klinis pertama menggunakan operasi tulang dengan piezoelektrik yaitu pada tahun
1970-an. Perangkat piezo menggunakan frekuensi ultrasonik termodulasi yang
memungkinkan pemotongan tulang dengan mikrovibrasi. Instrumen piezoelektrik secara
selektif bekerja pada jaringan keras, sehingga mengurangi kemungkinan menimbulkan
trauma iatrogenik ke jaringan di sekitarnya, termasuk mukosa dan struktur neurovaskuler.
Peneliti telah mengumumkan perangkat piezosurgical secara resmi alternatif yang lebih aman
daripada bur konvensional untuk ostektomi karena respons osseus yang menguntungkan yang
memfasilitasi pemulihan yang cepat.

Bedah piezoelektrik dievaluasi ulang secara definitif pada akhir 1980-an, dan saat ini,
dianggap sebagai teknik alternatif yang dapat digunakan dalam bedah osseous oral dan
maksilofasial, karena juga menghasilkan lebih sedikit komplikasi pasca operasi.

Filosofi pengembangan operasi tulang dengan teknik piezoelektrik didasarkan pada


dua konsep dasar dalam operasi tulang: invasi minimum dan mudah dalam penggunaan.
Kemudahan kontrol perangkat dapat mengurangi perdarahan selama operasi, pemotongan
yang akurat dan penyembuhan jaringan yang baik, bahkan dalam beberapa kasus dengan
kompleksitas anatomi.

Dalam operasi yang dilakukan dengan piezosurgery, tidak perlu menerapkan gaya
ekstra untuk mengatasi gaya balik yang disebabkan oleh rotasi motor mikro, dan gaya yang
diperlukan untuk memotong jauh lebih rendah; selain menjaga kedalaman potongan yang
sama, ia juga memberikan kontrol yang lebih baik untuk ahli bedah dan mengurangi trauma
pada jaringan mineral menggunakan prinsip-prinsip biomekanik, serta mencegah panas
berlebih. Ini juga menyebabkan kerusakan jaringan minimal pada tulang dengan
mempertahankan kehidupan sel-sel osteosit, sehingga mengurangi pembengkakan dan rasa
sakit setelah operasi dan mengalami perjalanan perawatan yang lebih singkat oleh pasien.
Indikasi

1. Perawatan pada kasus yang memiliki inflamasi akut


2. Untuk memfasilitasi perawatan lain ketika gigi memiliki lokasi yang mengganggu
gigi yang berdekatan
3. Untuk mengurangi resiko infeksi atau kerusakan lebih lanjut, namun tetap harus
mempertimbangkan manfaat dan risiko

Kontraindikasi

1. Perlu perhatian khusus pada pasien yang memiliki kondisi kesehatan kurang baik
2. Kepatuhan yang rendah oleh pasien dan pembukaan rongga mulut. Dalam kasus ini
perlu untuk melakukan prosedur bedah di bawah bantuan anestesi (sedasi sadar atau
anestesi umum).
Prosedur Pembedahan menggunakan Piezoelektrik

1. Pasien diberi resep antibiotik profilaksis dengan 2gr amoksisilin 1 jam sebelum
operasi.
2. Anestesi truncular dilakukan dengan lidokain tanpa vasokonstriktor, kemudian
infiltrasi dengan adrenalin pada saraf buccinator.
3. Dilakukan insisi full-thickness triangular flap dengan sayatan horizontal di dasar
papila antara keenam dan ketujuh dan sayatan pelepasan distal dengan pola vestibular.
4. Kemudian kami melanjutkan dengan osteotomi yang dapat dilakukan dengan
instrumen rotary yang dipasang pada straight handpiece atau dengan terminal
piezoelektrik dengan sisipan khusus.
5. Jika perlu, dentotomi dan pemisahan akar dilakukan dengan bur tungsten karbida, lalu
elemen gigi luksasi dan diangkat.
6. Rongga alveolar dispooling dengan larutan saline, rongga alveolar diisi dengan
kolagen dan dijahit serta diberikan terapi antibiotik analgesik dan suportif.
Tahapan Pembedahan Impaksi Molar 3 dengan Teknik Piezoelektrik
Tahapan Pembedahan Impaksi Caninus dengan Teknik Piezoelektrik
Tahapan Pembedahan Supernumerary Teeth dengan Teknik Piezoelektrik

Seorang gadis berusia 13 tahun dirujuk oleh dokter ortodontinya sebelum perawatan
untuk ketidakharmonisan dentomaxillary di University Hospital Center untuk ekstraksi
mesiodens. Pemeriksaan penunjang digunakan CBCT sebelum operasi untuk menemukan
lokasi odontoid supernumerary ini secara akurat (Gbr. 1).

Pada kasus ini gigi tersebut memiliki morfologi konoid dan tidak dalam posisi
vertikal: mahkotanya menjorok ke dalam fossa hidung di bawah tulang rawan septum hidung,
dan akarnya membentang di belakang akar gigi insisif sentral kiri. Intervensi dilakukan
dengan anestesi umum. Pendekatan vestibular lebih disukai oleh sayatan intrasulcar dari
kaninus atas kiri ke kaninus atas kanan. Insisi kaninus distal yang dibuat secara distal ke
kaninus membuat full thickness flap. Tulang belakang anterior nasal (ANS) diperhatikan
dengan baik, sayatan berbentuk “V” dibuat dengan piezotome, di kedua sisi ANS sambil
berhati-hati agar tidak melukai akar gigi sebelahnya. Kemudian ANS dipindahkan, tanpa
melepaskan mukosa hidung, sehingga tidak mempengaruhi pembuluh darah periostealnya.
Odontoid dibelah cervical dan mahkotanya pada awalnya, dan kemudian akarnya diekstraksi.
Akhirnya, ANS diposisikan ulang dan difiksasi oleh sekrup osteosintesis, berhati-hati untuk
tidak menempatkannya dalam jahitan intermaxillary medial, tetapi memajukan dua milimeter
dari bidang median sehingga memperoleh stabilitas yang diperlukan untuk osteosintesis (Gbr.
2). Prosedur dilakukan tanpa komplikasi. Sekrup osteosintesis dilepas 1 tahun kemudian
melalui dasar ruang depan, selama avulsi gigi bungsu, di bawah anestesi umum.
Perbandingan Evaluasi Prosedur Pembedahan Impaksi Gigi dengan Rotary Handpiece
dan Teknik Piezoelektrik

Menurut penelitian, perbedaan antara pembedahan impaksi gigi molar ketiga


menggunakan rotary handpiece dan teknik piezoelektrik dapat dinilai dengan berbagai
parameter seperti waktu operasi, kerusakan jaringan (tulang), nyeri pasca operasi,
pembengkakan pasca operasi, dan trismus. Durasi operasi untuk ekstraksi molar ketiga secara
signifikan lebih pendek dengan instrumen rotary konvensional dibandingkan dengan teknik
bedah piezoelektrik. Perbedaan durasinya disebabkan oleh kecepatan cutting instrumen rotary
yang lebih cepat dan penggunaan unit piezosurgical yang belum terlalu familiar. Dalam aspek
kerusakan jaringan metode piezosurgery lebih mengurangi komplikasi pasca operasi dan
memainkan peran penting dalam mengurangi jumlah kehilangan tulang gigi yang berdekatan
dalam aspek distal. Salah satu keuntungan terbesar piezosurgery adalah ketepatan
pemotongan. Piezosurgery bekerja berdasarkan prinsip mikrovibrasi yang secara bertahap
mengikis tulang di lokasi yang tepat dari aplikasi pisau. Sedangkan instrumen rotary, selama
rotasi, menghasilkan makrovibrasi yang dapat mempengaruhi cengkeraman operator dan
lintasan pemotongan osteotomi. Lalu, untuk rasa sakit dan pembengkakan yang biasa terjadi
pasca operasi lebih minimal pada teknik piezoelektrik. Nyeri, pembengkakan, dan trismus
pada pasien yang menjalani operasi pengangkatan molar ketiga berhubungan dengan tingkat
cedera jaringan. Insiden dan intensitas komplikasi yang relatif lebih rendah pada kelompok
piezosurgical disebabkan oleh kerusakan jaringan yang lebih rendah pada kelompok ini
dibandingkan dengan mereka yang menjalani operasi dengan instrumentasi rotary. Selain itu,
fenomena kavitasi, yang disebabkan oleh ledakan bula gas ke dalam pembuluh darah selama
osteotomi saat piezosurgery, menghasilkan efek hemostatik yang penting untuk
mengoptimalkan visibilitas intraoperatif, sehingga mengurangi kerusakan..
Perbandingan Evaluasi Prosedur Pembedahan Impaksi Gigi dengan Laser dan Teknik
Piezoelektrik

Rasa sakit segera setelah operasi dan 2 hari serta 7 hari setelah operasi lebih tinggi
pada kelompok laser. Pembengkakan segera setelah operasi lebih pada kelompok laser tetapi
tidak signifikan. Bukaan mulut segera setelah operasi dan 2 hari dan 7 hari setelah operasi
secara signifikan lebih rendah pada kelompok laser daripada pada kelompok piezosurgery.
Total durasi operasi dan durasi osteotomi secara signifikan lebih lama pada kelompok laser.
Kepuasan pasien dari operasi dengan piezosurgery lebih baik dibandingkan laser, tetapi
perbedaan ini tidak signifikan.
TEKNIK LASER

Berbagai teknik dan instrument dalam osteotomi banyak dikembangkan saat ini guna
memperbaiki proses postoperatif pada ekstraksi gigi impaksi. Berbagai kemumkinan
komplikasi pun dapat tetap terjadi bergantung pada teknik dan instrument yang digunakan.
Dalam keadaan tertentu open surgical technique diperlukan dalam tatalaksana gigi impaksi.
Salah satu instrument yang saat ini banyak dipakai dalam tatalaksana gigi impaksi
adalah laser. Sebelum penggunaana laser berkembang, kombinasi antara open surgical
technique dan perawatan ortodontik pada tatalaksana gigi impaksi anterior jarang digunakan
karene efek samping rasa sakit post opertatif dan perdarahan yang terjadi.
Berbagai keuntungan penggunaan laser dalam proses tatalaksana gigi impaksi adalah
sebagai berikut:

 Lebih tidak invasive, tidak ada getaran, peningkatan suhu minimal, dan minimal
produksi smear layer sehingga memiliki pandangan yang jelas jika dibandingkan
dengan metode penggunaan bur (Trauma minimal pada penggunaan laser)
 Mengurangi perdarahan selama operasi
 Memiliki sifat dekontaminasi atau efek bakterisidal
 Menurunkan rasa sakit , inflamasi, dan infeksi pascaoperasi
 Penyembuhan jaringan lunak lebih baik dikarenakan rasa sakit, pembengkakan,
kebutuhan penggunaan obat analgesic, trismus yang lebih sedikit, serta tidak
membutuhkan penjahitan
 Menstimulasi regenerasi tulang akibat peningkatan sintesis kolagen tipe 1. hal ini juga
mengurangi rasa sakit dan tanda2 inflamasi dan infeksi

Terdapat berbagai jenis laser yang digunakan dalam praktik kedokteran gigi. Berbagai
jenis laser tersebut adalah Karbon Dioksida (CO2)Laser, Diode Laser, Erbium-yttrium-
aluminum-garnet (Er:YAG) Laser, neodymium-yttriumaluminum-garnet (Nd:YAG) Laser.
Berdasarkan penelitian, masing-masing laser tersebut memiliki perbedaan pada panjang
gelombang yang digunakan, sehingga hal ini memiliki beberapa pengaruh pada hasil operasi
yang didapatkan. Berikut panjang gelombang masing-masing laser:

- Karbon Dioksida (CO2)Laser (Panjang gelombang =


10.600nm),
- Diode Laser (Panjang gelombang = 635nm – 980nm),
- Erbium-yttrium-aluminum-garnet (Er:YAG) Laser (Panjang
gelombang = 2.940nm),
- Neodymium-yttriumaluminum-garnet (Nd:YAG) Laser (Panjang
gelombang = 1.064nm)

Terdapat jurnal yang meneliti tentang evaluasi berbagai jenis laser pada tissue damage
extension pada surgical margin secara histology setelah eksisi lesi hiperplastik oral fibrous
epithelial. Pada teknik laser ditemukan kehilangan sel atau kehilangan perlekatan lapisan
epitel pada surgical margin. Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa instrumen dengan
tingkat kerusakan (TDE) jaringan tertinggi adalah Diode Laser, diikuti dengan Nd:YAG
Laser, CO2 Laser, Er:YAG Laser. Hal tersebut berdasarkan perhitungan statistika ditemukan
perbedaan yang sigifikan.
Kemudian pada perhitungan statistik ditemukan perbedaan yang tidak signifikan pada
hasil regularitas insisi. Regularitas insisi yang paling baik terdapat pada CO2 Laser, diikuti
Er:YAG Laser, Nd:YAG Laser, Diode Laser. Terdapat penelitian lain yang melaporkan
bahwa regularitas insisi Er:YAG buruk akibat terbentuknya ledakan mikro/micro explosions
pada jaringan. Hal tersebut akan menghilangkan jaringan dengan membawa sebagian energi
dan hanya menyisakan sedikit energi termal untuk merusak jaringan sekitarnya. Sehingga jika
dibandingkan dengan metode tradisional dengan menggunakan bur, Er:YAG laser memiliki
peningkatan suhu pada tulang yang lebih rendah.

Kemudian hubungan signifikan ditemukan antara nilai insisi dan TDE (Tissue
Damage Extension), dimana kerusakan jaringan yang rendah memiliki regularitas insisi lebih
baik. Pada penelitian tersebut disimpulkan bahwa Er:YAG Laser menunjukan kerusakan
jaringan terendah dan dengan regularitas insisi yang baik.
Salah satu laser yang banyak digunakan dalam proses tatalaksana gigi impaksi adalah
diode laser dan Er:YAG Laser
a. Diode laser
Selain banyak digunakan pada tatalaksana gigi impaksi, diode laser dapat digunakan
dalam operasi jaringan lunak, perawatan nonsurgical periodontal, merawat hipersensitif
dentin (memberikan retraksi gingiva tanpa perdarahan, misal dalam prosedur restorasi
indrek), hingga perawatan endodontik.
Terdapat penelitian yang memaparkan perbandingan tentang protocol penggunaan diode
laser dan teknik pembedahan tradisional menggunakan bur dalam surgical exposure pada
gigi impaksi. Berikut protokol klinis penggunaan diode laser dan teknik pembedahan
tradisional.

-Protokol klinis diode laser


o Laser biostimulation pada jaringan gingival yang menutupi mahkota gigi impaksi
untuk mengurangi rasa sakit. Working setting laser: λ= 980nm, Daya= 1W,
continuous emission, optical fiber = 600µm, diposisikn secara vertikal dengan jarak
10mm dari mukosa target, twice for 30 sec/cm2.
o Kontak sekitar 30 detik dengan mukosa alveolar yang menutupi gigi impaksi dengan
cotton pelet yang basah dengan 15% sprai lidokain
o Surgical incision untuk crown exposure selama 20 detik dengan jeda 10 detik
dihetikan. Working setting: λ= 980nm, Daya= 1,5 W, pulsed emission, optical fiber =
320µm
o Selama prosedur, area harus tetap lembab dengan adanya cotton pellet lidokain dan
h2o2 8%
o Setelah terlihat mahkota gigi impaksi, lanjutkan insisi dengan arah sentrifungal
(menjauhi pusat) untuk mencegah penyembuhan jaringan dan recoating

Durasi prosedur pembedahan pada penelitian tersebut berkisar 8 menit hingga 23


menit. Dilakukan pada 10 gigi impaksi anterior.

- Protokol klinis teknik pembedahan tradisional


o Anestesi infiltrasi pada regio pembedahan
o Insisi dengan blade no. 15 membentuk flap mucoperiosteal dan periosteotomi
menggunakan Prichard periosteal detacher.
o Lakukan penjahitan.
Durasi prosedur pembedahan pada penelitian tersebut dibutuhkan 21 menit hingga 43
menit.
Pada penelitian tersebut diketahui bahwa prosedur yang menggunakan diode laser
memiliki keunggulan berupa tidak ditemukan perdarahan selama prosedur pembedahan, tidak
membutuhkan jahitan, hanya 2 dari 10 pasien yang merasakan sakit ringan segera setelah
operasi dengan numeric rating scale (NRS) = 2, mengurangi penggunaan obat anestsi dan
analgesic, lebih tidak invasive, pemasangan braket dan traction force segera setelah mahkota
gigi impaksi terekspos. Sedangkan pada teknik pembedahan tradisional ditemukan adanya
perdarahan selama prosedur pembedahan, dibutuhkan penjahitan flap dan 10 pasien dari 10
subjek penelitian mengeluhkan sakit segara setelah operasi hingga hari ke 5.
b. Er:YAG Laser
Erbium-yttrium-aluminum-garnet (Er:YAG) Laser memiliki panjang gelombang =
2.940nm yang dapat diserap baik oleh hidroksiapatit dan air. Er:YAG Laser menginduksi
peningkatan suhu pada tulang yang lebih rendah dibanding alat konvensional dan hanya
menembus 0,1 mm pada jaringan keras sehingga memberikan keamanan, ketepatan dan
meminimalkan tindakan invasive. Keunggulan lainnya dari Er:YAG Laser dibanding alat
konvensional antara lain memiliki efek biostimulasi dan bakterisidal sehingga mempercepat
proses penyembuhan, serta pandangan pada daerah kerja jelas.
Sinar laser menunjukan aksi biomodulasi pada jaringan lunak dan tulang, dimana hal
tersebut menstimulasi regenerasi tulang melalui peningkatan sintesis kolagen tipe 1. Hal ini
juga dapat mengurangi rasa sakit dan gejala inflamasi dan infeksi. Er:YAG laser bekerja
dengan air spray sehingga dapat menyebabkan emfisema subkutan. Maka untuk
menghindarinya perlu dilakukan kalibrasi parameter udara
Terdapat penelitian yang membandingkan hasil intraoperatif dan postoperative pada
ekstraksi gigi impaksi molar 3 dengan menggunakan Er:YAG Laser dan instrument
konvensional bur. Pada penelitian tersebut mendukung kegunaan dari sifat biomudulasi laser
yang menghasilkan keluhan rasa sakit, bengkak, trismus lebih rendah setelah operasi.
Ditemukan seluruh subjek yang diekstraksi menggunakan laser mengeluhkan sakit yang
ringan. Sedangkan pada ekstraksi menggunakan bur, 85% subjek mengeluhkan sakit ringan,
15% sakit sedang, 5% sakit berat.
Rasa sakit yang lebih rendah setelah operasi menggunakan laser didapatkan dari trauma
yang minimal saat pemotongan tulangg tanpa adanya getaran dari alat dan tidak
dihasilkannya serpihan tulang seperti saat menggunakan bur dan sifat biomodulasi laser.
Khususnya, biomodulasi pada jaringan berdasarkan efek yang berbeda, seperti anti
imflamasi, biostimulasi, antibacterial, dan analgesic. Trauma yang minimal dan sifat anti
inflamasi yang dimiliki laser menghasilkan rasa sakit, pembengkakan dan trismus yang lebih
sedikit dibanding menggunakan bur
Referensi
1. EF Gherlone., et al. Surgical Treatment of Impacted Teeth Using Piezoelectric
Technique. EC Dental Science 18.11 (2019): 103-118.
2. Dushyanth et al. Comparative Evaluation of Conventional Rotary Technique with
Piezoelectric Technique in Removal of Impacted Third Molar. Indian J Dent Adv.
2019. 11(1): 17-21
3. Keyhan et al. Use of piezoelectric surgery and Er:YAG laser:which one is more
effective during impacted third molar surgery? Maxillofacial Plastic and
Reconstructive Surgery. (2019) 41:29
4. Patil et al. Piezosurgery vs bur in impacted mandibular third molar surgery:
Evaluation of postoperative sequelae. Journal of Oral Biology and Craniofacial
Research 9 (2019) 259–262
5. Takadoum et al. Impacted supernumerary tooth removal by osteotomy and
osteosynthesis of the anterior nasal spine. J Oral Med Oral Surg 2018;24:192-195
6. Giovannacci I, Giovanna G, Giuseppe P. Erbium Yttrium–Aluminum–Garnet Laser
VersusTraditional Bur in the Extraction of Impacted Mandibular Third Molars:
Analysis of Intra- and Postoperative Differences. The Journal of Craniofacial Surgery.
2018
7. Migliario M, Manuela R, Alberta GL, Filippo R. Diode Laser Clinical Efficacy and
Mini-Invasivity in Surgical Exposure of Impacted Teeth. The Journal of Craniofacial
Surgery. 2016. 27 (8)
8. Delgado ML, Garcês F, Machado M, Ferreira F, Martins M, Salazar F, Pacheco JJ. A
histological evaluation of the surgical margins from human oral fibrous-epithelial
lesions excised with CO2 laser, Diode laser, Er:YAG laser, Nd:YAG laser,
electrosurgical scalpel and cold scalpel.. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2019 Mar
1;24 (2):e271-80
9. Schulze D, Heiland M, Thurmann H, Adam G. Radiation exposure during midfacial
imaging using 4- and 16-slice computed tomography, cone beam computed
tomography systems and conventional radiography. Dentomaxillofac Radiol
2004;33:83-6.
10. Mehdizadeh M, et al. Evaluation of the Relationship between Mandibular Third
Molar and Mandibular Canal by Different Algorithms of Cone-beam Computed
Tomography. Journal of Contemporary Dental Practice. 2014;15(6):740-745.

11. Savitri E, Alhamid A, Universitas G. Gigi Molartigarahang Bawah Impaksi. J Kedokt


Gigi Univ Indones. 2003:152-156.
12. Peterson LJ. Principles of management of Impacted Teeth, In: Contemporary Oral and
Maxillofacial Surgery. 3rd ed. St. Louis: Mosby, Inc. 1998:230-5
13. Wang J, et al. Navigation guided extraction of impacted teeth: A case report. J Oral
Maxillodacial Surg. 2017;75:1136
14. Retana A, et al. Removal of impactedsupernumerary teeth using a dynamicc surgical
navigation systems: A case report. J oral Maxillofacial Surg. 2019;77:1130-1134
15. Benyamin A, et al. Dynamic implant navigation systems: A review. World J Adv Sci
Res 2018;1(2):117-121
16.

Anda mungkin juga menyukai