Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KEPANITERAAN PROSTODONSIA

GIGI TIRUAN CEKAT

Disusun oleh :
Arif Rahman Setyawan
19/440675/KG/11664

Dosen Pembimbing :
Dr. drg. Sri Budi Barunawati, M.Kes., Sp.Pros(K)

BAGIAN ILMU PROSTODONSIA


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

Gigi memiliki peran yang penting pada tubuh manusia dalam fungsi untuk
pengunyahan maupun berbicara. Kehilangan atau kerusakan pada gigi dapat
mengganggu fungsi dari gigi dalam menjalankan perannya. Gigi yang hilang dan
tidak dilakukan penggantian dengan gigi tiruan akan menyebabkan banyak hal antara
lain migrasi dan rotasi gigi, erupsi yang berlebihan pada gigi antagonisnya, penurunan
efisiensi pengunyahan, gangguan pada sendi temporomandibular, beban yang
berlebihan pada jaringan pendukung gigi, gangguan fungsi bicara, memburuknya
penampilan, dan terganggunya kebersihan mulut.
Pada dasarnya terdapat dua tipe gigi tiruan yaitu gigi tiruan cekat, yang
dilekatkan di dalam mulut dengan semen dan gigi tiruan lepasan, yang tiap saat dapat
dilepas dari mulut. Gigi tiruan cekat dapat menggantikan satu atau lebih gigi yang
hilang dan tidak dapat dilepas oleh pasiennya sendiri maupun dokter gigi karena
dipasangkan secara permanen pada gigi asli yang merupakan pendukung utama dari
restorasi.
Keuntungan dari pembuatan GTC adalah tidak mudah terlepas atau tertelan
dikarenakan dilekatkan pada gigi asli, dirasakan sebagai gigi sendiri oleh pasien,
dapat dipasang kembali di dalam mulut tiap kali dilepas karena tidak mempunyai
pendekap yang dapat menyebabkan keausan pada permukaan email gigi, dan dapat
melindungi gigi terhadap stress karena mempunyai efek splint, serta menguntungkan
jaringan pendukungnya karena menyebarkan tekanan fungsi ke seluruh gigi.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan tujuan Gigi Tiruan Cekat (GTC)


Gigi tiruan cekat merupakan piranti prostodontik yang dipakaikan
kepada pasien secara cekat dan tidak bisa dilepas karena akan melekat secara
permanen pada gigi yang tersisa dengan tujuan menggantikan satu atau lebih gigi
yang hilang. Restorasi ini sering disebut bridge atau jembatan. Gigi yang tersisa
akan berfungsi sebagai tempat perlekatan gigi tiruan cekat, disebut abutment dan
pada permukaanya akan dibuat restorasi ekstrakoronal yang dilekatkan
menggunakan semen, disebut retainer. Gigi tiruan yang berfungsi menggantikan
gigi yang hilang disebut pontic dan akan tersambung dengan abutment dan
retainer melalui connector. Connector dapat berupa rigid ataupun nonrigid
(Shilingburg dkk., 1997).
Kehilangan gigi baik di posterior maupun anterior penting untuk segera
diganti karena dapat berakibat turunnya gigi antagonis dan gigi di sebelah gigi
yang hilang bergeser mengisi kekosongan ruang sehingga akan mengganggu
keseimbangan dan mastikasi. Penggantian gigi yang hilang akan meningkatkan
kenyamanan pasien, mengembalikan fungsi mastikasi, menjaga keseimbangan
lengkung gigi, dan meningkatkan estetika pasien (Yamamoto, 2014).

B. Indikasi dan Kontraindikasi GTC


Menurut Martanto (1985) indikasi perawatan gigi tiruan cekat sebagai berikut:
1. Gigi yang akan digunakan sebagain penyangga sehat atau gigi yang telah
dirawat syaraf yang baik. Gigi yang sehat juga meliputi tidak terdapat
kelainan-kelainan pada ujung akar gigi berupa granuloma dan tidak terdapat
karies yang belum dirawat.
2. Gigi yang akan digunakan sebagai penyangga tidak goyah dan mempunyai
kedudukan yang hampir sejajar sisi dengan gigi-gigi lainnya atau sumbu
panjang miring (tilting) tidak lebh dari 25 o serta memiliki akar dengan
panjang minimal 11/2 kali panjang (tinggi) mahkota, akar tidak bengkok dan
bentuknya tidak konus (mengkerucut)
3. Mahkota gigi asli yang digunakan sebagai penyangga harus besar, tebal,
utuh, dan tidak terdapat karies pada tempat-tempat yang harus dipreparasi

2
sehingga dapat dipreparasi untuk memberikan pegangan (retensi) yang
maksimum pada retainer.
4. Pasien berumur diantara 20-55 tahun.
5. Pasien memiliki gingiva dan jaringan pendukung gigi lainnya yang sehat
6. Pasien memiliki oral hygiene yang baik
Kontraindikasi perawatan gigi tiruan cekat menurut Martanto (1985) adalah
sebagai berikut.
1. Ruang edentulous yang besar
2. Edentulous tanpa abutment bagian distal
3. Edentulous bilateral tanpa abutment bagian distal
4. Gigi yang mengalami tipping terlalu besar yaitu dengan sudut kemiringan
lebih dari 25o.
5. Gigi dengan jaringan periodontal yang lemah
6. Gigi dengan mahkota klinis pendek, akar gigi pendek (panjang akar gigi
kurang dari 11/2 kali panjang (tinggi) mahkota, akar gigi bengkok dan
berentuk konus (mengkerucut).
7. Resorpsi tulang parah
8. Pasien berusia muda yaitu kurang dari 17 tahun karena ruang pulpa masih
besar, gigi belum erupsi sempurna, tulang rahang masih dalam masa
pertumbuhan, dan tulang rahang belum cukup padat.
9. Pasien berumur terlalu tua (lebih dari 55 tahun) karena dapat terjadi hal-hal
yang dapat menyulitkan pembuatan gigi tiruan cekat misalnya gigi
mengalami abrasi dan menjadi pendek, resesi gingiva, struktur dentin yang
umumnya rapuh, dan gigi menjadi goyah.
10. Lidah yang besar
11. Indeks karies tinggi
12. Oral hygiene yang buruk
13. Oklusi yang abnormal seperti crossbite, malposisi, progeny dan lain-lain,
hal tersebut dapat menjadi kontraindikasi oleh karena daya kunyah pada
gigitan abnormal dapat melepaskan retainer dari gigi penyangga
14. Gigi yang membatasi daerah tidak bergigi mengalami migrasi yang parah
dan gigi antagonis mengalami ekstrusi yang berlebihan (parah)

3
C. Komponen-Komponen GTC

Gambar 1. Komponen gigi tiruan cekat (Shillingburg dkk., 1997)

1. Pontic
Gigi artifisial yang berfungsi mengganti gigi yang hilang. Pontic akan
terhubung dengan retainer. Pontic nantinya akan mentransfer semua gaya
melalui retainer dan diteruskan ke gigi abutment di bawahnya.
Pontic dapat diklasifikasikan berdasarkan kontak mukosa, material yang
digunakan, dan metode fabrikasi. Berdasarkan kontak mukosa, pontic
memiliki beberapa desain antara lain;
a. Saddle pontic
Pontic ini berbentuk cekung pada permukaan yang berkontak dengan
gingiva sehingga terdapat kontak penuh antara pontic dengan permukaan
labial dan lingual/palatal namun kontak antara permukaan labial dan
lingual tidak terhubung sehingga terdapat celah di antaranya (Veeraiyan,
2017). Pontic ini memiliki estetika yang baik namun tidak terlalu
direkomendasikan karena susah untuk menjaga kebersihannya dari plak
dan sisa makanan serta dapat memicu iritasi pada gingiva (Rosenstiel dkk.,
2006).

Gambar 1. Saddle Pontic (Veeraiyan, 2017)

4
b. Ridge Lap Pontic
Ridge lap pontic adalah pengembangan dari saddle pontic. Perbedaannya
adalah titik kontak pontic terdapat di bagian labial dari alveolar ridge.
Sama seperti saddle, ridge lap pontic masih memiliki kekurangan yaitu
susah dijaga kebersihannya dan memicu iritasi gingiva (Rosenstiel dkk.,
2006).
c. Modified ridge lap
Pontic ini merupakan modifikasi dari ridge lap pontic dengan menambah
derajat kecekungan dari bagian inferior pontic sehingga hanya sedikit
bagian labial yang berkontak dengan pontic dan membuat akses oral
hygiene lebih baik dibandingkan ridge lap dan saddle pontic walaupun
tidak bisa maksimal. Pontic ini memiliki estetika yang baik sehingga
direkomendasikan untuk mengganti kehilangan gigi di bagian anterior dan
di bagian lain yang memerlukan estetika (Rosenstiel dkk., 2006).

Gambar 2. Ridge Lap Pontic dan Modified Ridge Lap Pontic (Veeraiyan dkk., 2017)
d. Ovate Pontic
Pontic ini biasa digunakan pada gingiva atau linger sisa yang memiliki
defek atau tidak bisa sembuh sempurna. Pontic ini memiliki permukaan
inferior yang cekung sehingga dan seolah-olah keluar dari gingiva
sehingga estetikanya baik dan tampak alami. Namun pontic ini harus
bertahap dikurangi ujung inferiornya secara berkala seiring dengan gingiva
atau lingir sisa ketika mengalami penyembuhan. Selain itu, pontic jenis ini
membutuhkan persiapan bedah (Rosenstiel dkk., 2006).

Gambar 3. Ovate Pontic (Veeraiyan dkk., 2017)

5
e. Conical Pontic
Pontic ini memiliki permukaan inferior yang cembung dengan satu titik
kontak pada ujungnya dengan mukosa. Pontic jenis ini sangat mudah
untuk dijaga kebersihannya namun kelemahannya pontic ini kurang dalam
estetika karena menyebabkan embrasur gigi menjadi lebar. Penggunaan
pontic ini lebih direkomendasikan untuk menggantikan kehilangan gigi
posterior yang tidak terlalu membutuhkan estetika (Rosenstiel dkk., 2006).
f. Spheroidal dan Modified Spheroidal Pontic
Kedua pontic ini hanya berkontak secara bukolingual dan mesiodistal pada
puncal alveolar serta tidak memiliki cekungan untuk menempel secara
utuh dengan gingiva (Rosenstiel dkk., 2006).

Gambar 4. Perbandingan (dari kiri ke kanan) Conical Pontic, Spheroidal Pontic, dan Modified
(Veeraiyan dkk., 2017)

g. Sanitary atau Hygienic Pontic


Pontic jenis ini sama sekali tidak memiliki kontak dengan jaringan di
bawahnya. Pontic ini paling mudah dijaga kebersihannya dan tidak
menyebabkan penumpukan plak tetapi memiliki estetika yang buruk
sehingga hanya diindikasikan untuk gigi posterior. Pontic paling tidak
harus memiliki tinggi 3 mm arah gingivooklusal dan jarak dengan linger
sisa arah gingivooklusal paling tidak 2 mm agar pembersihan alami
adekuat. Hygienic pontic memiliki beberapa modifikasi antara lain bar
yang berbentuk datar, konvensional dengan permukaan inferior yang
mencembung, dan modified yang mencembung arah bukolingual dan
mencekung arah mesiodistal sehingga sekilas menyerupai parabola
(Rosenstiel dkk., 2006).

6
Gambar 5. Perbandingan pontic (dari kiri-kanan-bawah) hygienic bar, konvensional,
dan modified (Veeraiyan dkk., 2017)

2. Retainer
Retainer adalah restorasi di mana pontic dicekatkan. Retainer ini
menghubungkan bridge dengan gigi pegangan. Fungsi retainer adalah untuk
menjaga agar GTC tetap pada tempatnya. Retainer dapat dibuat intrakoronal atau
ekstrakoronal (Allan and Foreman, 1994).
Tipe – tipe retainer antara lain:
a. Tipe dalam dentin (intra coronal retainer )
Preparasi dan badan retainer sebagian besar ada di dalam dentin atau di dalam
mahkota gigi. Contoh : tumpatan MOD (Mesio Okluso Distal) atau MO
(Mesio Oklusal)

Gambar 7. Intra coronal retainer

b. Tipe luar dentin (ekstra coronal retainer )


Preparasi dan bidang retensi sebagian besar ada di luar dentin atau diluar
badan mahkota gigi. Contoh : full cast crown, ¾ crown

7
Gambar 8. Ekstra coronal retainer
c. Tipe dalam akar.
Preparasi dan bidang retensi sebagian besar ada di dalam saluran akar. Contoh
: mahkota pasak inti.

Gambar 9. Retainer dalam akar


(Shillingburg, 1997)

3. Konektor
Konektor adalah alat yang mencekatkan pontic ke retainer atau retainer
dengan retainer. Konektor dapat berupa sambungan yang disolder, cor, dovetail,
atau stress-breaker (Allan and Foreman, 1994).
Pada dasarnya dikenal beberapa tipe GTC berdasarkan konektornya, yaitu :
a. Fixed- fixed bridge : konektor pada kedua sisi bersifat rigid.

Gambar 10. Fixed-fixed bridge (Allan dan Foreman, 1994)


b. Fixed movable bridge : salah satu konektor bersifat rigid dan less-rigid
pada sisi yang satunya.

8
Gambar 11. Fixed movable bridge (Allan dan Foreman, 1994)
c. Spring bridge : pontic jauh dari retainer dan dihubungkan dengan palatal
atau lingual konektor. Konektor yang berhubungan dengan pontic lebih
tipis, sedangkan yang berhubungan dengan retainer lebih tebal, sehingga
memiliki fleksibilitas yang dapat mengurangi stress.

Gambar 12. Spring bridge (Allan dan Foreman, 1994)


d. Cantilever bridge : memiliki hanya satu fixed retainer pada gigi pegangan
dengan satu pontic.

Gambar 13. Cantilever bridge (Allan dan Foreman, 1994)


e. Compound bridge : merupakan kombinasi dua atau lebih dari bridge.
(Allan dan Foreman, 1994)
4. Abutment
Abutment atau gigi pegangan adalah gigi pemegang retainer. Gigi pegangan
dapat bervariasi dalam kemampuannya untuk menahan jembatan dan tergantung
pada faktor-faktor seperti membran periodontal, panjang, serta jumlah akar (Allan
and Foreman, 1994).
Syarat-syarat gigi pegangan :
 Mempunyai mahkota klinik tinggi

9
 Jumlah dan panjang akar memadai
 Dentin tebal
 Poros tegak
 Kondisi membran periodontal harus sehat
 Gigi vital lebih baik daripada gigi non vital
(Indrastuti et al., 2004)
5. Sadel
Sadel adalah daerah di antara gigi-geligi pegangan, terutama adalah tulang
alveolar yang ditutupi jaringan lunak. Tulang alveolar akan berubah kontur selama
beberapa bulan setelah kehilnagan gigi. Kontur dan tekstur sadel ini akan
mempengaruhi desain pontic (Allan and Foreman, 1994).
6. Satuan (unit)
Satuan (unit), bagian-bagian dari suatu jembatan yaitu mahkota, pontic, pasak atau
inlay masing-masing disebut unit. Jumlah unit = jumlah pontic + jumlah retainer.
Misalnya jembatan yang terdiri dari 2 retainer dan 1 pontic disebut jembatan 3
unit (3-unit bridge).

D. Hukum Ante dan Preparasi pada Abutment


Sebelum mempreparasi gigi abutment, penting untuk memilih gigi yang akan
dijadikan abutment sehingga diharapkan desain gigi tiruan cekat dapat berfungsi
dengan baik. Ada beberapa syarat yang terlebih dulu harus dipenuhi menurut
Veeraiyan dkk. (2017) antara lain; rasio akar-mahkota, bentuk akar dan mahkota,
kondisi pulpa, kondisi jaringan periodontal dan periapikal, Hukum Ante, dan usia
pasien.
1. Rasio Akar-Mahkota
Rasio akar mahkota yang ideal adalah 2:3. Hal ini dimaksudkan agar gigi
abutment dapat menerima beban dari pontic. Jika tidak mencapai
perbandingan ini, maka, setidaknya perbandingan 1:1 masih dapat diterima.
2. Kondisi pulpa
Kondisi pulpa dari gigi yang dijadikan abutment haruslah masih vital dan
sehat. Jika memiliki karies dalam yang mendekati pulpa lebih baik dilakukan
penumpatan terlebih dahulu. Gigi yang nonvital juga dapat dijadikan gigi
abutment dengan syarat sudah dilakukan pengisian saluran akar.

10
3. Kondisi Jaringan periodontal dan periapikal
Kondisi jaringan periodontal dan periapikal dari gigi abutment juga harus
dipastika masih normal. Hal ini dapat diperiksa melalui foto rontgen untuk
memeriksa apakah ada lesi periapikal atau tanda-tanda periodontitis seperti
penurunan tulang alveolar, poket, dan pelebaran ligament periodontal.
4. Hukum Ante
Hukum Ante adalah hukum yang diperkenalkan oleh Johnston pada tahun
1971. Prinsip dari hukum ini adalah totar area pericemental dari gigi abutment
harus sama atau lebih dari area pericemental gigi yang hilang. Jika area
pericemental kurang, maka dapat dipertimbangkan untuk menambah jumlah
gigi abutment.

(Veeraiyan, 2017)
Setelah syarat-syarat pemilihan gigi abutment telah terpenuhi, gigi selanjutnya
dilakukan preparasi. Dalam melakukan preparasi gigi, operator harus
memperhatikan prinsip-prinsip antara lain menjaga keawetan struktur gigi, retensi
dan resistensi, keawetan struktur restorasi, integritas marginal, dan keawetan
jaringan periodontal (Shilingburg dkk., 1997).
Prinsip menjaga keawetan struktur gigi merupakan pertimbangan biologis
dalam preparasi gigi, salah satunya adalah dengan mempertimbangkan finishing

11
line yang tepat. Berikut adalah tipe-tipe finishing line dalam melakukan
preparasi :
1. Feather edge/Shoulderless/Knife edge
Tipe ini tidak banyak mengurangi gigi dan mudah dibuat tetapi mengakibatkan
tipisnya bahan restorasi yang akan melekat. Margin yang tipis menyebabkan
sulit untuk menentukan akhirannya sehingga sulit dilakukan pencetakan.
Hanya bisa digunakan pada gigi pegangan yang tipis sehingga tidak bisa
mengurangi banyak gigi atau dengan bahan yang memiliki kekuatan tepi
(Rosenstiel dkk., 2006).

Gambar 14. Feather edge finishing line (Shillingburg dkk., 1997)


2. Chisel Edge
Hampir mirip dengan knife edge dengan mengurangi gigi sedikit lebih banyak.
Tipe ini juga tidak memiliki margin yang jelas. Biasanya hanya digunakan
pada gigi yang tilting (Rosenstiel dkk., 2006).

Gambar 15. Chisel Finishing Line (Rosenstiel dkk., 2006).

3. Bevel
Tipe ini biasa digunakan pada bagian fasial untuk restorasi partial crown atau
margin untuk inlay dan onlay (Rosenstiel dkk., 2006).

Gambar 16. Bevel Finishing Line (Rosenstiel dkk., 2006)

12
4. Chamfer
Tipe ini bisa digunakan untuk restorasi mahkota penuh baik pada ceramic
maupun metal-ceramic. Tipe ini mengurangi struktur gigi agak banyak dan
harus dilakukan dengan teliti namun memiliki margin yang jelas sehingga
mudah untuk melakukan pencetakan (Rosenstiel dkk., 2006).

Gambar 17. Chamfer Finishing Line (Shillingburg dkk., 1997)

5. Shoulder
Tipe ini direkomendasikan mahkota penuh dengan retainer yang terbuat dari
restorasi full ceramic karena tidak memiliki kekuatan tepi sehingga tepi dari
retainer memiliki ketebalan (Rosenstiel dkk., 2006). Sama seperti chamfer,
tipe ini memiliki kekurangan banyak mengurangi struktur gigi dan lebih
mudah fraktur karena adanya stress yang disebabkan oleh sudut 90 0 pada axial
line angle. Tipe finishing line ini sering dimodifikasi dengan pemberian bevel
untuk mengurangi stress dan jika akan menggunakan metal collar (Newsome
dan Owen, 2010).

13
Gambar 18. Shoulder Finishing Line (atas) dan Shoulder disertai bevel (bawah) (Shillingburg
dkk., 1997)

Selain pertimbangan biologis, adapula pertimbangan mekanis. Menurut Rosenstiel


dkk. (2006), pertimbangan tersebut antara lain;
1. Retensi
Merupakan daya ketahanan dari restorasi yang telah dari disemen dari gaya
dengan arah pelepasan restorasi. Retensi dari gigi tiruan cekat dipengaruhi
antara lain oleh;
a. Derajat gaya pelepasan
b. Geometri dari gigi yang dipreparasi
c. Luas Permukaan Semen
d. Daya geser pada semen
e. Kekasaran permukaan yang dipreparasi
2. Resistensi
Aktivitas di dalam mulut seperti pengunyahan atau parafungsional yang
lainnya akan menyebabkan adanya gaya horizontal atau oblique pada protesa.
Ada pula gaya lateral yang dapat melepaskan restorasi karena menyebabkan
rotasi di sekitar gingival margin. Hal ini dapat dicegah dengan membentuk
area resistensi untuk menahan gaya-gaya tersebut di sekitar gingival margin.
Resistensi ini dapat diperoleh antara lain dari;
a. Derajat dan arah gaya pelepasan
b. Geometri dari gigi yang dipreparasi
c. Sifat fisis dari agen lutting
3. Mencegah deformasi
Suatu restorasi haruslah memiliki kekuatan yang cukup untuk mencegah
deformasi permanen selama restorasi tersebut berfungsi. Adanya deformasi
dapat terjadi karena ketidaktepatan pemilihan material alloy, preparasi gigi
yang tidak memadai, dan desain tepi gigi tiruan cekat yang buruk.

Prosedur-prosedur pembuatan gigi tiruan cekat menurut Martanto (1985) adalah


sebagai berikut
1. Pemeriksaan Subjektif dan Objektif

14
2. Preparasi gigi abutment dengan tahapan menurut Adarve (2010) sebagai
berikut
a. Pengurangan oklusal
b. Pengurangan bukal dan lingual
c. Pengurangan Proximal
d. Pembuatan bevel pada functional cusp
e. Preparasi pada Margin
f. Finishing
3. Pencetakan
4. Pembuatan Mahkota Sementara
Pasca preparasi, gigi abutment yang telah dipreparasi harus dilindungi dengan
restorasi sementara dengan fungsi sebagai berikut;
a. Melindungi pulpa dari rangsang suhu, kemis, dan mekanis
b. Mencegah adanya migrasi dan elongasi gigi antagonis atau gigi di
sebelahnya
c. Melindungi gusi di daerah servikal
d. Mempertahankan estetika
5. Pembuatan model kerja
6. Pembuatan desain model malam restorasi
7. Pencetakan restorasi
8. Try in
9. Penyemenan dan Evaluasi

15
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ricka Notri
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Tanggulangin, RT02/RW08, Genjahan, Ponjong.
No. Rekam Medis : 213210

B. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
Motivasi pasien Pasien datang ke klinik atas kemauan sendiri
untuk membuat gigi tiruan yang tidak
lepasan.
Keluhan utama (CC) : Pasien ingin dibuatkan gigi tiruan yang tidak
bisa dilepas karena gigi geraham bawah
sebelah kanan sudah dicabut
Keadaan sakit sekarang (PI) Pasien merasa tidak nyaman ketika
mengunyah pada sisi kanan
Riwayat kesehatan umum Normal; tidak dicurigai adanya penyakit
(PMH) sistemik; tidak mempunyai alergi makanan,
obat, maupun cuaca; tidak pernah rawat inap
di rumah sakit.
Riwayat kesehatan gigi : Pasien pernah ke dokter gigi untuk
(PDH) melakukan pencabutan gigi dan menumpat
gigi.

C. PEMERIKSAAN OBJEKTIF
1. UMUM
a. Jasmani : Sehat
b. Rohani : Komunikatif dan kooperatif

16
2. LOKAL
a. Pemeriksaan Ekstra Oral
1) Bentuk muka : lonjong simetris
2) Profil : lurus
3) Bibir : tebal
b. Pemeriksaan Intra Oral
1) Frenulum
a) Frenulum Labialis Superior : normal
b) Frenulum Labialis Inferior : normal
c) Frenulum Lingualis : normal
2) Keadaan gigi-geligi
a) Jumlah : 31
(gigi 46 telah dicabut)
b) Warna : kekuningan
c) Bentuk : square
d) Oklusi : kelas 1 Angle
3) Bentuk Palatum : parabola, normal
4) Torus Palatinus : ada, tinggi
5) Lidah : ukuran normal, dengan aktivitas normal
6) Alveolus : rahang atas normal, rahang bawah normal
7) Oral hygienis : baik
8) Formula gigi-geligi :
18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28
48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

Keterangan:
: gigi telah tanggal/ dicabut
9) Klasifikasi daerah tidak bergigi
Rahang bawah : Applegate-Kennedy VI

D. PEMERIKSAAN RONTGEN FOTO


Hasil pemeriksaan rontgen foto tidak ditemukan adanya kelainan pada daerah
tidak bergigi (46) dan tidak ada area radiolusen di antara gigi yang akan menjadi
abutment (45 dan 47). Hal ini menandakan gigi yang akan menjadi abutment

17
beserta jaringan pendukungnya (jaringan periodontal maupun periapikal) dalam
kondisi sehat.

E. DIAGNOSIS
Kehilangan gigi 46 pada rahang bawah dengan klasifikasi daerah tak bergigi
rahang bawah Applegate-Kennedy VI. Indikasi protesa adalah gigi tiruan cekat
desain unilateral.

18
BAB IV
RENCANA PERAWATAN

A. Kunjungan I (Mencetak Model Studi)


1. Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan objektif.
2. Sebelum dilakukan perawatan gigi tiruan cekat, pasien diminta untuk
melakukan tindakan pembersihan karang gigi/scaling.
3. Evaluasi rontgen foto periapikal dari gigi abutment yaitu gigi 45 dan 47 untuk
mengetahui kondisi gigi abutment dan area yang tidak bergigi (46).
4. Melakukan pencetakan RA dan RB
1) Pemilihan sendok cetak sediaan untuk rahang bergigi yang sesuai
dengan rahang pasien yaitu sendok cetak perforated stock tray no. 2
untuk rahang bawah dan no. 1 untuk rahang atas.
2) Sendok cetak dicobakan pada pasien.
3) Mengaduk bahan cetak alginat (irreversible hydrocolloid) sesuai
instruksi pabrik, kemudian diletakkan pada sendok cetak dan
dimasukkan ke dalam mulut.
4) Rahang bawah dicetak terlebih dahulu kemudian rahang atas.
5) Pada saat pencetakan, pasien diminta untuk mengucapkan huruf U dan
tidak lupa dilakukan muscle trimming (metode mukostatik)
6) Kemudian cetakan dikeluarkan dari mulut pasien dan dialiri dengan air
untuk menghilangkan saliva dan debris-debris lainnya
7) Setelah didapatkan cetakan negatif, cetakan negatif diisi dengan gips
glasstone dan dibiarkan hingga mengeras.
8) Lalu cetakan positif diboksing untuk menjadi model studi.
5. Dilakukan pembuatan desain gigi tiruan cekat rahang bawah berdasarkan
hasil model studi kemudian dilanjutkan dengan pemilihan tipe gigi tiruan
cekat. Tipe gigi tiruan cekat yang dipilih pada perawatan kali ini adalah fixed-
fixed bridge yang terbuat dari porcelain fused to metal. Gigi tiruan cekat ini
terdiri dari 3 unit dengan abutment yaitu gigi 45 dan 47, pontik pada gigi 46,
dan retainer dengan jenis ekstrakoronal berupa mahkota penuh. Untuk
mendapatkan self cleansing yang baik, maka dipilih desain pontik dengan

19
menggunakan hygienic pontic yaitu jenis pontik yang tidak menempel sama
sekali pada edentulous ridge.
Kondisi gigi sebelum dipreparasi:
Jarak mesiodistal 45 : 7,9 mm
9,9 mm Jarak mesiodistal 47 : 10,8 mm
10,8 mm 7,9 mm Ruang pada gigi 46 : 9,9 mm

Rencana preparasi gigi:


Pengurangan 45 :
Oklusal : 1,5 – 2 mm
Bukal : 0,5 – 1 mm
Lingual : 0,5 – 1 mm
Proksimal : Mesial : 1 – 1,5 mm
Distal : 1 – 1,5 mm

Pengurangan 47 :
Oklusal : 1,5 – 2 mm
Bukal : 0,5 – 1 mm
Lingual : 0,5 – 1 mm
Proksimal : Mesial : 1 – 1,5 mm
Distal : 1 – 1,5 mm

Hasil rontgen periapikal :

20
B. Kunjungan II (Preparasi Gigi Abutment)
Dilakukan preparasi gigi abutment pada gigi 45 dan 47 dengan tipe
mahkota penuh dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat-alat yang diperlukan untuk preparasi yaitu: fissure bur,
tapered bur, chamfer/ torpedo bur, round end tapered bur, round-edge wheel
bur, dan handpiece

Gambar bur preparasi

2. Gingiva pada gigi abutment dilakukan retraksi menggunakan benang yang


sudah dibasahi dengan larutan adrenalin (epinephrine 8%) sebelum preparasi
gigi, dengan langkah sebagai berikut :
1) Lakukan isolasi di sekitar gusi dengan menggunakan cotton roll supaya
daerah di sekitar gigi yang akan dilakukan preparasi kering.
2) Siapkan benang retraksi sepanjang 5 cm (2 inch), kemudian dipilin
hingga benang terasa kencang dan kecil

21
3) Rendam benang yang sudah dipilin dalam dapen dish yang berisi larutan
adrenalin, atau juga bisa menggunakan sediaan benang adrenalin dalam
botol

4) Benang yang sudah terendam adrenalin kemudian dilingkarkan


mengelilingi gigi, ditahan menggunakan ibu jari dan telunjuk

5) Benang perlahan dimasukan kedalam sulkus gingiva menggunakan cord


packer dimulai dari permukaan mesial gigi dan pada bagian distal
distabilisasi

6) Instrument diposisikan agar membentuk sedikit sudut kecil terhadap gigi


supaya benang tidak keluar dari sulkus. Arah instrument saat aplikasi
benang ke dalam sulkus gingiva yaitu dari arah mesial mengelilingi gigi.
Selama proses memasukan benang, tahan benang di sisi lain dengan
menggunakan instrument.

7) Sisa benang dipotong pada permukaan interproximal, hindari


pemotongan pada permukaan bukal atau lingual karena dapat

22
menyebabkan kurang akuratnya hasil cetakan. Sisakan benang sekitar 2-
3 mm agar nanti dapat di keluarkan dengan mudah.

8) Tunggu hingga 10 menit. Jika terjadi perdarahan yang tidak berhenti,


benang dapat dikeluarkan setelah 3 menit.
9) Keluarkan benang adrenalin dari sulkus gingiva dalam keadaan lembab
untuk menghindari luka pada lapisan epitel gingiva.

3. Sebelum preparasi gigi, dilakukan pencocokan warna gigi yang sesuai


dengan menggunakan shade guide.
4. Preparasi gigi 47 dengan tipe mahkota penuh terbuat dari porcelain fused to
metal.
1) Pengurangan bagian oklusal
a) Membuat acuan kedalaman dengan mengurangi bagian oklusal dengan
membuat groove (depth gauge holes) pada permukaan oklusal
menggunakan round end tapered diamond bur sedalam 1,5 mm.
b) Bagian oklusal gigi dikurangi sebanyak 1,5 mm sesuai acuan
kedalaman dan bentuk anatomi permukaan oklusal gigi dengan
menggunakan round end tapered diamond bur.
c) Periksa jarak dengan gigi antagonisnya.

23
2) Pembuatan bevel
a) Dilakukan pembuatan bevel pada buko oklusal line angle dengan
menggunakan round end tapered diamond bur.
b) Bur membentuk sudut 45° terhadap dinding aksial
c) Periksa jarak interoklusal dengan menggunakan malam merah

3) Pengurangan bagian bukal dan lingual


a) Membuat acuan kedalaman dengan menggunakan torpedo diamond
bur atau round end tapered diamond bur, bagian bukal gigi dikurangi 1
mm dan bagian lingual 1,5 mm
b) Bur digunakan mendatar pada permukaan gigi yang akan dipreparasi
c) Gigi dikurangi pada bagian bukal gigi yang mendekati oklusal terlebih
dahulu kemudian bagian bukal gigi yang mendekati gingiva.
d) Pengurangan harus menghasilkan permukaan yang cembung
e) Finishing line preparasi berbentuk chamfer

24
4) Pengurangan bagian proksimal
a) Dengan menggunakan tapered diamond bur dan torpedo diamond bur,
bagian proksimal dari gigi bagian mesial dikurangi sebanyak 1,5 mm,
sedangkan bagian distal dikurangi 1,5 mm
b) Pengurangan bagian proksimal harus memperhatikan prinsip
paralelisme dari preparasi yaitu bagian mesial dan distal harus sejajar
atau sedikit konvergen ke arah oklusal sebesar ± 6 o.
c) Finishing line preparasi berbentuk chamfer

5) Pengurangan sudut-sudut aksial


Sudut-sudut aksial yang tajam dihaluskan dengan menggunakan round
end tapered diamond
6) Penyelesaian dan penghalusan hasil preparasi
a) Seluruh bagian yang tajam, runcing, tidak rata, undercut untuk
memperoleh preparasi yang cukup halus
b) Bagian-bagian tersebut dapat dihaluskan dengan torpedo bur

7) Pengecekan jarak interoklusal dengan gigi antagonis menggunakan sonde


yang dilewatkan pada dataran oklusal gigi yang telah dipreparasi. Jika
jarak interoklusal sudah sesuai maka sonde akan lewat dengan mudah
tanpa menyangkut di tonjol gigi.

25
5. Preparasi gigi 45 dengan tipe mahkota penuh terbuat dari porcelain fused to
metal
1) Pengurangan bagian oklusal
a) Membuat acuan kedalaman dengan mengurangi bagian oklusal dengan
membuat groove (depth gauge holes) pada permukaan oklusal
menggunakan round end tapered diamond bur sedalam 1,5 mm.

b) Bagian oklusal gigi dikurangi sebanyak 1,5 mm sesuai acuan


kedalaman dan bentuk anatomi permukaan oklusal gigi dengan
menggunakan round end tapered diamond bur.

c) Periksa jarak gigi yang dipreparasi dengan antagonisnya.

2) Pembuatan bevel
a) Pembuatan bevel pada buko oklusal line angle dengan menggunakan
round end tapered diamond bur
b) Bur membentuk sudut 45° terhadap dinding aksial gigi

26
3) Pengurangan bagian bukal
a) Membuat acuan kedalaman sedalam 1,5 mm pada permukaan bukal
menggunakan flat end tapered diamond bur dengan posisi mata bur
sejajar dengan inklinasi gigi.
b) Bagian permukaan bukal dikurangi sesuai acuan kedalaman yang telah
dibuat dengan bagian yang mengarah ke oklusal dikurangi terlebih
dahulu dan kemudian dilanjutkan ke bagian bukal yang mendekati
gingiva.
c) Pengurangan harus menghasilkan permukaan yang cembung.

4) Pengurangan bagian proksimal


a) Bagian proksimal gigi dikurangi sedalam 1,5 mm dengan
menggunakan torpedo diamond bur.
b) Pengurangan bagian proksimal harus memperhatikan prinsip
paralelisme dari preparasi yaitu bagian mesial dan distal harus sejajar
atau sedikit konvergen ke arah oklusal sebesar ± 6 o.

27
5) Pengurangan bagian lingual
Pengurangan bagian lingual menggunakan torpedo diamond bur sedalam
1,5 mm.

6) Finishing line preparasi berbentuk chamfer pada semua bagian dengan


menggunakan chamfer bur yang terletak 0,5 mm di bawah gingiva.

7) Pengurangan sudut-sudut aksial


Sudut-sudut aksial yang tajam dihaluskan dengan round end tapered
diamond
8) Penyelesaian dan penghalusan hasil preparasi
a) Bagian-bagian gigi yang tajam, runcing, tidak rata, undercut untuk
memperoleh preparasi yang cukup halus
b) Bagian-bagian tersebut dapat dihaluskan dengan torpedo bur

9) Pengecekan jarak interoklusal dengan gigi antagonis menggunakan sonde


yang dilewatkan pada dataran oklusal gigi yang telah dipreparasi. Jika
jarak interoklusal sudah sesuai maka sonde akan lewat dengan mudah
tanpa menyangkut di tonjol gigi.

28
6. Mencetak model kerja
1) Sendok cetak : perforated stock tray no. 1 dan 2
2) Bahan cetak : elastomer (polyvinyl silicone)
3) Metode cetak : mukostatik
4) Teknik pencetakan : double impression two step
5) Tahap pencetakan :
a) Gigi yang telah dipreparasi dibersihkan sebelum pencetakan.
b) Sebelum dilakukan pencetakan, gingiva diretraksi dengan benang
yang telah direndam di dalam larutan adrenalin.
c) Mengaduk material wash menggunakan spatula dan glass plate
hingga homogen. Setelah homogen, dimasukkan ke dalam syringe.
d) Bahan putty (base dan catalyst) diambil dan diaduk menjadi satu
kemudian dimasukkan ke dalam sendok cetak, kemudian diberi
plastic spacer di atasnya
e) Sendok cetak berisi adonan dimasukkan ke dalam mulut pasien
untuk mencetak gigi geligi pasien.
f) Setelah bahan cetak setting sekitar 2 menit, cetakan dikeluarkan dari
rongga mulut
g) Plastic spacer dilepas dari cetakan
h) Tambahkan material wash pada area hasil cetakan. Kemudian lepas
benang retraksi, tambahkan material wash pada sulkus gingiva dan
gigi yang telah dipreparasi dan seluruh permukan gigi geligi
i) Cetakan dimasukkan kembali ke rongga mulut dan tunggu hingga
setting
j) Hasil cetakan negatif yang baik kemudian diisi dengan glass stone.
k) Selanjutnya model kerja dikirim ke laboratorium untuk pemprosesan
gigi tiruan cekat
7. Pembuatan temporary crown
1) Temporary crown pada gigi yang telah dipreparasi dibuat dari bahan
resin akrilik self cured berwarna putih.
2) Studi model gigi dicetak menggunakan bahan alginate.
3) Dilakukan pembuatan mockup simulasi preparasi pada cetakan gips gigi
awal sebelum dipreparasi.

29
4) Setelah gigi selesai dipreparasi, dilakukan pencetakan gigi
5) Hasil cetakan gigi yang sudah dipreparasi kemudian diisi menggunakan
gips, kemudian hasil cetakan positif tersebut dimasukkan ke dalam
cetakan negatif gigi sebelum dilakukan preparasi yang telah diisi self-
curing acrylic.
6) Fiksasi hingga mengeras
7) Mahkota sementara dikurangi dan dicobakan pada pasien
8) Mahkota sementara dipasang pada gigi pasien menggunakan freegenol

C. Kunjungan III (Try in gigi tiruan cekat)


1. Setelah gigi tiruan cekat jadi, gigi tiruan cekat dicobakan pada pasien
2. Kemudian diperiksa oklusi, retensi, tepi restorasi, dan estetis dari gigi tiruan
cekat. Pengecekan oklusi dilakukan dengan cara membandingkan oklusi
setelah gigi tiruan dipasang dan sebelum dipasang, dilihat apakah terdapat
perbedaan oklusi dan traumatik oklusi. Pada saat pengecekan oklusi,
didapatkan bahwa gigi tiruan cekat tidak beroklusi secara maksimal dengan
gigi antagonis, sehingga nampak terdapat sedikit open bite pada sisi gigi tiruan
cekat. Kondisi yang seperti ini dapat mengakibatkan keadaan kurang nyaman
saat pasien mengunyah. Seharusnya dilakukan perbaikan dengan
mengembalikan ke lab dan disesuaikan dengan oklusi pada cetakan gigi
pasien.
3. Gigi tiruan cekat juga tidak boleh menekan gingiva serta memiliki kontak
proksimal yang baik dengan gigi sebelahnya.
4. Gigi tiruan cekat dipasang pada mulut pasien menggunakan semen sementara
berupa freegenol selama seminggu untuk adaptasi di dalam mulut.

D. Kunjungan IV (Insersi gigi tiruan cekat)


1. Seminggu setelah pemasangan sementara, pasien datang kembali untuk
dilakukan pemeriksaan subjektif dan objektif mengenai adanya keluhan pada
pemakaian gigi tiruan cekat serta mengamati keadaan jaringan lunak dari
daerah gigi tiruan cekat seperti ada tidaknya tanda-tanda peradangan.
2. Bila ada keluhan, gigi tiruan cekat diperbaiki tetapi bila tidak ada keluhan
dilakukan penyemenan secara langsung.

30
3. Sebelum dilakukan penyemenan, gigi yang telah dipreparasi dan gigi tiruan
cekat yang akan dipasang disterilkan, dikeringkan, dan diisolasi
4. Semen ionomer kaca tipe I diaduk menggunakan agate spatula pada paper
pad
5. Kemudian semen dimasukkan pada permukaan dalam GTC dan sebagian gigi
abutment
6. Gigi tiruan cekat kemudian dimasukkan pada gigi abutment dengan cara
dipompakan tiga kali dan ditekan dengan ibu jari ± 2 detik
7. Lalu dilakukan pengecekan retensi, oklusi, stabilisasi dan tepi restorasi gigi
tiruan cekat.
8. Semen dibiarkan hingga mengeras dan sisa semen dibersihkan.
E. Kunjungan V (Kontrol)
1. Pada saat kontrol, perlu dilakukan pemeriksaan subjektif dan objektif pada
pasien seperti berikut:
1) Pemeriksaan subjektif : Menanyakan apakah ada keluhan dari pasien
setelah memakai gigi tiruan cekat
2) Pemeriksaan objektif : Melihat keadaan jaringan lunak di sekitar
daerah gigi tiruan cekat apakah ada peradangan atau tidak. Gigi tiruan
cekat perlu dicek mengenai retensi, stabilisasi, oklusi, dan estetisnya.
2. Bila masih ada keluhan, dilakukan perbaikan pada gigi tiruan.

31
BAB V
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien ialah perempuan berusia 28 tahun yang mengeluh tidak
nyaman ketika mengunyah akibat gigi bawah kanan yang hilang karena dicabut.
Klasifikasi daerah yang tidak bergigi dari rahang bawah pasien ini adalah kelas VI
Applegate Kennedy. Hasil pemeriksaan subyektif, obyektif, dan penunjang dengan
rontgen foto menunjukkan bahwa gigi 45 dan 47 yang akan digunakan sebagai gigi
abutment dalam kondisi baik dan sehat. Rencana perawatan bagi kasus ini adalah
pembuatan gigi tiruan cekat untuk menggantikan gigi 46 yang telah dicabut.
Hasil pemeriksaan rontgen foto terlihat bahwa akar gigi abutment lebih
panjang dibanding mahkota, tidak ada kelainan dari gigi abutment dan jaringan
pendukungnya, menurut hukum Ante, gigi-gigi abutment 45 dan 47 memiliki luas
jaringan periodontal yang lebih luas (34%) dari area gigi 46 yang hilang (24%). Selain
itu pertimbangan pemilihan gigi 45 dan 47 sebagai abutment dikarenakan kedua gigi
tersebut memiliki rasio mahkota-akar yang cukup, status periodontal baik, dan
jaringan pulpa yang sehat. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini pasien dapat dirawat
dengan dibuatkan GTC.
Perawatan bagi pasien ini adalah dengan menggunakan gigi tiruan cekat yang
dibuatkan adalah gigi tiruan cekat fixed-fixed bridge dengan tipe konektor rigid.
Fixed-fixed bridge adalah suatu gigi tiruan yang pontiknya didukung secara kaku
(rigid) pada kedua sisi oleh salah satu atau lebih penyangga. Komponen gigi tiruan
cekat ini terdiri atas 2 retainer dan 1 pontik. Gigi yang dipilih sebagai abutment
adalah gigi 45 dan 47 yang dipreparasi mahkota penuh dengan finishing line chamfer
untuk memberikan ketebalan bagi bahan porcelain fused to metal. Pontik yang
digunakan untuk pasien ini adalah tipe hygienic pontic sehingga pasien mudah
menjaga kebersihan gigi tiruan cekat karena tipe hygienic pontic memiliki daya self
cleansing yang baik. Bahan yang dipakai adalah porcelain fused to metal karena dapat
memberikan estetik yang lebih baik dari mahkota metal tuang dan kekuatan yang
lebih baik dibanding mahkota porcelain saja, sangat mirip dengan gigi asli dan
memberi respon yang baik terhadap gingiva.

32
Preparasi harus memperhatikan kondisi gigi asli dan posisinya agar nantinya
sesuai dengan kondisi jaringan sekitar dan posisi gigi tiruan harus disusun sedemikian
rupa agar sesuai dengan lengkung gigi secara keseluruhan. Setelah dilakukan
preparasi, tahap selanjutnya adalah pencetakan gigi. Pencetakan harus diperhatikan
agar mencegah terjadinya kegagalan mekanis. Sebelum dilakukan pencetakan
dilakukan retraksi gingiva agar preparasi subgingiva tercetak dengan baik. Retraksi
gingiva pada kasus ini telah dilakukan dengan menggunakan benang retraksi yang
telah dibasahi dengan larutan adrenalin sebelum dililitkan di servikal gigi dan
dimasukkan ke bawah gusi.
Selanjutnya adalah penentuan warna, banyak faktor yang mempengaruhi
keberhasilan pemilihan warna agar sesuai dengan gigi asli. Penentuan warna juga
tergantung pada harapan pasien untuk memperloleh warna yang lebih estetik.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan warna antara lain
sumber cahaya, mata operator, lama waktu pengamatan, dan latar belakang atau
kondisi ruangan. Sumber cahaya merupakan faktor yang dominan dalam melakukan
pemilihan warna sehingga diperoleh warna gigi yang sesuai untuk pasien adalah A3
karena sesuai dengan warna gigi disekitarnya.
Pada saat try in gigi tiruan cekat, dilakukan pengecekan oklusi, retensi, tepi
restorasi, dan estetis dari gigi tiruan cekat. Namun pada saat pengecekan oklusi
didapatkan bahwa gigi tiruan cekat tidak berkontak maksimal dengan gigi antagonis,
sehingga nampak terdapat sedikit open bite pada sisi gigi tiruan cekat. Kondisi yang
seperti ini dapat mengakibatkan keadaan kurang nyaman saat pasien mengunyah.
Seharusnya dilakukan perbaikan dengan mengembalikan ke lab dan disesuaikan
dengan oklusi pada cetakan gigi pasien.
Setelah prosedurnya selesai, kontrol dilakukan seminggu setelah insersi. Saat
kontrol dilakukan pemeriksaan subjektif maupun objektif antara lain apakah ada
bagian yang mengganjal, apakah alat nyaman saat dipakai mengunyah, dan didukung
dengan pemeriksaan objektif berupa pengecekan retensi, oklusi, stabilisisasi, dan
estetik.
Jika gigi tiruan yang sudah dipasang tidak nyaman dan terdapat bagian yang
mengganjal, pasien diinstruksikan untuk memberitahukan operator secepatnya dan
dikoreksi oleh operator. Selain itu, pasien juga telah diintruksikan untuk sering
menjaga kebersihan mulut dengan berkumur menggunakan obat kumur mulut dan
juga membiasakan diri untuk makan menggunakan kedua-dua sisi.

33
34
BAB VI
PROGNOSIS

Prognosis pembuatan GTC pada pasien ini adalah baik, karena:


1. Gigi abutment kuat untuk mendukung GTC
2. Jaringan pendukung sehat
3. Kesehatan umum dan kebersihan mulut baik
4. Pasien komunikatif dan kooperatif
5. Sosial ekonomi pasien baik.

35
DAFTAR PUSTAKA

Allan, D.N., and Foreman, P.C., 1994, Petunjuk Bergambar Mahkota & Jembatan,
Hipokrates, Jakarta
Hermann, P., 2017, Tooth Preparation, Fixed Prosthodontics: Full Veneer Crown,
Semmelweis University, Budapest.
Indrastuti, M et al., 2004, Bahan Ajar Prosthodonsia II, Fakultas Kedokteran Gigi
UGM, Yogyakarta
Martanto, P., 1985, Teori dan Praktek Ilmu Mahkota dan Jembatan, Penerbit Alumni,
Bandung
Nallaswamy D., 2003, Textbook of Prosthodontics, Jaypee Brothers Medical
Publishers, New Delhi.
Newsome, P. dan Owen, S., 2010, Improving Your Margins, Int Dent SA, 11(6): 36-
42.
Prajitno, H.R., 1994, Ilmu Geligi Tiruan Jembatan Pengetahuan Dasar dan
Rancangan Pembuatan, EGC, Jakarta.
Rangarajan, V., dan Padmanabhan, T.V., 2017, Textbook of Prosthodontics 2nd ed.,
Elsevier, Haryana
Rosenstiel S.F., Land M.F., Fujimoto J., 2006, Contemporary Fixed Prosthodontics,
3rd Ed., Mosby, St. Louis.
Shilingburg, H. T., Hobo, S., Whitsett, L. D., Jacobi, R., Brackett, S. E., 1997,
Fundamentals of Fixed Prosthodontics, Quintessence, Illinois.
Soratur, S.H., 2006, Essentials of Prosthodontics, Jaypee Brothers Medical
Publishers, New Delhi
Sumartati, Y., Dipoyono, H.M., dan Sugiatno, E., 2012, Pembuatan Cantilever Bridge
Anterior Rahang Atas sebagai Koreksi Estetik, Maj Ked Gi, vol. 19 (2).
Susaniawaty, Y., dan Utama, M.D., 2015, Kegagalan Estetik pada Gigi Tiruan Cekat
(Esthetic failure in fixed denture), Makassar Dent J, vol. 4 (6).
Veeraiyan, D. N., 2017, Textbook of Prosthodontics, Jaypee Brothers, New Delhi, hal.
60-70.
Yamamoto, T., 2014, Social Determinants of Denture/Bridge Use: Japan
Gerontological Evaluation Study Project Cross-Sectional Study in Older
Japanese, BMC Oral Health, 14(63): 1-11.

36

Anda mungkin juga menyukai