Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH JOURNAL READING

Tooth Multi-Sectioning with the Use of Magnification, for Extraction of a


Deeply Impacted Lower Second Molar with Entrapment of the Inferior
Alveolar Nerve: Report of a Case

Disusun oleh :
Arif Rahman Setyawan
19/440675/KG/11664
Angkatan 64

Dosen Pembimbing :
Drg. Poerwati Soetji R., Sp.BM(K)

KEPANITERAAN BEDAH MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020
I. PENDAHULUAN

Injuri pada nervus alveolaris inferior (NAI) menjadi salah satu risiko tindakan
pada kedokteran gigi. Tindakan yang berrisiko mencederai NAI yaitu ekstraksi gigi
molar ketiga mandibula, dental implan, apikoektomi, dan perawatan endodontik.
Injuri NAI menjadi salah satu komplikasi yang sering terjadi pada pencabutan gigi
molar mandibula yang dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita dan menjadi
litigasi untuk malpraktek. Injuri permanen pada NAI diperkirakan sekitar 0,4-23%.
Gambaran radiograf dapat membantu menunjukkan adanya hubungan antara
NAI dengan molar ketiga mandibula yang impaksi. Selain pemeriksaan ronsen
panoramik yang biasa digunakan untuk mengetahui posisi gigi molar ketiga yang
impaksi, diperlukan adanya ronsen tambahan untuk melihat secara tiga dimensi
untuk memastikan adanya hubungan antara NAI dengan gigi molar ketiga mandibula
yang impaksi.
Cedera pada syaraf menjadi salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada
tindakan kedokteran gigi salah satunya akibat pencabutan gigi molar mandibula
yang berhubungan dengan NAI. Tingkat keparahan cedera syaraf ditentukan dari
keparahan trauma yang terjadi dan akan mempengaruhi pula penyembuhan nervus
yang mengalami trauma tersebut. Pada kasus dengan trauma nervus yang cukup
berat, pasien dapat mengalami kerusakan nervus yang permanen sehingga akan
mempengaruhi kualitas hidup pasien.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Nervus alveolaris inferior (NAI) merupakan cabang terbesar dari saraf


mandibula. NAI berjalan bersama dengan arteri alveolar inferior, mula-mula di
bawah Pterygoideus externus, dan kemudian di antara ligamentum
sphenomandibular dan ramus mandibula masuk ke foramen mandibula. Kemudian
berjalan ke depan melalui kanalis mandibula di bawah gigi rahang bawah hingga
mencapai foramen mental. Kemudian akan terbagi menjadi dua cabang terminal
yaitu incisive dan mental. Nervus ini akan menginervasi gigi rahang bawah, pipi,
bibir dan juga dagu secara sensoris (Candido & Day, 2014).
NAI berjalan dari foramen mandibula melalui kanalis mandibula ke foramen
mental dan berisi arteri alveolar inferior, vena dan saraf. Perbedaan bentuk kanalis
mandibula menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam tindakan
kedokteran gigi. Lokasi anatomis dan konfigurasinya telah dipelajari oleh beberapa
peneliti. Langlais dkk (1985) menyatakan bifid kanalis mandibularis berdasarkan
lokasi anatomis dan bentuk rupanya :
 Tipe I: Bifid kanalis secara unilateral atau bilateral memanjang sampai
daerah molar tiga mandibula atau disekelilingnya;
 Tipe II: Bifid kanalis secara unilateral atau bilateral bergabung pada
daerah ramus dan corpus mandibula;
 Tipe III: Kombinasi tipe I dan II;
 Tipe IV: Dua kanalis yang berasal dari foramen mandibularis yang
berbeda dan bergabung menjadi satu yang lebih besar
(Kuribayashi dkk., 2010)

Tindakan kedokteran gigi seperti ekstraksi molar ketiga mandibula yang


impaksi, dental implant dan apikoektomi dapat menyebabkan trauma pada NAI.
Trauma akibat tindakan tersebut dikategorikan sebagai trauma direct pada NAI.
Keadaan lain yang dapat menyebabkan trauma pada NAI yaitu kompresi massa
akibat overfilling dan ekstrusi gigi, dan juga inflamasi edema dari jaringan sekitar.
Terdapat tiga cara di mana tekanan atau ketegangan dapat menyebabkan
gangguan pada fungsi saraf. (1) Trauma ringan dapat menghambat suplai darah dan
menyebabkan blok iskemik, keadaan ini biasanya akan pulih ketika sirkulasi
kembali (segera setelah operasi selesai) meskipun gangguan fisik pada saraf tersebut
dapat mengubah fungsi perineural sementara. (2) Bahkan trauma ringan dapat
menyebabkan edema intraneural akibat iskemia yang disebabkan oleh retraksi saraf.
Keadaan ini mungkin membutuhkan beberapa jam hingga ada regenerasi dan
beberapa hari untuk penyembuhan sepenuhnya. Edema dan perdarahan ekstraneural
kemungkinan kecil merupakan kontributor untuk jenis trauma ini. Baik iskemia
dengan durasi pendek, maupun edema, tidak menyebabkan perubahan fisik pada
struktur saraf dan dapat dianggap sebagai penyebab jenis cedera fungsional yang
sama. (3) Kompresi atau traksi yang lebih ekstensif akan menyebabkan demielinasi.
Keadaan ini mungkin membutuhkan beberapa hari untuk regenerasi, dan mungkin
beberapa hari atau minggu sebelum saraf remyelinate. Akson tidak rusak (akan
merespon secara normal jika dirangsang) sehingga bentuk cedera ini hanya memiliki
sedikit gangguan anatomis yang terbatas pada selubung mielin (Doh, dkk., 2018).
Gambaran radiograf menjadi salah satu penunjang untuk mengetahui adanya
hubungan antara molar mandibula yang impaksi dan kanalis mandibula. Beberapa
tanda gambaran radiograf tersebut yaitu :
1. Adanya gambaran radiolusen pada akar molar mandibula yang impaksi

2. Adanya defleksi akar molar mandibula

3. Adanya penyempitan akar molar mandibula


4. Ujung akar molar mandibula yang membelah kanalis mandibula

5. Penyimpangan bentuk kanalis mandibula

6. Penyempitan kanalis mandibula

7. Diskontinuitas garis putih kanalis mandibula

(Carrio, dkk., 2010)


Menurut Seddon (1943), kerusakan saraf secara umum dapat dibagi menjadi
tiga kelompok besar, yaitu: (1) Neuropraxia. Kerusakan saraf tanpa kehilangan
kontinuitas akson, tanpa demielinisasi atau tanpa terbentuknya neuroma. Dalam hal
ini terdapat gangguan penghantaran impuls yang bersifat sementara. Neurapraxia
dapat disebabkan karena tekanan ringan pada saraf, pengaruh termal, dan infeksi
akut. Biasanya dapat sembuh secara spontan kurang dari 2 bulan. (2) Axonotmesis.
Kerusakan saraf yang cukup berat, terjadi kehilangan kontinuitas akson tetapi
selubung endoneurium masih utuh dan mungkin terbentuk neuroma. Hal ini
disebabkan karena kerusakan saraf sebagian, saraf tertarik, terkena bahan kimia,
hematoma,dan infeksi kronis. Keadaan ini dapat sembuh spontan dalam 2 sampai 4
bulan. (3) Neurotmesis. Kerusakan saraf yang parah, semua susunan dan struktur
saraf terputus dan terbentuk neuroma. Neurotmesis terjadi karena luka robek,
laserasi, dan avulsi batang saraf. Penyembuhan dapat berlangsung lama hingga 2
tahun, bahkan kehilangan sensasi biasanya menetap (Baghori & Jo, 2008 sit.
Seddon, 1943).
Menurut Sunderland (1951), cedera saraf secara umum dapat diklasifikasikan
menjadi lima derajat, yaitu: (1) Cedera derajat pertama disebut juga neuropaxia, (2)
Cedera derajat kedua disebut juga axonotmesis, (3) Cedera derajat tiga melibatkan
kerusakan myelin, akson, dan endoneurim. Semakin besar kerusakan saraf, maka
penyembuhan yang terjadi akan semakin lama, (4) Cedera derajat empat melibatkan
kerusakan myelin, akson, endoneurium, dan perineurium. Cedera ini bersifat
permanen dan penyembuhan secara spontan sangat jarang, dan (5) Cedera derajat
lima disebut juga neurotmesis, yaitu saraf yang terpotong atau terputus (Foncesca,
2009 sit. Sunderland, 1951).
Dalam menghindari cedera NAI dalam pencabutan gigi impaksi terdapat
beberapa alternatif, yaitu :
1. Coronectomy
Coronectomy atau intentional parsial odontectomy adalah prosedur
pengambilan elemen gigi dimana akar gigi molar ketiga bawah yang
dianggap dekat dengan NAI ditinggal di dalam tulang. Secara teknis,
coronectomy memotong bagian mahkota di Cemento Enamel Junction
(CEJ). Enamel harus dihilangkan karena merupakan struktur gigi inert
asal ektodermik yang mencegah perlekatan jaringan ikat gingiva ke
permukaannya, memfasilitasi infeksi dan penyebab dry socket.
Sebaliknya, pulpa, semen dan dentin dari akar gigi terdiri dari jaringan
ikat yang biasanya berada di dalam tulang. Selain itu, setelah dilakukan
coronectomy, pulpa yang dipotong ditutup oleh bekuan darah yang
merupakan pembalut biologis. Akar harus ditinggalkan setidaknya 3mm di
bawah puncak tulang kortikal untuk memungkinkan pembentukan tulang
di atas akar (Alves dkk., 2018).
Pada keadaan tertentu, coronectomy bukan menjadi pilihan tindakan yang
tepat. Keadaan tersebut meliputi, gigi impaksi dengan posisi horizontal
yang jika dilakukan pemotongan mahkota pada tindakan coronectomy
akan berrisiko mencederai NAI. Selain itu, pada gigi yang sedang infeksi
dan terdapat kegoyahan gigi atau gigi dengan penyakit periodontal tidak
disarankan untuk dilakukan coronectomy (Alves dkk., 2018).
2. Buccal Osteotomy
Alternatif lain untuk mencabut gigi impaksi yang berhubungan dengan
kanalis mandibula adalah dengan buccal osteotomy. Flap mukoperiosteal
disingkap di daerah molar mandibula, dan rectangular window dibuat di
daerah gigi yang impaksi dengan menggunakan bur fisura yang kecil
dengan potongan mesial dan distal. Tulang bukal diangkat dengan
osteotom. Gigi molar yang impaksi akan terekspos, kemudian diseparasi
dengan bur dan dikeluarkan satu persatu. Bundel saraf alveolar sering
berada dalam jarak dekat dan dapat terlihat setelah gigi dicabut. Fragmen
tulang yang diangkat pada tulang bukal difiksasi menggunakan wire atau
plat di tepi mesial dan distal, dan luka dijahit (Kablan dkk., 2017).
3. Ramus Osteotomy
Ramus osteotomy memberikan akses yang baik, mempertahankan tulang
yang seharusnya telah diangkat, dan memungkinkan saraf untuk dilihat
dan dihindari. Namun, ramus osteotomy membuat oklusi menjadi
terganggu (meskipun ini jarang) dan ada risiko pemisahan yang tidak baik
di segmen proksimal atau distal (2%) (Cansiz dkk., 2016).
III. PEMBAHASAN

Jurnal ini membahas bahwa operasi molar yang impaksi masih tetap menjadi
perhatian utama pada tindakan bedah mulut. Sejumlah besar pencabutan gigi yang
impaksi, berhubungan erat dengan struktur anatomi yang penting dan kemungkinan
terjadinya komplikasi operasi molar ketiga yang terkait dengan masalah psikososial
yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Pada kasus gigi molar mandibula
yang impaksi terutama molar ketiga, terkadang berada di dekat NAI. Akar gigi yang
impaksi dapat menunjukkan alur pada permukaannya, atau mungkin bengkok akibat
tekanan saraf alveolar inferior atau pada kasus yang sangat jarang, kanalis
mandibula dapat terperangkap di antara akar gigi yang impaksi. Bagaimana saraf
terperangkap di antara akar tidak diketahui, tetapi penjelasan yang mungkin adalah
potensi dinamis tinggi dari epitel odontogenik akar yang berkembang di dekat saraf
alveolus inferior.
Hubungan antara akar gigi molar ketiga yang impaksi dan NAI menjadikan
coronectomy sebagai alternatif dari operasi gigi molar ketiga untuk menghindari
kemungkinan terjadinya cedera saraf selama pencabutan gigi. Meskipun teknik ini
secara teoritis mencegah kerusakan saraf, masih terdapat kontroversi karena pulpa
yang nekrotik dianggap menyebabkan infeksi periapikal atau orofasial.
Coronectomy juga membawa risiko komplikasi berikutnya jika diperlukan
pencabutan bagian gigi yang tersisa. Pada kasus dengan saraf yang terjepit,
coronectomy membawa risiko transposisi serabut neurovaskular ke arah rongga
mulut karena tegangan akibat erupsinya akar yang tersisa.
Terdapat berbagai macam teknik untuk mencabut gigi molar yang impaksi
yang berhubungan dengan NAI. Beberapa ahli bedah mengusulkan buccal
corticotomy untuk pencabutan molar rahang bawah yang impaksi, sementara ahli
bedah lainnya mengusulkan operasi bedah besar, seperti osteotomi ramus vertikal,
untuk mencabut gigi yang impaksi dengan aman.
Langkah awal untuk menghindari kerusakan saraf permanen adalah mengenali
kasus yang dicurigai dapat terjadi kerusakan saraf dan informasi yang menyeluruh
kepada pasien tentang risiko cedera NAI. Langkah selanjutnya adalah penggambaran
yang tepat dari hubungan gigi impaksi dengan NAI menggunakan tomografi
komputer atau CBCT. Tindakan bedah standar dengan sedikit modifikasi adalah
prosedur dengan invasif yang minimal untuk mencabut secara aman gigi molar yang
terkena berhubungan dengan NAI.
Tanda-tanda radiografi yang menunjukkan hubungan antara molar yang
impaksi dengan NAI dapat diidentifikasi melalui foto rontgen panoramic. Meskipun
CBCT tidak lebih akurat dalam memprediksi letak NAI selama pencabutan gigi,
CBCT masih dapat menggambarkan hubungan yang tepat antara akar gigi dengan
bundel neurovascular untuk mengidentifikasi kasus-kasus di mana NAI berisiko
selama operasi. Meskipun CT scan mungkin lebih akurat daripada radiografi
panoramik, hal tersebut tidak selalu digunakan untuk diagnosis molar ketiga
sebelum operasi.
IV. KESIMPULAN

• Cedera nervus alveolar inferior adalah salah satu komplikasi paling serius dari
operasi molar mandibula dan dapat menyebabkan litigasi untuk mal-praktek
• Pencabutan gigi molar ketiga rahang bawah yang impaksi merupakan salah
satu prosedur bedah yang paling sering dilakukan dan dapat menyebabkan kerusakan
pada nervus alveolaris inferior.
• Beberapa teknik dapat digunakan untuk mencabut impaksi molar mandibula
untuk meminimalisir terjadinya komplikasi
V. DAFTAR PUSTAKA

Alves, F.A., Serpa, M.S., Azanero, W.D., dan Almeida, O.P., 2018, Coronectomy
- An alternative approach to remove impacted teeth in oncological
patients, J Clin Exp Dent., vol. 10(10) : 992-995.
Bagheri S.C., dan Jo, C., 2008, Clinical Review of Oral and Maxillofacial
Surgery, Missouri: Mosby Elsevier, hal. 100.
Candido, K.D., dan Day, M., 2014, Practical Management of Pain, 5th ed., New
York: Elsevier, hal. 697-715.
Cansiz, E., Isler, S.C., dan Gultekin, B.A., 2016, Removal of Deeply Impacted
Mandibular Molars by Sagittal Split Osteotomy, Turkey: Hindary
Carrio, C.P., Mira, B.G., Moron, C.L., dan Diago, M.P., 2010, Radiographic signs
associated with inferior alveolar nerve damage following lower third
molar extraction, Med Oral Patol Oral Cir Bucal, vol.15(6) : 886-890.
Doh, R.M., Shin, S., dan You, T.M., 2018, Delayed paresthesia of inferior
alveolar nerve after dental surgery: case report and related
pathophysiology, J Dent Anesth Pain Med., vol. 18(3) : 177-182.
Foncesca, R.J., 2009, Oral and Maxillofacial Surgery, 2nd ed., Missouri: Saunders,
45.
Kablan, F., Yaffe, V., dan El-Naaj, I.A., 2017, The Buccal Lid Approach for
Removal of Impacted Mandibular Molars— When, How and Why,
Open Journal of Stomatology, vol. 7(1) : 81-90.
Tilaveridis, I., Dalambiras, S., Lazaridou, M., dan Zouloumis, L., 2016, Tooth
Multi-Sectioning with the Use of Magnification, for Extraction of a
Deeply Impacted Lower Second Molar with Entrapment of the Inferior
Alveolar Nerve: Report of a Case, Balk J Dent Med., vol. 20(1) : 49-53.

Anda mungkin juga menyukai