B-3
Ketua
Sekretaris
Anggota
(1102015187)
(1102015168)
(1102012215)
(1102015160)
(1102015168)
(1102015187)
(1102015225)
(1102015228)
(1102015229)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JL. LET. JEND. SUPRAPTO, CEMPAKA PUTIH,
JAKARTA PUSAT, 10510
2016
SKENARIO
REAKSI ALERGI
Seorang perempuan berusia 26 tahun, datang ke dokter dengan keluhan gatal-gatal
serta bentol-bentol merah yang hampir merata di seluruh tubuh, timbul bengkak pada
kelopak mata dan bibir sesudah minum obat penurun panas (Parasetamol). Pada
pemeriksaan fisik didapatkan angioedema di mata dan bibir serta urtikaria di seluruh
tubuh. Dokter menjelaskan keadaan ini diakibatkan oleh reaksi alergi
(hipersensitivitas tipe cepat), sehingga ia mendapatkan obat anti histamine dan
kortikosteroid. Dokter memberikan saran agar selalu berhati-hati dalam meminum
obat serta berkonsultasi dulu dengan dokter.
KATA SULIT
1. Angioedema : reaksi vascular pada dermis bagian dalam atau jaringan subkutan
atau jaringan mukosa. Dilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler. Ditandai
dengan timbulnya lesi urtikaria yang besar
2. Urtikaria : reaksi vascular lapisan dermis bagian atas yang ditandai dengan
gambaran sementara bercak (bentol) yang agak menonjol dan lebih merah atau
lebih pucat dari pada kulit sekitarnya dan seringkali disertai dengan gatal yang
hebat.
3. Hipersensitivitas : keadaan berubahnya reaktivitas, ditandai dengan reaksi tubuh
berupa respons imun yang berlebihan terhadap sesuatu yang dianggap sebagai
benda asing.
4. Anti histamine : agen yang melawan kerja histamine
5. Kortikosteroid : setiap steroid yang dikeluarkan oleh korteks adrenal (tidak
termasuk hormone seks) atau setiap hormone sintetik yang setara dengan steroid
ini
6. Alergi : keadaan dimana terjadi hipersensitivitas pada substansi asing bernama
alergen
PERTANYAAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
JAWABAN
1. Antigen masuk ke dalam tubuh, kemudian merangsang sel B membentuk sel
plasma yang akan membentuk IgE. Antibodi IgE berikatan dengan sel mast, yang
akan mendegranulasi sel mast dan menghasilkan mediator-mediator vasoaktif
seperti histamin. Histamin membuat vasodilatasi yang akan membuat kulit gatal.
2. Anti histamin ditujukan untuk menghambat produksi histamin oleh sel mast yang
membuat tubuh gatal. Sementara kortikosteroid ditujukan untuk penurunan
respon imun.
3. Terjadi angioedema karena histamin membuat vasodilatasi pembuluh darah yang
kemudian cairan dalam pembuluh darah akan menuju intersistial.
4. Tipe I, tipe II, tipe III, tipe IV
5. Cara tes alergi salah satunya dengan cara skin prick test.
6. Pemberian anti histamin.
7. Bersin, batuk, edema, urtikaria, demam, kemerahan.
HIPOTESA
Hipersensitivitas merupakan peningkatan respon imun berlebihan yang terbagi
menjadi 4 tipe salah satunya hipersensitivitas tipe cepat dan menyebabkan timbulnya
alergi, alergi tersebut dapat ditangani dengan pemberian anti histamin dan
kortikosteroid serta mempertimbangkan efek samping dari obat tersebut.
SASARAN BELAJAR
LI 1 Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas
1.1 Definisi
1.2 Klasifikasi
1.3 Etiologi
LI 2 Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe I
2.1 Definisi
2.2 Mekanisme dan Respon Imun
2.3 Penanganan
2.4 Pencegahan
LI 3 Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe II
3.1 Definisi
3.2 Mekanisme dan Respon Imun
LI 4 Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe III
4.1 Definisi
4.2 Mekanisme dan Respon Imun
LI 5 Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe IV
5.1 Definisi
5.2 Mekanisme dan Respon Imun
LI 6 Pandangan Islam Terhadap Pemilihan Obat
6.1 Maslahat
6.2 Mafsadah
Tipe II
Tipe III
Reaksi Sitotoksik Reaksi
(IgG atau IgM)
imun
Tipe IV
kompleks Reaksi selular
Ikatan
silang
anatara
antigen
dan IgE yang
diikat sel mast
yang
basofil
melepas mediator
vasoaktif
Ab
terhadap
antigen permukaan
sel menimbulkan
destruksi
sel
dengan
bantuan
komplemen atau
ADCC
Kompleks
Ag-Ab
mengaktifkan
komplemen
dan
respons
inflamasi
melalui
infiltrasi
masib neutrofil
Sel
Th1
yang
disensitasi melepas
sitokin
yang
mengaktifkan
makrofag atau sel
Tc yang berperan
dalam kerusakan
jaringan. Sel Th2
dan
Tc
menimbulkan
respons sama
Manifestasi khas:
Manifestasi khas:
Manifestasi khas:
Manifestasi khas:
Anafilaksis
Reaksi transfuse, Reaksi local seperti Dermatis kontak,
sistemik dan local eritroblastosis
Arthus dan sistemik lesi
tuberculosis
seperti
rhinitis, fetalis,
anemia seperti
serum dan
penolakan
asma,
urtikaria, hemolitik
sickness, vaskulitis tandur
alergi
makanan autoimun
dengan
nekrosis,
dan ekzem
glomerulonephritis,
AR dan LES
(Imunologi Dasar, 2014)
Tabel Klasifikasi Gell dan Coombs yang Telah Dimodifikasi
Tipe/ Mekanisme
Gejala
Contoh
I/IgE
Anafilaksis, urtikaria,
Penisilin dan -laktam
angioedema, mengi,
lainnya, enzim, antiserum,
hipotensi, nausea,
protamin, heparin antibodi
muntah, sakit abdomen, monoklonal, ekstrak
diare
alergen, insulin
II/Sitotoksik (IgG dan
Agranulositosis
Metamizol, fenotiazin
IgM)
Anemia hemolitik
Penisilin, sefalosporin, laktam, kinidin, metildopa
Trombositopenia
Karbamazepin, fenotiazin,
tiourasil, sulfonamid,
antikonvulsan, kinin,
kinidin, parasetol,
sulfonamid, propil,
tiourasil, preparat emas
Panas,
urtikaria, -laktam,
sulfonamid,
atralgia, limfadenopati
fenotiazin, streptomisin
Serum sickness
serum
penisilin,
xenogenik,
globulin anti7
IV/Hipersensitivitas
selular
timosit
Eksim (juga sistemik) Penisilin, anestetik lokal,
eritema, lepuh, pruritus antihistamin
topikal,
neomisin,
pengawet,
Fotoalergi
eksipien (lanolin, paraben),
desinfekstan
Fixed drug eruption
Salislanilid (halogeneted),
asam nalidilik
Lesi makulopapular
Barbiturat, kinin
V/Reaksi granuloma
VI/Hipersensitivitas
stimulasi
dapat diikat FceR1). Pajanan kedua dengan alergen menimbulkan ikatan silang
Antara antigen dan IgE yang diikat sel mast, memacu pelepasan mediator
farmakologis aktif (amin vasoaktif) dari sel mast dan basofil. Mediator- mediator
tersebut menimbulkan konstraksi otot polos, meningkatkan permeabilitas vascular
dan vasodilatasi, kerusakan jaringan dan anafilaksis.
1. Histamin merupakan kompenen utama granul sel mast dan sekitar 10% dari berat
granul. Histamin yang merupakan mediator primer yang dilepas akan diikat oleh
reseptornya. Ada 4 reseptor histamin ( H1,H2,H3,H4 ) dengan distribusi yang
berbeda dalam jaringan dan bila berikatan dengan histamin, menunjukkan
berbagai efek.
2. PG dan LT dihasilkan dari metabolisme asam arakidonat serta berbagai sitokin
berperan pada fase lambat reaksi tipe 1. PG dan LT merupakan mediator sekunder
yang kemudian dibentuk dari metabolisme asam arakidonat atas pengaruh
fosfolipase A2. Efek biologisnya timbul lebih lambat, namun lebih menonjol dan
berlangsung lebih lama dibanding dengan histamin.
3. Sitokin dilepas sel mast dan basofil (IL-3,IL-4,IL-5,IL-6,IL-10,IL-13,GM-CSF
dan TNF-). Beberapa berperan dalam reaksi tipe 1. Sitokin tersebut mengubah
lingkungan mikro dan dapat mengerahkan sel inflamasi seperti
Mediator primer utama pada hipersensitivitas Tipe 1
Mediator
Efek
H1: Permeabilitas vaskuler meningkat, vasodilatasi,
kontraksi otot polos
Histamin
H2: sekresi mukosa gaster
Aritmia jantung
ECF-A
Kemotaksis eosinofil
NCF-A
Kemotaksis neutrofil
Protease
(triptase, Sekresi mukus bronkial, degradasi membran basal pembuluh
kimase)
darah, pembentukan produk pemecah komplemen
Eosinophil
Kemotaktik untuk eosinofil
Chemotactic Factor
Neutrophil
Kemotaktik untuk neutrofil
Chemotactic Factor
Agregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos
PAF
paru
NCA
Kemotaksis neutrofil
Hidrolase asam
Degradasi matriks ekstraseluler
BK-A
Kalikrein; kininogenase
Heparin, kondrotin sulfat, sulfat dermatan: mencegah
Proteoglikan
komplemen yang menimbulkan koagulasi (?)
Enzim
Kimase, triptase, proteolisis
Mediator sekunder utama pada Hipersensitivitas Tipe 1
Mediator
Efek
Sitokin
Aktivasi berbagai sel radang
10
Bradikinin
Prostaglandin
Leukotrin (LTC4 LTD4 LTE4)
Leukotrin B4, 15-HETE
Manifestasi reaksi tipe I dapat bervariasi dari local, ringan sampai berat dan keadaan
yang mengancam nyawa seperti anafilaksis dan asma berat.
1. Reaksi lokal terbatas pada jaringan atau organ spesifik yang biasanya melibatkan
permukaan epitel tempat alergan masuk. Kecenderungan untuk menunjukkan
reaksi Tipe 1 adalah diturunkan dan disebut atopi. Sedikitnya 20% populasi
menunjukkan penyakit yang terjadi melalui IgE seperti rinitis alergi, asma dan
dermatitis atopi. IgE yang biasanya dibentuk dalam jumlah sedikit, segera diikat
oleh sel mast/basofil. IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast akan menetap
untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat pula terjadi secara pasif bila serum (darah)
orang yang alergi dimasukkan ke dalam kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi alergi
yang mengenai kulit, mata, hidung dan saluran nafas.
Reaksi Alergi
Jenis
Alergi
Anafilaksi
s
Urtikaris
akut
Rinitis
alergi
Asma
Makanan
Ekzem
atopi
Alergen Umum
Gambaran
Edema
dengan
peningkatan
permeabilitas kapiler, okulasi trakea ,
koleps
sirkulasi
yang
dapat
menyebabkan kematian
Sengatan serangga
Bentol, merah
2. Reaksi sistemik anafilaksis adalah reaksi Tipe 1 yang dapat fatal dan terjadi
dalam beberapa menit saja. Anafilaksis adalah reeaksi hipersensitifitas Gell dan
11
Coombs Tipe 1 atau reaksi alergi yang cepat, ditimbulkan IgE yang dapat
mengancam nyawa. Sel mast dan basofil merupakan sel efektor yang melepas
berbagai mediator. Reaksi dapat dipacu berbagai alergan seperti makanan (asal
laut, kacang-kacangan), obat atau sengatan serangga dan juga lateks, latihan
jasmani dan bahan anafilaksis, pemicu spesifiknya tidak dapat diidentifikasi.
3. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid adalah reaksi sistemik umum yang
melibatkan pengelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE.
Mekanisme pseudoalergi merupakan mekanisme jalur efektor nonimun. Secara
klinis reaksi ini menyerupai reaksi Tipe I seperti syok, urtikaria, bronkospasme,
anafilaksis, pruritis, tetapi tidak berdasarkan atas reaksi imun. Manifestasi
klinisnya sering serupa, sehingga kulit dibedakan satu dari lainnya. Reaksi ini
tidak memerlukan pajanan terdahulu untuk menimbulkan sensitasi. Reaksi
anafilaktoid dapat ditimbulkan antimikroba, protein, kontras dengan yodium,
AINS, etilenoksid, taksol, penisilin, dan pelemas otot. (Imunologi Dasar)
4. Perbedaan anafilaksis dan anafilaktoid
Kriteria kasar untuk membedakan alergi dan pseudoalergi
Alergi
Pseudoalergi (anafilaktoid)
Perlu sensitisasi
Tidak perlu sensitisasi
Reaksi setelah pajanan berulang
Reaksi pada pajanan pertama
Jarang (<5%)
Sering (>5%)
Gejala klinis khas
Gejala tidak khas
Dosis pemicu kecil
Tergantung dosis (tergantung kecepatan
pemberian pada infus)
Ada kemungkinan riwayat keluarga
Tidak ada riwayat keluarga (kecuali
defek enzim)
Pengaruh fisiologis sedang
Pengaruh fisiologis kuat
LO 2.3 Penanganan
1. Antihistamin
Generasi
CTM (klorfeniramin)
AH1
Generasi II
Antihistamin
AH2
Terfenadin, Astemizol,
Loratadin, Akrivastin,
1. Simetidin
2. Ranitidin
3. Famotidin
4. Nizatidin
12
EFEK SAMPING
Mengentalkan sekresi bronkus sehingga menyulitkan ekspektorasi (sehingga
tidak efektif untuk penderita asma
Sedasi (mengantuk parah). Namun ada obat non-sedasi yaitu Astemizol,
Terfenadin, Loratadin.
Vertigo, Insomnia, Tremor, Nafsu makan menurun, inkoordinasi, pandangan
kabur, diplopia, euphoria, gelisah, lemah, penat, mulut kering, disuria,
hipotensi, sakit kepala, dll.
Astemizol yang berlebihan menyebabkan gemuk
Pemberian astemizol, terfenadin yang diberikan bersama makrolida
(eritromisin) seperti ketokonazol, itrakonazol akan menyebabkan keadaan
fatal yaitu aritmia ventrikel.
B. Antagonis Reseptor H2 (AH2)
13
14
3) Nizatidin
FARMAKODINAMIK Potensi nizatin daam menghambat sekresi asam
lambung.
FARMAKOKINETIK Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral
dicapai dalam 1 jam, masa paruh plasma sekitar 1,5 jam dan lama kerja
sampai dengn 10 jam, disekresi melalui ginjal.
INDIKASI Efektifitas untuk tukak duodenum diberikan satu atau dua kali
sehari selama 8 minggu, tukak lambung, refluks esofagitis, sindrom
Zollinger-Ellion. Kontraindikasi terhadap ibu hamil dan menyusui.
EFEK SAMPING ringan saluran cerna dapat terjadi, dan tidak memiliki
efek antiandrogenik
2. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah hormon kelas steroid yang dihasilkan di korteks adrenal.
Kortikosteroid terlibat dalam berbagai sistem fisiologis seperti respon stres,
respon imun dan regulasi inflamasi, metabolisme karbohidrat, katabolisme
protein, kadar elektrolit darah, dan tingkah laku.Kortikosteroid bekerja dengan
mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel
melewati membran plasma secara difusi pasif.
FARMAKODINAMIK
a. Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak.selain itu juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot
lurik, sistem saraf dan organ lain.
b. Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar
yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.
- Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan
efek anti-inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan
elektrolit kecil. Contohnya adalah kortisol.
- Efek pada mineralokortikoid ialah terhadap keseimbangan air dan
elektrolit, sedangkan pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar
sangat kecil. Contohnya adalah aldosteron atau desoksikortikosteron.
c. Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan
massa kerjanya.
- Sediaan kerja singkat mempunyai masa paruh biologis kurang dari 12 jam.
- Sediaan kerja sedang mempunyai masa paruh biologis antara 12-36 jam.
- Sediaan kerja lama mempunyai masa paruh biologis lebih dari 36 jam.
FARMAKOKINETIK
15
2. Otot
4. Tulang
6. Mata
7. Darah
8. Pembuluh darah
9. Kelenjar
adrenal bagian
kortek
10. Metabolisme
Protein dan Karbohidrat
11. Elektrolit
12. Sistem
immunitas
5. Kulit
Nama obat
Cortisone
Hydrocortisone
Prednisolone
17
Triamcinolone
Methylprednisolone
Fludrocortisone
Dexamethasone
Betamethasone
a. Short Acting
1) Cortisone
Cortisone adalah jenis steroid yang diproduksi secara alami oleh
kelenjar dalam tubuh yang disebut kelenjar adrenal. Cortisone berfungsi
untuk meredakan inflamasi. Efek samping yang biasa ditimbulkan
adalah rasa nyeri.
2) Hydrocortisone
Hydrocortisone adalah kostikosteroid topical yang mempunyai efek antiinflamasi, anti alergi dan antipruritus pada penyakit kulit. Indikasi
pemberian obat ini adalah untuk penderita dermatitis atopi, dermatitis
alergik, dermatitis kontak, pruritus anogenital dan neurodermatitis.
Hydrocortisone tidak boleh diberikan kepada penderita yang
hipersensitif, herpes simplex, varicella dan infeksi jamur. Efek samping
yang mungkin ditimbulkan dari obat ini adalah rasa terbakar, gatal,
kekeringan, atropi kulit dan infeksi sekunder
b. Intermediate Acting
1) Prednisolone
Prednisolone diberikan untuk pasien penekanan jangka pendek
peradangan pada gangguan alergi dan pengobatan jangka pendek
peradangan pada mata . Efek samping yang ditimbulkan adalah mual,
dyspepsia, malaise, cegukan, reaksi hipersensitifitas termasuk
anafilaksis, dll.
2) Triamcinolone
Triamcinolone mempunyai efek antiinflamasi dan pembentukan
glikogen yang lebih besar, dan berkurangnya efek samping retensi
garam. Efek samping yang dapat timbul adalah fraktur spontan, ulkus
peptik/tukak lambung, perubahan cushingoid, purpura, flushing, sering
berkeringat, jerawat, striae, hirsutisme, vertigo, sakit kepala,
tromboembolisme, nekrosis aseptik, pangkreatitis akut, kelemahan otot,
esofagitis ulseratif, peningkatan tekanan intrakranial, papiledema,
katarak subkapsular.
3) Methylprednisolone
Methylprednisolone adalah suatu obat glukokortikoid alamiah (memiliki
sifat menahan garam (salt retaining properties)), digunakan sebagai
terapi pengganti pada defisiensi adrenokortikal. Methylprednisolone
dikontraindikasikan pada infeksi jamur sistemik dan pasien yang
hipersentitif terhadap komponen obat.
18
4) Fludrocortisone
Fludrocortisone merupakan mineralokortikoid yang paling banyak
digunakan. Mempunyai aktivitas retensi garam yang kuat dan efek antiinflamasi yang berarti walaupun digunakan dalam dosis yang sedikit.
c. Long Acting
1) Dexamethasone
Obat ini digunakan sebagai glucocorticoid khususnya untuk Anti
inflamasi, Pengobatan rematik arthritis, dan penyakit kolagen lainnya,
Alergi dermatitis, Penyakit kulit, dll. Pengobatan yang berkepanjangan
dapat mengakibatkan efek katabolik steroid seperti kehabisan protein,
osteoporosis, dan penghambatan pertumbuhan anak. Penimbunan garam,
air dan kehilangan potassium jarang terjadi bila dibandingkan dengan
glucocorticoid lainnya. Penambahan nafsu makan dan berat badan lebih
sering terjadi.
2) Betamethasone
Betamethasone digunakan untuk meringankan inflamasi dari dermatosis
yan responsive terhadap kortikosteroid. Penggunaan kostikosteroid
topical dapat menyebabkan efek samping local seperti kulit kering,
gatal-gatal, rasa terbakar, iritasi, hipopigmentasi, dermatitis alergi, dll.
LO 2.4 Pencegahan
Pencegahan hipersensitivitas dapat diterapkan dengan menghindari hal-hal yang
memicu timbulnya reaksi alergi. Hal ini dapat diketahui lebih awal dengan cara tes
alergi, contohnya:
1. Skin Prick Test
Skin prick test merupakan tes yang paling sering dikerjakan untuk menentukan
adanya IgE spesifik untuk beberapa alasan. Skin prick test tidak invasif, aman,
hasil dapat diperoleh dengan cepat (15-20 menit), lebih murah dibandingkan
pemeriksaan IgE spesifik dalam darah dan mempunyai hasil yang cukup baik.
Namun, tes ini tidak dapat dilakukan pada keadaan:
a. Kelainan kulit yang luas karena SPT harus dikerjakan pada kulit yang sehat
b. Anak tidak dapat menghentikan konsumsi obat antihistamin/obat anti alergi,
karena bila obat tersebut dihentikan keluhan alergi yang timbul sangat
berat/mengganggu
c. Dermatografisme (keadaan kulit yang menjadi bentol dan merah apabila
ditekan/digores sesuatu).
Prosedur SPT dimulai dengan meneteskan beberapa jenis cairan alergen yang
akan diujikan di daerah lengan bawah. Jarum akan digunakan untuk
mencukit/menusuk kulit pada lokasi alergen. Proses ini akan menimbulkan sedikit
19
rasa sakit tapi tidak akan menimbulkan perdarahan. Setelah seluruh alergen
dicukit, anak diminta untuk menunggu selama 15 menit. Setelah 15 menit akan
timbul bentol dan kemerahan di lokasi alergen yang sensitif.
2. Pemeriksaan IgE spesifik dalam darah.
Hasil pemeriksaan ini dapat diperoleh dalam hitungan beberapa hari dengan harga
yang lebih mahal dibandingkan SPT. Namun, pemeriksaan IgE spesifik dalam
darah dapat menjadi alternatif pada kondisi yang tidak memungkinkan dilakukan
SPT. Hasil SPT dan pemeriksaan IgE spesifik dalam darah setara, sehingga tidak
diperlukan 2 pemeriksaan untuk saling mengkonfirmasi.
3. Uji tempel kulit.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk evaluasi reaksi hipersensitivitas tipe lambat.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menempelkan alergen di kulit selama 2-3 hari.
Namun pemeriksaan ini tidak rutin dikerjakan.
Hasil tes alergi dapat bervariasi dari waktu ke waktu tergantung pajanan pasien
terhadap alergen. Hasil tes alergi yang positif atau terdeteksinya IgE spesifik baik
pada uji kulit maupun dalam darah hanya menandakan adanya sensitisasi dan
tidak selalu menandakan bahwa alergen tersebut menjadi pencetus gejala alergi
yang dialami pasien.
Untuk itu hasil tes alergi ini perlu digabungkan dengan anamnesis yang cermat
untuk dapat menentukan alergen pencetus. Dokter akan menganalisis hasil
pemeriksaan dan melakukan evaluasi apakah didapatkan hubungan antara hasil
tes alergi dan gejala yang timbul. Konfirmasi pencetus dapat dilakukan dengan
provokasi alergen seperti uji provokasi makanan terbuka.
LI 3 Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe II
LO 3.1 Definisi
Reaksi hipersensitivitas tipe II juga disebut reaksi sitotoksik atau sitolitik. Terjadi
karena dibentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan
bagian sel penjamu. Reaksi diawali oleh reaksi antara antibodi dan determinan
antigen yang merupakan bagian dari membran sel tergantung apakah komplemen atau
molekul asesoris dan metabolisme sel dilibatkan. (Imunologi dasar FKUI edisi 11)
LO 3.2 Mekanisme dan Respon Imun
1. Patogenesis
20
21
Beberapa hemoglobin diubah menjadi bilirubin yang pada kadar tinggi bersifat
oksik.
Gejala khasnya berupa demam, menggigil, nausea, bekuan dalam pembuluh
darah, nyeri pinggang bawah dan hemoglobinuria.Reaksi transfusi darah yang
lambat terjadi pada mereka yang pernah mendapat transfusi berulang dengan
darah yang kompatibel ABO namun inkompatibel dengan golongan darah
lainnya.Reaksi terjadi 2 sampai 6 hari setelah transfusi.Darah yang ditransfusikan
memacu pembentukan IgG terhadap berbagai antigen membran golongan darah,
tersering adalah golongan Rhesus, Kidd, Kell, dan Duffy.
2. Anemia Hemolitik
Antibiotika tertentu seperti penisilin, sefalosporin, dan streptomisin dapat
diabsorpsi nonspesifik pada protein membran SDM yang membentuk kompleks
serupa kompleks molekul hapten pembawa.Pada beberapa penderita, kompleks
membentuk antibodi yang selanjutnya mengikat obat pada SDM dan dengan
bantuan komplemen menimbulkan lisis dengan dan anemia progresif.
22
24
25
(medhcrome)
Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV :
1. Fase sensitasi
Membutuhkan waktu 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Th
diaktifkan oleh APC melalui MHC-II. Berbagai APC (sel Langerhans/SD pada
kulit dan makrofag) menangkap antigen dan membawanya ke kelenjar limfoid
regional untuk dipresentasikan ke sel T sehingga terjadi proliferasi sel Th1.
2. Fase efektor
26
Pajanan ulang dapat menginduksi sel efektor sehingga mengaktifkan sel Th1 dan
melepas sitokin yang menyebabkan :
a. Aktifnya sistem kemotaksis dengan adanya zat kemokin (makrofag dan sel
inflamasi). Gejala biasanya muncul nampak 24 jam setelah kontak kedua.
b. Menginduksi monosit menempel pada endotel vaskular, bermigrasi ke
jaringan sekitar.
c. Mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai APC, sel efektor, dan
menginduksi sel Th1 untuk reaksi inflamasi dan menekan sel Th2.
Mekanisme kedua reaksi adalah sama, perbedaannya terletak pada sel T yang
teraktivasi. Pada Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV, sel Th1 yang teraktivasi dan
pada T Cell Mediated Cytolysis, sel Tc/CTL/ CD8+ yang teraktivasi.
Contoh mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe IV :
Reaksi pada infeksi parasit dan bakteri intrasel
1. DTH mengaktifkan influks makrofag pada infeksi yang tidak dapat ditemukan
oleh antibodi.
2. Makrofag melepaskan enzim litik yang menyebabkan kerusakan jaringan. Bila
enzim litik terus diproduksi dapat mengakibatkan reaksi granulomatosis yang
akan menyebabkan nekrosis pada jaringan yang dapat mengenai jaringan
pembuluh darah.
Respon pada infeksi M. tuberkulosis
1. Bakteri mengaktifkan respon DTH yang selanjutnya mengaktifkan makrofag yang
merangsang isolasi kuman dalam lesi granuloma (tuberkulin). Tuberkulin akan
melepaskan enzim litik yang akan merusak jaringan paru-paru dan menimbulkan
nekrosis jaringan. Granuloma terbentuk pada :
a. TB
b. Lepra
c. Skistosomiasis
d. Lesmaniasis
e. Sarkoidasis
Respon Imun Hipersesitivitas IV
1. Dematitis kontak
Merupakan penyakit CD8+ yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang tidak
berbahaya seperti formaldehid, nikel, bahan aktif pada cat rambut (contoh reaksi
DTH).
2. Hipersensitivitas tuberculin
Bentuk alergi spesifik terhadap produk filtrat (ekstrak/PPD) biakan
Mycobacterium tuberculosis yang apabila disuntikan ke kulit (intrakutan), akan
menimbulkan reaksi ini berupa kemerahan dan indurasi pada tempat suntikan
dalam 12-24 jam. Pada individu yang pernah kontak dengan M. tuberkulosis,
27
kulit akan membengkak pada hari ke 7-10 pasca induksi. Reaksi ini diperantarai
oleh sel CD4+.
3. Reaksi Jones Mote
Reaksi terhadap antigen protein yang berhubungan dengan infiltrasi basofil yang
mencolok pada kulit di bawah dermis, reaksi ini juga disebut sebagai
hipersensitivitas basofil kutan. Reaksi ini lemah dan nampak beberapa hari
setelah pajanan dengan protein dalam jumlah kecil, tidak terjadi nekrosis
jaringan. Reaksi ini disebabkan oleh suntikan antigen larut (ovalbumin) dengan
ajuvan Freund.
4. Penyakit CD8+
Kerusakan jaringan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc yang langsung membunuh
sel sasaran. Penyakit ini terbatas pada beberapa organ saja dan biasanya tidak
sistemik, contoh pada infeksi virus hepatitis.
LI 6 Pandangan Islam Terhadap Pemilihan Obat
LO 6.1 Maslahat
Dalam kitab al-Mustashfa, Imam al-Ghazali mengemukakan penjelasan tentang almaslahah yaitu: Pada dasarnya al-maslahah adalah suatu gambaran untuk
mengambil manfaat atau menghindarkan kemudaratan, tapi bukan itu yang kami
maksudkan, sebab meraih manfaat dan menghindarkan kemudaratan terseut
bukanlah tujuan kemasalahatan manusia dalam mencapai maksudnya. Yang kami
maksud dengan maslahah adalah memelihara tujuan syara.
Ungkapan al-Ghazali ini memberikan isyarat bahwa ada dua bentuk kemaslahatan,
yaitu
1. Kemasalahatan menurut manusia, dan
2. Kemaslahatan menurut syariat.
Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah dikisahkan bahwa seorang Anshar terluka di
perang Uhud. Rasulullah pun memanggil dua orang dokter yang ada di kota Madinah,
lalu bersabda, Obatilah dia.
Dalam riwayat lain ada seorang sahabat bertanya,Wahai Rasulullah, apakah ada
kebaikan dalam ilmu kedokteran? Rasullah menjawab, Ya, Begitu pula yang
diriwayatkan dari Hilal bin Yasaf bahwa seorang lelaki menderita sakit di zaman
Rasulullah. Mengetahui hal itu, beliau bersabda, Panggilkan dokter. Lalu Hilal
bertanya, Wahai Rasulullah, apakah dokter bisa melakukan sesuatu untuknya?
Ya, jawab beliau. (HR Ahmad dalam Musnad: V/371 dan Ibnu Abi Syaibah dalam
Mushannaf: V/21)
Hilal meriwayatkan bahwa Rasulullah mnjenguk orang sakit lalu bersabda,
Panggilkan dokter! kemudian ada yang bertanya, Bahkan engkau mengatakan hal
itu, wahai Rasulullah? Ya, jawab beliau.
28
Dari firman Allah disini dapat dipahami: bahwasanya agama islam di bagun untuk
kemaslahatan artinya : semua syariat dalam perintah dan larangannya serta hukumhukumnya adalah untuk mashoolihi (manfaat-manfaat) dan makna masholihi adalah
: jamak dari maslahat artinya : manfaat dan kebaikan.
Misal : Allah melarang minuman keras dan judi karena mudharat (bahayanya) lebih
besar dari pada manfaatnya, sebagaimana dikatakan dalam QS : Al-Baqorah :219
29
2:219. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada
keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya.
(157 : )
Dan dia menghalalkan yang baik bagi mereka serta mengharamankan bagi mereka
segala sesuatu yang buruk ( al araf : 157 )
Al-Quran obat terbaik
Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman. Dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang
zalim selain kerugian. (Al-Isra:82)
Dalam hal ini Rasulullah bersabda, Di dalam tubuh terdapat segumpal darah, jika ia
baik maka seluruh tubuh akan menjadi baik.(HR Bukhari: I/153 (53) dalam Fathul
Bari)
LO 6.2 Maslahah
Para ulama berselisih pendapat mengenai hukum berobat. Menurut jumhur atau
mayoritas ulama, berobat tidaklah wajib. Sebagian ulama berpendapat wajibnya jika
khawatir tidak berobat, malah diri seseorang binasa.
30
Ibnu Taimiyah melanjutkan, Sekelompok sahabat Nabi dan tabiin tidak mengambil
pilihan untuk berobat. Ada sahabat seperti Ubay bin Kaab dan Abu Dzar tidak mau
berobat, lantas sahabat lainnya tidak mengingkarinya.
31
32
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja KG dan Iris R. 2014. Imunologi Dasar Edisi ke-11. Jakarta: FKUI
Dorland, W.A. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Ed 29. Jakarta: EGC
Sherwood, Lauralee. 2013. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. ed. 8. Jakarta:
EGC. pg 444 470.
Soesmasto A S, et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran ed. 4. Jakarta: Media
Aesculapitus
http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/perlukah-tes-alergi
33