Anda di halaman 1dari 42

Assalamualaikum wr. Wb.

HIPERSENSITIVITAS SKENARIO 2 MPT


KELOMPOK B-03
Ketua : Siti Sarah Novianti Mushafa (1102015229)
Sekretaris : Thalia Shifa Susanto (1102015168)
Anggota : Putri Erica Yulinafira (1102012215)
Natasha Mita Dwidita (1102015160)
Noura Alia (1102015168)
Randa Aditya (1102015187)
Siti Jarofiyah (1102015225)
Siti Rodhia Dawin (1102015228)
HIPERSENSITIVITAS
SKENARIO

REAKSI ALERGI
Seorang perempuan berusia 26 tahun, datang ke dokter dengan keluhan
gatal-gatal serta bentol-bentol merah yang hampir merata di seluruh tubuh,
timbul bengkak pada kelopak mata dan bibir sesudah minum obat penurun
panas (Parasetamol). Pada pemeriksaan fisik didapatkan angioedema di
mata dan bibir serta urtikaria di seluruh tubuh. Dokter menjelaskan keadaan ini
diakibatkan oleh reaksi alergi (hipersensitivitas tipe cepat), sehingga ia
mendapatkan obat anti histamine dan kortikosteroid. Dokter memberikan
saran agar selalu berhati-hati dalam meminum obat serta berkonsultasi dulu
dengan dokter.
HIPERSENSITIVITAS
KATA SULIT

 Vaksinasi BCG : Imunisasi tuberculosis untuk bayi dibawah 2 bulan.


 Antigen : Zat yang mampu menginduksi respon imun spesifik dan
bereaksi dengan produk-produk respon tersebut.
 Nodus Limfatikus : Organ yang berbentuk bulat mirip ginjal yang terdiri dari
jaringan limfoid. Berfungsi untuk memproduksi limfosit dan
antibodi. Fungsinya menyaring dan mencegah
penyebaran infeksi.
 Vaksin : Suspensi mikroorganisme (bakteri,virus) yang dilemahkan
atau dimatikan.
 Imunitas : Perlindungan terhadap penyakit tertentu yang didapat
melalui respon imun yang ditimbulkan melalui imunisasi
atau infeksi sebelumnya.
HIPERSENSITIVITAS
PERTANYAAN BRAIN STROMING

1. Bagaimana mekanisme timbulnya gatal-gatal seluruh tubuh?


2. Mengapa dokter memberikan anti histamin dan kortikosteroid?
3. Mengapa terjadi angioedema pada mata dan bibir?
4. Apa saja tipe-tipe hipersensitivitas?
5. Bagaimana cara tes alergi?
6. Bagaimana cara penanganan alergi?
7. Apa saja macam-macam reaksi alergi?
HIPERSENSITIVITAS
JAWABAN BRAIN STROMING
1. Antigen masuk ke dalam tubuh, kemudian merangsang sel B membentuk sel
plasma yang akan membentuk IgE. Antibodi IgE berikatan dengan sel mast,
yang akan mendegranulasi sel mast dan menghasilkan mediator-mediator
vasoaktif seperti histamin. Histamin membuat vasodilatasi yang akan membuat
kulit gatal.
2. Anti histamin ditujukan untuk menghambat produksi histamin oleh sel mast yang
membuat tubuh gatal. Sementara kortikosteroid ditujukan untuk penurunan
respon imun.
3. Terjadi angioedema karena histamin membuat vasodilatasi pembuluh darah
yang kemudian cairan dalam pembuluh darah akan menuju intersistial.
4. Tipe I, tipe II, tipe III, tipe IV
5. Cara tes alergi salah satunya dengan cara skin prick test.
6. Pemberian anti histamin.
7. Bersin, batuk, edema, urtikaria, demam, kemerahan.
HIPERSENSITIVITAS
HIPOTESA

Hipersensitivitas merupakan peningkatan respon imun berlebihan yang


terbagi menjadi 4 tipe salah satunya hipersensitivitas tipe cepat dan
menyebabkan timbulnya alergi, alergi tersebut dapat ditangani dengan
pemberian anti histamin dan kortikosteroid serta mempertimbangkan efek
samping dari obat tersebut.
HIPERSENSITIVITAS
SASARAN BELAJAR
LI 1 Memahami dan Menjelaskan LI 4 Memahami dan Menjelaskan
Hipersensitivitas
Hipersensitivitas Tipe III
 Definisi
 4.1 Definisi
 Klasifikasi
 Etiologi  4.2 Mekanisme dan Respon Imun
LI 2 Memahami dan Menjelaskan LI 5 Memahami dan Menjelaskan
Hipersensitivitas Tipe I Hipersensitivitas Tipe IV
 2.1 Definisi
 5.1 Definisi
 2.2 Mekanisme dan Respon Imun
 2.3 Penanganan
 5.2 Mekanisme dan Respon Imun

 2.4 Pencegahan LI 6 Pandangan Islam Terhadap


LI 3 Memahami dan Menjelaskan Pemilihan Obat
Hipersensitivitas Tipe II  Maslahat & Mafsadah
 3.1 Definisi
 3.2 Mekanisme dan Respon Imun
LI 1. Memahami dan Menjelaskan tentang
Hipersensitivitas
DEFINISI

 Peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah


dipajankan atau dikenal sebelumnya. (Imunologi Dasar)
 Respon imun yang berlebihan dan yang tidak diinginkan karena dapat
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. (Kapita Selekta)
LI 1. Memahami dan Menjelaskan tentang
Hipersensitivitas
KLASIFIKASI
Cepat

WAKTU Intermediet

Lambat

Tipe I (Reaksi IgE)

Tipe 2 (Reaksi Sitotoksik)


Gell &
Coombs
Tipe 3 (Reaksi Kompleks Imun)

Tipe 4 (Reaksi Selular)


LI 1. Memahami dan Menjelaskan tentang
Hipersensitivitas
Etiologi

ANTIGEN + ALERGEN

AKTIFASI SEL T
Merangsang sel b untuk aktivasi
Memproduksi sitokin  Menarik sel sel
antibody IgE  Sel mast melepaskan
yang menyebabkan reaksi
Histamin  gatal, prutitus,
peradangan (eosinophil, basophil) 
angioedema, urtikaria, kemerahan
Panas
pada kulit dan dermatitis
LI 2. Memahami dan Menjelaskan tentang
Hipersensitivitas Tipe 1
DEFINISI
 Reaksi hipersensitifitas tipe 1 adalah suatu reaksi yang terjadi secara cepat
atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi timbul segera sesudah tubuh
terpajan alergen. (Imunologi Dasar, 2014)

Respon Imun dan Mekanisme

Fase pada
respon imun

Fase sensitasi Fase aktivasi Fase efektor


LI 2. Memahami dan Menjelaskan tentang
Hipersensitivitas Tipe 1
MEDIATOR

Histamin

Mediator

PG dan
Sitokin
LT
LI 2. Memahami dan Menjelaskan tentang
Hipersensitivitas Tipe 1
MANIFESTASI

Reaksi Lokal

Reaksi Sistemik -
Manifestasi
Anafilaksis

Reaksi
pseudoalergi
atau anafilaktoid
LI 2. Memahami dan Menjelaskan tentang
Hipersensitivitas Tipe 1
PENANGANAN

Anti Histamin

AH 1 AH 2

Generasi 1 Generasi 2 Simetidin Ranitidin Famotidin Nizatidin

Terfenadin,
CTM Astemizol,
(Klorfeniramin) Loratadin,
Akrivastin.
FARMAKODINAMIK AH 1
 AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus,
bermacam otot polos.
 Obat AH1 dibedakan menjadi 2 yaitu AH1 generasi pertama dan AH2
generasi kedua.
 Obat AH1 generasi pertama adalah klorfeniramin (CTM).
 AH1 generasi kedua tidak menyebabkan efek samping karena tidak
menembus sawar otak sehingga tidak menyebabkan efek pada SSP
seperti kantuk, inkoordinasi, dll. (terfenadin, astemizol, loratadin, akrivastin,
dan setirizin).
Farmakokinetik AH1
 Efek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30 menit setelah pemberian oral
dan maksimal setelah 1-2 jam.
 Lama kerja AH1 umumnya 4-6 jam.
 Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru.
 AH1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk
metabolitnya.
 Meminum obat saat makan akan mengurangi efek samping.
Indikasi dan Kontraindikasi AH1
 INDIKASI untuk alergi debu yang tidak parah, mengatasi urtikaria akut,
dermatitis atopic, dermatitis kontak dan gigitan serangga, anti muntah
pasca bedah atau hamil dan setelah radiasi, paralisis agintans (Parkinson),
untuk mabuk perjalanan.
 Kontraindikasi untuk pasien penderita penyakit hati.

Efek Samping
 Mengentalkan sekresi bronkus sehingga menyulitkan ekspektorasi
(sehingga tidak efektif untuk penderita asma)
 Sedasi (mengantuk parah). Namun ada obat non-sedasi yaitu Astemizol,
Terfenadin, Loratadin
 Vertigo, Insomnia, Tremor, Nafsu makan menurun, inkoordinasi, pandangan
kabur, diplopia, euphoria, gelisah, lemah, penat, mulut kering, disuria,
hipotensi, sakit kepala, dll.
 Pemberian astemizol, terfenadin yang diberikan bersama makrolida
(eritromisin) seperti ketokonazol, itrakonazol akan menyebabkan keadaan
fatal yaitu aritmia ventrikel.
AH2
 AH2 menghambat sekresi asam lambung.
 AH2 dibedakan menjadi 4 golongan yaitu:
 Simetidin
 Ranitidin
 Famotidin
 Nizatidin

Simetidin dan Ranitidin


 FARMAKODINAMIK simetadin dan ranitidin menghambat reseptor H2
secara selektif dan reversible. Kerjanya menghambat sekresi asam
lambung. Simetadin dan ranitidin juga mengganggu volume dan kadar
pepsin cairan lambung.
AH2
Simetidin dan Ranitidin
 FARMAKOKINETIK
 Absorpsi simetidin diperlambat oleh makan, sehingga simetidin diberikan
bersama atau segera setelah makan.
 Ranitidin mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup
besar setelah pemberian oral.
 Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui
tinja.
 Masa paruh simetidin adalah 2 jam sedangkan masa paruh ranitidine adalah
1,75-3 jam dan bisa makin lama pada orang tua, pasien gagal ginjal dan pasien
yang mempunyai penyakit hati.
AH2
Simetidin dan Ranitidin
 INDIKASI efektif untuk mengatasi gejala akut tukak duodenum dan
mempercepat penyembuhannya. Selain itu, juga efektif untuk mengatasi
gejala dan mempercepat penyembuhan tukak lambung.

 EFEK SAMPING rendah, yaitu penghambatan terhadap resptor H2, seperti


nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam, kulit,
pruritus, kehilangan libido dan impoten.
AH2
Famotidin
 FARMAKODINAMIK Famotidin merupakan AH2 sehingga dapat
menghambat sekresi asam lambung. Famotidin 3 kali lebih poten daripada
ranitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin.

 FARMAKOKINETIK Famotidin mencapai kadar puncak di plasma kira kira


dalam 2 jam setelah penggunaan secara oral, masa paruh eliminasi 3-8
jam. Metabolit utama adalah famotidin-S-oksida. Pada pasien gagal ginjal
berat masa paruh eliminasi dapat melibihi 20 jam.

 INDIKASI Efektifitas Obat ini untuk tukak duodenum dan tukak lambung,
refluks esofagitis, dan untuk pasien dengan sindrom Zollinger-Ellison.

 EFEK SAMPING ringan dan jarang terjadi, seperti sakit kepala, pusing,
konstipasi dan diare, dan tidak menimbulkan efek antiandrogenik.
AH2
Nizatidin
 FARMAKODINAMIK Potensi nizatin daam menghambat sekresi asam
lambung.

 FARMAKOKINETIK Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral


dicapai dalam 1 jam, masa paruh plasma sekitar 1,5 jam dan lama kerja
sampai dengn 10 jam, disekresi melalui ginjal.

 INDIKASI Efektifitas untuk tukak duodenum diberikan satu atau dua kali
sehari selama 8 minggu, tukak lambung, refluks esofagitis, sindrom Zollinger-
Ellion. Kontraindikasi terhadap ibu hamil dan menyusui.

 EFEK SAMPING ringan saluran cerna dapat terjadi, dan tidak memiliki efek
antiandrogenik
Kortokosteroid

 Kortikosteroid adalah hormon kelas steroid yang dihasilkan di korteks


adrenal.
 Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.
 Kortikosteroid terlibat dalam berbagai sistem fisiologis seperti respon stres,
respon imun dan regulasi inflamasi, metabolisme karbohidrat, katabolisme
protein, kadar elektrolit darah, dan tingkah laku.
 Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi
pasif.
Kortokosteroid
Farmakodinamik
 Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak.selain itu juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal,
otot lurik, sistem saraf dan organ lain.
 Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan
besar yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.
 Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek
anti-inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit
kecil. Contohnya adalah kortisol.
 Efek pada mineralokortikoid ialah terhadap keseimbangan air dan elektrolit,
sedangkan pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar sangat kecil.
Contohnya adalah aldosteron atau desoksikortikosteron.
 Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan
massa kerjanya.
 Sediaan kerja singkat mempunyai masa paruh biologis kurang dari 12 jam.
 Sediaan kerja sedang mempunyai masa paruh biologis antara 12-36 jam.
 Sediaan kerja lama mempunyai masa paruh biologis lebih dari 36 jam.
Kortokosteroid
Farmakokinetik
 Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mulai
kerja dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap
reseptor dan ikatan protein.
 Kortisol dan analog sintetiknya pada pemberian oral diabsorpsi cukup baik.
Untuk mencapai kadar tinggi sebaiknya diberikan secara IV, untuk
mendapatkan efek yang lama kortisol dan esternya diberikan secara IM.
 Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang
sinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas
dapat menyebabkan efek sistematik, antara lain supresi korteks adrenal.
Kortokosteroid
Indikasi
Dari pengalaman klinis diajukan 6 prinsip yang harus diperhatikan sebelum
obat ini digunakan :
 Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dan
harus di evaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit.
 Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya.
 Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya
kontraindikasi spesifik, tidak membahayakan kecuali dosis sangat besar.
 Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih dari hingga
melebihi dosis substisusi, insidens efek samping dan efek letal potensial
akan bertambah.
 Untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid terapi hanya bersifat
paliatif karena efek anti-inflamasinya.
 Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan
dosis besar, mempunyai risiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat
mengancam jiwa pasien.
Kortokosteroid
Indikasi
Dari pengalaman klinis diajukan 6 prinsip yang harus diperhatikan sebelum
obat ini digunakan :
 Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dan
harus di evaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit.
 Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya.
 Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya
kontraindikasi spesifik, tidak membahayakan kecuali dosis sangat besar.
 Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih dari hingga
melebihi dosis substisusi, insidens efek samping dan efek letal potensial
akan bertambah.
 Untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid terapi hanya bersifat
paliatif karena efek anti-inflamasinya.
 Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan
dosis besar, mempunyai risiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat
mengancam jiwa pasien.
Kortokosteroid
1. Saluran cerna Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster, ulkus
peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional, kolitis ulseratif.
2. Otot Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu

3. Susunan saraf pusat Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah,


mudah tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis,
kecendrungan bunuh diri), nafsu makan bertambah
4. Tulang Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, fraktur tulang panjang.

5. Kulit Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosis


akneiformis, purpura, telangiektasis
6. Mata Glaukoma dan katarak subkapsular posterior

7. Darah Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit

8. Pembuluh darah Kenaikan tekanan darah

9. Kelenjar Atrofi, tidak bisa melawan stres


adrenal bagian
kortek

10. Metabolisme Kehilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia,gula


Protein dan Karbohidrat meninggi, obesitas, buffao hump, perlemakan hati.

11. Elektrolit Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis, tetani, aritmia kor)

12. Sistem Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Tb dan herpes simplek,
immunitas keganasan dapat timbul.
Kortokosteroid
Klasifikasi

Masa bekerja Nama obat


Short Acting (8-12 hours) - Cortisone
- Hydrocortisone
Intermediate Acting (18-36 hours) - Prednisolone
- Triamcinolone
- Methylprednisolone
- Fludrocortisone
Long Acting (36-54 hours) - Dexamethasone
- Betamethasone
LI 2. Memahami dan Menjelaskan tentang
Hipersensitivitas Tipe 1
Pencegahan

1. Skin prick test tidak invasif, aman, hasil dapat diperoleh dengan cepat (15-20
menit), lebih murah dibandingkan pemeriksaan IgE spesifik dalam darah dan
mempunyai hasil yang cukup baik. Namun, tes ini tidak dapat dilakukan pada
keadaan:
 Kelainan kulit yang luas karena SPT harus dikerjakan pada kulit yang sehat
 Anak tidak dapat menghentikan konsumsi obat antihistamin/obat anti alergi,
karena bila obat tersebut dihentikan keluhan alergi yang timbul sangat
berat/mengganggu
 Dermatografisme (keadaan kulit yang menjadi bentol dan merah apabila
ditekan/digores sesuatu).
 Prosedur SPT dimulai dengan meneteskan beberapa jenis cairan alergen yang
akan diujikan di daerah lengan bawah. Jarum akan digunakan untuk
mencukit/menusuk kulit pada lokasi alergen. Proses ini akan menimbulkan sedikit
rasa sakit tapi tidak akan menimbulkan perdarahan. Setelah seluruh alergen
dicukit, anak diminta untuk menunggu selama 15 menit. Setelah 15 menit akan
timbul bentol dan kemerahan di lokasi alergen yang sensitif.
LI 2. Memahami dan Menjelaskan tentang
Hipersensitivitas Tipe 1
Pencegahan

2. Pemeriksaan IgE spesifik dalam darah


hasil pemeriksaan ini dapat diperoleh dalam hitungan beberapa hari dengan
harga yang lebih mahal dibandingkan SPT. Namun, pemeriksaan IgE spesifik
dalam darah dapat menjadi alternatif pada kondisi yang tidak memungkinkan
dilakukan SPT. Hasil SPT dan pemeriksaan IgE spesifik dalam darah setara,
sehingga tidak diperlukan 2 pemeriksaan untuk saling mengkonfirmasi.

3. Uji temple kulit


 Pemeriksaan ini dilakukan untuk evaluasi reaksi hipersensitivitas tipe lambat.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menempelkan alergen di kulit selama 2-
3 hari.

 Hasil tes alergi yang positif atau terdeteksinya IgE spesifik baik pada uji kulit
maupun dalam darah hanya menandakan adanya sensitisasi dan tidak
selalu menandakan bahwa alergen tersebut menjadi pencetus gejala
alergi yang dialami pasien.
LI 3. Memahami dan Menjelaskan tentang
Hipersensitivitas Tipe 2
Definisi

Reaksi hipersensitivitas tipe II juga


disebut reaksi sitotoksik atau sitolitik.
Terjadi karena dibentuk antibodi
jenis IgG atau IgM terhadap antigen
yang merupakan bagian sel
penjamu.
Reaksi diawali oleh reaksi antara
antibodi dan determinan antigen
yang merupakan bagian dari
membran sel tergantung apakah
komplemen atau molekul asesoris
dan metabolisme sel dilibatkan.
LI 3. Memahami dan Menjelaskan tentang
Hipersensitivitas Tipe 2
Respon Imun dan Mekanismenya

1. Patogenesis
2. Opsonisasi dan fagositosis
3. Inflamasi
4. Disfungsi selular
LI 3. Memahami dan Menjelaskan tentang
Hipersensitivitas Tipe 2
Opsonisasi dan fagositosis
LI 3. Memahami dan Menjelaskan tentang
Hipersensitivitas Tipe 2
LI 4. Memahami dan Menjelaskan tentang
Hipersensitivitas Tipe 3
Definisi :
Reaksi hipersensitivitas tipe III atau yang disebut juga reaksi kompleks imun adalah
reaksi imun tubuh yang melibatkan kompleks imun yang kemudian mengaktifkan
komplemen sehingga terbentuklah respons inflamasi melalui infiltrasi masif neutrofil.

Mekanisme
LI 4. Memahami dan Menjelaskan tentang
Hipersensitivitas Tipe 3

Manifestasi klinis:
 Reaksi lokala arthus
 Reaksi sistemik serum sickness
vaskulitis dengan nekrosis
glomerulonefritis
AR dan
LES
LI 5. Memahami dan Menjelaskan tentang
Hipersensitivitas Tipe 4

Definisi:
Disebut juga reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang diperantarai
oleh sistem imun selular, yaitu melalui perantara sel T yang
tersensitisasi secara khusus dan bukan diperantarai antibody.

Respon Imun:
Dematitis kontak
Hipersensitivitas tuberkulin
Reaksi Jones Mote
Penyakit CD8+
LI 5. Memahami & Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe 4
Mekanisme
LI 6. Pandangan Islam Terhadap
Pemilihan Obat
Maslahat:
Al-Ghazali memberikan isyarat bahwa ada dua bentuk kemaslahatan, yaitu
 Kemasalahatan menurut manusia, dan
 Kemaslahatan menurut syari‟at.
Hadist untuk berobat
Hadits Ziyadah bin Alaqah dari Usamah bin Syuraik menuturkan,
“Aku berada bersama Nabi lalu datanglah sekelompok orang Badui dan
bertanya,’Wahai Rasulullah, apakah kita boleh berobat?’
Rasulullah menjawab, ‘Ya, wahai hamba Allah, berobatlah. Sesungguhnya Allah
tidak menciptakan penyakit kecuali Allah menciptakan obatnya, kecuali satu
macam penyakit.’
Mereka bertanya,’Apa itu?’
Rasulullah menjawab,’Penyakit tua’.”
(HR Ahmad dalam Musnad : IV/278, Tirmidzi dalam Sunan (2038))
LI 6. Pandangan Islam Terhadap
Pemilihan Obat
Syaikhul Islam Ibnu
taimiyah rahimahullah berkata
“Berobat tidaklah wajib menurut mayoritas ulama. Yang
mewajibkannya hanyalah segelintir ulama saja sebagaimana yang
berpendapat demikian adalah sebagian ulama Syafi’i dan Hambali.
Para ulama pun berselisih pendapat manakah yang lebih utama,
berobat ataukah sabar. Karena hadits shahih yang menerangkan hal
ini dari Ibnu ‘Abbas, tentang budak wanita yang sabar terkena
penyakit ayan.” (Majmu’ Al Fatawa, 24: 268)
TERIMAKASIH
Wassalamualaikum wr.wb

Anda mungkin juga menyukai