Sel normal terinfeksi oleh antigen →IgG berikatan dengan antigen →Sel diopsonisasi
agar mudah di fagosit →Pengaktifan komplemen yang menghasilkan C3B dan C4B
yang dapat meningkatkan fagositosis → Sel yang diopsonisasi dikenali oleh Fc receptor
→ Sel di fagositosis oleh makrofag dan neutrofil
Saat antibodi terikat pada jaringan ekstraselular (membran basal dan matriks),
kerusakan yang dihasilkan merupakan akibat dari inflamasi, bukan fagositosis/lisis sel.
Antibodi yang terikat tersebut akan mengaktifkan komplemen, yang selanjutnya
menghasilkan terutama C5a (yang menarik neutrofil dan monosit). Sel yang sama juga
berikatan dengan antibodi melalui reseptor Fc. Leukosit aktif, melepaskan bahan-bahan
perusak (enzim dan intermediate oksigen reaktif), sehingga menghasilkan kerusakan
jaringan. Reaksi ini berperan pada glomerulonefritis dan vascular rejection dalam organ
grafts.
Pertama, sel target mengekspresikan protein asing atau antigen. Lalu antigen ditangkap
oleh limfosit b. Selanjutnya, limfosit B aktif dan berubah menjadi sel plasma.Lalu sel
plasma menghasilkan antibody. Antibody akan berikatan dengan sel killer yang
memiliki reseptor antibody. Sel killer bersana dengan antibody yang menempel di
permukaannya selanjutnya menyerang sel target yang memasang antigennya di
permukaannya. Antibody berikatan dengan antigen di permukaan dan selanjutnya
menyebabkan sel target tersebut lisis
Pada beberapa kasus, antibodi yang diarahkan untuk melawan reseptor permukaan
sel merusak atau mengacaukan fungsi tanpa menyebabkan jejas sel atau inflamasi.
Contohnya yaitu pada penyakit miastenia gravis, antibodi terhadap reseptor
asetilkolin dalam motor end-plate otot-otot rangka mengganggu transmisi
neuromuskular disertai kelemahan otot. Jadi antibodi mem-block reseptor asetikolin
yang berfungsi dalam kontraksi otot.
Contoh lainnya yaitu yang terjadi pada Graves disease. Graves disease adalah
penyakit yang biasanya ditandai oleh produksi otoantibodi yang memiliki kerja
mirip TSH pada kelenjar tiroid. Akibatnya, Sel tiroid akan memproduksi hormon
tiroid yang berlebihan (hipertiroidisme). (Kumar,2005)
Dalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk akan diikat dan diangkut oleh
eritrosit ke hati, limpa dan paru untuk dimusnahkan oleh sel fagosit dan PMN.
Kompleks imun yang besar akan mudah untuk di musnahkan oleh makrofag hati.
Namun, yang menjadi masalah pada reaksi hipersensitivitas tipe III adalah kompleks
imun kecil yang tidak bisa atau sulit dimusnahkan yang kemudian mengendap di
pembuluh darah atau jaringan.
Kompleks imun yang terdiri atas antigen sirkulasi dan IgM atau IgG3 (dapat
juga IgA) diendapkan di membran basal vaskular dan membran basal ginjal
yang menimbulkan reaksi inflamasi lokal dan luas. Kompleks yang terjadi
dapat menimbulkan agregrasi trombosit, aktivasi makrofag, perubahan
permeabilitas vaskular, aktivasi sel mast, produksi dan penglepasan mediator
inflamasi dan bahan kemotaktik serta influksi neutrofil. Bahan toksik yang
dilepas neutrofil dapat menimbulkan kerusakan jaringan setempat.
Neutrofil dan trombosit ini kemudian menimbulkan statis dan obstruksi total aliran
darah. Neutrofil akan memakan kompleks imun kemudian akan melepas bahan-
bahan seperti protease, kolagenase dan bahan-bahan vasoaktif bersama trombosit
sehingga akan menyebabkan perdarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat.
Dari mekanisme diatas, beberapa hari – minggu setelah pemberian serum asing akan mulai
terlihat manifestasi panas, gatal, bengkak-bengkak, kemerahan dan rasa sakit di beberapa
bagian tubuh sendi dan kelenjar getah bening yang dapat berupa vaskulitis sistemik (arteritis),
glomerulonefritis, dan artiritis. Reaksi tersebut dinamakan reaksi Pirquet dan Schick.
(IMUNOLOGI DASAR UI ED.11,2016)
Contoh klasik dari DTH adalah reaksi tuberculin, yang diproduksi oleh injeksi intrakutan
dari tuberculin, suatu protein- lipopolisakarida yang merupakan komponen dari tuberkel
bacillus. Pada individu yang sebelumnya telah tersensitisasi, terjadi kemerahan dan
indurasi pada situs dalam waktu 8-12 jam, mencapai puncak dalam 24-72 jam, dan
berkurang. Secara morfologis, DTH dikarakterisasi oleh akumulasi sel mononuklear
disekeliling vena kecil dan venula, menghasilkan sebuah “perivascular cuffing”. Terdapat
asosiasi mengenai peningkatan permeabilitas mikrovaskular yang disebabkan mekanisme
yang sama dengan inflamasi lainnya. Sehingga protein plasma akan keluar dan
menyebabkan edema dermal dan deposisi fibrin di interstisial. Yang terakhir menjadi
penyebab utama terjadinya indurasi, yang menjadi ciri DTH. Pada lesi yang telah
berkembang penuh, venula yang dikelilingi limfosit akan menunjukkan hipertrofi atau
hiperplasia endotel.
Dengan antigen persisten atau yang sulit didegradasi, seperti tuberkel bacilli yang
berkolonisasi di paru atau jaringan lain, infiltrat limfosit perivaskular yang muncul di
awal akan digantikan oleh makrofag dalam waktu 2 atau 3 minggu. Makrofag yang
terakumulasi seringkali mengalami perubahan morfologis menjadi sel epiteloid (mirip sel
epitel). Secara mikroskopis, agregat sel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit, disebut
dengan granuloma. Pola inflamasi yang kadang terlihat pada hipersensitivitas tipe IV ini
disebut dengan inflamasi granulomatosa.
Tahapan selular dari DTH dapat dimisalkan oleh reaksi tuberculin. Ketika seorang
individu pertama kali terekspos terhadap antigen protein dari tuberkel bacilli, sel CD4+ T
naïve mengenali peptida turunan antigen dan terkait dengan molekul kelas II pada
permukaan APC. Hal ini memicu diferensiasi dari sel T CD4+ naïve menjadi sel Th1.
Induksi sel Th1 merupakan hal yang penting karena ekspresi DTH bergantung pada
sebagian besar sitokin yang disekresi oleh sel Th1. Beberapa sel Th1 akan memasukin
sirkulasi dan tetap berada pada pool memori sel T untuk waktu yang lama. Atau injeksi
intrakutan dari tuberculin pada seseorang yang sebelumnya terekspos tuberkel bacilli,
dimana sel memori Th1 akan mengenali antigen yang ditampilkan APC dan teraktivasi.
Sel-sel Th1 ini akan menyekresi sitokin, terutama IFN-γ, yang bertanggung jawab
terhadap ekspresi DTH. Sitokin-sitokin yang paling relevan dalam reaksi ini dan kerja
mereka adalah sbb:
a. IL-12, sitokin yang diproduksi makrofag dan sel dendritik, penting untuk induksi
respons Th1 dan DTH. Pada tahap awal melawan mikroba, makrofag dan sel
dendritik menyekresi IL-12, yang menginduksi diferensiasi sel T CD4+ menjadi
sel Th1. Hal ini akan menyebabkan diproduksinya sitokin lain, yang disebutkan di
bawah ini. IL-12 juga merupakan inducer poten dari sekresi IFN-γ oleh sel T dan
sel NK. IFN-γ akan memperbanyak diferensiasi sel Th1.
b. IFN-γ memiliki banyak efek dan merupakan mediator kunci pada DTH. Paling
penting adalah merupakan aktivator makrofag yang kuat. Makrofag yang
teraktivasi berperan dalam mengeliminasi antigen yang menyerang; jika aktivasi
tetap berlangsung maka inflamasi tetap berlanjut dan terbentuk fibrosis.
c. IL-2 menyebabkan proliferasi parakrin dan autokrin dari sel T, menyebabkan
akumulasi di situs DTH.
d. TNF dan limfotoksin merupakan 2 sitokin yang memiliki efek terhadap sel
endotel: (1) peningkatan sekresi dari prostasiklin, yang meningkatkan aliran darah
dan menyebabkan vasodilatasi lokal; (2) peningkatan ekspresi P-E-selektin,
molekul adhesi yang mempromosikan penempelan limfosit dan monosit; dan (3)
induksi dan sekresi kemokin seperti IL-8.
e. Kemokin yang diproduksi sel T dan makrofag merekrut lebih banyak lagi leukosit
ke situs reaksi. Tipe inflamasi ini terkadang disebut inflamasi imun.
Diantara sitokin yang diproduksi, sel Th1 berperan dalam menarik dan mengaktifkan
makrofag ke tempat infeksi. IL-3 dan GM-CSF menginduksi hematopoesis lokal dari sel
garis granulosit-monosit. Neutrofil dan monosit dalam sirkulasi menempel pada molekul
adhesi sel endothel dan bergerak keluar dari vaskular menuju rongga jaringan. Neutrofil
nampak dini pada reaksi, memuncak pada 6 jam. Infiltrasi monosit terjadi antara 24-48
jam setelah pajanan dengan antigen monosit yang masuk jaringan menjadi mekrofag yang
ditarik ke tempat DTH oleh kemokin seperti MCP-1/CCL2. MIF mencegah makrofag
untuk berimigrasi keluar dari lokasi reaksi DTH.
(IMUNOLOGI DASAR UI ED.11,2016)
1. AH1
Setelah pemberian oral atau parental, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya
timbul 15-30 menitsetelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam.
Lama kerja AH1 generasi I setelah pemberian dosis tunggal umumnya 4-6
jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan limpa, ginjal, otak,
otot, dan kulit kadarnya rendah. Tempat utama biotransfarmasi AH1 adalah
hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal. AH1 diekskresi melalui
urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.
2. AH2
a. Simetidin
Bioavailabilitas oral simetidin sekitar 70 %. Sama dengan setelah
pemberian IV atau IM. Ikatan protein plasmanya hanyalah 20 %.
Absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan, sehingga simetidin
diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud untuk
memperpanjang efek pada periode pasca makan. Absorpsi simetidin
terutama terjadi pada menit ke 60-90. Simetidin masuk ke dalam SPP
dan kadarnya dalam cairan spinal 10-20 % dari kadar serum. Sekitar 50-
80 % dari dosis IV dan 40 % dari dosis oral simetidin diekskresi dalam
bentuk asal dalam urin. Masa peruh eliminasinya sekitar 2 jam.
b. Renitidin
Biovailabilitas renitidin yang diberikan secara oral sekitar 50 % dan
meningkat pada pasien penyakit hati. Masa [paruhnya kira-kira 1,7 – 3
jam pada orang dewasa, dan menmanjang pada orang tua dan pada
pasien gagal ginjal. Pada pasien penyakit hati masa paruh ranitidine
juga memanjang menskipun tidak sebesar pada gagal ginjal. Kada
puncak pada plasma dicapai 1.3 ja setalah penggunana 150 mg
ranitidine secara oral, dan yang terikat protein plasma hanya 15%.
Ranitidine mengalami metabolisme lintas utama dihati dalam jumlah
cukup besar setelah pemberian oral. Rranitidin dan metabolitnya
dieksresi rerutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja. Sekitar 70%
dari ranitidine yang diberikan IV dan 30% dari yang diberikan secara
oral dieksresi dalam urin dalam bentuk asal.
c. Famotidin
Famotidin mencapai kadar puncak diplasma kira-kira dalam 2
jam setelah penggunaanan secara oral, masa paruh eliminasi 3-8 jam
dan bioavailibitas 40-50%. Metabolit utama adalah famotidine-S-
oksida. Setelah dosis oral tunggal, sekitar 25% dari dosis ditemukan
dalam bentuk asal di urin.npada pasien gagal ginjal berat masa paruh
eliminasi dapat melebnihi 20 jam.
d. Nizatidin
− Bioavailibitas oral nizatidin lebih dari 90% dan tidak dipengaruhi
oleh makanan atauantikolinergik. Klirens menurun pada pasien
uremik dan usia lanjut.
− Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oraldicapai dalam 1
jam, masa paruh plasmasekitar satu setengah jam dan lama kerja
sampai dengan 10 jam. Nizatidin disekresikan terutama melalui
ginjal; 90 % dari dosis yang digunakan ditemukan diurin dalam 16
jam.
KORTIKOSTEROID
Otot polos
Secara umum AH, efektif menghambat kerja histamin pada otot polos usus dan
bronkus. Bronkokonstriksi akibat histamin dapat dihambat oleh AH, pada
percobaan dengan marmot.
Permeabilitas kapiler
Peninggian permeabilitas kapiler dan edema akibat histamin, dapat dihambat
dengan efektif oleh AH1.
Kelenjar eksokrin.
Efek perangsangan histamin terhadap sekresi cairan lambung tidak dapat hambat
oleh AH1. AH1 dapat mencegah asfiksi pada marmot akibat histamin, tetapi
hewan ini mungkin mati karena AH1 tidak mencegah perforasi lambung akibat
hipersekresi cairan lambung AH1 dapat menghambat sekresi saliva dan sekresi
kelenjar eksokrin lain akibat histamin..
Anestetik lokal.
Beberapa AH, bersifat anestetik lokal dengan intensitas berbeda. AH, yang baik
sebagai anestetik lokal ialah prometazin dan pirilamin. Akan tetapi untuk
menimbulkan efek tersebut dibutuhkan kadar yang beberapa kali lebih tinggi
daripada sebagai antihistamin. Antikolinergik. Banyak AH, bersifat mirip
atropin. Efek ini tidak memadai untuk terapi, tetapi efek antikolinergik ini dapat
timbul pada beberapa pasien berupa mulut kering, kesukaran miksi dan
impotensi. Terdenadin dan astemizol tidak pengaruh terhadal reseptor
muskarinik.
Sistem kardiovaskular.
Dalam dosis terapi, AH tidak memperlihatkan efek yang berarti pada sistem
kardiovaskular. Beberapa AH, memperlihatkan sifat seperti kuinidin pada
konduksi miokard berdasar lokalnya kan sifat anestetik Intensitas efek beberapa
antihistamin dapat pada tabel.
KORTIKOSTEROID
Manfaat yang diperoleh dari penggunaan glukokortikoid sangat bervariasi.
Harus dipertimbangkan dengan hati-hati pada setiap penderita terhadapbanyaknya
efek pada setiap bagian organism ini. Efek utama yang tidakdiinginkan dari
glukokortikoidnya dan menimbulkan gambaran klinik sindromcushing iatrogenik.
Sindrom cushing iatrogenik disebabkan oleh pemberian glukokortikoid jangka
panjang dalam dosis farmakologik untuk alasan yang bervariasi
KORTIKOSTEROID
http://scholar.unand.ac.id/3869/2/bab%201%20pendahuluan.pdf
2. Infeksi
Bisa mengaktifasi infeksi laten. Pada penderita-penderita dengan infeksi pemberian
glukokortikoid hanya diberikan bila sangat dibutuhkan dan harus dengan
perlindungan pemberian antibiotika yang cukup.
3. Ulkus Pepticum
Hubungan antara glukokortikoid dan terjadinya ulkus pepticum ini masih belum
diketahui. Mungkin melalui efek glukokortikoid yang menurunkan perlindungan oleh
selaput lendir lambung ( mucous barrier ),mengganggu proses penyembuhan jaringan
dan meningkatkan produksi asam lambung dan pepsinogen dan mungkin oleh karena
hambatan penyembuhan luka-luka oleh sebab- sebab lain
4. Myopati
Terjadi karena pemecahan protein otot-otot rangka yang dipakai sebagai substrat
pembentukan glukosa. Miopati ini ditandai dengan kelemahan otot-otot bagian
proksimal tangan dan kaki. Pada penderita asma bronchiale dengan pemakaian
khronis glukokortikoid dapat keadaan ini dapat memperburuk keadaan bila kelemahan
terjadi pada otot pernafasan
6. Pada mata Cataract : Efek glukokortikoid terhadap terjadinya cataract ini parallel
dengan dosis dan lama pemberian dan proses dapat terus berlangsung meskipun dosis
sudah dikurangi atau dihentikan Glaucoma
7. Ostoporosis
Osteoporosis dan fraktura kompressif sering terjadi pada penderita-penderita yang
mendapat terapi glukokortikoid dalam jangka lama, terutama terjadi pada tulang
dengan struktur trabeculae yang luas seperti tulang iga dan vertebra.
8. Osteonecrosis
Terjadi necrosis aseptic tulang sesudah pemakaian glukokortikoid yang lama
meskipun osteonecrosis juga dilaporkan terjadi pada pemberian jangka pendek
dengan dosis besar. Osteonecrosis sering terjadi pada caput femoris
9. Gangguan pertumbuhan
Gangguan pertumbuhan pada anak bisa terjadi dengan dosis yang relatif kecil.
Mekanisme yang pasti dari gangguan pertumbuhan ini belum diketahui. Pemberian
glukokortikoid antenatal pada binatang percobaan menyebabkan terjadinya cleft
palate dan gangguan tingkah laku yang kompleks. Glukokortikoid jenis yang
fluorinated ( dexamethasone, betamethasone, beclomethasone, triamcinolone ) dapat
menembus barier placenta, oleh karena itu walaupun pemberian glukokortikoid
antenatal dapat membantu pematangan paru dan mencegah RDS namun kita tetap
harus waspada terhadap kemungkinan terjadinya gangguan pertumbuhan/
perkembangan janin.
Abdul Latief Azis Divisi Gawat Darurat Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSUD dr
Soetomo Surabaya
http://blogs.unpad.ac.id/dzakia/files/2011/06/kortiko.pdf
LI.7 Mempelajari dan Memahami Pandangan Islam terhadap Manfaat dan Mudharat dalam
Pemberian Obat
Pengambilan keputusan adalah suatu proses memilihalternatif cara bertindak
dengan metode yang efesiensesuai situasi.
1. Hadits
Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash:
Rasulullah Shalallahu Aalaihi Wassallam bersabda: “Di antara kebahagiaan manusia
adalah menentukan pilihannya dengan Allah dan diantara kebahagiaan manusia
adalah keridhoanya pada apa yang Allah tentukan. Dan di antara tanda
kesengsaraan manusia adalah ia meninggalkan Allah dalam pilihannya. Dan di
antara tanda kesengsaraan manusia adalah kemarahaannya pada apa yang Allah
tetapkan atas dirinya” (HR. Imam Ahmad dalam Musnad-nya, Hal: 3/377 hadis No:
1367).
Hadits diatas menuntun kita tentang bagaimana menentukan pilihan yang baik
dan benar agar membawa kebahagiaan sekaligus memberi peringatan agar kita tidak
salah memilih dan terhindar dari kesengsaraan.
Rasulullah SAW memberi dua ciri tentang manusia yang bahagia. Pertama,
Orang yang menentukan segala pilihannya berdasarkan pilihan Allah SWT dan tidak
berdasarkan hawa nafsu dan keinginan duniawi lainnya (QS. 33:71). Yang Kedua
Orang yang ridho dengan ketentuan dan pilihan Allah SWT, artinya orang tersebut
menerima dengan lapang dada apa yang telah Allah tentukan untuknya tanpa banyak
mengeluh.
Sebaliknya, Rasulullah SAW juga memberi dua ciri bagi orang yang sengsara.
Orang Pertama adalah Orang yang meninggalkan Allah SWT dalam menentukan
segala pilihannya. Maksudnya orang tersebut meninggalkan tuntunan dan syariat-Nya
bahkan bertentangan dengan Islam dalam menentukan pilihannya. Orang kedua
adalah Orang yang menolak apa yang telah Allah tentukan untuknya. Ia tidak
menerima takdirnya.
“Dan kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawaran dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman. Dan Al-Qur’an itu tidaklah menambahkan kepada
orang-orang zalim selain kerugian.”
(Al-Isra:82)
Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda, “Kesembuhan ada pada tiga hal, minum madu, pisau
bekam, dan sengatan api. Aku melarang umatku menyengatkan api.” (HR Bukhari dan
Muslim)
Dari firman Allah disini dapat dipahami: bahwasanya agama islam di bagun untuk
kemaslahatan artinya : semua syari’at dalam perintah dan larangannya serta hukum-
hukumnya adalah untuk mashoolihi (manfaat-manfaat) dan makna masholihi adalah :
jamak dari maslahat artinya : manfaat dan kebaikan.
Misal : Allah melarang minuman keras dan judi karena mudharat (bahayanya) lebih
besar dari pada manfaatnya, sebagaimana dikatakan dalam QS : Al-Baqorah :219
اس َو ِإثْ ُم ُه َما أَ ْكبَ ُر ِم ْن نَ ْف ِع ِه َما ٌ ِيَ ْسأَلُونَكَ َع ِن ْال َخ ْم ِر َو ْال َم ْيس ِِر قُ ْل فِي ِه َما ِإثْ ٌم َكب
ِ َّير َو َمنَافِ ُع ِللن
2:219. “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada
keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya”.
Hadits Ziyadah bin Alaqah dari Usamah bin Syuraik menuturkan,”Aku berada bersama
Nabi lalu datanglah sekelompok orang Badui dan bertanya,’Wahai Rasulullah, apakah
kita boleh berobat?’ Rasulullah menjawab, ‘Ya, wahai hamba Allah, berobatlah.
Sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit kecuali Allah menciptakan obatnya,
kecuali satu macam penyakit.’ Mereka bertanya,’Apa itu?’ Rasulullah
menjawab,’Penyakit tua’.”(HR Ahmad dalam Musnad : IV/278, Tirmidzi dalam Sunan
(2038))
Nabi bersabda,”Setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat tepat pada penyakitnya maka
ia akan sembuh dengan izin Allah.” (HR Muslim: I/191)
Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda, “Kesembuhan ada pada tiga hal, minum madu, pisau
bekam, dan sengatan api. Aku melarang umatku menyengatkan api.” (HR Bukhari dan
Muslim)