KATA SULIT
1. Angiodema : Reaksi vaskular pada dermis bagian dalam atau jaringan sunkutan atau
sub mukosa
2. Anti Histamin : Zat kimia yang melawan kerja histamin dengan cara memblok resptor
histamin
3. Hipersensitivitas : Keadaan berubahnya reaktivitas yang ditandai dengan reaksi tubuh
berupa respon imun berlebih terhadap sesuatu yang dianggap benda
asing
4. Kortikosteroid : a) Hormon steroid yang dihasilkan oleh kelenjar ardenal
b) Anti Inflamasi
5. Urtikaria : reaksi vaskular pada dermis bagian atas yang ditandai dengan
gambaran
sementara bercak yang agak menonjol dan lebih merah atau lebih pucat
dari kulit sekitardisertai dengan gatal yang hebat
6. Histamin : Zat kimia yang diproduksi lebih pada saat terjadinya alergi atau
Inflamasi
B. Pertanyaan
1. mengapa di dapatkan angioedema dan urtikaria?
2. apa yang dimaksud Hipersensitivitas?
3. mengapa pada saat alergi dirasakan gatal dan muncul betol?
4. mengapa dokter memberikan antihistamin dan kartikosteroid?
5. apa saja macam macam hipersensitivitas?
6. apa saja faktor penyebab alergi?
7. apa saja gelaja alergi selain munculnya urtikaria dan angioedema?
8. apakah reaksi alergi dapat menyebabkan kematian?
9. kenapa parasetamol dapat memicu terjadinya reaksi alergi?
10.apa saja efek samping dari histamin dan kartikosteroid?
11.bagaimana mekanisme kerja obat antihistamin dan kartikosteroid terhadap
hipersensitivitas?
12.bagaimana pandangan islam terhadap alergi obat?
C. Jawaban
1. alergen masuk kedalam tubuh lalu merangsang sel T Helper lalu mensekresi sitokin
(interlukin IV, V. XIII) dan nntinya akan merangsang IgE untuk berikatan dengan sel mast
yang di mana IgE di hasilkan dari sel B dan sel mast akan menhasilkan sel mast setelah itu
mediator muncul dan terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah yang menyebabkan carikan
dan makrofag keluar ke intersisial karna adanya tekanan onkotik dan terjadi udem
2. munculnya dalam hitungan detik atau menit namun hilanganya dalam kurun waktu 2 jam
3. allergen akan memicu sel mast untuk menhasilkan histamin yang berlebihan
4. antihistamin untuk gatal sedangkan kartikosteroid untuk anti inflamasi
5. hispersensitivitas I , II, III, IV
6. dapat disebabkan oleh obat obatan, makanan, debu, suhu, lingkungan, sistem imunitas,
sinar matahari dan juga ketrunan (gen)
7. demam, batuk, pilek, edema, bersin, dan radang
8. alergi da[at menyebabkan kemataian bila terjai syok reaksi anafilaksis selain itu ada
beberapa komplikasi yang disebabkan oleh alergi seperti : udema laring, kejang, pada
kardiovaskular dapat terjadi aritmia dan hipotensi
9. karna dalam parasetamol terdapat kandungan yan bila di konsumsi tubuh akan mengenali
sebagai anyigen
10. kartikosteroid dapat menurunkan sistem imun dan anti histamin dapat menyebabkan
ngantuk
11. anti histamin berkerja dengan cara memblok reseptor histamin untuk histamin sehingga
histamin sehingga histamin tidak dapat menghasilkan reaksi gatal, sedangkan kartikosteroid
sebagai anti inflamasi berkerja dengan cara memblok terjadinya vasodilatasi akibat dari
mediator untuk kompleks IgE dan sel mast
12. dalam kedaan darurat obat yang mengandung unsur haraa di perboehkan dan ada
beberapa obat yang merugikan (masalat) dan menguntungkan (masahalat) bagi tubuh
D. Hipotesis
Allergen dapat menyebabkan hipersensitvitas dengan dihasilkannya histamin dan inflamas.
Hipersensitivitas terbagi dalam 4 tipe yaitu tipe I , II, III, dan IV, tergantung dari mekanisme
munculnya proses sistem imun. Hipersensitivitas dapat dicegah dengan pemberian anti
histamin dan kartikosteroid. Islam memandang peberian oba ada yang merugikan dan
menguntungkan.
SASARAN BELAJAR
LO 1 Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas
1.1 definisi
1.2 etiologi
1.3 jenis jenis
LO 2 Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe I
2.1 mekanisme
2.2 bentuk reaksi
LO 3. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe II
3.1 mekanisme
3.2 bentuk reakksi
LO 4 Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe III
4.1 mekanisme
4.2 bentuk reaksi
LO 5 Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe IV
5.1 Mekanisme
5.2 bentuk reaksi
LO 6 Memahami dan Menjelaskan Anti Hitasmin dan Kartikosteroid
6.1 farmakodinamik
6.2 farmakokinetik
6.3 indikasi
6.4 Kontraindikasi
6.5 Efek samping
LO 7 Pandangan Islam Terhadap Alergi Obat
LO 1. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas
1.1 Definisi
a. Peningkatan reaktivasi/sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipanjankan/ dikenal
sebelumnya (Imunologi Dasar UI)
b. Reaksi Imun yang menimbulkan cedera jaringan atau patologi (Patalogi Anatomi,
Imuninologi dasar Abbas)
1.2 Etiologi
Saat pertama kali masuknya allergen ke dalam tubuh seseorang yang mengkonsumsi
makanan tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun ketika untuk kedua kalinya orang
tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak gejala-gejala timbulnya alergi.
Setelah tanda-tanda itu muncul maka antigen akan mengenali allergen yang masuk yang akan
memicu aktifnya sel T, dimana sel T tersebut yang akan merangsang sel B untuk
mengaktifkan antibodi (IgE). Proses ini mengakibatkan melekatnya antibodi pada sel mast
yang dikelurkan oleh basophil.
1.3. Klasifikasi
1. Menurut waktu timbulnya reaksi
Reaksi cepat
Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan
silang antara alergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi
penglepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis
sistemik atau anafilaksis berat.
Reaksi intermediet
Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam.
Reaksi intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan pejamu yang
disebabkan oleh sel neutrophil atau sel NK. Manifestasi reaksi intermediet
berupa :
Reaksi transfusi darah, eritroblastosis fetalis, dan anemia hemolitik
autoimun.
Reaksi Arthus lokal dan reaksi sistemik seperti serum sickness, vaskulitis
nekrotis, glomerulonefritis, artritis reumatoid dan LES.
Reaksi lambat
Reaksi lambat terlihat sekitar 48 jam setalah terjadi pajanan dengan antigen
yang terjadi oleh aktivasi oleh sel Th. Pada DTH, sitokin yang dilepas sel T
mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan kerusakan jaringan.
Contoh reaksi lambat adalah dermatitis kontak, reaksi M. Tuberkulosis dan
reaksi penolakan tandur.
2. Menurut Gell dan Coombs
Reaksi hipersensitivitas oleh Robert Coombs dan Philip HH Gell (1963) dibagi
dalam 4 tipe reaksi:
Reaksi hipersensitivitas tipe I atau reaksi cepat atau reaksi alergi.
Reaksi hipersensitivitas tipe II atau reaksi sitotoksik.
Reaksi hipersensitivitas tipe III atau reaksi kompleks imun.
Reaksi hipersensitivitas tipe IV atau reaksi lambat.
2.1 Mekanisme
Antigen menginduksi sel B untuk membentuk antibodi IgE dengan bantuan sel
Th2 yang mengikat erat dengan bagian Fc-nya pada sel mast dan basofil.
Molekul IgE yang dilepas diikat oleh FceR1 pada sel mast dan basofil (banyak
molekul IgE dengan berbagai spesifisitas dapat diikat FceR1). Beberapa minggu
kemudian, apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen
akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast dan basofil. Akibat
ikatan antigen-IgE, sel mast dan basofil mengalami degranulasi dan melepas
mediator farmakologis aktif (amin vasoaktif) dalam waktu beberapa menit antara
lain histamin yang menimbulkan gejala reaksi hipersensitivitas tipe I. Mediator-
mediator tersebut menimbulkan kontraksi otot polos, meningkatkan permeabilitas
vaskular dan vasodilatasi, kerusakan jaringan dan anafilaksis.
Mediator sekunder utama pada Hipersensitivitas Tipe 1
Mediator Efek
Histamin Peningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot
polos, sekresi mukosa gaster.
ECF-A Kemotaksis eosinophil
NCF-A Kemotaksis neutrophil
Eosinophil chemotactic Kemotaktik untuk eosinophil
Neutrofil chemotactic Kemotaktik untuk neutrophil
Protease Sekresi mucus bronkial, degradasi membrane basal pembuluh
darah, pembentukan produk pemecah komplemen
PAF Agregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos paru
Hidrolase asam Degradasi matriks ekstraselular
NCA Kemotaksis neutrophil
BK-A Kalikrein : kininogenase
Proteoglikan Heparin, kondrotin sulfat, sulfat dermatan; mencegah komplemen
yang menimbulkan koagulasi
Enzim Kimase, triptase, proteolysis
Sitokin Aktivasi berbagai sel radang.
Bradikinin Peningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot
polos, stimulasi ujung saraf nyeri.
Prostaglandin D2 Kontraksi otot polos paru, vasodilatasi, agregasi trombosit.
Leukotrien Kontraksi otot polos, peningkatan permeabilitas, kemotaksis.
a. Reaksi lokal
Reaksi hipersensitifitas tipe 1 lokal terbatas pada jaringan atau organ spesifik yang
biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergan masuk. Kecenderungan
untuk menunjukkan reaksi Tipe 1 adalah diturunkan dan disebut atopi. Sedikitnya
20% populasi menunjukkan penyakit yang terjadi melalui IgE seperti rinitis alergi,
asma dan dermatitis atopi. IgE yang biasanya dibentuk dalam jumlah sedikit,
segera diikat oleh sel mast/basofil. IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast
akan menetap untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat pula terjadi secara pasif
bila serum (darah) orang yang alergi dimasukkan ke dalam kulit/sirkulasi orang
normal. Reaksi alergi yang mengenai kulit, mata, hidung dan saluran nafas.
b. Reaksi sistemik anafilaksis
Anafilaksis adalah reaksi Tipe 1 yang dapat fatal dan terjadi dalam beberapa menit
saja. Anafilaksis adalah reaksi hipersensitifitas Gell dan Coombs Tipe 1 atau
reaksi alergi yang cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam nyawa. Sel mast
dan basofil merupakan sel efektor yang melepas berbagai mediator. Reaksi dapat
dipacu berbagai alergan seperti makanan (asal laut, kacang-kacangan), obat atau
sengatan serangga dan juga lateks, latihan jasmani dan bahan anafilaksis, pemicu
spesifiknya tidak dapat diidentifikasi.
c. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid
Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid adalah reaksi sistemik umum yang
melibatkan pengelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE.
Mekanisme pseudoalergi merupakan mekanisme jalur efektor nonimun. Secara
klinis reaksi ini menyerupai reaksi Tipe I seperti syok, urtikaria, bronkospasme,
anafilaksis, pruritis, tetapi tidak berdasarkan atas reaksi imun. Manifestasi
klinisnya sering serupa, sehingga kulit dibedakan satu dari lainnya. Reaksi ini
tidak memerlukan pajanan terdahulu untuk menimbulkan sensitasi. Reaksi
anafilaktoid dapat ditimbulkan antimikroba, protein, kontras dengan yodium,
AINS, etilenoksid, taksol, penisilin, dan pelemas otot.
LO 3 Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas II
3.1 Mekanisme
Antobody yang sering menyeabkan penyakit adalah autoantibody yang melawan antigenself,
antibody spesifik untuk sel dan antigen jaringan dapat terfeteksi dalam jaringan dan
menyebabkan kerusakan dengan mencetuskan inflamasi lokal, merangsang fagositosis dan
menganggu fungsi seluler normal
3.2 benntuk bentuk reaksi
Ada 3 reaksi mekanisme dalam Hipersensitivitas
Reaksi yang bergantung pada
komplemen
Sel normal terinfeksi oleh antigen IgG berikatan dengan antigen Sel diopsonisasi agar
mudah di fagosit Pengaktifan komplemen yang menghasilkan C3B dan C4B yang dapat
meningkatkan fagositosis Sel yang diopsonisasi dikenali oleh Fc receptor Sel di
fagositosis oleh makrofag dan neutrophil
Antibodi terikat pada jaringan ekstraseluler (membrane basal atau matriks) Pengaktifan
komplemen Menghasilkan C5a dan C3a C5a menarik neutrofil dan monosit Leukosit
aktif melepaskan bahan perusak Kerusakan Jaringan
Saat antibodi terikat pada jaringan ekstraselular (membran basal dan matriks),
kerusakan yang dihasilkan merupakan akibat dari inflamasi, bukan fagositosis/lisis sel.
Antibodi yang terikat tersebut akan mengaktifkan komplemen, yang selanjutnya
menghasilkan terutama C5a (yang menarik neutrofil dan monosit). Sel yang sama juga
berikatan dengan antibodi melalui reseptor Fc. Leukosit aktif, melepaskan bahan-bahan
perusak (enzim dan intermediate oksigen reaktif), sehingga menghasilkan kerusakan jaringan.
Reaksi ini berperan pada glomerulonefritis dan vascular rejection dalam organ grafts
Pada beberapa kasus, antibodi yang diarahkan untuk melawan reseptor permukaan sel
merusak atau mengacaukan fungsi tanpa menyebabkan jejas sel atau inflamasi. Contohnya
yaitu pada penyakit miastenia gravis, antibodi terhadap reseptor asetilkolin dalam motor end-
plate otot-otot rangka mengganggu transmisi neuromuskular disertai kelemahan otot. Jadi
antibodi mem-block reseptor asetikolin yang berfungsi dalam kontraksi otot.
Contoh lainnya yaitu yang terjadi pada Graves disease. Graves disease adalah penyakit yang
biasanya ditandai oleh produksi otoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar
tiroid. Akibatnya, Sel tiroid akan memproduksi hormon tiroid yang berlebihan
(hipertiroidisme).
c. Reaksi yang tergantung ADCC
Pertama, sel target mengekspresikan protein asing atau antigen. Lalu antigen
ditangkap oleh limfosit b. Selanjutnya, limfosit B aktif dan berubah menjadi sel plasma.Lalu
sel plasma menghasilkan antibody. Antibody akan berikatan dengan sel killer yang memiliki
reseptor antibody. Sel killer bersana dengan antibody yang menempel di permukaannya
selanjutnya menyerang sel target yang memasang antigennya di permukaannya. Antibody
berikatan dengan antigen di permukaan dan selanjutnya menyebabkan sel target tersebut lisis
LO. 4 Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivits III
4.1 Mekanisme
Dalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk akan diikat dan diangkut oleh
eritrosit ke hati, limpa dan paru untuk dimusnahkan oleh sel fagosit dan PMN. Kompleks
imun yang besar akan mudah untuk di musnahkan oleh makrofag hati. Namun, yang
menjadi masalah pada reaksi hipersensitivitas tipe III adalah kompleks imun kecil yang
tidak bisa atau sulit dimusnahkan yang kemudian mengendap di pembuluh darah atau
jaringan.
http://medchrome.com/wp-content/uploads/2011/08/type-3-hypersensitivity.jpg
Dari mekanisme diatas, beberapa hari minggu setelah pemberian serum asing akan
mulai terlihat manifestasi panas, gatal, bengkak-bengkak, kemerahan dan rasa sakit di
beberapa bagian tubuh sendi dan kelenjar getah bening yang dapat berupa vaskulitis
sistemik (arteritis), glomerulonefritis, dan artiritis. Reaksi tersebut dinamakan reaksi
Pirquet dan Schick.
5.1. Definisi
Reaksi tipe IV disebut juga reaksi hipersensitivitas lambat, cell mediated imunity (CMI),
Delayed Type Hypersensitivity (DTH). Reaksi terjadi karena respons sel T yang sudah
disensitasi terhadap antigen tertentu. Tidak ada pernan antibodi. Antigen yang dapat
menimbulkan reaksi tersebut berupa jaringan asing, mikroorganisme intraseluler, protein atau
bahan kimia yang dapat menembus kulit. Merupakan hipersensitivitas tipe lambat yang
dikontrol sebagian besar oleh reaktivitas sel T terhadap antigen. Reaksi hipersensitivitas tipe
IV telah dibagi menjadi :
Reaksi ini terjadi karena sel T melepas sitokin bersama dengan produksi mediator
sitotoksik lainnya yang menimbulkan respon inflamasi yang terlihat pada penyakit kulit
hipersensitivitas lambat.
5.3. Mekanisme
http://nfs.unipv.it/nfs/minf/dispense/immunology/lectures/files/images/type4_hypersensit
ivity.jpg
a. Fase Sensitasi
Membutuhkan waktu 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Th diaktifkan
oleh APC melalui MHC-II. Berbagai APC (sel Langerhans / SD pada kulit dan makrofag)
menangkap antigen dan membawanya ke kelenjar limfoid regional untuk dipresentasikan
ke sel T sehingga terjadi proliferasi sel Th1 (umumnya).
b. Fase Efektor
Pajanan ulang dapat menginduksi sel efektor sehingga mengaktifkan sel Th1 dan melepas
sitokin yang menyebabkan :
- Aktifnya sistem kemotaksis dengan adanya zat kemokin (makrofag dan sel inflamasi).
Gejala biasanya muncul nampak 24 jam setelah kontak kedua.
- Menginduksi monosit menempel pada endotel vaskular, bermigrasi ke jaringan sekitar.
- Mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai APC, sel efektor, dan menginduksi sel
Th1 untuk reaksi inflamasi dan menekan sel Th2.
Mekanisme kedua reaksi adalah sama, perbedaannya terletak pada sel T yang teraktivasi.
Pada Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV, sel Th1 yang teraktivasi dan pada T Cell
Mediated Cytolysis, sel Tc/CTL/ CD8+ yang teraktivasi.
Granuloma terbentuk pada : TB, Lepra, Skistosomiasis, Lesmaniasis dan Sarkoidasis .
Dematitis kontak
Merupakan penyakit CD8+ yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang tidak berbahaya
seperti formaldehid, nikel, bahan aktif pada cat rambut (contoh reaksi DTH).
Hipersensitivitas tuberkulin
Bentuk alergi spesifik terhadap produk filtrat (ekstrak/PPD) biakan Mycobacterium
tuberculosis yang apabila disuntikan ke kulit (intrakutan), akan menimbulkan reaksi ini
berupa kemerahan dan indurasi pada tempat suntikan dalam 12-24 jam. Pada individu yang
pernah kontak dengan M. tuberkulosis, kulit akan membengkak pada hari ke 7-10 pasca
induksi. Reaksi ini diperantarai oleh sel CD4+.
Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah dikisahkan bahwa seorang Anshar
terluka di perang Uhud. Rasulullah pun memanggil dua orang dokter yang ada di kota
Madinah, lalu bersabda, Obatilah dia.
Dalam riwayat lain ada seorang sahabat bertanya,Wahai Rasulullah, apakah
ada kebaikan dalam ilmu kedokteran? Rasullah menjawab, Ya,
Begitu pula yang diriwayatkan dari Hilal bin Yasaf bahwa seorang lelaki
menderita sakit di zaman Rasulullah. Mengetahui hal itu, beliau bersabda, Panggilkan
dokter. Lalu Hilal bertanya, Wahai Rasulullah, apakah dokter bisa melakukan sesuatu
untuknya? Ya, jawab beliau. (HR Ahmad dalam Musnad: V/371 dan Ibnu Abi
Syaibah dalam Mushannaf: V/21)
Hilal meriwayatkan bahwa Rasulullah mnjenguk orang sakit lalu bersabda,
Panggilkan dokter! kemudian ada yang bertanya, Bahkan engkau mengatakan hal
itu, wahai Rasulullah? Ya, jawab beliau.
Berdasarkan pemaparan di atas, tampak jelas bagaimana Rasulullah
menganjurkan kita untuk berobat dan berusaha menggunakan ilmu kedokteran yang
diciptakan Allah untuk kita. Kita juga ditekankan agar tidak menyerah pada penyakit
karena Rasulullah bersabda, Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai
Allah daripada mukmin yang lemah. (HR Muslim (34) dan Ahmad: II/380)
Di antaranya yang ada di Musnad Ahmad. Hadits Ziyadah bin Alaqah dari
Usamah bin Syuraik menuturkan,Aku berada bersama Nabi lalu datanglah
sekelompok orang Badui dan bertanya,Wahai Rasulullah, apakah kita boleh berobat?
Rasulullah menjawab, Ya, wahai hamba Allah, berobatlah. Sesungguhnya Allah tidak
menciptakan penyakit kecuali Allah menciptakan obatnya, kecuali satu macam
penyakit. Mereka bertanya,Apa itu? Rasulullah menjawab,Penyakit tua.(HR
Ahmad dalam Musnad : IV/278, Tirmidzi dalam Sunan (2038))
Nabi bersabda,Setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat tepat pada
penyakitnya maka ia akan sembuh dengan izin Allah. (HR Muslim: I/191)
Abu Hurairah meriwayatkan secara marfu, Tidaklah Allah menurunkan panyakit
kecuali menurunkan obatnya.(HR Bukhari: VII/158)
Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda, Kesembuhan ada pada tiga hal, minum
madu, pisau bekam, dan sengatan api. Aku melarang umatku menyengatkan api. (HR
Bukhari dan Muslim)
Dari firman Allah disini dapat dipahami: bahwasanya agama islam di bagun
untuk kemaslahatan artinya : semua syariat dalam perintah dan larangannya serta
hukum-hukumnya adalah untuk mashoolihi (manfaat-manfaat) dan makna
masholihi adalah : jamak dari maslahat artinya : manfaat dan kebaikan.
Misal : Allah melarang minuman keras dan judi karena mudharat (bahayanya) lebih
besar dari pada manfaatnya, sebagaimana dikatakan dalam QS : Al-Baqorah :219
2:219. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada
keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya.
)157 : (
Dan dia menghalalkan yang baik bagi mereka serta mengharamankan bagi mereka
segala sesuatu yang buruk ( al araf : 157 )
Rokok termasuk hal yang buruk dan membahayakan diri sendiri , dan orang lain serta
tak sedap baunya.
2. ) 195 : (
3. ) 29 : (
Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah terhadap kalian Maha
menyayangi ( an nisa : 29 )
4. ) 19 : (
Dosa keduanya ( minuman keras dan judi ) lebih besar dari pada manfaatnya. (QS
Al-Baqoroh : 219 )
Rokok bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya baik bagi dirinya sendiri ataupun
orang lain.
5. ) 26 : (
( ) ( )
) (
Perumpamaan kawan duduk yang baik dengan kawan duduk yang jelek ialah seperti
pembawa minyak wangi dengan peniup api (tukang pandai besi) (HR Bukhari-
Muslim)
Perokok adalah kawan duduk yang jelek yang meniup api yang bisa membakar orang
di sekitarnya ataupun menyebabkan bau yang tidak sedap.
9. ( )
Barang siapa menghirup (meminum) racun hingga mati maka racun itu akan berada
di tangannya lalu dihirupkan slama-lamanya di neraka jahannam. (HR Muslim).
) (
Barang siapa makan bawang putih atau bawang merah hendaknya menyingkir
(menjauh) dari kita dan menjauhi masjid kami dan duduklah dirumah. (HR Bukhari-
Muslim).
Rokok lebih busuk baunya dari pada bawang putih ataupun bawang merah .
11. Sebagian besar ahli fiqh mengharamkan rokok, sedang yang tidak
mengaharamkan rokok belum melihat bahayanya yang nyata yaitu penyakit kanker
dan paru-paru yang bisa membunun penghisapnya.
Mafsadah
Al-mafsadah, yaitu sesuatu yang banyak keburukkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, K.G. & Rengganis, I. 2014. Imunologi Dasar. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Dorland W.A.N. 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC.
Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth, 2011. Farmakologi dan Terapi. Edisi V,
Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI
http://allergycliniconline.com/2012/02/01/imunologi-dasar-reaksi-hipersensitivitas/
http://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/imunologi/hipersensitifitas-tipe-iv-delayed-
type-hypersensitivity-tipe-iv/
Jawetz, Melnick and Adelbergs, 2012. Medical Microbiology. Edisi 26: McGraw Hill.
Medical
Kumar, Abbas, Fausto. Robbins and Cotran: 2005. Pathologic basis of disease. 7th ed. China:
Elsevier Saunders
Price A S, Wilson M L.2014. Patofisiologi: Konsep klinis proses proses penyakit. Edisi
6.vol1. EGC Jakarta
Setiati T, Alwi I, Sudoyo A W, dkk. 2014. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6 jilid 1 : Interna
Publishing