Anda di halaman 1dari 25

HIPERSENSITIVITAS

Danisa Agustien Nurrachmawati


1410211130
Hipersensitivitas
• Respon imun Spesifik & Non Spesifik
• Fungsi  proteksi diri terhadap infeksi atau
pertumbuhan
• Dapat menimbulkan hal yg tidak menguntungkan bagi
tubuh Reaksi Hipersensitivitas
• Definisi : Peningkatan reaktivitas atau sensitivitas
terhadap antigen yang pernah dipajankan atau
dikenal sebelumnya
Klasifikasi
Berdasarkan mekanisme dan waktu yang dibutuhkan untuk reaksi,
hipersensitivitas terbagi menjadi empat tipe, yaitu tipe I, tipe II, tipe
III, dan tipe IV.
I. PEMBAGIAN REAKSI HIPERSENSITIFITAS MENURUT
WAKTU
Reaksi Hipersensitivitas Tipe 1
• Reaksi hipersensitivitas tipe 1 timbul segera setelah adanya pajanan
dengan alergen.
• Reaksi ini dapat terjadi dalam hitungan menit setelah terjadi
kombinassi antigen dengan antibodi yang terikat pada sel mast
pada individu yang telah tersensitisasi terhadap antigen.
• Reaksi ini seringkali disebut sebagai alergi dan antigen yang
berperan disebut sebagai alergen.
• Alergen yang masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan respon
imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rinitis alergi,
urtiakria, asma dan dermatitis atopi.
Hipersensitivitas Tipe I (Reaksi
Alergi)
1. Histamin (mediator utama) 
Mediator yg vasodilatasi, peningkatan
berperan: permeabilitas kapiler dan kontraksi
otot polos

1. Prostaglandin dan Tromboxan 


Prostaglandin  bronkokonstriksi dan dilatasi serta
peningkatan permeabilitas kapiler
Tromboxan  agregasi trombosit
• Manifestasi klinis
1. Reaksi local
2. Reaksi sistemik-anafilaksis
3. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid (syok,
urtikaria, bronkospasme, anafilaksis)
Urutan kejadian reaksi tipe 1 adalah
sebagai berikut:
1. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai
diikat silang oleh reseptor spesifik (Fcε-R) yang terdapat pada permukaan sel
mast dan basofil.

2. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen
yang spesifik dan sel mast maupun basofil melepas isinya yang berisikan granul
yang menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh karena ikatan silang antara antigen
dengan IgE.

3. Fase efektor yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator-mediator yang di lepas sel mast/basofil dengan aktivitas
farmakologik.1
Mekanisme
• Aktivasi sel TH2 dan produksi antibodi IgE.
• Sel TH2 akan mensekresikan beberapa sitokin, termasuk IL-4, IL-5
dan IL-13.
• IL-4 merangsang reaksi sel B yang spesifik terhadap alergen,
memicu perubahan kelas rantai berat imunoglobulin ke IgE dan
mensekresikan antibodi isotip tersebut.
• IL-5 mengaktifkan eosinofil dan didatangkan ketempat reaksi.
• IL-13 bekerja pada sel epitel dan merangsang sekresi mukus.
• Sensitisasi sel mast oleh antibodi IgE.
• Sel mast memaparkan reseptor yang berafinitas tinggi untuk bagian
Fc dari rantai berat E dari IgE, yang disebut FcεRI.
• Afinitas reseptor FcERI pada sel mast sangat tinggi sehingga
reseptor selalu diduduki oleh IgE.
• Sel mast yang mengandungi antibodi tersebut tersensitisasi untuk
bereaksi apabila antigen berikatan dengan molekuI antibodi.
• Sel ketiga yang memaparkan FcεRI adalah eosinofil, yang sering
berada pada reaksi, dan berperan dalam reaksi imun berdasarkan
IgE terhadap infeksi helmint.
• Aktivasi sel mast dan pelepasan mediator.
• Alergen akan berikatan dengan banyak molekul IgE spesifik pada
permukaan sel mast.
• Pada waktu molekul IgE ini mengalami ikatan silang (cross linked),
serangkaian isyarat biokimia akan dipicu di dalam sel mast dan
diikuti sekresi berbagai mediator:
– Vasoaktif amin yang dilepaskan dari penyimpanan dalam
granula.
– Mediator lipid yang baru disintesa.
– Sitokin.
Reaksi Hipersensitivitas Tipe 2
• Disebut juga reaksi sitotoksik atau sitolitik
• Terjadi krn dibentuk antibody jenis IgG atau IgM
terhadap antigen yg merupakan bagian sel
pejamu
• Mekanisme singkat : reaksi antara antibody dan
determinan antigen yg merupakan dari membran
sel tergantung apakah komplemen atau molekul
asesori dan metabolisme sel dilibatkan
• Istilah sitotolitik lebih tepat mengingat reaksi
yg terjadi disebabkan lisis dan bukan efek
toksik. Antibody mengaktifkan sel yg memiliki
reseptor Fcy-R dan juga sel NK, yang berperan
sebagai bagi sel efektor dan menimbulkan
kerusakan melalui ADCC (antibody-dependent
cellular cytotoxicity)
1. Opsonisasi dan Fagositosis yang diperantarai Komplemen dan Fc Receptor

Sel-sel yang menjadi target antibodi diopsonisasi oleh molekul-molekul yang


mampu menarik fagosit, sehingga sel-sel tersebut mengalami deplesi. Saat
antibodi (IgG/IgM) terikat pada permukaan sel, terjadi pengaktifan sistem
komplemen. Aktivasi komplemen terutama menghasilkan C3b dan C4b, yang akan
terikat pada permukaan sel. C3b dan C4b ini akan dikenali oleh fagosit yang
mengekspresikan reseptor C3b dan C4b. Sebagai tambahan, sel-sel yang di-
opsonisasi oleh antibodi IgG dikenali oleh fagosit reseptor Fc. Hasil akhirnya yaitu
fagositosis dari sel yang di-opsonisasi, kemudian sel tersebut dihancurkan.
Aktivasi komplemen juga menyebabkan terbentuknya membrane attack complex,
yang mengganggu integritas membran dengan membuat ‘lubang-lubang’
menembus lipid bilayer, sehingga terjadi lisis osmotik sel.2
2. Inflamasi yang diperantarai Komplemen dan Fc Receptor
Saat antibodi terikat pada jaringan ekstraselular (membran basal
dan matriks), kerusakan yang dihasilkan merupakan akibat dari
inflamasi, bukan fagositosis/lisis sel. Antibodi yang terikat tersebut
akan mengaktifkan komplemen, yang selanjutnya menghasilkan
terutama C5a (yang menarik neutrofil dan monosit). Sel yang sama
juga berikatan dengan antibodi melalui reseptor Fc. Leukosit aktif,
melepaskan bahan-bahan perusak (enzim dan intermediate oksigen
reaktif), sehingga menghasilkan kerusakan jaringan. Reaksi ini
berperan pada glomerulonefritis dan vascular rejection dalam organ
grafts.
3. Disfungsi sel yang diperantarai oleh antibody
Pada beberapa kasus, antibodi yang diarahkan untuk
melawan reseptor permukaan sel merusak atau
mengacaukan fungsi tanpa menyebabkan jejas sel atau
inflamasi. Oleh karena itu, pada miastenia gravis,
antibodi terhadap reseptor asetilkolin dalam motor
end-plate otot-otot rangka mengganggu transmisi
neuromuskular disertai kelemahan otot. 2

Anda mungkin juga menyukai