Anda di halaman 1dari 29

Hipersensitivitas

Imunologi
By : Muflihah Fujiko
Pokok Bahasan
Defenisi,
Tipe/Klasifikasi

Reaksi Reaksi Reaksi Reaksi Tipe


Anafilaksis Sitotoksik Antigen- Lambat
Antibodi

2
1
Defenisi
Hipersensitivitas atau ”alergi”, menunjukkan suatu
keadaan dimana respon imun mengakibatkan reaksi
yang berlebihan dan tidak sesuai yang merugikan
inang. Reaksi itu secara khas terjadi pada orang
tertentu setelah kontak kedua dengan antigen
khusus (alergen). Kontak pertama merupakan
peristiwa awal yang diperlukan dan menginduksi
sensitisasi terhadap alergen itu.

4
2
Klasifikasi / jenis
Tipe / Klasifikasi
Tipe I

Tipe II Berperantara Antibodi


Tipe III

Tipe IV Berperantara Sel


6
3
Reaksi Anafilaksis
Tipe I : Hipersensitivitas Segera (Anafilaktik)
Hipersensitivitas jenis ini muncul sebagai reaksi
jaringan yang terjadi dalam beberapa menit setelah
antigen bergabung dengan antibodi yang sesuai.

✗ Kalau reaksi itu terjadi pada setiap anggota spesies,


maka reaksi tersebut dinamakan anafilaksis. And
some text
✗ Kalau reaksi hanya terjadi pada anggota tertentu
dari suatu spesies, keadaan ini disebut dengan
atopi.
8
Mekanisme umum pada hipersensitivitas segera melibatkan
langkah-langkah berikut :
-> Antigen menginduksi pembentukan antibodi IgE, yang
mengikat erat bagian Fc- nya basofil dan sel mast.
-> Beberapa minggu kemudian, kontak kedua dengan antigen
yang sama mengakibatkan fiksasi antigen pada IgE yang
terikat sel, pertautan silang molekul- molekul IgE dan
pelepasan zat perantara secara farmakologik aktif dari sel
dalam waktu beberapa menit.
9
Zat perantara pada hipersensitivitas anafilaktik
a. Histamin b. Prostaglandin dan Tromboksan
✗ Histamin terdapat dalam keadaan telah ✗ Kedua zat ini berhubungan dengan
terbentuk dalam trombosit dan dalam leukotrien, dan diturunkan dari
granula sel mast jaringan dan basofil. asam arakidonat lewat jalur
Pembebasan zat ini menyebabkan siklooksigenase. Prostaglandin
vasodilatasi, meningkatkan menyebabkan bronkokonstriksi
permeabilitas kapiler, dan kontraksi dan dilatasi serta peningkatan
otot polos. Obat antihistamin dapat permeabilitas kapiler. Tromboksan
menghambat tempat reseptor histamin menggumpalkan trombosit.
dan relatif cukup efektif untuk rinitis
alergika, tetapi tidak untuk asma.

✗ Zat perantara tersebut menjadi aktif hanya selama beberapa menit setelah dilepaskan,
zat- zat itu dinonaktifkan dengan enzim dan disintesis lagi dengan kecepatan lambat.

10
Terapi dan Pencegahan Reaksi Anaflaksis
Tujuan terapi adalah melawan daya kerja zat
perantara dengan mempertahankan saluran nafas,
ventilasi dan fungsi jantung. Obat-obat yang dapat
diberikan antara lain epinefrin, antihistamin,
kortikosteroid, atau natrium kromolin. Natrium
kromolin mencegah pelepasan zat perantara dari
granula sel mast. Pencegahan dilakukan dengan
mengenali alergen dengan tes uji kulit, kemudian
menghindari kontak dengan allergen tersebut.
11
Atopi
✗ Penyakit hipersensitivitas atopi menunjukkan predisposisi keluarga
yang kuat dan berhubungan dengan kadar IgE yang tinggi.
Predisposisi terhadap atopi jelas bersifat genetik, tetapi gejalanya
diinduksi oleh alergen khusus, misalnya alergen lingkungan (alergi
pernafasan terhadap tepung sari, rumput atau debu rumah) atau
makanan (alergi usus terhadap kerang atau kacang-kacangan.
Manifestasi klinis berupa demam, asma, eksema, dan urtikaria.
Banyak penderita memberi reaksi jenis segera terhadap uji kulit
(suntikan, tempelan, goresan) dengan menggunakan antigen
penyebab.

12
4
Reaksi Sitotoksik
Tipe II : Hipersensitivitas Sitotoksik

Antibodi yang diarahkan pada antigen permukaan sel


akan mengaktifkan komplemen (atau efektor lain) untuk
merusak sel. Antibodi (IgG atau IgM) melekat pada
antigen lewat daerah Fab dan bekerja sebagai suatu
jembatan ke komplemen lewat daerah Fc. Akibatnya
dapat terjadi lisis yang berperantara-komplemen, seperti
yang terjadi pada anemia hemolitik, reaksi transfusi ABO,
atau penyakit hemolitik Rh.

14
• Penisilin, Fenasetin dan Kuinidin, dapat melekat
pada protein permukaan di sel darah merah dan
memicu pembentukan antibodi. Antibodi autoimun
semacam itu (IgG) kemudian bergabung dengan
permukaan sel, dan mengakibatkan hemolisis.

• Infeksi tertentu seperti Mycoplasma pneumoniae


dapat menginduksi antibodi yang bereaksi silang
dengan antigen sel darah merah, mengakibatkan
anemia hemolitik.

15
o Pada demam reumatik, antibodi terhadap
Streptokokus grup A bereaksi silang dengan jaringan
jantung.

o Pada sindrom Good-pasture, antibodi terhadap


membran dasar ginjal dan paru-paru mengakibatkan
kerusakan berat terhadap selaput melalui aktivitas
leukosit yang ditarik oleh komplemen.

16
5
Reaksi Antigen-Antibodi
Tipe III : Hipersensitivitas Komplek Imun (Antigen-Antibodi)
✗ Bila antibodi bergabung dengan antigen khususnya, maka akan terbentuk
kompleks imun. Biasanya kompleks imun dengan cepat dibuang oleh
system retikuloendotelial, tetapi kadang-kadang kompleks ini tetap bertahan
dan diendapkan dalam jaringan, sehingga mengakibatkan beberapa penyakit.
Pada infeksi bakteri atau virus, kompleks imun ini dapat diendapkan pada organ
tubuh (misal ginjal) sehingga mengganggu fungsi organ tersebut. Pada
penyakit autoimun, antigen ”self” dapat menimbulkan antibodi yang mengikat
antigen organ dan diendapkan dalam organ sebagai kompleks, terutama dalam
sendi (artritis), ginjal (nefritis), atau pembuluh darah (vaskulitis). Dimanapun
diendapkan, komleks imun ini mengaktifkan sistem komplemen, dan sel
polimorfonuklear ditarik ke tempat itu, dimana sel-sel ini menyebabkan radang
dan cedera jaringan. Reaksi hipersensitivitas tipe III yang khas adalah reaksi
penyakit serum.

18
Penyakit Serum
✗ Setelah injeksi serum asing (atau obat tertentu), antigen
perlahan-lahan dibersihkan dari sirkulasi, dan produksi antibodi
dimulai. Adanya antigen dan antibodi secara serentak mengakibatkan
pembentukan kompleks imun yang mungkin beredar atau diendapkan
di berbagai tempat. Beberapa hari sampai 2 minggu setelah injeksi
serum asing, menimbulkan gejala demam, urtikaria, artralgia,
limfadenopati dan splenomegali. Gejala tersebut meningkat sementara
antigen dibuang lewat sistem imun, dan gejala mereda bila semua
antigen telah dibuang. Meskipun gejala baru tampak setelah beberapa
hari, penyakit serum digolongkan sebagai reaksi segera, karena gejala-
gejalanya muncul dengan cepat setelah terbentuk kompleks imun.

19
Penyakit kompleks imun
✗ Contoh penyakit yang berhubungan dengan kompleks imun adalah
glomerulonefritis akut pasca streptokokus. Gejala timbul
beberapa minggu setelah terinfeksi streptokokus β-hemolitik grup
A, terutama pada kulit. Kadar komplemen secara khas rendah,
menimbulkan dugaan reaksi antigen antibodi. Tumpukan kental dari
immunoglobulin dan C3 yang terlihat di sepanjang selaput
dasar glomerulus yang diwarnai oleh imunofluoresensi, memberi
kesan kompleks antigen-antibodi, namun antigen streptokokus
jarang terlihat. Kemungkinan kompleks imun tersebut disaring oleh
glomerulus, lalu memfiksasi komplemen , menarik polimorf, dan
memulai proses peradangan.
20
6
Reaksi tipe lambat
Tipe IV : Hipersensitivitas Berperantara Sel (Lambat)
Hipersensitivitas berperantara sel merupakan fungsi
limfosit T, bukan fungsi antibodi. Dikatakan respon
lambat artinya respon dimulai beberapa jam (atau
hari) setelah kontak dengan antigen dan sering
berlangsung selama beberapa hari. Respon ini
terutama terdiri dari infiltrasi sel berinti satu dan
indurasi jaringan seperti yang terlihat pada uji kulit
tuberkulin.

22
TipeIV – Tipe lambat

✗ Hipersensitivitas
Kontak

✗ Hipersensitivitas
Tipe-Tuberkulin
23
Hipersensitivitas
Kontak

24
Hipersensitivitas berperantara sel ini terjadi setelah sensitisasi dengan zat
kimia sederhana (nikel, formaldehida), bahan dari tumbuhan, pemakaian obat
topikal (sulfonamida, neomisin), bahan-bahan kosmetik, sabun dan lain
sebagainya. Molekul- molekul kecil tersebut memasuki kulit dan kemudian
bertindak sebagai hapten melekat pada protein tubuh untuk bertindak
sebagai antigen lengkap. Hipersensitivitas berperantara sel pun diinduksi,
terutama dalam kulit. Bila kulit kontak lagi dengan zat penyebab, orang
yang telah peka itu akan mengalami eritema, gatal-gatal, vesikasi,
eksema atau nekrosis kulit dalam 12-48 jam. Pada sensitivitas kontak, sel
yang membawa antigen mungkin berupa sel langerhans dalam epidermis.
Hipersensitivitas
Tipe-Tuberkulin

26
Hipersensitivitas lambat terhadap antigen mikroorganisme yang terdapat
dalam banyak penyakit menular dan telah digunakan untuk membantu
menegakkan diagnosis. Contoh khasnya adalah reaksi tuberkulin. Bila
sejumlah kecil tuberkulin disuntikkan ke dalam epidermis pasien yang
sebelumnya pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis, hanya sedikit reaksi
segera yang muncul, indurasi dan kemerahan mencapai puncaknya pada 48-72
jam. Uji kulit positif menunjukkan bahwa orang tersebut pernah terinfeksi
oleh penyebab, tetapi ini tidak berarti bahwa penyakitnya masih ada. Namun
bila uji kulit negatif berubah menjadi positif menunjukkan infeksi baru dan
mungkin sekarang masih aktif.
Lanjutan …
Respon uji kulit yang positif dapat membantu diagnosis dan
memberi sokongan untuk kemoprofilaksis atau kemoterapi.
Contoh uji kulit yang lain adalah uji lepromin positif
menunjukkan lepra tuberkuloid (dengan imunitas berperantara
sel yang aktif), sedang uji lepromin negatif menunjukkan
lepra lepromatosa (dengan imunitas berperantara sel
yang terganggu). Pada infeksi jamur sistemik
(misalnya koksidioidomikosis, histoplasmosis, blastomikosis)
uji kulit jenis lambat yang positif terhadap antigen khusus
membantu menentukan kontak terhadap organismenya.

28
Thanks!
Any questions?
You can find me at:
✗ @muflijhiko
✗ jhikom@gmail.com

29

Anda mungkin juga menyukai