Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DENGAN ALERGI

Oleh Kelompok 7:
Dyna Aulia NIM: P07120116050
Muhammad Aulia Rahman NIM: P07120116064
Rifda Hidayah NIM: P07120116078
Pengertian
Alergi atau kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh
hipersensitivitas seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi
secara imunologi terhadap bahan-bahan yang
umumnya non imunogenik.

Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas


Alergen tersebut disebut
1. Hipersensitifitas tipe I hipersensitivitas langsung atau anafilaktik

Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan


bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal

Reaksi ini dapat mengakibatkan gejala yang beragam,


mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematian

Waktu reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen, namun
terkadang juga dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam

Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas tipe I adalah tes
kulit (tusukan dan intradermal) dan ELISA untuk mengukur IgE total dan antibodi IgE
spesifik untuk melawan alergen (antigen tertentu penyebab alergi) yang dicurigai
2. Hipersensitifitas tipe II
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G (IgG)
dan imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan
matriks ekstraseluler

Beberapa tipe dari hipersensitivitas tipe II :

Pemfigus (IgG bereaksi dengan senyawa intraseluler di antara sel epidermal)

Anemia hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang dapat


menempel pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti hapten untuk
produksi antibodi kemudian berikatan dengan permukaan sel darah merah dan
menyebabkan lisis sel darah merah)

Sindrom Goodpasture (IgG bereaksi dengan membran permukaan glomerulus


sehingga menyebabkan kerusakan ginjal)
3. Hipersensitifitas tipe III hipersensitivitas kompleks imun

 Disebabkan adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi yang kecil dan


terlarut di dalam jaringan.
 Ditandai dengan timbulnya inflamasi atau peradangan.

Patogenesis kompleks imun terdiri dari dua pola dasar, yaitu :


Kompleks imun karena kelebihan antigen kronis
Kelebihan antigen kronis akan menimbulkan sakit serum (serum sickness) yang
dapat memicu terjadinya artritis atau glomerulonefritis.

Kompleks imun karena kelebihan antibodi


Kompleks imun karena kelebihan antibodi disebut juga sebagai reaksi Arthus,
diakibatkan oleh paparan antigen dalam dosis rendah yang terjadi dalam waktu lama
sehingga menginduksi timbulnya kompleks dan kelebihan antibodi.
Beberapa contoh sakit yang diakibatkan reaksi Arthus adalah spora Aspergillus
clavatus dan A. fumigatus yang menimbulkan sakit pada paru-paru pekerja lahan
gandum (malt) dan spora Penicillium casei pada paru-paru pembuat keju.
4. Hipersensitifitas tipe IV
Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel atau tipe lambat
(delayed-type). Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag.
Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas pneumonitis,
hipersensitivitas kontak (kontak dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kronis (delayed
type hipersensitivity, DTH).

Hipersensitivitas tipe IV dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan waktu awal
timbulnya gejala, serta penampakan klinis dan histologis
Waktu
Tipe Penampakan klinis Histologi Antigen dan situs
reaksi

48-72 Limfosit, diikuti makrofag; edema Epidermal (senyawa organik, jelatang atau poison ivy, logam
Kontak Eksim (ekzema)
jam epidermidis berat , dll.)

48-72 Pengerasan
Tuberkulin Limfosit, monosit, makrofag Intraderma (tuberkulin, lepromin, dll.)
jam (indurasi) lokal

21-28 Makrofag, epitheloid dan sel Antigen persisten atau senyawa asing dalam tubuh
Granuloma Pengerasan
hari raksaksa, fibrosis (tuberkulosis, kusta, etc.)
ETIOLOGI
1 Faktor Internal
a. Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung, enzym-
enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA sekretorik)
memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus
mentoleransi makanan tertentu.
b. Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin sampai masa bayi
dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan setempat.
c. Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan penyerapan alergen
bertambah

2. Fakor Eksternal
a. Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress) atau beban
latihan (lari, olah raga).
b. Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut prevalensinya: ikan 15,4%;
telur 12,7%; susu 12,2%; kacang 5,3% dll.
c. Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat menimbulkan reaksi
alergi.
Patofisiologi
Saat pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh seseorang yang mengkonsumsi makanan
tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun ketika untuk kedua kalinya orang tersebut mengkonsumsi
makanan yang sama barulah tampak gejala-gejala timbulnya alergi pada kulit orang tersebut. Setelah tanda-
tanda itu muncul maka antigen akan mengenali alergen yang masuk yang akan memicu aktifnya sel T,
dimana sel T tersebut yang akan merangsang sel B untuk mengaktifkan antibodi (Ig E). Proses ini
mengakibatkan melekatnya antibodi pada sel mast yang dikeluarkan oleh basofil

 Apabila seseorang mengalami paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan terjadi 2
hal yaitu,:
 Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan efek terhadap berbagai sel
terutama dalam menarik sel – sel radang misalnya netrofil dan eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi
peradangan yang menyebabkan panas.

 Alergen tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang merangsang sel mast
kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang banyak, kemudian histamin tersebut beredar di
dalam tubuh melalui pembuluh darah. Saat mereka mencapai kulit, alergen akan menyebabkan
terjadinya gatal, prutitus, angioderma, urtikaria, kemerahan pada kulit dan dermatitis. Pada saat
mereka mencapai paru paru, alergen dapat mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi yang paling
ditakutkan dikenal dengan nama anafilaktik syok. Gejala ini ditandai dengan tekanan darah yang
menurun, kesadaran menurun, dan bila tidak ditangani segera dapat menyebabkan kematian.
Tanda dan Gejala
Reaksi tipe I dapat terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau reaksi lokal. Pemberian antigen protein atau
obat (misalnya, penisilin) secara sistemik (parental) menimbulkan anafilaksis sistemik. Dalam beberapa menit
setelah pajanan, pada pejamu yang tersensitisasi akan muncul rasa gatal, urtikaria (bintik merah dan
bengkak), dan eritems kulit,diikuti oleh kesulitan bernafas berat yang disebabkan oleh bronkokonstriksi paru
dan diperkuat dengan hipersekresi mukus.
Edema laring dapat memperberat persoalan dengan menyebabkan obstruksi saluran pernafasan bagian
atas.Selain itu, otot semua saluran pencernaan dapat terserang, dan mengakibatkan vomitus, kaku perut, dan
diare. Tanpa intervensi segera,dapat terjadi vasodilatasi sistemik (syok anafilaktik ), dan penderita dapat
mengalami kegagalan sirkulasi dan kematian dalam beberapa menit. Reaksi lokal biasanya terjadi bila
antigen hanya terbatas pada tempat tertentu sesuai jalur pemajanannya, seperti di kulit (kontak,
menyebabkan urtikaria), traktus gastrointestinal (ingesti,menyebabkan diare), atau paru (inhalasi,
menyebabkan bronkokonstriksi).

Reaksi tipe II umumnya berupa kelainan darah, seperti anemia hemolitik, trombositopenia, eosinofilia dan
granulositopenia.
Tanda dan Gejala
Manifestasi klinik hipersensivitas tipe III dapat berupa:
a. Urtikaria, angioedema, eritema, makulopapula, eritema multiforme dan lain-lain. gejala sering disertai pruritis
b. Demam
c. Kelainan sendi, artralgia dan efusi sendi
d. Limfadenopati
e. kejang perut, mual
f. neuritis optic
g. glomerulonefritis
h. sindrom lupus eritematosus sistemik
i. gejala vaskulitis lain

Manifestasi klinis hipersensitivitas tipe IV, dapat berupa reaksi paru akut sepertidemam, sesak, batuk dan efusi pleura.Obat
yang tersering menyebabkan reaksi ini yaitu nitrofuratonin, nefritis intestisial, ensafalomielitis.hepatitis juga dapat
merupakan manifestasi reaksi obat.
Adapun Gejala klinis umumnya :
a. Pada saluran pernafasan : asma
b. Pada saluran cerna: mual,muntah,diare,nyeri perut
c. Pada kulit: urtikaria. angioderma, dermatitis, pruritus, gatal, demam, gatal
d. Pada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir
Penatalaksanaan

Adrenergik
Antihistamin
Kromolin Sodium
Kortikosteroid
1. Uji kulit: sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau, kapuk,
debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).
2. Darah tepi: bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml disertai
neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.
3. IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun. Kadar IgE lebih dari
30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit
atau keadaan depresi imun seluler.
4. Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
5. Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
6. Biopsi usus: sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge didapatkan inflamasi
/ atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan mikroskop
imunofluoresen ).
7. Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
8. Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti
1. Polip hidung
2. Otitis media
3. Sinusitis paranasal
4. Anafilaksi
5. Pruritus
6. Edema
1. Biodata
Biodara terdiri dari nama, jenis kelamin. Umur, agama, suku bangsa, pendidkan pendapatan pekerjaan,nomor akses, alamat
dan lain- lain

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
b. Keluhan Utama
Pada kasus dermatitis kontak biasanya klien mengeluh kulitnya terasa gatal serta nyeri.Gejala yang sering menyebabkan
penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul.
c. Riwayat keluhan utama
Provoking Inciden, yang menjadi faktor presipitasi dari keluhan utama. Pada beberapa kasus dematitis kontak timbul Lesi
kulit ( vesikel ),terasa panas pada kulit dan kulit akan berwarna merah, edema yang diikuti oleh pengeluaran secret.
Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien
d. Riwayat Kesehatan masa Lalu
Seperti apakah klien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, apakah pernah menderita alergi serta tindakan yang
dilakukan untuk mengatasinya selain itu perlu juga dikaji kebiasaan klien
e. Riwayat Kesehatan keluarga
Apakah ada salah seorang anggota keluarganya yang mengalami penyakit yang sama, tapi tidak pernah ditanggulangi
dengan tim medis. Dermatitis pada sanak saudara khususnya pada masa kanak-kanak dapat berarti penderita tersebut
juga mudah menderita dermatitis atopik
f. Riwayat Psikososial dan Spiritual
Mengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga, dampak penyakit pasien terhadap keluarga, masalah
yang mempengaruhi pasien, mekanisme koping terhadap stres, persepsi pasien terhadap penyakitnya, tugas
perkembangan menurut usia saat ini, dan sistem nilai kepercayaan.
Dikaji berdasarkan 14 kebutuhan dasar menurut Virginia Handerson, yaitu :
1. Bernafas
Dikaji apakah pasien mengalami gangguan pernafasan, sesak, atau batuk, serta ukur respirasi rate.
2. Makan
Dikaji apakah klien menghabiskan porsi makan yang telah disediakan RS, apakah pasien mengalami mual
atau muntah ataupun kedua-duanya.
3. Minum
Dikaji kebiasaan minum pasien sebelum dan saat berada di RS, apakah ada perubahan (lebih banyak minum
atau lebih sedikit dari biasanya).
4. Eliminasi (BAB / BAK)
Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar.
5. Gerak dan aktifitas
Dikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam melakukan aktivitasnya saat menderita suatu
penyakit (dalam hal ini adalah setelah didiagnosa mengalami alergi) atau saat menjalani perawatan di RS.
6. Rasa Nyaman
Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala penyakitnya, misalnya pasien merasa nyeri di
perut bagian kanan atas (dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya, kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya
dan skala nyeri)
Lanjutan..

7. Kebersihan Diri
Dikaji kebersihan pasien saat dirawat di RS.
8. Rasa Aman
Dikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya, dan
apakah pasien merasa lebih aman saat ditemani keluarganya selama di RS.
9. Sosial dan komunikasi
Dikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga, petugas RS dan lingkungan sekitar (termasuk terhadap
pasien lainnya).
10. Pengetahuan
Dikaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya yang diderita saat ini dan terapi yang akan diberikan
untuk kesembuhannya.
11. Rekreasi
Dikaji apakah pasien memiliki hobi ataupun kegiatan lain yang ia senangi.
12. Spiritual
Dikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien menerima penyakitnya adalah
karena murni oleh penyakit medis ataupun sebaliknya.
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan terpajan allergen

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal sekunder

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( allergen,ex: makanan)


Tujuan
No DX.Kep NIC
NOC
1 Ketidakefektifa Tujuan :tanda-tanda vital stabil, ventilasi yang adekuat setelah a. Airway management
n pola nafas dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil : 1. Buka jalan napas, gunakan teknik chinlift atau jaw
berhubungan a. Respiratory status: Ventilation thrust bila perlu
dengan terpaj Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih, 2. Lakukan fisioterapi dadajika perlu
an allergen tidak ada sianosis dan dispenea 3. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
b. Respiratory status: airway patency 4. Auskultasi suara napas, cataadanya suara tambahan
Menunjukkan jalan napas yang paten (tidak merasa tercekik, irama 5. Beri bronkodilator bila perlu
napas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara 6. Atur intake unntuk cairan
napas abnormal) b. Oxygen therapy
c. Vital sign status 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
TTV dalm rentang normal 2. Atur peralatan oksigenasi
c. Vital sign monitor
1. Monitor TD, suhu, nadi, RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor pola pernapasan abnormal
5. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
2 Kerusakan Tujuan : respon alergi lokal terkontrol, integritas kulit dan membran a. Pressure management
integritas kulit mukosa utuh, regenerasi luka primer dan sekunder sesuai rentang waktu 1. Anjurkan pasien menggunakan pakaian
berhubungan yang di harapkan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 longgar
dengan jam dengan kriteria hasil : 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
infalamasi a. Tissue integrity: skin and mucous membranes 3. Jagalah kebersihan kulit agar tetap bersih
dermal,intradem Integritas kulit dan membran mukosa baik : kulit utuh, dapat berfungsi dan kering
al sekunder dengan baik. 4. Mobilisasi pasien setiap 2jam sekali
Regenerasi sel dan jaringan membaik 5. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
Hipersensitif respon immune terkendali daerah yang tertekan
b. Hemodyalis akses b. Insision site care
Akses hemodialisa (pemasangan AV Shunt) berfungsi baik : tidak ada 1. Membersihkan, memantau dan
perdarahan, tidak terjadi infeksi meningkatkan proses penyembuhan luka yang
Klien menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan ditutup dengan jahitan, klip atau straples
penyembuhan luka. 2. Bersihkan are sekitar jahitan atau staples,
menggunakan lidi kapas steril
3. Monitor proses kesembuhan area insisi
3 Kekurangan volume Tujuan : keseimbangan elektrolit dan asam basa adekuat, a. Fluid management
cairan berhubungan kekurangan cairan teratasi, status hidrasi adekuat setelah dilakukan 1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
dengan kehilangan asuhan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil : 2. Monnitor status hidrase
cairan berlebihan. a. Fluid balance 3. Monitor vital sign
Urine output(0,5-1cc/kgBB/24 jam) 4. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake
b. Hydration kalori harian
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi : BB tidak turun, elastisitas dan 5. Kolaborasi pemberian cairan IV
turgor kulit baik, membran mukosa lembab, mata / UUB tidak cekung) 6. Dorong masukan oral
c. Nutritional status : foof dan fluid intake 7. Monitor status nutrisi
Pengisian kapiler < 3 detik 8. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
Tidak terjadi perubahan status mental b. Hypovolemik management
Elektrolit serum dalam batas normal 1. Monitor status cairan intake dan output
Frekuensi, dan irama nafas dalam rentang normal 2. Monitor tingkat Hb dan hematokrit
TTV dalam batas normal 3. Monitor tanda vital
4. Monitor berat badan
5. Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan
6. Dorong pasien untuk menambah intake oral
7. Pelihara IV line
4 Nyeri akut berhubungan dengan Tujuan : Mengatasi pengalaman sensori dan emosional a. Pain management
agen cedera biologi. yang tidak menyenangkan. Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
keperawatan 4x24 jam dengan kriteria hasil : komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
a. Pain level frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
dengan indikator: 2. Observasi reaksi nonverbal dari
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan ketidaknyamanan
menggunakan manajemen nyeri 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi mengetahui pengalaman nyeri pasien
dan tanda nyeri) b. Analgesic administration
b. Pain control 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
dengan indikator: derajat nyeri sebelum pemberian obat
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis,
mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk dan frekuensi
mengurangi nyeri, mencari bantuan 3. Cek riwayat alergi
c. Comfort level
dengan indikator:
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Anda mungkin juga menyukai