Anda di halaman 1dari 17

Alergi

BY: KELOMPOK 2

1. Asdar : 19.003
2. Desriani : 19.010
3. Cindrawati Tahir : 19.008
4. Fitriani : 19.013
5. Fitriani S Dentika : 10.014
6. Hayatul Fitri : 19.016
7. Nur Ain Madji :10.021
8. Reski Ramdani : 19.023
9. Rosmiyati Laiya : 19.026
10. St Arisa : 19.029
11. Renaldi H Nani : 10.032
Definisi Hipersensitivitas

Reaksi Alergi (Reaksi Hipersensitivitas) adalah reaksi-reaksi dari sistem kekebalan yang terjadi ketika
jaringan tubuh yang normal mengalami cedera/terluka. Mekanisme dimana sistem kekebalan melindungi
tubuh dan mekanisme dimana reaksi hipersensitivitas bisa melukai tubuh adalah sama. Karena itu reaksi
alergi juga melibatkan antibodi, limfosit dan sel-sel lainnya yang merupakan komponen dalam system imun
yang berfungsi sebagai pelindung yang normal pada sistem kekebalan. Reaksi ini terbagi menjadi empat
kelas (tipe I – IV) berdasarkan mekanisme yang ikut serta dan lama waktu reaksi hipersensitif. Tipe I
hipersensitivitas sebagai reaksi segera atau anafilaksis sering berhubungan dengan alergi. Gejala dapat
bervariasi dari ketidaknyamanan sampai kematian. Hipersensitivitas tipe I ditengahi oleh IgE yang
dikeluarkan dari sel mast dan basofil. Hipersensitivitas tipe II muncul ketika antibodi melilit pada antigen sel
pasien, menandai mereka untuk penghancuran. Hal ini juga disebut hipersensitivitas sitotoksik, dan ditengahi
oleh antibodi IgG dan IgM. Kompleks imun (kesatuan antigen, protein komplemen dan antibodi IgG dan
IgM) ditemukan pada berbagai jaringan yang menjalankan reaksi hipersensitivitas tipe III. hipersensitivitas
tipe IV (juga diketahui sebagai selular) biasanya membutuhkan waktu antara dua dan tiga hari untuk
berkembang. Reaksi tipe IV ikut serta dalam berbagai autoimun dan penyakit infeksi, tetapi juga dalam ikut
serta dalam contact dermatitis. Reaksi tersebut ditengahi oleh sel T, monosit dan makrofag
ETIOLOGI

1. Faktor Internal
a. Imaturitas usus fungsional ( misalnya dalam fungsi- fungsi: asam lambung enzym-enzym usus,
glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya: IgA sekretorik) memudahkan penetrasi alergen
makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus mentongleransi makanan tertentu
b. Genetik berperan dalam alergi makanan titik sensitifitas alergi dingin mulai janin sampai masa bayi
dan sensitifitas ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan setempat
c. Mukosa dingin saluran cerna belum matang yang menyebabkan penyerapan alergi bertambah.

2. Faktor Eksternal
a. faktor pencetus: faktor fisik (dinding, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress) atau beban latihan
(lari, olahraga)
b. Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi mennurut prevalensinya: ikan 15,4% telur
12,7% susu 12,2 kacang 5,3% dll
c. Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan pada menimbulkan reaksi alergi
Klasifikasi
1. Hipersensitifitas tipe 1
Hipersensitifitas tipe 1 di sebut juga sebagai hipersensitifitas langsung atau anafilaktik. Reaksiini berhubungan dengan
kulit, mata, nasofaring, jaringan bronkopulmonari dan saluran gatrointestinal. Reaksi ini dapat mengakibatkan gejala yang
beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematian. Waktu reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar
antigen, namun terkadang juga dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10-12. Hipersensitivitas tipe 1 di perantarai oleh
imunoglobalin E(1ge). Komponen seluler utama pada reaksi ini adalah matosit atau basofil. Reaksi ini di perkuat dan di
pengaruhi oleh keping darah, neutrofil dan eosinofil.

2. Hipersensitivitas tipe II
Hipersensitivitas tipe II di akibatkan oleh antibodi berupa imunoglobin G (IgG) dan imunoglobin E (IgE) untuk melawan
antigen pada permukaan sel dan matriks ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel atau jaringan yang
langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi dengan antigen
permukaan sel akan bersifat patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target sel.
Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen atau reaksi silang yang berikatan dengan antibodi sel sehingga dapat
pula menimbulkan keruskan jaringan. Beberapa tipe dari hipersitivitas tipe II adalah :a. Pemfigus (IgG bereaksi dengan
senyawa intraseluler diantar sel epidermal) b. Anemia hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang dapat
menempel pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti hapten untuk produksi antibodi kemudian berikatan dengan
permukaan sel darah merah dan menyebabkan lisis sel darah merah), danc. Sindrom goodpasture (IgG bereaksi dengan
membran permukaan glomerulus sehingga menyebabkan keruskan ginjal).
NEXT...

3. Hipersesitivitas tipe III


Hipersesitivitas tipe III merupakan hipersesitivitas kompleks imun. Halini di sebabkan adanya pengendapan kompleks
antigen antibodi terkecil dan terlarut di dalam jaringan. Hal ini di tandai dengan timbulnya inflamasi atau peradangan. Pada
kondisi normal, kompleks antigen-antibodi yang di produksi dalam jumlah besar dan seimbang akan di bersihkan dengan
adanya fagosit. Namun, kehadiran bakteri, virus, lingkungan, atau antigen (spora fungsi, bahan sayuran atau hewan) yang
pensisten yang akn membuat tubuh secara otomatis akan memproduksi antibodi terhadap senyawa asing tersebut sehingga
terjadi pengendapan kompleks antigen-antibodi secara terus menerus. Hal ini terjadi juga pada penderita pemyakit autoimun.
Oengendapan kompleks antigen-antibodi tersebut akan menyebar pada membran sekresi aktif dan di dalam saluran kecil
sehingga dapat memengaruhi beberapa organ, seperti kulit, ginjal, paru-paru, sendi atau dalam bagian koroid pleksus otak.
4. Hipersensitüfitas tipe IV
Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel atau tipe lambat (delayed-type). Reaksi
ini terjadi karena aktivitas perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama dibutuhkan dalam reaksi ini untuk
aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi sitokin dan kemokin, serta akumulasi makrofag dan leukosit lain pada daerah yang
terkena paparan. Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas pneumonitis, hipersensitivitas
kontak (kontak dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kronis (delayed type hipersensitivity. DTH).
Manifestasi Klinis

1. Reaksi tipe 1
Dapat terjadi sebagai suatu gangguan sestemik atau reaksi lokal. pemberian atingen protein atau obat ( misalnya penisilin ) secara sistemik
(parental) menimbulkan anafilaksisi akan muncul rasa gatal, urtikaria ( bintik merah dan bengkak ), dan eritems kulit, diikuti oleh kesulitan
bernafas berat yang di sebapkan oleh bronkokonstrisi paru dan di perkuat dengan hiperseresi mukus. idema lering dapat memperberat
persoalan dengan menyebapkan obstruksi saluran pernafasan bagian atas. Selain itu, otot semua saluran pencernaan dapat teserang, dan
mengakibatkan vomitus, kaku perut, dan diare
2. Reaksi tipe ll
umumnya berupa kelainan darah, seperti anemia hemolitok, trombositopenia, eosinofilia dan granulositopenia.
3. Reaksi Hipersensivitas lll
1) Urikaria, angioderma, eritema, makulopapula, eritema multiforme dan lain-lain gejala sering di sertai pruritis.
2) Demam
3) kelainan sendi, artralgia dan efusi sendi
4) Limfadenofati
• Kejam perut, mual
• Neuritis optic
• Glomerulonefritis
• Sidrom lupus eritematosus Sestemik
• Gejala vakultis lain
4.) Hipersensitifitas tipe lV
Dapat berupa raksi paru akut seperti demam, sesak, batuk dan efusi peluara, oabat yang tersaring menyebapkan reaksi ini yaitu
nitrofuratonin, nefritis intestisial, ensafalomielitis. Hepatitis juga dapat merupakan manifestasi reaksi oboat. Adapun gejala klinis
umumnya.Pada saluran pernafasan: asmaPada saluran cerna: mual, muntah, diare, nyeri perutPada kulit: urtikaria, angioderma, dermatitis,
pruritus, gatal, demam, gatalPada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir
Patofisiologi

Saat pertama kali masuknya alergen (ex telur ) ke dlam tubuh sesorang yg mengkonsumsi tapi makanan yg sama barulah
tampak gejala-gejala timbulnya alergi pada kulit orang tersubut . setelah tanda - tanda itu muncul maka antigen akan
mengenali alergen yg masuk yg akan memicu sel T dimna diman sel telur yg merangsang sel B untuk mengaktifkan anti bodi
(ig.E) proses ini mengakibatkan melekatnya anti bodi pada sel mas yg di keluarkan oleh basofil. apabila seorang mengalami
paparan untuk kedua kalinya oleh laergen yg sama.
Maka akan terjdi dua hal yaitu :
1. ketika mulainya terjadi produksi sitokin oleh sel T . memberikan efek terhadap bebrbagai sel terutama dalam menarik sel-
sel radang misalnya netofil atu esionatofil
2. alergi tersebut akan mengakibatkan anti bodi (ig E) yg merangsang sel must kemudian akan melepaskan histamin dalam
jumlah yg banyak , kemudian histamin tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh darah. saat mereka memcapai
kulit ,alergen akan menyebabkan gatal ,prutitus,angioderma,urtikaria,kemerahan pada kulit dan dermatitis apda saat mereka
mencapai paru-paru alergen dapat meneruskan terjadinya asma. gejala alergi yg paling di takutkan di kenal dengan nama
anaflatik syok geja ini ditandai dengan tekanan darah yg menurundan kesadaran yg menurun , dan bila tidak di tangani segera
dpat menyebabkan kematian
Pemeriksaan Penunjang

1. Uji kulit :Sebagai pemeriksaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau, kapuk,
debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susi, telur, kacang, ikan).
2. Darah tepi : Bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. hitung leukosit 5000/ml disertai
neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.
3. IgE total dan spesifik : Harga normal IgE total adalah 1000u/ sampai umur 20 tahun. Kadar IgE
lebih dari 30u/ml pada umunya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi
parasit atau keadaan depresi imun seluler.
4. Tes intradermal nilai terbatas, berbahaya.
5. Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
6. Biopsi usus :Sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge didapatkan
inflamasi/ atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepiteliel dan IgM. IgE (dengan mikroskop
imunofluoresen).
7. Pemeriksaan/ tes D Xlyose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
8. Diit coba buta ganda (Double blind food chalenge) untuk diagnosa pasti.
PENGKAJIAN

1. Data demografia.
Data dasar
- identitas pasien( nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaaan, alamat,
diagnosa, sumber biaya, dan sumber informasi)
- identitas penangung jawab ( nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan,
alamat, hubungan dengan pasien.b. Riwayat keperawatan

1) riwayat kesehatan sekarang


- mengkaji data subjektif yaitu data yang didapatkan dari klien meliputi:
- alasan masuk rumah sakitPasien mengeluh nyeri diperut, sesak napas, demam, bibirnya bengkak, timbul kemerahan pada
kulit , mual muntah dan terasa gatal
keluhan utama
1) pasien mengeluh sesak nafas
2) pasien mengeluh bibirnya bengkak
3) pasien mengatakan tidak nafsu makan, mual muntah
4) pasien mengeluh ngeri bagian perut
5) pasien mengeluh gatal- gatal dan timbul kemerahan di sekujur tubuhnya
6) pasien mengeluh diare
7) pasien mengeluh demam.
NEXT...
- kronologi keluhan
Pasien mengeluh nyeri perut, sesak nafas, demam, bibirnya bengkak, timbul kemerahan pada kulit dan mual muntah, dan
terasa gatal tak tertahan lagi sehingga pasien dibawah kerumah sakit
- Riwayat kesehatan masalalu Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah sakit yang sama atau yang berhubungan dengan
penyakit yang saat ini diderita misalnya, sebelumnya pasien mengatakan pernah mengalami nyeri perut , sesak nafas, demam,
bibirnya bengkak, timbul kemerahan pada kulit, mual muntah , dan terasa gatal dan pernah mengalami perawatan di rumah
sakit pengobatan tertentu
- Riwayat kesehatan keluarga Mengkaji apakah dalam keluarga ada/ tidak mengalami penyakit yang sama- riwayat psikologis
spritual Mengkaji orang terdekat dengan pasien , interaksi dalam keluarga , dampak penyakit pasien terhadap keluarga ,
masalah yang mempengaruhi pasien mekanisme kopling terhadap stress, presepsi terhadap penyakit , tugas perkembagan
menurun usai saat ini dan sistem nilai kepercayaan.
Analisa data
1) data subjektifa.
Sesak nafasb. Mual muntahc. Meringis, gelisahd. Terhadap nyeri pada bagian perute. Gatal- gatal, Batuk
2). Data objektif
a. Penggunaan O2
b. Adanya kemerahan pada kulit
c. Terlihat pucat
d. Pembengkakan pada bibir
e. Demam ( suhu tubuh diatas 37 derajat C )
Diagnosa keperawatan Hipersensitivitas

1. Ketidak efektifan pola nafas b/d terpajan alergi


2. Nyeri akut b/d agen cedera biologis
INTERVENSI

SDKI SLKI SIKI


Ketidak efektifan pola nafas Setelah di lakukan asuhan Observasi
b/d terpajan alergi keperawatan selama 1x24 jam - Monitor pola napas
di harapkan hasil pola napas (frekumesi,kedalaman,usaha napass)
membaik, dengan kriteria Terapeutik
hasil : - Posisikan semi fowler atau fowler
1. Tekanan inspirasi meningkat - Anjurkan minum air hangat
2. frekuensi nafas membaik - Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak ada kontra indikasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, jiika
perlu
SDKI SLKI SIKI
Nyeri akut b/d agen cedera Setelah di lakukan asuhan keperawatan Observasi
biologis selama 1x24 jam di harapkan hasil pola - Identifikasi skala nyeri
napas membaik, dengan kriteria hasil : - Identifikasi respon nyeri non verbal
1. Nyeri menurun - Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis, suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
- Jelaskan penyebab, priode, dan pemicu
nyeri
- Anjurkan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
No Hari/Tanggal Diagnosa Jam Implementasi
1. Senin, 15 Februari Ketidak efektifan pola nafas b/d terpajan 08.00 Memonitor pola napas
2021 alergi (frekumesi,kedalaman,usaha napass)

10.00 Memposisikan semi fowler atau fowler

12.00 Menganjurkan minum air hangat

14.00 Memberikan oksigen, jika perlu

16.00 Menganjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,


jika tidak ada kontra indikasi

18.00 Mengkolaborasi pemberian bronkodilator,


jiika perlu
No Hari/Tanggal Diagnosa Jam Implementasi
2. Selasa, 16 Februari Nyeri akut b/d agen cedera 08.00 Mengidentifikasi skala nyeri
2021 biologis
10.00 Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
12.00 Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
14.00 Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis, suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
16.00 Memasilitasi istirahat dan tidur
18.00 Menjelaskan penyebab, priode, dan pemicu nyeri

20.00 Menganjurkan teknik nonfarmakologi untuk


mengurangi rasa nyeri
21.00 Mengkolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
Evaluasi
Tahap evaluasi pada proses keperawatan
meliputi kegiatan mengukur pencapaian tujuan
klien dan menentukan keputusan dengan cara
membandingkan data yang terkumpul dengan
tujuan dan pencapaian tujuan (Nursalam,
2011)
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai